Tok, tok, tok!
Ceklek.Kakeknya Samantha, membuka pintu dengan wajah heran, dan saat ia melihat Anna bersama Ivander, keraguan mulai muncul dalam benaknya. Mereka segera berkumpul di ruang tamu."Ivander, apa yang terjadi? Dan siapa wanita ini?" Tanya kakeknya dengan tidak sabar dan merasa curiga."Kakek, Nenek, kami memiliki berita yang sulit untuk disampaikan. Ini adalah Anna, istri saya juga," ungkap Ivander dengan hati-hati."Istrimu? Maksudmu, apa Ivander?" Tanya Nenek Samantha tidak mengerti.Anna merasa canggung, tetapi mencoba menjelaskan."Saya tahu kami belum berkenalan dengan baik, tapi kami berdua merasa ini adalah situasi yang mendesak dan kami butuh dukungan keluarga. Ini berkaitan dengan Samantha, cucu Anda," jelas Anna dengan berusaha rileks."Samantha? Apa yang terjadi dengan cucu kami? Katakan padaku, Ivander!" Desak Kakek Samantha dengan raut wajah khawatir."Sam... Samantha menghilang, Kakek. Kami tidak tahu di mana dia berada sekarang, dan kami sangat khawatir. Kami berdua datang ke sini untuk mencari dukungan dan bantuan kalian," tukas Ivander dengan gejolak hati yang khawatir."Oh, tidak! Samantha... kami sangat cemas. Cucuku..." Ujar Neneknya Samantha dengan sedikit frustasi.Anna mencoba menjelaskan lebih lanjut."Kami tahu ini adalah momen yang sulit, tapi kami berdua berkomitmen untuk mencari Samantha. Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk membawanya kembali. Kami membutuhkan bantuan dan dukungan kalian.""Tentu saja, karena Samantha adalah cucu kesayangan kami. Dan kalian berdua harus bertanggung jawab karena kepergiannya, saya yakin Samantha pergi karena ulah kalian berdua!" Jelas Kakeknya Samantha dengan sangat marah.Samantha adalah cucu kesayangan kakek dan neneknya, karena sejak lahir Samantha dirawat oleh kakek dan neneknya. Wanita cantik ini selalu menjadi pusat perhatian keluarga, karena kecerdasan dan bakatnya yang luar biasa. Tapi, kini Samantha menghilang tanpa jejak, dan semua yang tertinggal hanyalah rasa cemas dan ketidakpastian.Tap, tap, tap.Paman tertua Samantha yang mendapatkan kabar langsung ikut berbincang."Bagaimana ini bisa terjadi? Samantha adalah keluarga kami yang paling berharga, dan kalian berdua hanya datang ke sini dengan kabar buruk seperti ini?!" teriak pamannya dengan sangat marah.Anna mencoba menjelaskan situasi dengan lembut."Kami tidak tahu persis apa yang terjadi. Samantha menghilang tanpa jejak. Kami mencoba mencari tahu keberadaannya, tapi kami butuh bantuan keluarga untuk ikut melacak jejaknya.""Tidak tau persis, katamu?! Dimana akal sehatmu? Apakah kamu pikir Samantha akan baik-baik saja, setelah melihatmu jadi benalu dalam rumah tangganya?!" Hardik Pamannya Samantha pada Anna dengan bengis.Anna terdiam dan tidak berkutik setelahnya."Saya akan bertanggung jawab untuk menemukan Samantha. Saya tidak akan berhenti mencari sampai saya menemukannya, Samantha masih resmi istri saya," tukas Ivander mencoba menenangkan keluarganya.Keluarga besar Samantha mulai berdatangan ke rumah tersebut untuk meminta penjelasan dari Ivander. Ivander merasa sangat cemas dan khawatir akan keadaanya yang terdesak, dan Anna juga merasa sangat terintimidasi."Ini semua salahmu, Ivander! Kamu dan perempuan murahan itu adalah alasan Samantha pergi!" Ujar Bibi Samantha dengan suara tinggi."Bibi, kami sama sekali tidak tahu apa yang terjadi. Kami mencoba untuk menemukan Samantha. Dan lagi, tolong jangan sebut istriku, Anna, dengan sebutan yang tidak pantas," tegas Ivander mencoba menjelaskan."Kami ingin membantunya, bukan membuatnya pergi. Dan saya menyayanginya seperti keluarga saya sendiri," Anna mengikuti seraya mencoba mengambil hati keluarganya."Tidak peduli apa yang kamu katakan! Kami kehilangan keluarga kami Samantha, karena ulah kalian berdua!" Bibi Samantha sangat tidak terima.Tidak hanya bibi Samantha yang marah. Keluarga besarnya kompak dalam menyalahkan Ivander dan Anna."Kami sudah mendengar dengan cukup! Ini adalah kesalahan kalian berdua, dan kami semua kecewa, terlebih padamu Ivander! Kau telah merusak kepercayaan kami!" sergah paman Samantha yang lainnya."Samantha tidak seharusnya pergi seperti ini, kalau tidak ada ular berbisa yang tiba-tiba hadir dalam hidupnya," ucap sepupu Samantha yang paling tua dengan menyindir Anna.Cekcok berlanjut dengan kata-kata yang keras dan emosi yang memuncak. Nenek Samantha, yang sudah tua, terlalu terpukul oleh keadaan ini, dan stresnya membuatnya pingsan.Anna segera memeluk lengan Ivander karena merasa takut. Tiga sepupu Samantha, tiba-tiba menarik Anna dengan kasar."Kamu pasti tahu apa yang sudah kamu lakukan pada Samantha, pelayan busuk! Dan kau mencoba mengambil hati kami untuk menutupi busuknya dirimu, Itu sangat tidak berguna!" Serang sepupu 1."Saya tidak tahu apa yang terjadi. Kami mencoba mencari Samantha," ujar Anna mencoba membela diri."Jangan berpura-pura, kamu adalah alasan kenapa dia pergi! Dasar perebut suami orang! Tidak tau diri!" Seru sepupu 2."Saya sungguh menyayangi Samantha seperti keluarga saya sendiri. Saya ingin membantunya dan saya tidak ingin dia pergi," rajuk Anna sambil menangis dan memohon."Kamu sudah cukup! Murahan sekali dirimu wanita primitif! Kami akan memberikanmu pelajaran!" Ujar sepupu 3 dengan murka.Bagh!Bugh!Bagh!Mereka mulai memukuli Anna dengan kejam, tanpa mempedulikan rasa sakit yang mereka berikan. Anna mencoba untuk membela diri, tapi tiga sepupu tersebut sangat emosional dan tidak dapat dikendalikan."Ampun! Tolong, berhenti!" Pekik Anna terisak, dirinya sudah terkapar di lantai.Ivander, yang tadinya terdiam, akhirnya menyadari kebrutalan situasi ini dan mencoba melerai mereka. Sementara semua keluarga Samantha hanya memandangnya dengan terperangah."Stop! Sudah cukup! Hentikan ini!" Ivander berteriak panik.Beberapa tetangga yang mendengar keributan datang dan berusaha untuk memisahkan mereka."Apa yang terjadi di sini? Ini sudah terlalu kejam!" Ucap tetangga 1."Cukup! Mari kita hentikan kekerasan ini!" Perintah tetangga 2.Namun, Anna sudah tidak sadarkan diri akibat pukulan brutal yang dia terima. Dalam situasi yang rumit paman tertuanya Samantha bangkit dan menatap tajam Ivander."Ivander, ini sudah cukup! Samantha adalah keponakanku, dan kita tidak bisa lagi menunggu untuk mendapatkan kabar, Samantha. Kau harus menemukan dirinya secepatnya!" Paman Tertua Samantha dengan wajah yang serius dan tajam."Paman, saya berjanji, saya sedang mencoba yang terbaik untuk menemukannya. Saya tidak tahu apa yang terjadi, tapi saya juga berharap ingin segera menemukannya," balas Ivander dengan cemas, dirinya segera berusaha untuk membopong Anna.Paman Tertua Samantha menghela nafas."Kau tahu, Ivander, jika kau tidak segera menemukan Samantha, saya tidak akan ragu untuk melaporkan kasus ini pada pihak berwajib. Saya bahkan akan membuatnya viral sebagai kasus perselingkuhanmu dengan Anna," ancam Paman Samantha."Paman, itu benar-benar tidak adil. Kami tidak bersalah dalam kepergian Samantha," kilah Ivander dengan terkejut."Kau mungkin tidak merasa bersalah dalam kepergiannya, tapi kau tetap memiliki tanggung jawab untuk menemukannya. Jika kau tidak berhasil menemukannya, kau akan terima konsekuensinya Ivander, aku bisa membuatmu kembali terpuruk setelah baru saja kau berusaha bangkit untuk perusahaanmu!" Ujar Paman tertua Samantha dengan keras.Ivander merasa terpojok dan sadar akan tanggung jawab besar yang tengah ia pegang dalam pencarian Samantha. Ivander dengan berapa warga segera membopong Anna ke dalam mobil.Ivander tiba di rumah sakit dengan wajah pucat dan gelisah. Ketika dokter datang, dia segera mendekati mereka dengan rasa cemas."Anda adalah suami dari pasien yang dibawa ke sini?" Tanya dokter dengan ramah."Ya, itu benar. Saya suaminya, bagaimana kondisi istri saya, Dokter?" Tanya Ivander dengan khawatir."Kondisi istri Anda, Anna, cukup serius. Dia memiliki banyak luka lebam dan membutuhkan perawatan intensif," jelas Dokter dengan ekspresi serius."Tolong, Dokter, berikan saya surat rujukan. Agar saya harus segera membawanya ke rumah sakit di kota."Dokter segera menyiapkan surat rujukan dan memberikannya kepada Ivander. Sementara itu, petugas medis sudah siap dengan ambulan untuk mengangkut Anna.Ivander tiba di rumah sakit kota dengan hati yang berdebar-debar. Ketika ambulan tiba, dia melihat Anna dikeluarkan dari dalam mobil dengan penuh perhatian oleh beberapa perawat yang bergerak cepat. Tubuh Anna tampak pucat, dan Ivander merasa cemas melihatnya."Kami akan membawanya ke ruang IGD segera," ucap sang perawat.Ivander segera mendatangi meja administrasi untuk melakukan registrasi."Silakan isi formulir ini, Tuan. Nama pasien dan data Anda, serta informasi asuransi jika ada," perintah Petugas Administrasi dengan ramah.Setelah menunggu beberapa lama yang terasa seperti berjam-jam, seorang dokter akhirnya mendekati Ivander. Wajah Ivander penuh kekhawatiran dan rasa frustasi."Selamat malam, Tuan Ivander. Apakah pasien yang bernama Anna ini, merupakan istri anda juga?" Tanya Dokter dengan ramah."Ya, itu benar. Apa yang terjadi dengan istri saya? Bagaimana kondisinya?" Tanya Ivander dengan kikuk."Kami sudah memeriksanya dengan cermat. Istri anda, mengalami luka dalam yang cukup serius. Kami segera memberikan perawatan intensif padanya. Namun, saat ini dia masih dalam keadaan tidak sadarkan diri," cakap Dokter tersebut dengan suara tenang."Oh Tuhan, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Apa dia akan baik-baik saja?""Kami akan melakukan segala yang kami bisa, Tuan Ivander. Namun, kondisi seperti ini memerlukan waktu. Saya akan memberi Anda pembaruan secepat mungkin. Untuk saat ini, Anda hanya perlu bersabar dan mendukung pasien Anna," Dokter mencoba menghibur.Ivander merasa sangat frustasi dan cemas. Hatinya berdebar-debar ketika dia melihat Anna yang terbaring di atas tempat tidur rumah sakit dengan wajah pucat dan tidak sadarkan diri. Dia meraih tangan Anna dengan lembut."Anna... aku di sini. Kamu harus bangun. Aku sangat khawatir, kau harus terus menemaniku sampai Samantha kembali," ucap Ivander dengan penuh emosi kekhawatiran.Anna tetap tidak merespons, dan Ivander merasa putus asa."Aku akan selalu di sini untukmu, Anna. Kita akan melalui ini bersama-sama," Ivander berbisik.Ivander duduk di samping tempat tidur Anna, menunggu dengan penuh kekhawatiran, berharap Anna akan segera sadar."Samantha pergi karena kekacauan yang telah kita perbuat, Anna. Bukan hanya aku yang harus bertanggung jawab karena luka dalam hatinya, tapi juga dirimu, keluarga Samantha telah tahu bahwa kau seburuk itu. Dan aku juga tidak ingin, jika skandal rumah tanggaku sampai terbongkar ke sosial media," celoteh Ivander dengan rentetan kalimat cemasnya."Terima kasih telah membawaku pulang, Ivander. Aku sangat lemah setelah beberapa hari di rumah sakit," ucap Anna dengan suara lembut."Tidak perlu berterima kasih, Anna. Ini hal yang wajar untuk dilakukan," balas Ivander yang sibuk memandang jalan saat mengemudi."Sayang, aku tahu ini adalah situasi yang sulit. Aku juga tahu kamu ragu untuk membicarakan perlakuan mereka terhadapku.""Anna, saat ini aku hanya ingin kita bisa pulang dan menjalani hidup kita tanpa harus membahas hal itu lagi.""Sayangku Ivander, kamu tahu bahwa keadilan harus diutamakan. Tidak hanya untukku, tapi juga untukmu."Ivander berusaha untuk tidak mendiskusikan hal tersebut."Anna, aku berpikir kita bisa bicarakan ini nanti, saat semuanya sudah lebih tenang.""Baiklah, Ivander. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak akan pernah melupakan apa yang telah mereka lakukan padaku. Aku berharap kita bisa menemukan cara untuk menyelesaikannya bersam
Ivander terlihat gelisah, berjalan bolak balik memegang teleponnya."Ah, aku harus menelepon orang tuanya Samantha. Aku perlu tahu keberadaan Samantha," ucapnya bermonolog sendiri dengan gelisah.Anna datang dan memandang heran."Ivander, kamu sedang apa?"Ivander menoleh dengan lumayan terkejut."Aku ingin menelepon kedua orang tua Samantha, Anna. Aku harus tahu keberadaan istriku.""Tapi, Ivander, kamu ingat kan, bagaimana reaksi keluarga Samantha, kemarin? Aku takut, jika kedua orang tua Samantha, akan mencemoohku lagi bahkan lebih dari itu, Ivander.""Aku tahu, Anna, tapi aku merasa perlu untuk mengetahui keberadaannya. Aku tidak bisa diam saja seperti ini, aku sangat khawatir dengan keberadaan istriku, dan aku sangat menyesal telah melakukan hal bodoh selama ini, Samantha benar-benar malang," cerocos Ivander dengan semburat penyesalan dan kerinduannya.Terus terang Anna merasa cemburu mendengarnya, seolah I
Kedua orang tua Ivander datang ke rumahnya dengan ekspresi yang penuh kemarahan dan kekecewaan yang sulit disembunyikan. Mereka telah mendengar kabar yang mengguncang keluarganya dari keluarga Samantha, dan itu mengubah segalanya.Mereka segera berbincang di ruang tamu dengan serius."Ivander, apa semua ini benar, tentang sesuatu yang kami dengar tentangmu? Bagaimana kamu bisa melakukan semua ini pada kami dan pada Samantha?!" Ucap Nyonya Gretha dengan sangat marah pada anaknya tersebut.Ayah Ivander, pun, tidak dapat menyembunyikan kemarahannya dan menatap tajam pada Ivander."Ivander! kamu telah membuat kami sangat malu. Apakah kamu benar-benar tidak tahu diri dan tidak tau diuntung?!" Sahut Tuan Emrick dengan murka.Ivander jelas tersentak dan bingung menghadapi kedua orang tuanya."Ayah, Ibu, aku bisa menjelaskan semuanya. Aku tidak bermaksud untuk...""Tidak ada yang bisa membenarkan tindakanmu ini. Kami telah membe
Ivander, yang putus asa karena tak kunjung menemukan jalan keluar dari situasinya, dirinya segera menghubungi detektif pribadinya yang telah lama ia percayai. Ia memohon pertolongan.Detektif itu terkejut saat mendengar kabar tersebut, karena Samantha adalah teman masa kecilnya yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Ia juga sangat khawatir.Detektif Xavier terlihat berjalan memasuki kafe dan sorot matanya berpencar ke segala arah untuk menemukan Ivander."Ivander, terima kasih sudah mau menunggu lama. Saya mendengar kabar tentang Samantha, dan saya sangat khawatir."Mereka tampak bersalaman."Tidak masalah Xavier, terima kasih sudah datang. Ini adalah situasi yang sangat sulit. Samantha menghilang tanpa jejak, dan saya tidak tahu harus berbuat apa.""Tentu, saya akan mencoba membantu sebisa mungkin. Bisakah kamu memberi tahu saya, lebih banyak tentang kejadian ini? Apa yang kamu ketahui?"Ivander menghela nafas dalam-dal
"Bagaimana bisa, aku sampai di titik ini? Nafsu dalam kesalahan fatal benar-benar telah menjadi temanku, kenapa aku bisa begitunya?" Tanya Anna dalam hati, sambil memandang foto pernikahan siri dirinya dan Ivander.Anna merasakan penyesalan yang mendalam karena langkah-langkahnya yang kelam. Jatuh hati pada Ivander, suami orang, membawa Anna ke dalam pusaran emosi yang rumit. Obsesinya untuk merebut Ivander dari Samantha membawanya ke jalur yang tak terduga, di mana cinta terlarang tumbuh dengan subur.Pandangan mata Anna padanya menjadi mantra berbahaya yang menghancurkan batasan-batasan moral. Keinginan untuk menjadi prioritas utama dalam hidup Ivander membutakan Anna terhadap konsekuensi yang akan datang. Namun, saat perselingkuhan terjadi, realitas pahit mulai merayap masuk.Ivander, suami yang awalnya menjadi incaran Anna, tiba-tiba berubah arah dan sikap. Anna terkejut menyadari bahwa dia tidak bisa mengendalikan hati Ivander sebagaimana yang dia kir
Anna merasa kehilangan. Ivander, yang dulu penuh perhatian dan kelembutan, kini menjadi bayang-bayang dari sosok yang dulu dikenalnya. Setiap hari, sikap dingin dan tajam Ivander semakin memperlebar jurang di antara mereka. Anna mencoba memahami perubahan ini, mencari jawaban dalam setiap kenangan yang mereka miliki.Suatu hari, di bawah cahaya bulan yang redup, di halaman rumah Ivander yang luas. Anna mengajak bicara Ivander."Ivander, apa yang terjadi padamu? Kita dulu begitu bahagia dan menciptakan banyak momen romantis, sekarang kenapa kau jadi seperti ini? Kita dulu selalu bahagia walaupun hanya hidup berdua," tanyanya dengan suara lembut."Anna, kau tahu betapa sulitnya melupakan kesalahan, dan kesalahan yang telah kita lakukan sangatlah fatal. Aku sendiri tidak bisa melupakan bahwa aku pernah menjadi orang jahat pada istriku, kau sendiri juga telah berusaha untuk menjadi seorang penghancur dalam hubungan pernikahan kami," tukas Ivander menatapnya ta
Ivander membawa Anna ke butik mewah dengan harapan menemukan pakaian yang sesuai untuk acara pesta yang akan datang. Mereka berdua memasuki butik yang dipenuhi dengan gaun-gaun elegan dan setelan malam."Anna, bagaimana kalau kita mencoba memakai pakaian yang senada untuk acara pesta nanti? Itu akan membuat kita terlihat seperti sepasang teman yang kompak," ucap Ivander sambil tersenyum."Sepasang teman? Kamu yang benar saja, Ivander. Aku adalah istrimu, mengapa kamu tidak mengakui aku sebagai istrimu?" Tanya Anna tidan terima."Anna, kau harus sadari semua perjalanan hidup ini. Semua rekan bisnisku dan orang-orang yang mengenalku, hanya tau istriku adalah Samantha. Sedangkan kau dan aku, hanya sebatas pernikahan yang tidak sah, Anna," Ivander menjelaskan dengan sangat gemas.Anna menghela nafas kesal, dirinya tidak berani menyatakan perlakuan lebih lanjut soal status mereka."Oke, baiklah. Aku percaya padamu, kita bisa mencari pakaian yang cocok sekarang."Mereka mulai memilih gaun da
Malam telah menyapa kesunyian, semilir angin berhembus menyelimuti keadaan. Anna terdiam santai tengah sibuk dengan dunianya."Anna, bisakah kamu tolong bantu aku untuk menyiapkan pakaian meeting pentingku besok di kantor?" Ivander menghampiri Anna yang tengah duduk di pinggir kolam renang.Ivander memandangi punggung tubuh Anna yang tengah bermain ponsel."Kenapa tidak meminta tolong pacarmu yang lain saja, saat di pesta kemarin?" Jawab Anna dengan nada sinis."Pacarku yang mana? Anna, aku sedang serius. Ini penting, dan aku butuh dukunganmu.""Aku sungguh heran denganmu, Ivander. Kau masih sempat-sempatnya berani untuk meminta bantuanku, setelah perlakuanmu beberapa hari yang lalu begitu menghina diriku, sejak kepulangan dari pesta penting itu. Apa, kamu pikir aku akan lupa begitu saja?" Sungut Anna dengan marah tanpa mengubah posisi.Ivander memandang punggung tubuh Anna dengan kesal, ia mendengus."Anna, karena kau m
Samantha kembali dari petualangan di Finlandia, membawa kabar bahagia untuk keluarga besar bahwa setelah beberapa bulan di Lapland, ia kini mengandung. Berita tersebut disambut dengan suka cita dan rasa syukur oleh keluarga besar, mengukuhkan perasaan bahagia Ivander dan Samantha yang akhirnya meraih kebahagiaan menjadi orang tua.Kehamilan Samantha telah mencapai usia lima bulan, menandai perjalanan mereka menuju kehidupan keluarga yang penuh keceriaan dan harapan."Semuanya, ada sesuatu yang ingin kami bagikan. Aku sangat bersyukur karena pada akhirnya, Tuhan telah mempercayakan seorang janin yang tengah hidup dalam rahimku," ungkap Samantha dengan sangat bahagia.Keluarga besar dari kedua belah pihak bersorak dan bahagia."Akhirnya, terima kasih, Tuhan. Selamat, Ivander dan Samantha!" Ucap Neneknya Samantha dengan penuh haru."Kami benar-benar sangat bersyukur atas berkah ini," ucap Ivander tersenyum bahagia, seraya mengelus perut Samantha yang sudah buncit."Kami tidak sabar menan
Dengan hati yang galau, Kevin melangkah mendekati Rose di bawah sinar senja, di tengah suasana hening kolam renang. Kehilangan komunikasi selama ini membuatnya ragu bagaimana menyapa, namun didorong oleh desiran untuk memulihkan kehangatan yang terputus. Orang tua Rose menyambutnya dengan senyuman, memberikan izin untuk memperbaiki keputusan itu."Rose... " Panggil Kevin dengan lembut.Rose menoleh dan wajahnya mendadak murung ketika mendapati Kevin."Rose, tolong beri aku kesempatan. Aku minta maaf Rose, aku merindukan kamu. Tolong jangan jauhi aku dan jangan terus bersikap dingin seperti ini," oceh Kevin panjang lebar tanpa jeda agar bisa segera memberikan penjelasan."Bukankah, sudah pernah ku bilang, bahwa jangan pernah hubungi aku lagi. Dan jangan pernah temui aku lagi," balas Rose seraya bangkit berdiri."Rose, ku mohon, tolonglah. Aku benar-benar merasa sangat kehilangan dirimu, aku menyesal Rose.""Aku tidak akan pernah percaya lagi atas semua ucapan yang keluar dari mulutmu!"
Malvin dan Ling-Ling dengan cepat mendekati Leona dan Kevin begitu mereka sampai di pintu kelas."Maaf ya, Leona, Kevin. Kami tahu kami salah kemarin," ucap Malvin sambil tersenyum penuh penyesalan."Kami ingin memulai ulang hubungan kita semua, aku juga turut meminta maaf," Ling-Ling menambahkan, meskipun dalam hati sangat muak.Mereka harus bisa memainkan peran yang sudah diatur."Apa yang membuat kalian berubah pikiran?" Leona memandang mereka dengan rasa heran."Dan kenapa tiba-tiba kalian baik pada kami?" Kevin menyela."Kami menyadari, kita seharusnya tidak bersikap seperti itu. Kami ingin menjadi teman kalian lagi," Malvin menjelaskan, meskipun dalam hati malas."Kami merasa bersalah dan ingin memperbaiki semuanya," Ling-Ling menimpali."Aku senang akhirnya kalian berdua sadar. Aku maafkan kalian, tapi... aku juga ingin sekali berbaikan dengan Rose dan Debora," Leona tersenyum dan mengangguk. Kemudian merenung."Ya, kita harus memperbaiki semuanya bersama-sama," Kevin setuju.K
"Jadi, untuk apa kalian ke sini?" Tanya Samantha menatap secara bergantian pada para sosok remaja yang terduduk di hadapannya."Ehm, kami... Kami, mau.. " ucap Malvino dengan bingung dan terbata-bata.Ketakutan sebenarnya menyelimuti mereka, telapak tangan mereka mendadak terasa dingin karenanya."Mau apa?" Tanya Ivander dengan tajam dan dengan nada galak."Ayo, cepat katakan!" Ujar Ling-Ling berbisik dan mendesak Malvino."Kau saja!" Balas Malvino juga sama berbisik dan merasa terdesak."Kami bingung hendak menjelaskan bagaimana Nyonya Samantha, Tuan Ivander," ucap Debora segera."Ehm, kami... Kamu datang ke sini hendak berbicara sesuatu," sahut Rose dengan ragu.Ling-Ling segera menyenggol kaki Rose untuk segera mengatakannya, Rose malah kembali mendesak Malvino."Ayo, bicaralah. Waktuku tidak banyak," ucap Ivander mendesak bocah-bocah kecil di hadapannya."Mm, Tuan dan Nyonya. Kami hendak minta maaf," ujar Malvino tapi tidak sanggup berkata lebih lanjut."Minta maaf untuk apa?" Tan
Leona duduk di bangku taman, wajahnya dipenuhi raut kesedihan. Kevin, yang selalu setia berada di sisinya, mencoba menghiburnya."Leona, aku tahu semua orang menjauh, tapi aku di sini untukmu," ucap Kevin terduduk di sebelahnya sambil menatap Leona dari samping."Terima kasih, Kevin. Kau selalu ada untukku," balas Leona menoleh pada Kevin dan berusaha tersenyum.Suasana taman sangat sepi dan keadaan seolah kelabu menyelimuti hati Leona."Kevin, apakah benar yang mereka semua katakan padaku? Apakah aku benar-benar seegois itu? Bukankah hal yang wajar, jika aku sebagai seorang sahabat meminta bantuan kalian?" Ucap Leona membela dirinya secara halus."Aku paham, dan aku tidak masalah soal semua itu. Hanya saja, tidak juga berlebihan Leona," jawab Kevin mengangguk, kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan rasa tidak enak."Berarti aku salah?""Oh, tidak juga, hehe.""Kevin, kenapa Rose, orang yang paling aku percayai selama ini, tega berbuat seperti itu padaku?" Ucap Leona mer
"Dona! Kamu tidak bisa pergi begitu saja! Dona!" Teriak Baba Hong mengejar Dona ke gerbang pintu.Dona terus saja berlari sampai berhasil keluar rumah tersebut, dengan beberapa pelayan dan penjaga heran menatap keduanya. Baba Hong berhasil meraih Dona, dan memeluknya dari belakang."Lepaskan! Aku tidak akan menuntut apapun dirimu! Lepaskan aku!" Pekik Dona seraya berusaha melepaskan diri."Tidak! Jangan pergi, kau akan tetap menjadi istriku, Dona.""Buat apa? Kau sudah ada Livia. Aku cukup sadar diri, kau akan menua bersama Livia.""Aku tahu, Livia hanya mengincar uangku saja. Aku hanya ingin membeli harga dirinya, aku tidak benar-benar mencintainya."Dona berhasil melepaskan pelukannya dari Baba Hong.Plak!Dona menampar Baba Hong dengan sangat kencang, Baba Hong kemudian merasakan pipinya sangat perih dan memerah. Meskipun sudah tua, wajahnya masih terlihat tua dan segar. Sedangkan, Dona sebenarnya cantik. Namun, dia sadar bahwa hati Baba Hong selama ini bukan untuknya. Baba Hong ti
Leona berjalan dengan percaya diri menuju rumah Baba Hong, menyadari ketertarikan yang dimiliki pengusaha tua tersebut pada kakaknya, Livia. Baba Hong sangat tergila-gila dengan kecantikan yang dimiliki oleh Livia Kakaknya sejak muncul di sebuha majalah.Leona melangkah dengan anggun menuju pintu masuk yang megah. Pintu terbuka luas, mengungkapkan kemegahan rumah Baba Hong. Segera, sekelompok pelayan berdiri dengan sikap hormat."Selamat datang, Nyonya Leona," sapa kepala pelayan dengan ramah."Terima kasih. Saya harap tidak merepotkan. Saya ingin bertemu dengan Baba Hong," jawab Leona sambil tersenyum."Tentu saja, Nyonya. Ikuti saya," kata kepala pelayan sambil memimpin Leona melewati lorong-lorong yang dihiasi dengan lukisan dan hiasan seni yang mahal.Sesampainya di ruang tamu utama, Baba Hong sudah menunggu dengan senyuman hangat."Leona, selamat datang di rumahku yang sederhana ini," kata Baba Hong sambil memberikan salam."Salam, Baba Hong. Terima kasih atas sambutanmu, rumah i
Ivander duduk di samping Samantha di ruang tamu mereka yang nyaman, kegembiraan terpancar dari suaranya."Samantha, Ayahmu memberikan tiket ke Finlandia untuk berbulan madu kita.""Tapi, tanpa tiket pun, kita bisa pergi sendiri, kan?" Samantha tertawa kecil menatap Ivander."Tentu saja. Tapi, apakah di sana kamu punya rumah?""Ayahku telah membelikan rumah di Lapland saat aku pergi dari sini."Ivander mengangguk paham."Kalau bosan dengan suasana di rumahmu, kita juga punya tiket hotel dari Tuan Jackson.""Bagus, Ivander. Aku ingin merasakan suasana baru. Setelah itu, kita pulang ke rumah di Lapland.""Tuan Jackson sangat berharap kita segera memiliki buah hati di rahimmu, sayang. Kita harus berhasil sebelum kembali ke Indonesia," ujar Ivander seraya merapihkan rambut Samantha ke telinganya."Aku akan berusaha semaksimal mungkin. Kapan kita bisa berangkat?" Tanya Samantha."Aku akan kembali bekerja setelah luka kamu sembuh, satu mingguan, dan kemudian kita bebas pergi ke mana saja.""
Samantha melangkah pelan di antara lorong-lorong toko yang penuh dengan berbagai kebutuhan rumah tangga. Troli besarnya ditarik dengan cermat, sementara matanya sibuk memilah produk-produk yang akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Saat itulah, tiba-tiba saja, seorang laki-laki asing dengan langkah ringan muncul di sebelahnya. Dengan senyum ramah, laki-laki itu menyapa Samantha."Perlu bantuan? Saya bisa membantu Anda mengambil barang yang sulit dijangkau."Samantha terkejut sejenak, namun senyum lelaki tersebut mampu meredakan ketegangannya."Oh, terima kasih banyak! Saya sebenarnya kesulitan mengambil beberapa barang di rak yang tinggi."Tanpa ragu, lelaki tersebut dengan sigap membantu Samantha mengambil barang-barang yang sulit dijangkaunya. Mereka bekerja sama, dan Samantha merasa bersyukur atas pertolongan yang diberikan."Saya benar-benar berterima kasih, Anda sungguh membantu," ucap Samantha dengan tulus."Tidak masalah, saya senang bisa membantu. Nama saya Ryan, si