Keheningan rumah besar Ivander Abraham seolah membelenggu suasana hati yang gelisah. Konflik mulai merajalela sejak Samantha menemukan Ivander dan Anna yang berselingkuh.
Ivander duduk di ruang tengah rumahnya yang terasa begitu hampa. Dia merasa ragu dan takut akan reaksi Samantha, saat dia harus mengatakan perihal tentang hal yang lainnya.Sejauh ini, Ivander telah mencoba menghindari topik ini dengan segala cara, tetapi dia tahu bahwa dia tidak bisa lagi menghindar. Karena Samantha memang harus tau, Ivander terlihat menghampiri kamar tamu yang kini Samantha tempati.Tok,tok,tok."Samantha, biarkan aku bicara. Aku akan menjelaskan hal yang lainnya Samantha, ku mohon kau jangan terus mengurung diri seperti ini. Ayolah keluar, aku ingin jelaskan semua yang telah terjadi saat kau tidak ada di sini, Samantha... tolong buka pintunya," pinta Ivander dengan hati yang khawatir."Kamu mau menjelaskan apa lagi? Tak cukupkah, kau telah membuatku kecewa dan sakit hati? Kau mau membunuhku secara perlahan?" Samantha yang terduduk di lantai, sambil memeluk lutut dan berderai air mata.Ivander terlihat mengacak rambut kepalanya penuh frustasi."Tolong, buka pintunya. Aku ingin bicarakan hal penting yang lainnya, Samantha.""Aku tidak mau! Jangan ganggu aku! Kau senang sekali rupanya menyakiti aku, kau benar-benar jahat dan brengsek, Ivander!" Teriak Samantha dengan frustasi sambil tergugu."Samantha, ayolah. Jangan seperti anak kecil, kita sudah dewasa dan kamu harus terima nasib, salahmu yang telah meninggalkan aku," ujar Ivander tetap berdiri di depan pintu kamar tersebut.Ceklek.Ppllakk!Sebuah tamparan nyaring, mendarat di pipi mulus Ivander untuk yang ke sekian kalinya. Sementara Anna yang sedari tadi mengintip, bergidik ngerih melihat kelakuan istri majikannya tersebut."Dasar tidak punya malu! Sudah salah masih saja membela diri dan menyalahkan orang lain, aku bisa saja menuntutmu ke pengadilan, atas pasal perzinahan dan penipuan! Kamu menikah tanpa persetujuan dariku!" ucap Samantha penuh emosi.Ivander menatap sabar pada Samantha."Ayo, kita bicara. Setelah ini, kau juga pasti akan marah kembali. Beri sisa emosimu untuk mendengarkan hal yang selanjutnya," tukas Ivander menarik Samantha untuk menuju ruangan kerjanya.Samantha kesal dengan penuturan Ivander yang seolah meledeknya."Lepaskan! Aku tidak mau!""Ikut sebentar," balas Ivander dengan masih terus menarik Samantha yang terus berontak."Kapan, kau akan mengusir jalang itu, Ivander?!!""Dia bukan jalang, dia hanya pelayan.""Aku tidak sudi melihat dia lagi! Kau ingin membunuhku dengan membuatnya terus berada di rumah ini, Ivander?""Kau, bicara apa Samantha? Ayo, jalan yang benar, jangan seperti monyet kecil yang tengah merengek," ucap Ivander dengan santai.Bugh!Samantha menendang kaki Ivander, Ivander terus saja membawa Samantha menuju ruang kerjanya."Ivander, aku memang perlu kita berbicara empat mata. Ada beberapa hal yang harus kita selesaikan. Tapi, tidak, untuk sekarang!" tegas Samantha seraya menatap Ivander dengan sebal."Tentu, sayang. Apa yang terjadi? Kenapa kamu terlihat sangat serius sekali?" ujar Ivander dengan meledek dan memancing rasa kesal Samantha lagi.Samantha jelas marah dan merasa tidak dihargai perasaannya.Bbrrakk! Samantha menggebrak meja."Aku merasa kamu telah mengabaikanku akhir-akhir ini, Ivander. Kamu terlalu sibuk dengan pekerjaanmu dan juga jalang simpananmu! sepertinya kamu telah lupa, bahwa kita masih dalam status suami istri!" Pekiknya kemudian.Ivander menghela nafas."Sayang, aku tahu aku telah sibuk, tapi aku mencoba untuk memberikan yang terbaik bagi kita berdua. Ini bukan berarti aku mengabaikanmu," Ivander mencoba menjelaskan."Ini lebih dari sekadar sibuk, Ivander. Aku merindukan waktu bersama kita, saat kita bisa saling mendengar dan mengerti. Aku tidak ingin hidup dalam hubungan yang hanya ada secara fisik, tanpa emosi yang mendalam," keluh Samantha dengan nada keras."Aku minta maaf, sayang. Aku akan berusaha lebih baik untuk memberikan perhatianmu dan mendengarkanmu dengan baik. Aku tidak ingin kehilangan hubungan denganmu," Ivander berusaha memberikan pengertian dan memahami kondisi Samantha."Aku tahu kamu telah bekerja keras, Ivander, dan aku mendukungmu. Tapi kita harus menjaga hubungan kita agar tetap kuat. Kita harus berbicara dan mendengarkan satu sama lain," Samantha, mengendurkan nada.Ivander tersenyum lembut."Terima kasih, Samantha. Aku janji akan memperbaiki hubungan kita. Aku mencintaimu lebih dari apapun. Tapi kau harus dengar semua penjelasanku ini."Ivander mulai menceritakan awal mula terjadi perselingkuhannya dengan Anna.Kegelapan malam menggulunginya seperti awan mendung. Ivander, yang sebelumnya cenderung frustasi, telah mencari pelarian dalam minuman.Dia kerap mampir ke sebuah bar untuk melupakan masalahnya, dan malam ini adalah salah satunya. Minuman keras telah menjadi teman setia dalam menghadapi tekanan hidupnya.Kembali ke rumah dalam keadaan mabuk parah, langkah Ivander goyah saat dia berusaha untuk masuk ke dalam rumah. Dalam keadaan mabuk itu, ingatannya buram, dan wajah Anna berganti dengan wajah Samantha."Aku mencintaimu, sayang. Cup... Aku merindukanmu," papar Ivander sambil memeluk dengan erat sosok Anna pembantunya."Tuan, ku mohon sadarlah! Aku Anna, Tuan," Anna berusaha untuk melepaskan pelukannya tersebut.Ivander terus saja memeluk sambil menciumi Anna dengan penuh nafsu, meskipun Anna berusaha berontak berkali-kali, tenaganya tetap kalah."Kamu cantik malam ini, cup... Aku merindukan kehadiranmu, sayangku.""Tidak! Tuan, aku mohon sadar!" kilah Anna masih terus berontak."Cup, aku mencintaimu. Sungguh aku ingin melakukannya malam ini bersamamu, sayang. Aku merindukanmu, sayang. Cup... Aku mencintaimu, aku mencintaimu," ucap Ivander pada telinga Anna.Lama-lama Anna merasa terbuai dengan segala cumbu rayu Ivander, hal yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya."Cup... Tuan Ivander. Apakah kau mencintaiku?""Aku sangat mencintaimu, malam ini aku ingin bersamamu," balas Ivander dalam keadaan tidak sadar."Cup, cup, Tuan aku akan melayanimu, aku sangat mencintaimu dan aku ingin terus bersamamu," ujar Anna yang terlena dan membalas perlakuan Ivander.Mereka akhirnya terjebak dalam hubungan yang tidak seharusnya terjadi, penuh dosa dan menggoyahkan prinsip moral mereka. Hubungan terlarang ini merusak segalanya dan membawa mereka ke jurang keputusan yang sangat sulit.Pagi menyingsing, dan mereka terbangun dalam keadaan shock. Anna, yang awalnya merasa sangat terkejut dan bingung, kini merasa sangat malu dan menyesal."Oh Tuhan, Anna! Apa yang terjadi?" Ivander terkejut bukan main dengan melihat keadaan mereka."Tuan, semalam Anda telah menodai saya. Ini adalah mimpi buruk. Anda memaksa saya, Tuan," jelas Anna dengan panik."Kita harus menemukan pakaian kita segera. Ini adalah keadaan yang sangat memalukan!" Tegas Ivander mengambil pakaian Anna.Ivander, yang tidak bisa mengingat secara pasti apa yang terjadi, mencoba membangun ingatannya. Itu adalah saat-saat yang sangat sulit untuk mereka hadapi.Anna dengan cemas dan hati yang penuh penyesalan, mengambil semua pakaiannya dengan cepat. Dia kembali ke kamarnya dan menutup pintunya dengan erat.Beberapa hari berlalu, Anna masih belum keluar dari kamarnya. Ivander merasa khawatir dan kebingungan tentang apa yang harus dia lakukan. Tidak ada yang dapat dia lakukan selain menunggu dan berharap bahwa Anna akan segera keluar.Tok,tok,tok."Anna, tolong keluar kamar. Kali ini aku sangat butuh bantuanmu! Hanya kau bisa menolongku, Anna!" tegas Ivander mengetuk pintu kamar Anna."Tidak, Tuan. Ku mohon ... Jangan ganggu aku sementara waktu, aku belum sanggup untuk bertemu denganmu," mohon Anna dengan malu."Aku butuh bantuanmu, keluarlah Anna. Tolong berikan sikap profesionalmu padaku, kita harus segera bekerja sama, Anna."Sekretarisnya telah mengundurkan diri secara mendadak, dan mereka membutuhkan penggantinya secepat mungkin.Kepala Ivander berputar saat dia mencoba untuk menemukan solusi. Dia tahu bahwa Anna tidak memiliki latar belakang pendidikan yang memadai, tapi dia adalah satu-satunya orang yang dia percayai.Anna, yang awalnya merasa sangat canggung, mulai belajar bagaimana cara mengoperasikan komputer dan menjalankan tugas seorang sekretaris."Baik, Anna, mari kita mulai. Pertama, mari buka program pengolah kata.""Saya rasa ini Microsoft Word, apakah benar Tuan?" Anna mengikuti instruksi Ivander."Iya, kamu benar, Anna. Sekarang, kita akan membuat surat. Klik file, lalu baru.""Lalu, langkah selanjutnya apa, Tuan?""Sekarang kamu bisa mulai mengetik surat. Ketik judul, tanggal, dan alamat pengirim. Santai saja, agar jari-jarimu mudah terbiasa untuk mengetik.""Seperti ini, Tuan Ivander?" Tanya Anna yang mulai mengetik."Iya! Sekarang, mari masukkan isi suratnya."Mereka bekerja sama mengatur format surat, menambahkan konten, dan mengeditnya. Kemudian, Ivander melanjutkan dengan mengajar Anna cara menginput data perusahaan ke dalam spreadsheet. Mereka bekerja bersama dengan penuh konsentrasi dan kolaborasi.Setelahnya mereka kembali merasa nyaman satu sama lain dan mulai bercanda."Hahahaha, kamu bisa saja Anna. Eh, ngomong-ngomong kue dengan resep barumu ini, sangat enak sekali," ujar Ivander memuji Anna sepenuh hati.Anna yang mendengarnya, begitu senang dan berbangga hati."Tuan bisa saja, ini rayuan atau pujian? Mengapa Tuan, bisa sekali menyenangkan pagi ini," dia tersenyum lebar pada Ivander.Ivander tersenyum."Karena memang benar enak, belum lagi ... Kau begitu cantik pagi hari ini.""Ah, Tuan bisa saja. Aku jadi malu," wajah Anna memerah setelahnya.Hingga suatu hari. Anna, yang merasa bahwa dia harus menghadapi masa lalu mereka, memberanikan diri untuk berbicara dengan Ivander."Tuan Ivander, saya merasa kita harus membicarakan apa yang telah terjadi antara kita, sebelumnya."Ivander menatap Anna dengan tatapan penuh keraguan dan ketegangan."Ya, mungkin sekarang sudah saatnya," katanya dengan suara serak."Saya merasa sangat bersalah, Tuan Ivander. Saya tidak boleh terpengaruh dengan apa yang terjadi dengan seharusnya, dan sepatutnya saya bisa menghindari itu."Ivander merenung sejenak sebelum akhirnya mengakui."Anna, itu adalah kesalahan kita berdua. Saya seharusnya tahu batas dan kamu juga. Ini adalah tindakan yang tidak bisa kita ubah, tapi yang bisa kita kendalikan adalah, bagaimana kita melanjutkan untuk kedepannya."Anna tersenyum tipis, merasa lega karena Ivander tidak menyalahkan sepenuhnya dirinya."Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanyanya memandang Ivander.Ivander memikirkan jawaban yang tepat."Kita harus belajar dari kesalahan kita, Anna. Kita tidak bisa merubah masa lalu, tapi kita bisa membangun masa depan yang lebih baik.""Bisakah anda menikahi saya, Tuan?" tanya Anna dengan ragu namun penuh harap.Ivander mengangguk dan menyetujuinya."Tentu saja, aku akan bertanggung jawab dan segera menikahimu.""Terima kasih, Tuan."Seiring berjalannya waktu, Ivander dan Anna saling mendukung satu sama lain dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.Samantha memutuskan untuk menguatkan diri, pada Ivander setelah mendengarkan penuturan dari Ivander."Apakah, kalian berdua benar-benar saling mencintai, satu sama lain?" Samantha bertanya dengan penuh rasa khawatir."Aku mencintai kalian berdua, Samantha. Aku tidak bisa mengatakan bahwa perasaanku lebih besar padamu, atau pada Anna.""Itu tidak mungkin, Ivander. Kau harus pilih salah satu di antara kami. Jika kamu mencintaiku, tolong lepaskan Anna. Dia benalu dalam rumah tangga kita!" seru Samantha dengan tidak terima akan kejujuran Ivander."Tapi dia, yang telah menolongku selama kamu tidak ada. Dia yang telah membantu perusahaanku hingga bisa kembali, Samantha. Sedangkan kamu, pergi begitu saja, hingga membuatku terluka. Dan aku tidak akan melepaskan Anna begitu saja!" Ivander memaparkan semua kebaikan Anna pada istrinya tersebut, agar mengerti.Samantha mendengus kecewa dan ia harus menelan kenyataan pahit."Dengan begitu, berarti kau sudah tidak mencintaiku lagi?" tanya Samantha lagi untuk terus memastikan."Aku juga masih mencintaimu, Samantha.""Mustahil, Ivander!" Kilahnya dengan cepat."Tidak ada yang mustahil dalam dunia ini, aku mencintaimu dan Anna. Ku harap kalian berdua hidup rukun, dalam rumah ini," ujar Ivander bangkit berdiri."Hahahaha ... Kau tengah mengatakan lelucon rupanya. Aku tidak sudi, memiliki madu! Terlebih madu dari pelayanku sendiri!" Samantha bangkit berjalan lebih dulu dan keluar ruangan.Ivander hanya memandang punggung tubuh Samantha.Samantha telah mencoba segala cara untuk memisahkan Ivander dan Anna, namun Ivander tetap kukuh dalam keputusannya untuk tidak menceraikan Anna. Ivander sangat menyayangi Anna dan mulai merasa bosan dengan Samantha bahkan teringat akan semua kekurangan Samantha sebelumnya.Konflik dalam rumah tangga mereka semakin meluas dan berlarut-larut. Samantha tidak akan menyerah begitu saja, dan dia memutuskan untuk mengibarkan bendera perang pada Anna."Samantha, aku mengerti bahwa ini adalah situasi yang sulit, tapi aku tidak bisa menceraikan Anna," kata Ivander dengan suara lemah, mencoba menjelaskan padanya.Samantha merasa sangat frustrasi."Tidak bisakah kamu mengerti betapa sulitnya bagiku, Ivander? Aku mencintaimu, dan melihatmu bersama Anna setiap hari adalah penyiksaan!"Ivander mencoba meraih tangannya, tetapi Samantha menariknya kembali."Aku meminta keadilan, Ivander. Anna adalah pelayan. Dia tidak pantas menjadi istrimu dan aku tidak sudi memiliki madu!"Samantha merasa bahwa dia
Samantha, yang telah lama merasa diperlakukan tidak adil oleh Ivander, memendam dendam yang semakin dalam. Kesempatan untuk melampiaskan rasa frustasinya datang ketika dia memutuskan untuk berbuat kasar pada Anna, mencoba untuk menunjukkan kepada Ivander betapa dia merasa terpinggirkan.Samantha merasa bahwa Ivander selalu lebih memihak Anna daripada dirinya. Perasaan ketidakadilan ini membuatnya semakin frustasi dan marah.Sebagai bentuk balas dendam, Samantha dengan kasar mendorong Anna, berusaha untuk menunjukkan kepadanya bahwa dia tidak akan tinggal diam di bawah perlakuan Ivander.Bbrruukk!"Kau benar-benar sangat berani, Anna. Kurang ajar pada majikanmu sendiri!" Samantha melontarkan dengan emosi.Anna bangkit berdiri."Majikanku adalah Tuan Ivander, karena dia yang telah menggajiku selama ini. Dan kau harus sadar, bahwa posisi kita sekarang sama, aku dan kamu sama-sama istri, Tuan Ivander!" papar Anna membela diri.Pllakk!Tamparan kembali mendarat pada pipi Anna."Kau hanya i
Anna yang manja pada Ivander semakin membuat Samantha merasa cemburu dan iri hati. Namun, Samantha tahu bahwa dia tidak bisa berbuat apa pun untuk mengubah situasi ini.Perasaan cemburu yang terus tumbuh membuat Samantha semakin tertekan. Anna tersenyum manis dalam pangkuan Ivander di kursi makan."Ivander, bisakah kamu melakukan sesuatu untukku?""Tentu sayang, apa yang bisa aku lakukan untukmu?" ucap Ivander dengan lembut."Aku ingin sekali perutku dielus. Rasanya begitu nyaman," dengan lembut Anna memegang perutnya. Ivander tersenyum hangat, sementara Anna diam-diam melirik sekilas pada Samantha. Anna sengaja mempertontonkan kemesraannya pada Samantha."Tentu saja, sayang," Ivander terlihat mulai mengelus perut Anna dengan lembut."Bagaimana perasaanmu sekarang?" Tanya Ivander."Ah, itu sangat menyenangkan. Terima kasih, Papah Ivander," Anna tersenyum lebih lebar dan sengaja mengencangkan kalimatnya."Cup... " Ivander mengecup pipi Anna.Samantha terus mengelap piring."Kamu dan b
Tok, tok, tok!Ceklek.Kakeknya Samantha, membuka pintu dengan wajah heran, dan saat ia melihat Anna bersama Ivander, keraguan mulai muncul dalam benaknya. Mereka segera berkumpul di ruang tamu."Ivander, apa yang terjadi? Dan siapa wanita ini?" Tanya kakeknya dengan tidak sabar dan merasa curiga."Kakek, Nenek, kami memiliki berita yang sulit untuk disampaikan. Ini adalah Anna, istri saya juga," ungkap Ivander dengan hati-hati."Istrimu? Maksudmu, apa Ivander?" Tanya Nenek Samantha tidak mengerti.Anna merasa canggung, tetapi mencoba menjelaskan."Saya tahu kami belum berkenalan dengan baik, tapi kami berdua merasa ini adalah situasi yang mendesak dan kami butuh dukungan keluarga. Ini berkaitan dengan Samantha, cucu Anda," jelas Anna dengan berusaha rileks."Samantha? Apa yang terjadi dengan cucu kami? Katakan padaku, Ivander!" Desak Kakek Samantha dengan raut wajah khawatir."Sam... Samantha menghilan
"Terima kasih telah membawaku pulang, Ivander. Aku sangat lemah setelah beberapa hari di rumah sakit," ucap Anna dengan suara lembut."Tidak perlu berterima kasih, Anna. Ini hal yang wajar untuk dilakukan," balas Ivander yang sibuk memandang jalan saat mengemudi."Sayang, aku tahu ini adalah situasi yang sulit. Aku juga tahu kamu ragu untuk membicarakan perlakuan mereka terhadapku.""Anna, saat ini aku hanya ingin kita bisa pulang dan menjalani hidup kita tanpa harus membahas hal itu lagi.""Sayangku Ivander, kamu tahu bahwa keadilan harus diutamakan. Tidak hanya untukku, tapi juga untukmu."Ivander berusaha untuk tidak mendiskusikan hal tersebut."Anna, aku berpikir kita bisa bicarakan ini nanti, saat semuanya sudah lebih tenang.""Baiklah, Ivander. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak akan pernah melupakan apa yang telah mereka lakukan padaku. Aku berharap kita bisa menemukan cara untuk menyelesaikannya bersam
Ivander terlihat gelisah, berjalan bolak balik memegang teleponnya."Ah, aku harus menelepon orang tuanya Samantha. Aku perlu tahu keberadaan Samantha," ucapnya bermonolog sendiri dengan gelisah.Anna datang dan memandang heran."Ivander, kamu sedang apa?"Ivander menoleh dengan lumayan terkejut."Aku ingin menelepon kedua orang tua Samantha, Anna. Aku harus tahu keberadaan istriku.""Tapi, Ivander, kamu ingat kan, bagaimana reaksi keluarga Samantha, kemarin? Aku takut, jika kedua orang tua Samantha, akan mencemoohku lagi bahkan lebih dari itu, Ivander.""Aku tahu, Anna, tapi aku merasa perlu untuk mengetahui keberadaannya. Aku tidak bisa diam saja seperti ini, aku sangat khawatir dengan keberadaan istriku, dan aku sangat menyesal telah melakukan hal bodoh selama ini, Samantha benar-benar malang," cerocos Ivander dengan semburat penyesalan dan kerinduannya.Terus terang Anna merasa cemburu mendengarnya, seolah I
Kedua orang tua Ivander datang ke rumahnya dengan ekspresi yang penuh kemarahan dan kekecewaan yang sulit disembunyikan. Mereka telah mendengar kabar yang mengguncang keluarganya dari keluarga Samantha, dan itu mengubah segalanya.Mereka segera berbincang di ruang tamu dengan serius."Ivander, apa semua ini benar, tentang sesuatu yang kami dengar tentangmu? Bagaimana kamu bisa melakukan semua ini pada kami dan pada Samantha?!" Ucap Nyonya Gretha dengan sangat marah pada anaknya tersebut.Ayah Ivander, pun, tidak dapat menyembunyikan kemarahannya dan menatap tajam pada Ivander."Ivander! kamu telah membuat kami sangat malu. Apakah kamu benar-benar tidak tahu diri dan tidak tau diuntung?!" Sahut Tuan Emrick dengan murka.Ivander jelas tersentak dan bingung menghadapi kedua orang tuanya."Ayah, Ibu, aku bisa menjelaskan semuanya. Aku tidak bermaksud untuk...""Tidak ada yang bisa membenarkan tindakanmu ini. Kami telah membe
Ivander, yang putus asa karena tak kunjung menemukan jalan keluar dari situasinya, dirinya segera menghubungi detektif pribadinya yang telah lama ia percayai. Ia memohon pertolongan.Detektif itu terkejut saat mendengar kabar tersebut, karena Samantha adalah teman masa kecilnya yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Ia juga sangat khawatir.Detektif Xavier terlihat berjalan memasuki kafe dan sorot matanya berpencar ke segala arah untuk menemukan Ivander."Ivander, terima kasih sudah mau menunggu lama. Saya mendengar kabar tentang Samantha, dan saya sangat khawatir."Mereka tampak bersalaman."Tidak masalah Xavier, terima kasih sudah datang. Ini adalah situasi yang sangat sulit. Samantha menghilang tanpa jejak, dan saya tidak tahu harus berbuat apa.""Tentu, saya akan mencoba membantu sebisa mungkin. Bisakah kamu memberi tahu saya, lebih banyak tentang kejadian ini? Apa yang kamu ketahui?"Ivander menghela nafas dalam-dal
Samantha kembali dari petualangan di Finlandia, membawa kabar bahagia untuk keluarga besar bahwa setelah beberapa bulan di Lapland, ia kini mengandung. Berita tersebut disambut dengan suka cita dan rasa syukur oleh keluarga besar, mengukuhkan perasaan bahagia Ivander dan Samantha yang akhirnya meraih kebahagiaan menjadi orang tua.Kehamilan Samantha telah mencapai usia lima bulan, menandai perjalanan mereka menuju kehidupan keluarga yang penuh keceriaan dan harapan."Semuanya, ada sesuatu yang ingin kami bagikan. Aku sangat bersyukur karena pada akhirnya, Tuhan telah mempercayakan seorang janin yang tengah hidup dalam rahimku," ungkap Samantha dengan sangat bahagia.Keluarga besar dari kedua belah pihak bersorak dan bahagia."Akhirnya, terima kasih, Tuhan. Selamat, Ivander dan Samantha!" Ucap Neneknya Samantha dengan penuh haru."Kami benar-benar sangat bersyukur atas berkah ini," ucap Ivander tersenyum bahagia, seraya mengelus perut Samantha yang sudah buncit."Kami tidak sabar menan
Dengan hati yang galau, Kevin melangkah mendekati Rose di bawah sinar senja, di tengah suasana hening kolam renang. Kehilangan komunikasi selama ini membuatnya ragu bagaimana menyapa, namun didorong oleh desiran untuk memulihkan kehangatan yang terputus. Orang tua Rose menyambutnya dengan senyuman, memberikan izin untuk memperbaiki keputusan itu."Rose... " Panggil Kevin dengan lembut.Rose menoleh dan wajahnya mendadak murung ketika mendapati Kevin."Rose, tolong beri aku kesempatan. Aku minta maaf Rose, aku merindukan kamu. Tolong jangan jauhi aku dan jangan terus bersikap dingin seperti ini," oceh Kevin panjang lebar tanpa jeda agar bisa segera memberikan penjelasan."Bukankah, sudah pernah ku bilang, bahwa jangan pernah hubungi aku lagi. Dan jangan pernah temui aku lagi," balas Rose seraya bangkit berdiri."Rose, ku mohon, tolonglah. Aku benar-benar merasa sangat kehilangan dirimu, aku menyesal Rose.""Aku tidak akan pernah percaya lagi atas semua ucapan yang keluar dari mulutmu!"
Malvin dan Ling-Ling dengan cepat mendekati Leona dan Kevin begitu mereka sampai di pintu kelas."Maaf ya, Leona, Kevin. Kami tahu kami salah kemarin," ucap Malvin sambil tersenyum penuh penyesalan."Kami ingin memulai ulang hubungan kita semua, aku juga turut meminta maaf," Ling-Ling menambahkan, meskipun dalam hati sangat muak.Mereka harus bisa memainkan peran yang sudah diatur."Apa yang membuat kalian berubah pikiran?" Leona memandang mereka dengan rasa heran."Dan kenapa tiba-tiba kalian baik pada kami?" Kevin menyela."Kami menyadari, kita seharusnya tidak bersikap seperti itu. Kami ingin menjadi teman kalian lagi," Malvin menjelaskan, meskipun dalam hati malas."Kami merasa bersalah dan ingin memperbaiki semuanya," Ling-Ling menimpali."Aku senang akhirnya kalian berdua sadar. Aku maafkan kalian, tapi... aku juga ingin sekali berbaikan dengan Rose dan Debora," Leona tersenyum dan mengangguk. Kemudian merenung."Ya, kita harus memperbaiki semuanya bersama-sama," Kevin setuju.K
"Jadi, untuk apa kalian ke sini?" Tanya Samantha menatap secara bergantian pada para sosok remaja yang terduduk di hadapannya."Ehm, kami... Kami, mau.. " ucap Malvino dengan bingung dan terbata-bata.Ketakutan sebenarnya menyelimuti mereka, telapak tangan mereka mendadak terasa dingin karenanya."Mau apa?" Tanya Ivander dengan tajam dan dengan nada galak."Ayo, cepat katakan!" Ujar Ling-Ling berbisik dan mendesak Malvino."Kau saja!" Balas Malvino juga sama berbisik dan merasa terdesak."Kami bingung hendak menjelaskan bagaimana Nyonya Samantha, Tuan Ivander," ucap Debora segera."Ehm, kami... Kamu datang ke sini hendak berbicara sesuatu," sahut Rose dengan ragu.Ling-Ling segera menyenggol kaki Rose untuk segera mengatakannya, Rose malah kembali mendesak Malvino."Ayo, bicaralah. Waktuku tidak banyak," ucap Ivander mendesak bocah-bocah kecil di hadapannya."Mm, Tuan dan Nyonya. Kami hendak minta maaf," ujar Malvino tapi tidak sanggup berkata lebih lanjut."Minta maaf untuk apa?" Tan
Leona duduk di bangku taman, wajahnya dipenuhi raut kesedihan. Kevin, yang selalu setia berada di sisinya, mencoba menghiburnya."Leona, aku tahu semua orang menjauh, tapi aku di sini untukmu," ucap Kevin terduduk di sebelahnya sambil menatap Leona dari samping."Terima kasih, Kevin. Kau selalu ada untukku," balas Leona menoleh pada Kevin dan berusaha tersenyum.Suasana taman sangat sepi dan keadaan seolah kelabu menyelimuti hati Leona."Kevin, apakah benar yang mereka semua katakan padaku? Apakah aku benar-benar seegois itu? Bukankah hal yang wajar, jika aku sebagai seorang sahabat meminta bantuan kalian?" Ucap Leona membela dirinya secara halus."Aku paham, dan aku tidak masalah soal semua itu. Hanya saja, tidak juga berlebihan Leona," jawab Kevin mengangguk, kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan rasa tidak enak."Berarti aku salah?""Oh, tidak juga, hehe.""Kevin, kenapa Rose, orang yang paling aku percayai selama ini, tega berbuat seperti itu padaku?" Ucap Leona mer
"Dona! Kamu tidak bisa pergi begitu saja! Dona!" Teriak Baba Hong mengejar Dona ke gerbang pintu.Dona terus saja berlari sampai berhasil keluar rumah tersebut, dengan beberapa pelayan dan penjaga heran menatap keduanya. Baba Hong berhasil meraih Dona, dan memeluknya dari belakang."Lepaskan! Aku tidak akan menuntut apapun dirimu! Lepaskan aku!" Pekik Dona seraya berusaha melepaskan diri."Tidak! Jangan pergi, kau akan tetap menjadi istriku, Dona.""Buat apa? Kau sudah ada Livia. Aku cukup sadar diri, kau akan menua bersama Livia.""Aku tahu, Livia hanya mengincar uangku saja. Aku hanya ingin membeli harga dirinya, aku tidak benar-benar mencintainya."Dona berhasil melepaskan pelukannya dari Baba Hong.Plak!Dona menampar Baba Hong dengan sangat kencang, Baba Hong kemudian merasakan pipinya sangat perih dan memerah. Meskipun sudah tua, wajahnya masih terlihat tua dan segar. Sedangkan, Dona sebenarnya cantik. Namun, dia sadar bahwa hati Baba Hong selama ini bukan untuknya. Baba Hong ti
Leona berjalan dengan percaya diri menuju rumah Baba Hong, menyadari ketertarikan yang dimiliki pengusaha tua tersebut pada kakaknya, Livia. Baba Hong sangat tergila-gila dengan kecantikan yang dimiliki oleh Livia Kakaknya sejak muncul di sebuha majalah.Leona melangkah dengan anggun menuju pintu masuk yang megah. Pintu terbuka luas, mengungkapkan kemegahan rumah Baba Hong. Segera, sekelompok pelayan berdiri dengan sikap hormat."Selamat datang, Nyonya Leona," sapa kepala pelayan dengan ramah."Terima kasih. Saya harap tidak merepotkan. Saya ingin bertemu dengan Baba Hong," jawab Leona sambil tersenyum."Tentu saja, Nyonya. Ikuti saya," kata kepala pelayan sambil memimpin Leona melewati lorong-lorong yang dihiasi dengan lukisan dan hiasan seni yang mahal.Sesampainya di ruang tamu utama, Baba Hong sudah menunggu dengan senyuman hangat."Leona, selamat datang di rumahku yang sederhana ini," kata Baba Hong sambil memberikan salam."Salam, Baba Hong. Terima kasih atas sambutanmu, rumah i
Ivander duduk di samping Samantha di ruang tamu mereka yang nyaman, kegembiraan terpancar dari suaranya."Samantha, Ayahmu memberikan tiket ke Finlandia untuk berbulan madu kita.""Tapi, tanpa tiket pun, kita bisa pergi sendiri, kan?" Samantha tertawa kecil menatap Ivander."Tentu saja. Tapi, apakah di sana kamu punya rumah?""Ayahku telah membelikan rumah di Lapland saat aku pergi dari sini."Ivander mengangguk paham."Kalau bosan dengan suasana di rumahmu, kita juga punya tiket hotel dari Tuan Jackson.""Bagus, Ivander. Aku ingin merasakan suasana baru. Setelah itu, kita pulang ke rumah di Lapland.""Tuan Jackson sangat berharap kita segera memiliki buah hati di rahimmu, sayang. Kita harus berhasil sebelum kembali ke Indonesia," ujar Ivander seraya merapihkan rambut Samantha ke telinganya."Aku akan berusaha semaksimal mungkin. Kapan kita bisa berangkat?" Tanya Samantha."Aku akan kembali bekerja setelah luka kamu sembuh, satu mingguan, dan kemudian kita bebas pergi ke mana saja.""
Samantha melangkah pelan di antara lorong-lorong toko yang penuh dengan berbagai kebutuhan rumah tangga. Troli besarnya ditarik dengan cermat, sementara matanya sibuk memilah produk-produk yang akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Saat itulah, tiba-tiba saja, seorang laki-laki asing dengan langkah ringan muncul di sebelahnya. Dengan senyum ramah, laki-laki itu menyapa Samantha."Perlu bantuan? Saya bisa membantu Anda mengambil barang yang sulit dijangkau."Samantha terkejut sejenak, namun senyum lelaki tersebut mampu meredakan ketegangannya."Oh, terima kasih banyak! Saya sebenarnya kesulitan mengambil beberapa barang di rak yang tinggi."Tanpa ragu, lelaki tersebut dengan sigap membantu Samantha mengambil barang-barang yang sulit dijangkaunya. Mereka bekerja sama, dan Samantha merasa bersyukur atas pertolongan yang diberikan."Saya benar-benar berterima kasih, Anda sungguh membantu," ucap Samantha dengan tulus."Tidak masalah, saya senang bisa membantu. Nama saya Ryan, si