Harapan untuk tetap hidup, kembali muncul bagi Max. Ada juga kemungkinan untuk membalas dendam dan dia tidak sabar untuk melakukannya.“Polisi datang, Lucas. Hahaha … seorang yang terlahir menjadi pemenang akan selalu menjadi pemenang. Kamu tidak akan pernah bisa melawan aku,” kata Max yang kemudian diikuti oleh gelak tawanya.Namun Lucas tidak pernah takut dengan polisi. Di saat dia sedang salah pun dia tidak takut, apalagi saat ini di saat posisinya sedang berada di pihak yang benar.Lucas sama sekali tidak takut!“Banyak bicara! Aku akan memotongmu beda yang sedang menyentuh kulit Angeline!” ucap Lucas.Kemudian dengan cepat dan kuat, dia membuka mulut Max dan menarik lidah itu keluar.Boom!Lucas meninju lantai hingga marmernya hancur. Dan dengan potongan marmer yang tajam, Lucas memotong lidah Max.Max berteriak dengan keras karena saking sakitnya.Saat sedang tengkurap, Lucas menarik tulang belakang Max dengan keras. Sontak saja, Max yang lumpuh. Dia tidak bisa menggerakkan selu
Meskipun Lucas adalah seorang raja mafia yang mana selalu dikonotasikan negatif oleh orang pada umumnya, namun dia juga adalah seorang yang patriotisme. Dia tidak mau negaranya hancur dan malah sebaliknya, dia ingin negaranya semakin maju dan makmur.“Aku pernah bertemu dengan seseorang dari organisasi Dominus Noctis sekitar setahun yang lalu. Orang itu mengatakan jika dia adalah kaki tangan salah satu pemimpin Dominus Noctis yang ingin masuk ke kota ini,” ucap Mike.Lucas mengerutkan keningnya. Lalu dia bertanya, “Apa yang orang itu sampaikan padamu?”“Ya, seperti biasa. Mereka menawarkanku uang yang sangat banyak. Dia juga memberikan jaminan kepadaku jika pemilihan umum berikutnya, aku pasti menang dan tetap menjadi walikota untuk periode berikutnya,” terang Mike.“Apa kamu menerima tawarannya?” tanya Lucas, tenang namun tajam.Jika dia sampai mendengar Mike menerima ataupun bahkan hanya mempertimbangkan, dia tidak akan segan-segan untuk menghukum sang walikota.Bagi Lucas, tidak ad
Victor telah mengenal Stefano selama 2 tahun terakhir. Mereka saling kenal ketika secara tidak sengaja bertemu di acara pernikahan salah satu anggota Serikat Dagang.Pada saat itu Stefano sedang mencari dukungan para pengusaha dan juga para pejabat untuk bisa mendirikan organisasi mafia Dominus Noctis di Kota Verdansk.Victor yang selalu memilih jalan kekerasan untuk melawan musuh-musuh bisnisnya, sama terbantu dengan kehadiran Stefano. Setiap dia meminta tolong kepada Stefano untuk melenyapkan seseorang, dia tidak pernah kecewa.Dan saat ini, dia ingin mengulangi hal yang sama. Melenyapkan seseorang dengan bantuan Stefano. “Apakah tidak terlalu berlebihan jika Tuan meminta pertolongan kepada Stefano?” tanya Daniel.“Kalau kamu bisa menyelesaikannya sendiri, ya sudah, kamu saja yang menyelesaikannya. Tapi pastikan dulu orang yang melukai anakku bukanlah dari keluarga yang kuat atau melebihiku. Jadi, kamu dan anak buahmu tidak mati sia-sia,” kata Victor.Daniel belum mendapatkan infor
Mirko kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto Lucas kepada Victor.“Ini dia orangnya. Mungkin Pak Victor mengenalnya,” ucap Mirko.Meskipun sudah berusaha untuk menutupi Lucas sebagai orang yang melakukan penganiayaan kepada Max, namun dia tidak tahan untuk tidak membongkarnya. Di dalam pikirannya saat ini, dia ingin menyerahkan Lucas kepada Victor untuk dihukum secara mandiri. Baginya, itu tidak masalah, yang penting para mafia bisa enyah dari tanah Verdansk.Mirko benar-benar membenci mafia.Victor melihat foto Lucas namun dia sama sekali tidak mengenalnya.“Aku tidak kenal dengan orang ini. Tapi, terima kasih banyak untuk fotonya. Dengan ini aku bisa mudah mencari orang itu. Dia harus merasakan apa yang dirasakan oleh anakku!” ucap Victor dengan suara yang bergetar, penuh emosi.Victor menoleh ke arah Daniel dan berkata, “Simpan foto orang itu lalu cari tahu siapa dia sebenarnya.”“Siap laksanakan!” ucap Daniel.***“Kenapa dia bisa begitu jahat kepadaku, Lucas?” tany
Lucas langsung menjalankan perintah yang diberikan oleh Lisa. Dia pun langsung menuju ke kamar Angeline.Kali ini Lucas mengetuk pintu terlebih dahulu karena khawatir kejadian semalam terulang kembali. “Masuk!”Lucas membuka pintu kamar dan langsung masuk ke dalam.“Bu Angeline, di bawah ada Presdir. Aku disuruh memanggilmu karena ada hal penting yang ingin dibicarakan olehnya,” ucap Lucas.“Nenek?” Angeline cukup terkejut mendengarnya.Wajar saja Angeline terkejut. Sebab selama dia memiliki rumah itu, sang nenek tidak pernah berkunjung. Ini adalah kali pertama dia datang.“Apa yang ingin dibicarakannya, ya?” tanya Angeline dengan ekspresi wajah yang bingung.Lucas mengangkat kedua bahunya seraya berkata, “Aku tidak tahu. Kalau aku bertanya, dia tidak akan menjawabnya.”Angeline paham. Oleh sebab itu, dia langsung buru-buru menyiapkan diri dan kemudian menemui sang nenek.“Nenek, ada apa sampai repot-repot datang kemari di pagi hari seperti ini?” tanya Angeline saat baru datang.Ange
Lisa dan Jeremy sangat ketakutan setelah mendengar ancaman yang diberikan oleh Victor. Maka dari itu dia langsung datang ke rumah Angeline untuk mengkonfirmasi siapa orang yang sudah melukai Max.Saat mereka berdua tahu jika orang itu adalah Lucas, ketakutan mereka semakin menjadi.Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk menyelamatkan keluarga Jordan adalah dengan memisahkan Angeline dan Lucas. Jika mereka tidak ada ikatan lagi, tentu saja Victor Benedict tidak memiliki alasan untuk menyeret keluarganya ke dalam masalah.“Kalian tidak perlu takut. Masalah keluarganya Max, biar aku saja yang menyelesaikannya. Kalian tidak perlu ikut campur. Aku pastikan, kalian tidak akan terlihat,” ucap Lucas dengan penuh percaya diri. Lisa dan Jeremy sontak saja langsung menoleh dengan keras ke arah Lucas. Tatapan mereka berdua pun menajam.“Jangan bicara omong kosong, Lucas! Memangnya kamu siapa sampai berani menghadapi Keluarga Benedict?” geram Lisa.“Hanya karena kamu bisa menghajar Max, kamu be
Perasaan Dario semakin tidak enak melihat ekspresi wajah ayahnya yang begitu serius dan terlihat adanya amarah di matanya.Namun Dario berusaha untuk menjaga ketenangan dirinya agar tidak membuat orang tuanya itu menjadi curiga kepadanya.“Semalam kamu pergi ke mana dan dengan siapa?” tanya Gigio.Deg!Dugaan Dario tentang arah pembicaraan sang ayah, semakin menguat. Oleh sebab itu, dia langsung memutar otak agar tidak ketahuan jika semalam dirinya bersama dengan Max dan Si Tangan Besi.“Aku semalam pergi ke klub malam, Yah. Aku menemui seorang wanita. Tapi baru sebentar di sana, aku ditelepon oleh Ayah, ‘kan, terus aku pulang,” jawab Dario, mencoba dengan sekuat tenaga agar tetap tenang.Gigio memalingkan pandangannya kepada Mike.“Memangnya ada apa, Yah?” tanya Dario.Gigio menatap kedua mata Dario beberapa saat sebelum lahirnya berkata, “Apa kamu sudah mendengar kabar tentang Max?”Dario menarik tubuhnya dan duduk dengan tegak. “Iya, aku sudah mendapat kabar. Aku baru baca saat ba
Albin datang menghampiri Gigio saat melihat sang Wakil Ketua Serikat Dagang itu tampak bingung. “Wakil Ketua, boleh aku bicara?” tanya Albin dengan sopan. Gigio menoleh. “Ah, Albin. Ya, silakan. Duduk dulu, supaya ngobrolnya bisa santai.” Albin pun duduk di samping Gigio. “Apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Gigio. “Sebenarnya aku ingin bicarakan tentang masalah Lucas,” jawab Albin. Gigio pun menganggukan kepalanya, mengizinkan Albin untuk berbicara lebih lanjut. “Sejak pertama kali bertemu dengannya, aku melihat ada sesuatu yang berbeda dari diri Lucas. Selain itu energi yang dimilikinya pun berbeda. Cukup kuat meskipun dia dalam keadaan santai, tidak ada tekanan,” ucap Albin dengan sangat serius. Gigio pun menyimak apa yang diucapkan oleh Albin dengan serius pula. “Orang itu spesial. Dia sepertinya seorang ahli bela diri selain dia juga seorang tabib dewa. Tapi, untuk apa yang dikatakan oleh walikota, sebaiknya ditelusuri lebih jauh terlebih dahulu. Jangan terburu-buru
Gigio merasa jauh lebih tenang jika ada Lucas di belakangnya, meskipun yang akan dilawannya adalah Matteo.“Baik. Aku akan mengikuti semua perintahmu, Lucas. Aku percayakan semuanya padamu!” ucap Gigio.Albin juga mengangguk. Dia juga merasa percaya dengan Lucas.“Oh iya, maaf jika pembicaraanku menyimpang, tapi menurutku ini sangat penting juga,” ucap Albin.Lucas dan Gigio langsung menoleh ke arah Albin dan menatapnya.“Ada apa, Albin. Katakan saja!” ucap Lucas.“Aku baru saja mendapat laporan dari atasan. Dia mengatakan kalau masalah di sasana Dragon's Den menjadi perhatian lebih bagi institusi kepolisian. Sebab, banyak warga yang melihat kejadian dan banyak yang mempertanyakan tentang hal itu,” ungkap Albin.“Hasilnya, kepolisian mendapat banyak tekanan publik untuk mengungkap kejadian sebenarnya,” lanjutnya.Gigio terkejut mendengarnya. Dia pun menjadi cemas dan langsung menatap Lucas. Gigio tahu, jika ada beberapa oknum polisi yang bisa disogok, namun ada banyak pula yang tidak
Lucas baru saja akan keluar rumah, panggilan suara di ponselnya masuk. Dari Angeline. Tanpa pikir panjang, dia langsung mengangkatnya. "Lucas, kamu di mana?" Suara Angeline di telepon terdengar tenang, namun tersirat keingintahuan yang kuat. Padahal Lucas belum sempat bertanya kepada Angeline. Napasnya terdengar berat, tetapi dia berusaha menjaga nada suaranya tetap datar. "Kamu dari mana saja? Kenapa tidak dijawab panggilanku?""Ah, aku hanya keluar sebentar. Sekarang aku sudah di rumah."Lucas menghela napas lega, jantungnya berdebar tanpa alasan yang jelas."Aku di rumah Ibu sekarang." Lucas memutuskan untuk menyelipkan informasi itu, seolah ingin menegaskan bahwa dia tidak berbuat sesuatu yang mencurigakan."Rumah Ibu?" Suara Angeline terdengar sedikit cemas. "Kenapa tiba-tiba ke sana? Apa Ibu sakit?"Lucas menarik napas dalam-dalam. "Aku hanya mengunjungi Ibu saja sebentar. Dia dalam kondisi sehat. Kamu jangan khawatir.”Ada keheningan di ujung sana sebelum Angeline akhirnya m
Ashton tersenyum kecil, seperti seseorang yang tahu lebih dari seharusnya."Hanya firasat, Angeline. Kamu kelihatan seperti orang yang sedang berusaha mengabaikan perasaanmu,” ucap Ashton.Dia tidak menjawab. Matanya kembali menatap cangkir kopi yang kini tinggal setengah."Kamu tahu, aku bisa membantumu," lanjut Ashton."Bantuan apa?" tanya Angeline, kali ini lebih tajam."Apa pun yang kamu butuhkan. Aku tahu kamu sedang menghadapi sesuatu yang besar. Jangan ragu meminta bantuanku. Kita tidak harus selalu berseberangan." Ashton menatap lekat Angeline, mencoba meyakinkan wanita di depannya.Angeline terkekeh pelan, tapi tanpa jejak humor. "Kamu berpikir bisa membantu tanpa tahu apa yang aku hadapi, itu sudah sangat memaksakan diri.""Ya kali aja. Aku tahu banyak tentang kamu, tentang keluargamu dan juga ... Lucas."Angeline mendadak diam, ekspresinya yang dingin mulai retak. "Apa yang kamu tahu tentang Lucas?""Lebih dari yang kamu kira." Ashton menjawab sambil melipat tangan di atas
Hani menoleh ke belakang. Wajahnya kembali menjadi sedih saat ini.“Yang meninggal adalah Kakakku,” terang Hani.Lucas menarik napasnya dalam-dalam setelah mendengar itu. “Jadi dia Kakakmu?”Hani mengangguk kecil. “Dia bahkan lebih dari seorang kakak bagi kami. Dia sudah seperti ayah. Semenjak ayah meninggal, dia menjadi tulang punggung keluarga. Baru beberapa bulan ini saja aku bisa membantu.”Hani kemarin menatap Lucas dengan air mata yang menggenang. “Dia pria yang baik dan bertanggung jawab. Tapi api kenapa nasibnya begitu mengenaskan? Bahkan dia harus dibunuh dengan keji.”Lucas mengusap pundak Hani, berusaha untuk menenangkannya.“Ya, benar. Kakakmu adalah orang yang baik. Aku sangat kehilangannya,” ucap Lucas.Hani mengangguk sambil menyeka air mata yang terus keluar.“Kalau boleh tahu, sejak kapan Bapak kenal dengan kakakku? Sepertinya dia tidak pernah cerita jika punya teman seperti Bapak,” tanya Hani.“Sebenarnya aku baru bertemu dengannya. Aku adalah pemilik baru sasana Bro
Lucas mencoba untuk mendengarkan penjelasan dari Mike dulu. Dia tidak mau langsung berspekulasi dengan apa yang terjadi.‘Maaf The Obsidian Blade, aku sudah berusaha untuk membendung media agar tidak memberitakan apa yang terjadi di sasana Dragon's Den, namun sepertinya masih ada banyak kebocoran di sana-sini apalagi dari video amatir warga. Jadi, sekarang banyak berkeliaran video di mana Dragon's Den saat sedang dihancurkan,’ ungkap Mike.Lucas terdiam beberapa saat. Dia memutar otak bagaimana caranya agar semuanya menjadi baik-baik saja.Mike tentu saja bertambah cemas saat ini karena Lucas tidak memberikan reaksi apapun. Mike tidak tenang.‘Mohon maaf, The Obsidian Blade! Aku salah karena tidak maksimal dalam tugas kali ini. Tapi aku berjanji akan menyelesaikannya dengan cepat. Aku akan menambah tim untuk memutus penyebaran video-video itu,’ kata Mike dengan suara yang terdengar bersungguh-sungguh.‘Aku mengerti, Mike. Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Terima kasih karen
Amarah dan juga dendam yang ada di dalam diri Matteo tidak terbendung lagi. Dia sangat ingin melihat Lucas merangkak dan bersujud di kakinya untuk meminta maaf.Amarah dan dendam yang dimiliki oleh Matteo, jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh Lucas.Jika Lucas marah dan dendam saat dia melihat anak buahnya menjadi korban, Matteo berbeda. Dia marah dan dendam kepada Lucas karena harga dirinya telah diinjak-injak. Selain itu, bisnisnya pun dirusak oleh Lucas.Matteo mementingkan dirinya sendiri.John mematung setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Matteo. Dia tidak bisa berkomentar apapun karena dia pun bingung.“Aku akan menemui Raja Verdansk secepatnya. Jika sudah mendapatkan jadwal bertemu, aku akan langsung pergi menemuinya,” kata Matteo.John mengangguk sambil berkata, “Jika masalah itu, aku serahkan semuanya padamu. Aku tidak bisa berpendapat apalagi sampai ikut memutuskan. Hanya saja, aku mau memberikanmu satu saran.”Matteo biasanya selalu memutuskan semuanya sendiri dan
"Dia tidak mengatakan apa-apa padaku," gumam Lucas lebih kepada dirinya sendiri."Tentu saja dia tidak mengatakan apa-apa," jawab Sabrina dingin. "Angeline tidak suka konfrontasi, apalagi soal perasaan. Dia lebih memilih pergi daripada harus berdebat denganmu atau, lebih buruk lagi, dengan Stella."Lucas mengangkat pandangannya, menatap Sabrina dengan mata yang penuh kebingungan. "Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?"Sabrina mendekat, menatap Lucas dengan serius. "Cari dia, Lucas. Sebelum semuanya terlambat."Lucas menghela napas panjang, rasa bersalah perlahan menyelinap di hatinya. "Aku harus menjelaskan bagaimana?""Terserah, tapi jika kamu benar-benar peduli pada Angeline, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan."Lucas terdiam, tenggelam dalam pikirannya. Di saat yang sama, suara langkah seseorang bergema di lorong, menghentikan percakapan mereka. Stella muncul dari tikungan, matanya langsung tertuju pada Lucas."Aku mencarimu," kata Stella dengan nada lembut, bibirnya terse
Belum sempat Lucas menjawab Angeline. Dia memutar otak untuk mencari maksudnya dari kalimat Angeline agar nantinya tidak salah menjawab.Dari kejauhan, Stella kembali datang lagi. Kali ini wajahnya lebih muram daripada sebelumnya. Dia melihat Lucas dan Angeline yang tampak beradu mulut."Jadi aku harus bagaimana?" Lucas bertanya dengan bingung.Angeline membalikkan badan, kemudian masuk kembali ke lorong rumah sakit. Lucas mengikuti di belakang dengan masih tidak mengerti apa yang terjadi pada Angeline."Terserah. Yang penting jangan terlalu ramah." Angeline menatap Lucas dengan wajah cemberut, suaranya rendah, namun cukup tajam untuk memotong keheningan di lorong rumah sakit.Lucas mengerutkan kening, langkahnya melambat. "Angeline, tunggu. Aku hanya ....""Jangan," potong Angeline cepat. Dia menghela napas panjang, pandangannya tak menatap Lucas langsung. "Aku tidak mau bicara denganmu sekarang."Tanpa menunggu jawaban, Angeline mempercepat jalannya dan pergi, meninggalkan Lucas yan
Angeline benar-benar tidak menyukai situasi ini."Angeline, apa ini yang kamu sebut menenangkan suasana?" tanya Sabrina menyindir. Suaranya menyelinap masuk ke telinga Angeline.Angeline dengar, namun tidak dihiraukannya. Wanita itu berdiri tegak di depan jendela yang menghadap luar, kedua tangannya menyilang di dada. Hatinya terasa seperti akan meledak Raut wajahnya dingin, tapi jemarinya mengetuk-ngetuk lengan seolah ingin melampiaskan sesuatu. "Aku tahu kamu ....""Kamu lebih cantik kalau diam." Sabrina menutup mulutnya dengan tangan, dia meringis di sela-sela kerlingan matanya. "Kalau cemburu bilang aja sih."Angeline menarik napas kasar, lalu mengembuskannya.Kenapa hatinya seperti ini? Sama sekali tidak biasanya. Sabrina tidak lagi berbicara, dia memilih diam daripada terkena omelan Angeline. Tak lama kemudian, terlihat dua orang yang sangat familiar berjalan ke arah mereka."Dia akhirnya datang," gumam Angeline lebih kepada dirinya sendiri. Segera dia berbalik dan menghamp