Ceklek.
"Sam... Samantha," seru Ivander dengan nada panik, mencoba menyembunyikan ketidakberesan dalam situasi ini."Nyonya, Samantha?!" Pekik Anna yang langsung turun dari tempat tidur dan melepas pelukannya.Pemandangan di hadapan Samantha membuat hatinya hancur."Samantha, kamu harus dengarkan penjelasanku. Ini bukan seperti yang kamu pikirkan," ucap Ivander dengan suara gemetar."Kenapa, Ivander?! Kenapa kamu melakukannya?!" desisnya dengan suara terputus-putus dan penuh penekanan emosi.Ivander merasa kesal dan malu karena dia tidak memiliki alasan yang memadai."Samantha, aku tidak tahu bagaimana ini terjadi. Aku merasa hampa dan kesepian ketika kamu pergi. Anna adalah satu-satunya yang selalu ada di sini untukku, dan...""Sudah cukup!" Samantha memotongnya, dengan tatapan yang penuh kemarahan."Tidak ada alasan yang bisa mewajarkan perbuatanmu, Ivander. Kamu menghancurkan segalanya!" Sambung Samantha menatap marah.Ketegangan terasa mengisi udara di rumah besar Ivander Abraham dan Samantha Inggrid. Ivander, yang tadinya seorang suami yang baik, setia dan penyayang. Kini telah terjebak dalam perselingkuhan dengan pelayannya sendiri, yang pada akhirnya sangat menyakiti hati Samantha istrinya."Saya minta maaf, Nyonya Samantha. Saya tidak ingin ini terjadi. Tapi saya sangat mencintai Tuan Ivander," Anna mencoba berbicara dan membela diri dalam ketakutan.Samantha menoleh ke arah Anna dengan pandangan penuh amarah, kemudian beralih kembali pada Ivander. Anna bukan hanya sebagai seorang pelayan, dia adalah orang yang telah Samantha percaya selama bertahun-tahun."Aku tidak menyangka, aku pikir kau begitu setia akan cinta kita, Ivander! Nyatanya aku salah! Kau sama saja seperti laki-laki brengsek di luar sana!" Samantha begitu marah seraya menatap tajam pada Ivander."Samantha ... Kau harus sadari, semua ini terjadi juga karena ulahmu," kilahnya tidak terima jika dia disalahkan."Ulahku, katamu?! Benar-benar tidak punya hati! Apapun alasannya, selingkuh itu tetap salah, dan sangat tidak dibenarkan!" sergah Samanta dengan penuh emosi.Kemudian dirinya beralih menatap tajam pada Anna Magenta."Dan kamu! Dasar perempuan murahan! Kau jual harga dirimu, demi suami orang! Perempuan kampung yang tidak tau diri! Kau seharusnya sadar, bahwa kau hanya seorang pelayan yang kami sewa dari yayasan!!!" hardik Samantha meluapkan semua emosinya dengan berteriak kencang.Anna Magenta hanya bisa terdiam sambil menangis dan tertunduk."Jangan kau tunjukkan air mata buaya itu, Anna. Bukankah kau senang karena telah berhasil mendapatkan hati Tuanmu sendiri?! Hati suamiku!!!" tunjuk Samantha pada kening Anna, dengan penuh emosi."Tidak, Nyonya. Aku tidak pernah berniat untuk merebut hatinya, semua itu terjadi begitu saja," jelas Anna mencoba meyakinkan Samantha dengan kebohongan."Terjadi begitu saja, katamu? Hahaha ... Celotehan bodoh apa yang telah kau ucapkan padaku, Anna?" Ujarnya dengan menekan kalimatnya begitu tajam.Ivander berjalan mencoba menenangkan Samantha. Samantha menepis kasar lengan Ivander."Kau sudah puas, Anna?" Tanya Samantha dengan menatap tajam pada Anna.PPPLLAAKKK!Ivander kaget melihatnya."Seribu kali tamparan saja, tidak cukup untuk menyembuhkan lukaku, Anna. Bisa-bisanya orang polos sepertimu, berhasil menjadi dalang penghancur dalam rumah tangga orang lain!" hardik Samantha dengan mantap.Anna terkejut dan meringis dengan tamparan tersebut."Nyonya Samantha, aku... aku bisa menjelaskan hal yang lainnya ..."Samantha dengan amarah mendalam, menatapnya begitu tajam."Tidak ada penjelasan yang bisa membenarkan ini, Anna! Kau tahu betapa aku begitu mempercayaimu dan kau malah berani melangkah ke ranjang suamiku!""Nyonya Samantha, aku sangat menyesal. Aku tidak bermaksud untuk..." ucap Anna yang berusaha meminta maaf."Kau tidak bermaksud? Kau telah merusak segalanya, Anna. Kau telah merusak pernikahan kami, dan kamu telah merusak kepercayaanku padamu!" Samantha memotong ucapan Anna dengan geram.Anna kembali menangis."Nyonya Samantha, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Aku sangat menyesalinya."Samantha baru saja pulang dari perjalanannya yang berbulan-bulan, merindukan Ivander. Meskipun Ivander seringkali emosional dan memarahinya dalam perdebatan tentang perusahaannya yang bangkrut, Samantha merasa bersalah karena meninggalkannya. Namun, ketika pulang, ia merasa ada kejanggalan karena Ivander tak kunjung menjemputnya ke kampung.PLLAKK!Dengan tanpa ampun, Samantha kembali menampar Anna."Inilah untuk pengkhianatanmu, Anna! Ini adalah balasan untuk segala kepercayaan yang telah kau khianati. Meskipun tidak ada apa-apanya dari semua rasa sakit hati ini!" Samantha berbicara tanpa ampun."Samantha, tolong jangan salahkan Anna. Dia hanya seorang pelayan yang menjalankan tugasnya dengan baik," sergah Ivander dengan berdiri di hadapan Samantha, lalu melindungi Anna."Pelayan apa maksudmu, Ivander?! Pelayan sebagai, pemuas birahi simpananmu?! Iya?!!" Pekik Samantha yang kembali emosi dan bahkan melotot.Anna semakin menangis mendengarnya, sementara Ivander tidak bisa berbuat apapun."Kau seharusnya sadar, Ivander. Perbuatan kalian berdua itu keji dan menjijikan, aku yakin hubungan kalian berdua itu sudah sangat kotor, lebih dari apapun!""Samantha, tolong berhenti. Kau baru saja tiba, istirahat sejenak," perintah Ivander dengan nada rendah.PPLLLAKKK!Samantha menampar Ivander."Tindakanmu hanya mengungkap betapa rendahnya diri kamu, laki-laki yang mengkhianati dan merendahkan diri sendiri. Kau tidak lebih berharga dari sekumpulan sampah, Ivander!"Ivander merasa tersisih oleh Samantha, yang selalu berseberangan dengannya. Ia merindukan kebutuhan emosional dan fisik yang tidak terpenuhi dalam pernikahan mereka, serta ketidakberuntungan mereka yang belum memiliki anak. Dalam keputusasaannya, Ivander mendapatkan kenyamanan dari Anna, pelayannya, yang memberikan perhatian dan keintiman yang begitu lama ia rindukan.Anna kemudian berlari ke dalam kamarnya dan duduk di pinggir tempat tidur, air mata mengalir di pipinya, dan hatinya penuh dengan rasa penyesalan."Kenapa aku melakukan ini? Nyonya Samantha adalah perempuan yang baik dan berjasa pada hidupku. Dia telah memberiku begitu banyak, termasuk pekerjaan ini dan kesempatan yang kubutuhkan," gumamnya seorang diri.Dia mengenang momen-momen saat Samantha mendukungnya, memberikan nasihat bijak, dan berperilaku seperti saudara. Air mata Anna semakin deras."Ivander adalah suaminya. Aku tahu dia merasa tersakiti, tapi aku tidak bisa bohongi diriku sendiri, aku mencintai suaminya," imbuhnya dengan semua rasa penyesalan yang mendalam.Bbrruukk! Bbrruuukkk!"Kau penghianat, Anna!" hardik Samantha penuh emosi.Terdengar dari arah luar pintu kamar Anna. Anna terkejut mendengarnya dan berdiri mematung menatap pintu. Sementara di luar terdengar Ivander yang berusaha menenangkan Samantha."Samantha, aku paham betapa sakitnya perasaanmu sekarang, dan aku menyesal. Tapi mendobrak pintu kamar Anna bukan solusi. Mari kita bicarakan dengan tenang," rayu Ivander dengan lembut dan penuh penyesalan."Ivander, aku tidak bisa bicara dengan tenang saat ini. Aku merasa begitu tersakiti dan marah. Anna harus tau betapa sakitnya aku! Dan kamu, tolong jangan halangi aku!" Bentak Samantha mendorong Ivander dan Ivander hanya terdorong sedikit."Kita harus mencari jalan keluar bersama, Samantha. Aku tidak ingin kita semakin terluka. Tolong, berikan aku kesempatan untuk menjelaskan dan memperbaiki kesalahan ini.""Ivander, aku tak bisa percaya bahwa kamu masih mencoba membela Anna setelah semua yang terjadi!" Samantha berucap dengan amarah yang meluap."Samantha, aku tidak mencoba membela Anna, tapi kita perlu memahami sisi cerita semua orang," ujar Ivander mencoba menjelaskan."Sisi cerita? Apakah kamu lupa bahwa Anna adalah oknum utama yang merusak pernikahan kita?""Tidak sayang, tentu tidak. Tapi kita harus berbicara dengan lebih bijak.""Bijak? Ivander, kamu tidak bisa menghindari kenyataan bahwa kamu telah mengecewakanku, dan ini semua salahmu! Kalian sama-sama penghianat!"Ivander dengan sekuat tenaga menarik Samantha yang terus berontak dan mengamuk, bahkan tak jarang Ivander mendapatkan cakaran dari Samantha. Ivander menggendong Samantha dan segera membawanya ke dalam kamar utama.Namun, lagi-lagi Samantha kembali marah."Aku tidak bisa tidur di sini lagi, Ivander. Kamar ini penuh dengan kenangan perselingkuhanmu dengan Anna!" Samantha yang kembali marah dan putus asa."Samantha, aku minta maaf. Kami bisa membersihkan dan mengubahnya jika itu yang kamu inginkan.""Itu tidak akan menghapus kenangan, Ivander. Aku akan tidur di kamar tamu malam ini. Kamar ini terasa jadi menjijikkan dan aromanya penuh bau badan perempuan kampungan itu!"Ivander menghela nafas penuh kesabaran. Samantha semakin kesal pada Ivander."Kenapa, kau tidak terima? Simpananmu ku hina?!""Samantha ..."Ivander menghela nafas."Samantha, tolonglah. Kita bisa memulihkan hubungan kita, tapi aku perlu tahu bahwa kamu masih mencintaiku," dengan nada penuh penyesalan."Ivander, aku bilang, aku tidak bisa tidur di kamar kotor ini! Aku teringat dengan apa yang aku saksikan tadi! Jangan paksa aku!" Teriak Samantha engan wajah penuh ketidaksenangan dan jijik."Samantha, itu adalah kesalahan besar. Aku menyesal dan aku minta maaf.""Aku melihatmu bersama Anna, Ivander. Aku merasa jijik dan terluka. Aku tidak tahu bagaimana bisa tidur di kamar itu lagi! Aku mual, terlebih melihat wajahmu dan Anna saat ini!"Ivander merasa putus asa karena situasinya. Dia berusaha menjelaskan bahwa itu adalah kesalahan besar, tetapi Samantha masih merasa terluka dan jijik."Aku tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi. Aku mencintaimu, Samantha, lebih dari apapun.""Sebodoh itu, sampai aku bisa kembali percaya dengan ucapan busukmu? Setelah baru saja aku menemukan kalian bercumbu mesra?!! Aku memang mencintaimu, Ivander, tapi ini akan memerlukan waktu untuk memperbaiki kerusakan ini."Ceklek.Braakkk!!!Samantha membanting pintu dengan kasar. Ivander kembali mengejarnya."Samantha, tolong, jangan pergi ke kamar tamu. Kita bisa mengatasi ini bersama. Kau harus tahu, betapa aku merindukanmu," ujar Ivander dengan cemas bahkan mencoba merayu istrinya tersebut."Jika kau memang merindukanku, kenapa kau tidak menjemputku sama sekali, Ivander? Ini terlalu sulit untukku. Aku tidak bisa tidur di sana, setidaknya untuk saat ini!" Tegas Samantha."Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar, tapi aku ingin memperbaikinya. Aku tidak ingin tidur terpisah darimu.""Aku masih merasa terluka dan jijik, Ivander! Aku butuh waktu.""Sayang, tolong dengarkan aku, aku tidak akan mengulangi kesalahan itu. Kita bisa memulihkan hubungan kita.""Aku tidak mau! Terlebih mempercayai ucapanmu secepat ini. Ivander, untuk saat ini aku hanya butuh waktu untuk memproses semuanya. Berikan aku waktu untuk menenangkan diri.""Aku mencintaimu, Samantha."Samantha menghela nafas sedih."Jika kau memang benar mencintaiku, kau tidak akan pernah mengkhianatiku dengan alasan apapun, Ivander," balas Samantha dengan suara bergetar menahan sedihnya."Samantha...""Aku masih tidak menyangka, kau bisa tega berbuat sebegitu hinanya padaku. Kau... Lebih jahat dari sesosok iblis, Ivander," air mata Samantha mulai kembali menetes dengan rentetan lukanya.Ivander merasa sedih dan bingung, tetapi dia menyadari bahwa Samantha memerlukan waktu dan ruang untuk menyembuhkan lukanya. Dia mencoba untuk mengerti perasaan istrinya sambil berharap bahwa mereka dapat memperbaiki hubungan mereka di masa depan.Keheningan rumah besar Ivander Abraham seolah membelenggu suasana hati yang gelisah. Konflik mulai merajalela sejak Samantha menemukan Ivander dan Anna yang berselingkuh.Ivander duduk di ruang tengah rumahnya yang terasa begitu hampa. Dia merasa ragu dan takut akan reaksi Samantha, saat dia harus mengatakan perihal tentang hal yang lainnya.Sejauh ini, Ivander telah mencoba menghindari topik ini dengan segala cara, tetapi dia tahu bahwa dia tidak bisa lagi menghindar. Karena Samantha memang harus tau, Ivander terlihat menghampiri kamar tamu yang kini Samantha tempati.Tok,tok,tok."Samantha, biarkan aku bicara. Aku akan menjelaskan hal yang lainnya Samantha, ku mohon kau jangan terus mengurung diri seperti ini. Ayolah keluar, aku ingin jelaskan semua yang telah terjadi saat kau tidak ada di sini, Samantha... tolong buka pintunya," pinta Ivander dengan hati yang khawatir."Kamu mau menjelaskan apa lagi? Tak cukupkah, kau telah membuatku kecewa dan sakit hati? Kau mau membunuhku secara
Samantha telah mencoba segala cara untuk memisahkan Ivander dan Anna, namun Ivander tetap kukuh dalam keputusannya untuk tidak menceraikan Anna. Ivander sangat menyayangi Anna dan mulai merasa bosan dengan Samantha bahkan teringat akan semua kekurangan Samantha sebelumnya.Konflik dalam rumah tangga mereka semakin meluas dan berlarut-larut. Samantha tidak akan menyerah begitu saja, dan dia memutuskan untuk mengibarkan bendera perang pada Anna."Samantha, aku mengerti bahwa ini adalah situasi yang sulit, tapi aku tidak bisa menceraikan Anna," kata Ivander dengan suara lemah, mencoba menjelaskan padanya.Samantha merasa sangat frustrasi."Tidak bisakah kamu mengerti betapa sulitnya bagiku, Ivander? Aku mencintaimu, dan melihatmu bersama Anna setiap hari adalah penyiksaan!"Ivander mencoba meraih tangannya, tetapi Samantha menariknya kembali."Aku meminta keadilan, Ivander. Anna adalah pelayan. Dia tidak pantas menjadi istrimu dan aku tidak sudi memiliki madu!"Samantha merasa bahwa dia
Samantha, yang telah lama merasa diperlakukan tidak adil oleh Ivander, memendam dendam yang semakin dalam. Kesempatan untuk melampiaskan rasa frustasinya datang ketika dia memutuskan untuk berbuat kasar pada Anna, mencoba untuk menunjukkan kepada Ivander betapa dia merasa terpinggirkan.Samantha merasa bahwa Ivander selalu lebih memihak Anna daripada dirinya. Perasaan ketidakadilan ini membuatnya semakin frustasi dan marah.Sebagai bentuk balas dendam, Samantha dengan kasar mendorong Anna, berusaha untuk menunjukkan kepadanya bahwa dia tidak akan tinggal diam di bawah perlakuan Ivander.Bbrruukk!"Kau benar-benar sangat berani, Anna. Kurang ajar pada majikanmu sendiri!" Samantha melontarkan dengan emosi.Anna bangkit berdiri."Majikanku adalah Tuan Ivander, karena dia yang telah menggajiku selama ini. Dan kau harus sadar, bahwa posisi kita sekarang sama, aku dan kamu sama-sama istri, Tuan Ivander!" papar Anna membela diri.Pllakk!Tamparan kembali mendarat pada pipi Anna."Kau hanya i
Anna yang manja pada Ivander semakin membuat Samantha merasa cemburu dan iri hati. Namun, Samantha tahu bahwa dia tidak bisa berbuat apa pun untuk mengubah situasi ini.Perasaan cemburu yang terus tumbuh membuat Samantha semakin tertekan. Anna tersenyum manis dalam pangkuan Ivander di kursi makan."Ivander, bisakah kamu melakukan sesuatu untukku?""Tentu sayang, apa yang bisa aku lakukan untukmu?" ucap Ivander dengan lembut."Aku ingin sekali perutku dielus. Rasanya begitu nyaman," dengan lembut Anna memegang perutnya. Ivander tersenyum hangat, sementara Anna diam-diam melirik sekilas pada Samantha. Anna sengaja mempertontonkan kemesraannya pada Samantha."Tentu saja, sayang," Ivander terlihat mulai mengelus perut Anna dengan lembut."Bagaimana perasaanmu sekarang?" Tanya Ivander."Ah, itu sangat menyenangkan. Terima kasih, Papah Ivander," Anna tersenyum lebih lebar dan sengaja mengencangkan kalimatnya."Cup... " Ivander mengecup pipi Anna.Samantha terus mengelap piring."Kamu dan b
Tok, tok, tok!Ceklek.Kakeknya Samantha, membuka pintu dengan wajah heran, dan saat ia melihat Anna bersama Ivander, keraguan mulai muncul dalam benaknya. Mereka segera berkumpul di ruang tamu."Ivander, apa yang terjadi? Dan siapa wanita ini?" Tanya kakeknya dengan tidak sabar dan merasa curiga."Kakek, Nenek, kami memiliki berita yang sulit untuk disampaikan. Ini adalah Anna, istri saya juga," ungkap Ivander dengan hati-hati."Istrimu? Maksudmu, apa Ivander?" Tanya Nenek Samantha tidak mengerti.Anna merasa canggung, tetapi mencoba menjelaskan."Saya tahu kami belum berkenalan dengan baik, tapi kami berdua merasa ini adalah situasi yang mendesak dan kami butuh dukungan keluarga. Ini berkaitan dengan Samantha, cucu Anda," jelas Anna dengan berusaha rileks."Samantha? Apa yang terjadi dengan cucu kami? Katakan padaku, Ivander!" Desak Kakek Samantha dengan raut wajah khawatir."Sam... Samantha menghilan
"Terima kasih telah membawaku pulang, Ivander. Aku sangat lemah setelah beberapa hari di rumah sakit," ucap Anna dengan suara lembut."Tidak perlu berterima kasih, Anna. Ini hal yang wajar untuk dilakukan," balas Ivander yang sibuk memandang jalan saat mengemudi."Sayang, aku tahu ini adalah situasi yang sulit. Aku juga tahu kamu ragu untuk membicarakan perlakuan mereka terhadapku.""Anna, saat ini aku hanya ingin kita bisa pulang dan menjalani hidup kita tanpa harus membahas hal itu lagi.""Sayangku Ivander, kamu tahu bahwa keadilan harus diutamakan. Tidak hanya untukku, tapi juga untukmu."Ivander berusaha untuk tidak mendiskusikan hal tersebut."Anna, aku berpikir kita bisa bicarakan ini nanti, saat semuanya sudah lebih tenang.""Baiklah, Ivander. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak akan pernah melupakan apa yang telah mereka lakukan padaku. Aku berharap kita bisa menemukan cara untuk menyelesaikannya bersam
Ivander terlihat gelisah, berjalan bolak balik memegang teleponnya."Ah, aku harus menelepon orang tuanya Samantha. Aku perlu tahu keberadaan Samantha," ucapnya bermonolog sendiri dengan gelisah.Anna datang dan memandang heran."Ivander, kamu sedang apa?"Ivander menoleh dengan lumayan terkejut."Aku ingin menelepon kedua orang tua Samantha, Anna. Aku harus tahu keberadaan istriku.""Tapi, Ivander, kamu ingat kan, bagaimana reaksi keluarga Samantha, kemarin? Aku takut, jika kedua orang tua Samantha, akan mencemoohku lagi bahkan lebih dari itu, Ivander.""Aku tahu, Anna, tapi aku merasa perlu untuk mengetahui keberadaannya. Aku tidak bisa diam saja seperti ini, aku sangat khawatir dengan keberadaan istriku, dan aku sangat menyesal telah melakukan hal bodoh selama ini, Samantha benar-benar malang," cerocos Ivander dengan semburat penyesalan dan kerinduannya.Terus terang Anna merasa cemburu mendengarnya, seolah I
Kedua orang tua Ivander datang ke rumahnya dengan ekspresi yang penuh kemarahan dan kekecewaan yang sulit disembunyikan. Mereka telah mendengar kabar yang mengguncang keluarganya dari keluarga Samantha, dan itu mengubah segalanya.Mereka segera berbincang di ruang tamu dengan serius."Ivander, apa semua ini benar, tentang sesuatu yang kami dengar tentangmu? Bagaimana kamu bisa melakukan semua ini pada kami dan pada Samantha?!" Ucap Nyonya Gretha dengan sangat marah pada anaknya tersebut.Ayah Ivander, pun, tidak dapat menyembunyikan kemarahannya dan menatap tajam pada Ivander."Ivander! kamu telah membuat kami sangat malu. Apakah kamu benar-benar tidak tahu diri dan tidak tau diuntung?!" Sahut Tuan Emrick dengan murka.Ivander jelas tersentak dan bingung menghadapi kedua orang tuanya."Ayah, Ibu, aku bisa menjelaskan semuanya. Aku tidak bermaksud untuk...""Tidak ada yang bisa membenarkan tindakanmu ini. Kami telah membe
Samantha kembali dari petualangan di Finlandia, membawa kabar bahagia untuk keluarga besar bahwa setelah beberapa bulan di Lapland, ia kini mengandung. Berita tersebut disambut dengan suka cita dan rasa syukur oleh keluarga besar, mengukuhkan perasaan bahagia Ivander dan Samantha yang akhirnya meraih kebahagiaan menjadi orang tua.Kehamilan Samantha telah mencapai usia lima bulan, menandai perjalanan mereka menuju kehidupan keluarga yang penuh keceriaan dan harapan."Semuanya, ada sesuatu yang ingin kami bagikan. Aku sangat bersyukur karena pada akhirnya, Tuhan telah mempercayakan seorang janin yang tengah hidup dalam rahimku," ungkap Samantha dengan sangat bahagia.Keluarga besar dari kedua belah pihak bersorak dan bahagia."Akhirnya, terima kasih, Tuhan. Selamat, Ivander dan Samantha!" Ucap Neneknya Samantha dengan penuh haru."Kami benar-benar sangat bersyukur atas berkah ini," ucap Ivander tersenyum bahagia, seraya mengelus perut Samantha yang sudah buncit."Kami tidak sabar menan
Dengan hati yang galau, Kevin melangkah mendekati Rose di bawah sinar senja, di tengah suasana hening kolam renang. Kehilangan komunikasi selama ini membuatnya ragu bagaimana menyapa, namun didorong oleh desiran untuk memulihkan kehangatan yang terputus. Orang tua Rose menyambutnya dengan senyuman, memberikan izin untuk memperbaiki keputusan itu."Rose... " Panggil Kevin dengan lembut.Rose menoleh dan wajahnya mendadak murung ketika mendapati Kevin."Rose, tolong beri aku kesempatan. Aku minta maaf Rose, aku merindukan kamu. Tolong jangan jauhi aku dan jangan terus bersikap dingin seperti ini," oceh Kevin panjang lebar tanpa jeda agar bisa segera memberikan penjelasan."Bukankah, sudah pernah ku bilang, bahwa jangan pernah hubungi aku lagi. Dan jangan pernah temui aku lagi," balas Rose seraya bangkit berdiri."Rose, ku mohon, tolonglah. Aku benar-benar merasa sangat kehilangan dirimu, aku menyesal Rose.""Aku tidak akan pernah percaya lagi atas semua ucapan yang keluar dari mulutmu!"
Malvin dan Ling-Ling dengan cepat mendekati Leona dan Kevin begitu mereka sampai di pintu kelas."Maaf ya, Leona, Kevin. Kami tahu kami salah kemarin," ucap Malvin sambil tersenyum penuh penyesalan."Kami ingin memulai ulang hubungan kita semua, aku juga turut meminta maaf," Ling-Ling menambahkan, meskipun dalam hati sangat muak.Mereka harus bisa memainkan peran yang sudah diatur."Apa yang membuat kalian berubah pikiran?" Leona memandang mereka dengan rasa heran."Dan kenapa tiba-tiba kalian baik pada kami?" Kevin menyela."Kami menyadari, kita seharusnya tidak bersikap seperti itu. Kami ingin menjadi teman kalian lagi," Malvin menjelaskan, meskipun dalam hati malas."Kami merasa bersalah dan ingin memperbaiki semuanya," Ling-Ling menimpali."Aku senang akhirnya kalian berdua sadar. Aku maafkan kalian, tapi... aku juga ingin sekali berbaikan dengan Rose dan Debora," Leona tersenyum dan mengangguk. Kemudian merenung."Ya, kita harus memperbaiki semuanya bersama-sama," Kevin setuju.K
"Jadi, untuk apa kalian ke sini?" Tanya Samantha menatap secara bergantian pada para sosok remaja yang terduduk di hadapannya."Ehm, kami... Kami, mau.. " ucap Malvino dengan bingung dan terbata-bata.Ketakutan sebenarnya menyelimuti mereka, telapak tangan mereka mendadak terasa dingin karenanya."Mau apa?" Tanya Ivander dengan tajam dan dengan nada galak."Ayo, cepat katakan!" Ujar Ling-Ling berbisik dan mendesak Malvino."Kau saja!" Balas Malvino juga sama berbisik dan merasa terdesak."Kami bingung hendak menjelaskan bagaimana Nyonya Samantha, Tuan Ivander," ucap Debora segera."Ehm, kami... Kamu datang ke sini hendak berbicara sesuatu," sahut Rose dengan ragu.Ling-Ling segera menyenggol kaki Rose untuk segera mengatakannya, Rose malah kembali mendesak Malvino."Ayo, bicaralah. Waktuku tidak banyak," ucap Ivander mendesak bocah-bocah kecil di hadapannya."Mm, Tuan dan Nyonya. Kami hendak minta maaf," ujar Malvino tapi tidak sanggup berkata lebih lanjut."Minta maaf untuk apa?" Tan
Leona duduk di bangku taman, wajahnya dipenuhi raut kesedihan. Kevin, yang selalu setia berada di sisinya, mencoba menghiburnya."Leona, aku tahu semua orang menjauh, tapi aku di sini untukmu," ucap Kevin terduduk di sebelahnya sambil menatap Leona dari samping."Terima kasih, Kevin. Kau selalu ada untukku," balas Leona menoleh pada Kevin dan berusaha tersenyum.Suasana taman sangat sepi dan keadaan seolah kelabu menyelimuti hati Leona."Kevin, apakah benar yang mereka semua katakan padaku? Apakah aku benar-benar seegois itu? Bukankah hal yang wajar, jika aku sebagai seorang sahabat meminta bantuan kalian?" Ucap Leona membela dirinya secara halus."Aku paham, dan aku tidak masalah soal semua itu. Hanya saja, tidak juga berlebihan Leona," jawab Kevin mengangguk, kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan rasa tidak enak."Berarti aku salah?""Oh, tidak juga, hehe.""Kevin, kenapa Rose, orang yang paling aku percayai selama ini, tega berbuat seperti itu padaku?" Ucap Leona mer
"Dona! Kamu tidak bisa pergi begitu saja! Dona!" Teriak Baba Hong mengejar Dona ke gerbang pintu.Dona terus saja berlari sampai berhasil keluar rumah tersebut, dengan beberapa pelayan dan penjaga heran menatap keduanya. Baba Hong berhasil meraih Dona, dan memeluknya dari belakang."Lepaskan! Aku tidak akan menuntut apapun dirimu! Lepaskan aku!" Pekik Dona seraya berusaha melepaskan diri."Tidak! Jangan pergi, kau akan tetap menjadi istriku, Dona.""Buat apa? Kau sudah ada Livia. Aku cukup sadar diri, kau akan menua bersama Livia.""Aku tahu, Livia hanya mengincar uangku saja. Aku hanya ingin membeli harga dirinya, aku tidak benar-benar mencintainya."Dona berhasil melepaskan pelukannya dari Baba Hong.Plak!Dona menampar Baba Hong dengan sangat kencang, Baba Hong kemudian merasakan pipinya sangat perih dan memerah. Meskipun sudah tua, wajahnya masih terlihat tua dan segar. Sedangkan, Dona sebenarnya cantik. Namun, dia sadar bahwa hati Baba Hong selama ini bukan untuknya. Baba Hong ti
Leona berjalan dengan percaya diri menuju rumah Baba Hong, menyadari ketertarikan yang dimiliki pengusaha tua tersebut pada kakaknya, Livia. Baba Hong sangat tergila-gila dengan kecantikan yang dimiliki oleh Livia Kakaknya sejak muncul di sebuha majalah.Leona melangkah dengan anggun menuju pintu masuk yang megah. Pintu terbuka luas, mengungkapkan kemegahan rumah Baba Hong. Segera, sekelompok pelayan berdiri dengan sikap hormat."Selamat datang, Nyonya Leona," sapa kepala pelayan dengan ramah."Terima kasih. Saya harap tidak merepotkan. Saya ingin bertemu dengan Baba Hong," jawab Leona sambil tersenyum."Tentu saja, Nyonya. Ikuti saya," kata kepala pelayan sambil memimpin Leona melewati lorong-lorong yang dihiasi dengan lukisan dan hiasan seni yang mahal.Sesampainya di ruang tamu utama, Baba Hong sudah menunggu dengan senyuman hangat."Leona, selamat datang di rumahku yang sederhana ini," kata Baba Hong sambil memberikan salam."Salam, Baba Hong. Terima kasih atas sambutanmu, rumah i
Ivander duduk di samping Samantha di ruang tamu mereka yang nyaman, kegembiraan terpancar dari suaranya."Samantha, Ayahmu memberikan tiket ke Finlandia untuk berbulan madu kita.""Tapi, tanpa tiket pun, kita bisa pergi sendiri, kan?" Samantha tertawa kecil menatap Ivander."Tentu saja. Tapi, apakah di sana kamu punya rumah?""Ayahku telah membelikan rumah di Lapland saat aku pergi dari sini."Ivander mengangguk paham."Kalau bosan dengan suasana di rumahmu, kita juga punya tiket hotel dari Tuan Jackson.""Bagus, Ivander. Aku ingin merasakan suasana baru. Setelah itu, kita pulang ke rumah di Lapland.""Tuan Jackson sangat berharap kita segera memiliki buah hati di rahimmu, sayang. Kita harus berhasil sebelum kembali ke Indonesia," ujar Ivander seraya merapihkan rambut Samantha ke telinganya."Aku akan berusaha semaksimal mungkin. Kapan kita bisa berangkat?" Tanya Samantha."Aku akan kembali bekerja setelah luka kamu sembuh, satu mingguan, dan kemudian kita bebas pergi ke mana saja.""
Samantha melangkah pelan di antara lorong-lorong toko yang penuh dengan berbagai kebutuhan rumah tangga. Troli besarnya ditarik dengan cermat, sementara matanya sibuk memilah produk-produk yang akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Saat itulah, tiba-tiba saja, seorang laki-laki asing dengan langkah ringan muncul di sebelahnya. Dengan senyum ramah, laki-laki itu menyapa Samantha."Perlu bantuan? Saya bisa membantu Anda mengambil barang yang sulit dijangkau."Samantha terkejut sejenak, namun senyum lelaki tersebut mampu meredakan ketegangannya."Oh, terima kasih banyak! Saya sebenarnya kesulitan mengambil beberapa barang di rak yang tinggi."Tanpa ragu, lelaki tersebut dengan sigap membantu Samantha mengambil barang-barang yang sulit dijangkaunya. Mereka bekerja sama, dan Samantha merasa bersyukur atas pertolongan yang diberikan."Saya benar-benar berterima kasih, Anda sungguh membantu," ucap Samantha dengan tulus."Tidak masalah, saya senang bisa membantu. Nama saya Ryan, si