Albin datang menghampiri Gigio saat melihat sang Wakil Ketua Serikat Dagang itu tampak bingung. “Wakil Ketua, boleh aku bicara?” tanya Albin dengan sopan. Gigio menoleh. “Ah, Albin. Ya, silakan. Duduk dulu, supaya ngobrolnya bisa santai.” Albin pun duduk di samping Gigio. “Apa yang ingin kamu bicarakan?” tanya Gigio. “Sebenarnya aku ingin bicarakan tentang masalah Lucas,” jawab Albin. Gigio pun menganggukan kepalanya, mengizinkan Albin untuk berbicara lebih lanjut. “Sejak pertama kali bertemu dengannya, aku melihat ada sesuatu yang berbeda dari diri Lucas. Selain itu energi yang dimilikinya pun berbeda. Cukup kuat meskipun dia dalam keadaan santai, tidak ada tekanan,” ucap Albin dengan sangat serius. Gigio pun menyimak apa yang diucapkan oleh Albin dengan serius pula. “Orang itu spesial. Dia sepertinya seorang ahli bela diri selain dia juga seorang tabib dewa. Tapi, untuk apa yang dikatakan oleh walikota, sebaiknya ditelusuri lebih jauh terlebih dahulu. Jangan terburu-buru
Mendengar penjelasan dari Bram, membuat Bella maradang. Wanita itu memang sejak awal tidak suka dengan Lucas, jadi ada permasalahan seperti ini, membuatnya memiliki kesempatan untuk memarahi Lucas.“Lucas! Kamu itu benar-benar keterlaluan! Ini adalah tempat bisnis, bulan arena tinju!” ucap Bella dengan mata yang melotot.Lucas tersenyum mendengarnya sambil menatap Bram.“Orang lemah menutupi kelemahannya dengan memfitnah orang lain. Kamu yang salah dengan menarik tanganku dan terjatuh sendiri karena itu, malah menyalahkan aku,” kata Lucas sambil tertawa tipis. “jika lemah setidaknya jangan menjadi pecundang.”Bram merah wajahnya. Dia ingin membela diri tetapi apa yang dikatakan Lucas adalah kenyataannya.Bella berkata, “Kalau kamu merasa kamu adalah orang yang kuat, kenapa tidak menjadi petinju saja? Kenapa harus bekerja di sini?”“Kamu sangat tidak pantas bekerja di perusahaan Liquid. Kamu lebih pantas menjadi preman!” lanjut Bella.Satpam yang baru saja selesai menghadiri apel pagi,
Angeline termenung beberapa saat. Melihat kondisi Bram, rasa-rasanya sulit untuk tidak percaya. Namun, yang bermasalah dengan Bram adalah Lucas. Dia juga tidak boleh untuk tidak percaya dengan pria itu.Angeline sangat bingung.“Sudahlah, Angeline. Masa kamu tidak percaya dengan kepala staf Bram? Lihat saja luka yang dialaminya. Tidak mungkin dia mengada-ngada,” kata Bella.Angeline melirik ke arah Lucas yang hanya diam namun terlihat tenang.‘Sebenarnya apakah dia yang melakukannya atau bukan? Kenapa dia diam saja? Apakah karena dia sandiwara yang menjadikan dia calon suamiku?’“Baiklah. Bram, kamu akan dibawa ke rumah sakit untuk mengobati lukamu. Semua biaya rumah sakit, aku yang menanggungnya,” ucap Angeline.Kemudian sang direktur pemasaran itu menoleh ke arah Lucas dan berkata, “Kamu akan diskors selama 3 hari karena ulahmu ini.”Sontak saja, semua orang terkejut dengan keputusan Angeline. Mereka semua menilai jika Lucas berhak mendapatkan hukuman yang lebih berat lagi.“Angelin
Saat mendengar suara itu, Lucas membalikkan badannya ke sumber suara dan seketika peluru mengenai tumpukan dokumen yang sedang dipegang oleh Lucas.Beruntung, posisi tangan Lucas saat itu menutupi bagian dada Angeline yang diingat oleh si penembak. Peluru besi dari air gun tidak menembus tumpukan dokumen sehingga Angeline bisa selamat.“Bram!”Lucas langsung melindungi Angeline saat melihat yang menembak adalah Bram. Dia takut Bram akan kembali menembak Angeline.“Beruntung sekali. Aku tidak menyangka kalian bisa selamat karena tumpuan kertas. Hahaha …” kata Bram sambil tertawa.“Apa yang kamu lakukan, Bram? Kenapa kamu nekat ingin menembak Bu Angeline?” tanya Lucas.Bram menggelengkan kepalanya. Lalu dia menjawab, “Kamu salah! Aku tidak hanya mengincar Angeline tetapi juga mengincarmu, parasit!”Dari belakang tubuh Lucas, Angeline bertanya, “Kenapa Bram? Kenapa kamu mau menembak kami? Apa salah kami?”Bram tertawa. Bukan hanya karena mendengar pertanyaan dari Angeline tapi juga melih
Angeline tidak bisa menolaknya lagi. Mau tidak mau dia harus melakukan sesuai yang diperintahkan oleh Lucas.“Iya, baiklah. Tapi kamu harus tanggung jawab atas apa yang terjadi nanti,” kata Angeline.“Tentu saja!” ucap Lucas dengan tegas.Lucas menatap Bram dengan sangat teliti. Setiap detail gerakan pria itu dilihatnya dengan baik.Saat menilai kesempatan untuk menyerang datang, Lucas pun langsung bergerak.Lucas berlari dengan sangat cepat menerjang Bram.Angeline pun langsung tengkurap di aspal, sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Lucas. Untungnya aspal itu belum tersinari oleh matahari karena terhalang oleh tingginya gedung perusahaan Liquid.Bram menyadari pergerakan Lucas, namun semuanya sudah terlambat. Lucas telah berada di sampingnya dalam sekejap mata saja.“Sial!”Bram mengarahkan airgun miliknya itu ke arah Lucas. Dia berniat langsung menembak kepala Lucas saat itu juga.Lucas yang sudah berjarak sangat dekat tentu saja dengan mudah melumpuhkan Bram dengan menekan sa
Lucas sangat tidak suka dengan cara pandang Arnold. Namun saat ini dia berusaha untuk mengontrol emosinya karena tidak ingin mengganggu Angeline dan merusak apa yang sudah dipersiapkan oleh wanita itu.Dengan menatap dalam-dalam kedua mata Angeline, Arnold berkata, “Oh iya, aku sudah diberitahu oleh asistenku jika ada pertemuan dengan utusan dari perusahaan Liquid. Jika tahu yang datang menemuiku adalah wanita cantik sepertimu, seharusnya aku sejak pagi datang. Hehehe …”Arnold berusaha untuk menggoda Angeline dengan melemparkan sedikit pujian sebagai pembuka. Meskipun begitu, di otaknya sudah terbayang hal-hal kotor yang bisa dilakukan bersama dengan Angeline.“Ah, Pak Arnold, bisa saja. Pujianmu berlebihan,” ucap Angeline dengan memaksakan senyuman.Angeline sebenarnya merasa geli mendengar pujian dari Arnold. Sebab dia sadar sejak tadi, Arnold selalu menatap bagian-bagian sensitifnya terutama di bagian dua bukit kembar yang memang sedikit menonjol karena saat ini dia hanya mengena
Maya mengambil pulpen dari tangan Lucas sambil memegang tangan Lucas dan menggenggamnya.“Apakah kamu sudah melakukannya tadi malam?” tanya Maya langsung pada intinya.Maya sudah tidak bisa membendung hasratnya. Dan karena dia berpikir jika semua pria pasti mau jika diajak berhubungan badan, membuatnya percaya diri dalam menggoda Lucas.Terlebih lagi, belum ada satupun pria yang menolak berhubungan badan dengannya. Bahkan kebanyakan malah mereka yang menginginkannya terlebih dahulu.“Melakukan apa?” tanya Lucas, bingung.Ya, Lucas benar-benar tidak mengerti dengan maksud dari pertanyaan Maya. Dia tidak mengira jika arah pembicaraan Maya tertuju kepada adegan dewasa.Maya tersenyum. Dia semakin gemas dengan Lucas karena menurutnya Lucas terlalu polos untuk seorang pria tampan.“Melakukan itu, loh. Hmm … menuntaskan hasrat. Apakah sudah melakukannya?” kata Maya dengan tatapan mata yang menggoda.Lucas menelan saliva mendengarnya. Mendengarnya membuat pikiran-pikiran nakalnya kembali akt
Arnold berpikir jika semua wanita menyukai kejantanan yang besar. Meskipun dilecehkan, mereka pasti suka. Padahal semua itu salah. Angeline murka melihatnya. Dia langsung mendorong Arnold dan langsung berdiri. “Pak Arnold, ini sudah keterlaluan sekali! Aku sudah tidak bisa mentolerirnya!” kata Angeline dengan suara yang bergetar karena emosi. Arnold terkejut dengan reaksi Angeline. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Angeline berani menolaknya. “Kamu marah? Kenapa? Bukankah tadi kamu meminta bantuan dariku?” tanya Arnold dengan kedua alis yang diangkat. Dengan wajah yang merah padam, Angeline berkata, “Ya, tadi memang aku meminta bantuan padamu. Tapi bukan yang seperti ini. Aku lebih memilih untuk menjaga kehormatanku sebagai seorang wanita.” “Cih! Sombong sekali!” Arnold meludah ke samping kanan. Wajahnya terlihat sangat kesal. “Zaman sekarang tidak ada wanita seumurmu yang masih suci. Jadi kamu juga jangan sok suci karena kehormatanmu juga sudah tidak ada. Iya, ‘kan?
Jeremy berdiri kaku di ruang tamu itu, peluh dingin mulai membasahi pelipisnya. Kata-kata Lucas barusan bagaikan pedang es yang menusuk jantungnya. Bukan hanya penolakan terhadap permintaannya, tetapi juga aura dingin dan dominasi yang terpancar dari mantan teman kuliahnya itu."Kamu tidak mengerti, Lucas!" ucap Jeremy yang tampak putus asa namun dia tetap mencoba sekali lagi menembus tembok ketidakpedulian di mata Lucas. "ini bukan hanya soal uang! Ini soal masa depan Angeline! Bayangkan jika Carlos membuat berita viral tentang Angeline. Karirnya, reputasinya, semuanya bisa hancur!"Lucas mendengus pelan. "Itu tidak akan terjadi. Semuanya akan baik-baik saja jika mereka mengerti akan bahaya yang ada di depan mereka jika nekat melanjutkannya.""Tapi Lucas, kasihan Angeline. Berkorbanlah sedikit demi istrimu,” kata Jeremy.“Kasihan Angeline atau kasihan kamu?” tanya Lucas seraya mengangkat sebelah bibirnya.Saat ketegangan di antara keduanya mencapai puncaknya, pintu dapur terbuka. Ros
Lucas membuka matanya. Masih gelap. Jam dinding di kamar menunjukkan pukul lima pagi.Dia diam sejenak, mendengarkan keheningan yang hanya dipecahkan oleh suara napas lembut istrinya yang masih tertidur pulas di sampingnya.Namun di dadanya, ada sesuatu yang bergetar. Sebuah firasat buruk. Bukan ketakutan biasa. Ini adalah naluri bertahan hidup yang hanya muncul di ambang bahaya besar.Lucas duduk di pinggir ranjang. Ia menatap Angeline sejenak, memastikan istrinya baik-baik saja.Kemudian dia berbisik pada dirinya sendiri, "Ini sama seperti dulu, sebelum aku bertarung melawan raja mafia di Utara."Saat itu, Lucas hampir mati. Namun justru dari pertarungan itu, dia bangkit dan menjadi salah satu figur yang paling ditakuti di dunia bawah tanah.Lucas berdiri perlahan, mengenakan kaos dan celana training, lalu melangkah ke jendela.Langit di luar masih gelap. Kabut tipis menggantung di atas jalanan perumahan Montclair Manor.“Akan ada sesuatu yang datang … sebentar lagi,” pikirnya.Luca
Dario berdiri di pendopo, matanya menyala penuh amarah. Setelah mendengar penjelasan dari Xena, dadanya serasa terbakar."Aku akan membuat Lucas merasakan apa itu neraka di dunia ini," gumam Dario dengan suara serak.Dia tidak peduli siapa pun yang akan menghalangi. Bahkan kalau keluarga Lucas ikut terseret, itu bukan masalah. Satu-satunya tujuan yang ada di pikirannya hanyalah membalas dendam.Ruben menatap sahabatnya itu dengan cemas. Perlahan, ia bertanya, "Dario, kau yakin bisa menghadapi dia?"Dario menoleh tajam.Ruben melanjutkan, "Aku dengar, Lucas bukan petarung biasa. Bahkan para pemimpin cabang organisasi besar di Verdansk kalah di tangannya."Dario mengepalkan tinjunya. "Aku tidak peduli."Ruben menghela napas berat. Ia sadar, Dario punya semangat, tapi dalam dunia nyata, semangat saja tidak cukup. Apalagi Dario baru berguru kepada Xena kurang lebih satu bulan. Waktu itu terlalu singkat untuk mengasah kemampuan tingkat tinggi.Xena yang sedari tadi memperhatikan, akhirnya
Angeline melipat lengannya, bersandar di kepala ranjang sambil menatap langit-langit kamar yang temaram. Lucas masih memegang ponsel yang tadi bergetar.Kini nama Jeremy sudah tidak lagi terlihat di layar, tapi bayangannya masih menggantung di kepala mereka.“Dia makin lama makin mengganggu,” ucap Angeline dengan nada tidak suka.Lucas menoleh ke arahnya. “Dia melakukan apa lagi?”“Dua hari ini dia datang menemuiku,” jawab Angeline, suaranya tenang namun mengandung penekanan emosi. “dia bilang ingin membantuku menyelesaikan masalah dengan Carlos dan teman-temannya.”Lucas mengernyit. “Membantu? Dengan cara apa?”Angeline menghela napas, menatap Lucas sebentar lalu menunduk. “Katanya, dia bisa menghentikan Carlos agar tidak memviralkan kasus itu. Tapi dengan satu syarat.”Lucas menyandarkan punggung, tangannya terlipat di dada. “Syarat?”“Dia minta aku membantu menyelamatkan perusahaan Liquid,” jawab Angeline pelan. “dia bilang perusahaan di ambang kebangkrutan dan membutuhkan proyek b
Ponsel Jeremy bergetar di tengah hingar bingar musik klub malam. Lampu disko menyinari wajahnya dengan warna-warni menyilaukan, tapi ia tetap bisa membaca nama yang muncul di layar.Carlos.Dengan senyum kecil, Jeremy menerima panggilan itu dan menempelkan ponsel ke telinganya. Dia sudah menduga jika Carlos menghubungi karena dia setuju untuk menyerahkan masalah mereka kepadanya.‘Akhirnya kamu menghubungiku juga,’ kata Jeremy dengan ringan.‘Aku ingin bertemu denganmu. Kalau bisa sih, sekarang,’ jawab Carlos tegas.Jeremy melirik sekeliling. Musik EDM masih menggelegar.‘Hmmm … aku sedang di Imperial Room, klub malam di pusat kota. Kalau kamu mau bicara, datang saja ke sini,’ kata Jeremy.‘Baiklah, kalau begitu aku akan segera ke sana,’ kata Carlos.Setelah itu dia pun mengakhiri panggilan suara.Jeremy menaruh ponselnya ke atas meja dengan tawa lepas. “Aku tidak pernah gagal. Aku adalah seorang pemenang!” ucap Jeremy, berbangga diri. Dia pun memeluk seorang teman wanitanya, tapi bu
Langkah kaki Lucas menyusuri jalan yang sepi, meninggalkan jejak di rumput. Panggilan dari Angeline beberapa menit lalu masih membekas di benaknya. Nada suaranya terdengar tenang, tapi Lucas tahu, terlalu tenang justru menyembunyikan sesuatu.Rajendra m kembali ke rumah ibunya dan langsung menuju ke ruang keluarga. Di sana, ibunya sedang duduk santai di sofa sambil menonton tayangan ulang sinetron klasik. Volume televisi tak terlalu keras, namun cukup untuk mengisi kesunyian rumah mewah itu.Rose menoleh begitu melihat Lucas masuk. “Dari mana saja kamu, Nak?”Lucas menyandarkan tubuh di sandaran sofa. “Dari danau. Sekadar jalan-jalan.”Rose memiringkan kepala. “Ah, kamu benar. Udara di dekat danau, memang sangat bagus.”Lucas menoleh. “Ibu ingin ikut jalan-jalan?”Wajah Rose langsung berubah berseri. “Kalau boleh, aku ingin. Badanku rasanya kaku sekali. Dulu waktu kita masih tinggal di gang kecil, aku bolak-balik ke pasar. Masak buat dijual. Bergerak terus. Tapi sejak tinggal di sini,
“Apakah musuhmu itu bernamaLucas?” bisik Emilio lagi, kali ini lebih pelan, nyaris seperti gumaman yang tercampur rasa tidak percaya.Xena hanya menjawab dengan anggukan kecil.Tatapan Emilio mengeras. Dia bersandar ke sofa, memandangi Xena dalam diam. Beberapa detik kemudian, dia berkata, “Kalau benar kita punya musuh yang sama, artinya pria itu memang tidak biasa.”Hector melirik Emilio. “Don Emilio, apa kau yakin?”Emilio mengangguk pelan, meski sorot matanya tidak menunjukkan keyakinan yang sepenuhnya bulat. “Dia membunuh dua ketua cabang organisasi kami di kota Verdansk. Dalam waktu yang berdekatan.”Xena menatap Emilio tajam. Lalu dia berkata, “Dia juga telah membunuh keponakanku. Dan itulah kenapa aku menganggap dia sebagai musuhku.”Ruangan itu kembali sunyi. Emilio mencoba mengingat siapa saja keponakan Xena yang diketahui dalam lingkaran dunia bela diri. Tak banyak. Dan jika salah satunya tewas di tangan Lucas…“Apa? Dia membunuh keponakanmu?” tanya Emilio.Xena menatapnya.
Langkah kaki ringan namun tegas terdengar mendekati aula utama markas organisasi Dominus Noctis. Aroma wewangian bunga magnolia mengalir lebih dulu, seolah menandakan kehadiran sosok luar biasa.Pintu dibuka oleh pengawal, dan masuklah seorang wanita.Tubuhnya tegap namun elegan. Rambut hitam berkilau digulung anggun di atas kepala. Wajahnya tidak muda, namun tiap lekuk dan guratannya memancarkan ketegasan serta keanggunan yang menakjubkan. Sepasang mata tajam menyorot sekeliling dengan rasa percaya diri yang luar biasa.“Xena,” ucap Don Emilio dengan nada hampir tak percaya.Ia langsung berdiri. Tatapannya berubah dari dingin menjadi hangat seketika, seolah beban puluhan tahun menguap begitu melihat wanita itu.Xena tersenyum saat melihat Emilio. “Masih mengenaliku?” tanya Xena.“Mana mungkin tidak mengenalimu?” Emilio melangkah cepat mendekati, lalu memeluk Xena dengan erat. “Tuhan. Ini benar-benar kamu. Sudah berapa lama sejak kita terakhir bertemu?”“Hmmm … dua puluh tahun, mungki
Carlos mengernyit. “Perjanjian kecil macam apa?”Jeremy menepuk lututnya pelan dan tersenyum seolah tengah menawarkan harta karun dengan nominal tak terhingga.“Aku ingin kalian berlima bergabung ke perusahaan Liquid. Perusahaan keluargaku,” ucap Jeremy dengan nada meyakinkan. “kalian akan langsung bekerja, punya jabatan, dan tentu saja, kalian akan mendapatkan uang besar.”Fabian langsung mendecak. “Perusahaan Liquid? Perusahaan kecil itu? Serius?”Jeremy tak tersinggung. Malah tertawa pelan. “Aku tahu kalian akan berkata begitu.”“Kami dipecat dari perusahaan raksasa,” sahut Fabian lagi. “sekarang kamu suruh kami balik ke perusahaan gurem yang bahkan belum pernah kami dengar di berita lokal? Aku tidak mau mengakhiri karirku di lubang sumur.”Jeremy mengangkat tangan sambil berkata, “Tenang dulu. Ini baru awal. Aku belum selesai bicara.”Lucca menyipitkan mata. “Jadi maksudmu bagaimana?”Jeremy menatap ke sekeliling, melihat wajah-wajah yang penasaran. Lalu dia berkata dengan pelan,