Home / Rumah Tangga / Pelakormu vs Aku / Bab 6: Malam yang Menyesatkan

Share

Bab 6: Malam yang Menyesatkan

Author: Vivits
last update Last Updated: 2024-12-31 21:30:54

Dua bulan berlalu, dan hubungan antara Bastian dan Kadita semakin dekat. Apa yang awalnya hanya sekadar obrolan ringan di mobil kini berubah menjadi percakapan mendalam tentang mimpi, ambisi, dan kehidupan pribadi mereka. Kadita, seorang janda muda yang mandiri dan percaya diri, merasa bahwa ia dan Bastian adalah pasangan yang sempurna.

Bastian, di sisi lain, semakin terperangkap dalam pesona Kadita. Kehadirannya memberi warna baru di tengah tekanan pekerjaan dan konflik rumah tangga. Kartini, dengan segala kecemasannya, mulai merasakan ada yang salah, tapi ia belum memiliki bukti kuat.

____

Malam Itu di Kantor

Selesai rapat malam itu, Kadita menghampiri Bastian yang sedang membereskan berkas-berkasnya. Senyumnya manis, tapi ada sesuatu di balik tatapan matanya yang mengundang.

"Pak Bastian, malam ini pulang sama saya lagi, ya?" ujar Kadita, santai tapi penuh maksud.

Bastian menatapnya sejenak, ragu. "Ah, enggak usah repot, Kadita. Saya bisa pulang sendiri kok."

Kadita tersenyum, menggeleng pelan. "Enggak repot, Pak. Lagian, saya mau mampir dulu ke rumah sebentar. Bapak bisa ikut, sekalian ngobrol santai. Saya punya kopi yang enak di rumah, lho."

Bastian tertawa kecil. "Kopi di rumah saya juga enak."

"Ya, tapi kopi saya lebih spesial," balas Kadita, menatapnya dengan mata yang berbinar. "Anggap aja bonus setelah kerja keras hari ini."

Setelah sedikit ragu, Bastian akhirnya mengangguk. "Oke, tapi sebentar saja, ya. Enggak lama-lama."

Kadita mengangguk, senyumnya semakin lebar. "Sip. Sebentar kok, Pak."

____

Di Rumah Kadita

Rumah Kadita kecil tapi tertata rapi. Aroma lilin beraroma vanila memenuhi ruangan, memberikan suasana yang hangat dan nyaman. Kadita meletakkan tasnya di sofa, lalu mempersilakan Bastian duduk.

"Pak, tunggu sebentar, ya. Saya buatkan kopi dulu," katanya sambil berjalan ke dapur.

Bastian mengangguk, mencoba merasa nyaman di tempat yang asing ini. Ia memandang sekeliling, memperhatikan bagaimana rumah Kadita mencerminkan kepribadiannya yang tertata dan modern.

Tak lama kemudian, Kadita kembali membawa dua cangkir kopi. Ia duduk di sofa, hanya beberapa inci dari Bastian.

"Silakan, Pak. Cobain kopi racikan saya," katanya sambil menyerahkan cangkir.

Bastian mencicipi kopi itu. "Hmm, enak. Kamu memang hebat, Kadita. Segalanya serba sempurna."

Kadita tersenyum lembut. "Ah, enggak juga, Pak. Saya cuma tahu apa yang saya mau, dan berusaha keras untuk mendapatkannya."

Mereka berbincang tentang pekerjaan, impian, dan sedikit bercanda. Tapi di tengah-tengah percakapan, Kadita mulai membuka topik yang lebih pribadi.

"Pak, boleh saya tanya sesuatu?" ujar Kadita, nadanya sedikit ragu.

"Tentu. Apa?" jawab Bastian, matanya menatap lurus ke arahnya.

Kadita memainkan rambutnya, tampak malu-malu tapi terkesan menggoda. "Kenapa sih, Bapak masih bertahan di rumah dengan kondisi yang... ya, seperti itu? Maksud saya, Bapak kan orang hebat, pantas mendapatkan yang lebih baik."

Bastian terdiam sejenak. Ia tahu ke mana arah pembicaraan ini, tapi ia tidak ingin terbawa. "Kadita, setiap rumah tangga punya masalahnya sendiri. Saya dan Kartini... ya, kami sedang mencoba mencari jalan tengah."

Kadita mendekat sedikit, tatapannya intens. "Tapi, Pak, terkadang kita harus berpikir, apa kita sudah memberikan yang terbaik untuk diri kita sendiri? Kalau kita terus bertahan di tempat yang salah, itu sama saja menyiksa diri."

Bastian mencoba menahan diri, tapi ada sesuatu dalam cara Kadita berbicara yang membuat hatinya goyah. "Kadita, saya tahu kamu peduli. Tapi ini bukan hal yang mudah untuk saya."

Kadita tersenyum tipis, lalu meletakkan tangannya di atas tangan Bastian. "Bapak orang yang luar biasa. Saya yakin, dengan orang yang tepat di sisi Bapak, hidup Bapak akan jauh lebih bahagia."

Bastian menatap tangan Kadita yang kini menggenggam tangannya. Ia tahu ini salah, tapi hatinya berperang dengan logika.

"Kadita..." suaranya bergetar, mencoba menghentikan langkah ini.

Namun, Kadita lebih berani. Ia mendekat, hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. "Pak Bastian, saya tidak akan memaksa. Tapi saya di sini, dan saya selalu ada untuk Bapak."

Kata-kata itu, ditambah dengan tatapan dan senyuman Kadita, membuat Bastian akhirnya kehilangan kendali. Ia mendekat, dan tanpa sadar jarak di antara mereka menghilang.

Malam itu, batasan yang seharusnya ada hancur. Kadita berhasil mencuri perhatian Bastian sepenuhnya.

Related chapters

  • Pelakormu vs Aku   Bab 7: Malam yang Panjang

    Malam sudah merangkak ke pukul 1 dini hari, dan Kartini masih duduk di ruang tamu. Pandangannya kosong menatap ke arah pintu. Jam dinding terus berdetak, seakan mengejek kekhawatirannya yang semakin menjadi-jadi.Bastian belum pulang, dan ini bukan kebiasaannya. Biasanya, meskipun lembur, suaminya akan tiba di rumah paling lambat pukul 10 malam."Mas, di mana kamu?" gumam Kartini pelan sambil meremas ujung pakaiannya. Ia mencoba menelepon, tapi panggilannya selalu berakhir di nada tunggu tanpa jawaban.Langkah kaki terdengar dari arah kamar. Ibu Sulastri muncul dengan kain batik yang disampirkan di bahunya. Ia menguap kecil, tapi wajahnya langsung mengerut ketika melihat Kartini masih duduk sendirian."Kartini, ngapain kamu duduk di sini? Sudah tengah malam," tanyanya, suaranya datar tapi penuh rasa ingin tahu.Kartini menoleh, mencoba tersenyum kecil untuk menyembunyikan kegelisahannya. "Saya lagi nunggu Mas Bastian, Bu. Dia belum p

    Last Updated : 2024-12-31
  • Pelakormu vs Aku   Bab 8: Pagi yang Menyayat

    -Pagi harinya, di rumahSuara mesin mobil terdengar dari luar, menghentikan langkah Kartini yang tengah mondar-mandir di ruang tamu. Dengan langkah tergesa, ia keluar rumah dan berdiri di depan pintu. Matanya langsung tertuju pada mobil yang berhenti di depan pagar. Dari balik kaca, ia mengenali sosok suaminya yang turun dengan langkah santai, seolah-olah tidak ada apa-apa.Namun, sebelum Kartini bisa melangkah mendekat, mobil itu kembali melaju pergi. Ia hanya bisa melihat bagian belakang kendaraan yang menghilang di tikungan. Kartini mengepalkan tangan, dadanya bergemuruh.Bastian berjalan menuju pintu tanpa rasa bersalah, seolah-olah semuanya wajar. Tapi sebelum ia sempat masuk, Kartini sudah berdiri di hadapannya dengan mata yang memerah karena menahan marah."Mas, kamu baru pulang sekarang?" Kartini langsung menyerang tanpa basa-basi.Bastian mendesah pelan, berusaha tetap tenang. "Iya, Tin. Kerjaan semalam banyak banget. Aku harus l

    Last Updated : 2024-12-31
  • Pelakormu vs Aku   Bab 9: Bukti yang Mulai Terungkap

    Hari itu terasa lebih cerah dari biasanya, meskipun hati Kartini masih kelabu. Ia berusaha menjalani hari seperti biasa, mengurus rumah dan anak-anak sambil menahan rasa cemas yang terus menggerogoti. Pagi itu, Dita, menantu pertama yang merupakan dokter spesialis, datang ke rumah membawa beberapa oleh-oleh. Kartini menyambutnya dengan senyum ramah, berusaha menutupi kegundahannya. "Dita, wah, kok tumben ke sini pagi-pagi?" sapa Kartini sambil membantu Dita meletakkan barang bawaannya di meja. Dita tersenyum, memperbaiki letak tas di bahunya. "Iya, Mbak. Aku habis ngantor, ada waktu kosong, jadi sekalian mampir ke sini." Tidak lama kemudian, Ibu Sulastri keluar dari kamar. Wajahnya langsung cerah melihat Dita. "Wah, menantu kesayangan Ibu datang! Apa kabar, Nak?" tanyanya sambil memeluk Dita dengan hangat. "Kabar baik, Bu. Ini aku bawain oleh-oleh kecil, tadi sempat beli di jalan," jawab Dita sambi

    Last Updated : 2025-01-01
  • Pelakormu vs Aku   Bab 10: Kebenaran yang Terungkap

    Malam itu, suasana di ruang makan terasa sunyi. Kartini duduk di meja, menunggu suaminya pulang dari kerja. Ketika suara motor berhenti di depan rumah, Kartini menarik napas dalam, mempersiapkan dirinya untuk berbicara dengan hati-hati. Bastian masuk ke rumah dengan wajah lelah. “Makan malamnya udah siap?” tanyanya datar tanpa melihat ke arah Kartini. Kartini tersenyum kecil, meskipun hatinya berat. “Sudah, Mas. Aku juga ada yang mau dibicarakan. Boleh kita ngobrol sebentar?” Bastian duduk dengan malas di kursi. “Apa lagi sekarang? Aku capek. Kalau mau ngomong, cepetan.” Kartini menahan napas, berusaha menjaga suaranya tetap lembut. “Mas, aku cuma mau tanya... kemarin malam itu lembur di hotel, ya?” Mata Bastian langsung menajam. “Ya, jelas di hotel. Kenapa tanya kayak gitu?” Kartini menatapnya dengan lembut namun penuh ketegasan. “Aku cuma mau memastikan, soalnya... semalam ada yang bilang kalau Mas dilihat di Restaurant The Santo bersama seorang wanita.” Wajah Bastia

    Last Updated : 2025-01-03
  • Pelakormu vs Aku   Bab 11: Teman Seperjuangan

    Kartini duduk di ruang tamu dengan wajah yang masih basah oleh air mata. Ia mencoba menenangkan dirinya, tetapi hatinya terus bergemuruh memikirkan perubahan sikap Bastian dan semua kebohongan yang mulai terbongkar. Ibu Sulastri yang kebetulan lewat memperhatikan keadaan menantunya yang tampak murung. Ibu Sulastri menghentikan langkahnya dan mendekati Kartini. “Kamu nangis, Kartini? Ada apa ini?” tanyanya dengan nada setengah ingin tahu, setengah bingung. Kartini buru-buru menghapus air matanya. “Enggak, Bu. Cuma kecapekan aja.” Namun, Ibu Sulastri tidak bodoh. Ia duduk di kursi di seberang Kartini, menatap tajam. “Jangan bohong sama saya. Kamu nangis pasti ada sebabnya. Jangan bilang kalau ini gara-gara Bastian.” Kartini mencoba tersenyum, tapi itu terlihat dipaksakan. “Enggak, Bu. Enggak ada apa-apa kok.” Ibu Sulastri mendesah, lalu bertanya dengan nada penasaran. “Kamu jangan ngelindur. Saya tan

    Last Updated : 2025-01-05
  • Pelakormu vs Aku   Bab 12: Kunjungan Norak yang Menghebohkan

    Pagi itu, Ibu Sulastri duduk di ruang tamu sambil memegangi ponselnya dengan wajah murung. Pikirannya tak lepas dari uang bulanan yang tiba-tiba berhenti diberikan oleh Bastian. Rasa kesalnya memuncak saat ia ingat pengakuan Kartini bahwa uang yang seharusnya untuk keluarga mungkin digunakan untuk selingkuhan. Tak tahan dengan kegelisahannya, Ibu Sulastri memutuskan menelepon menantunya, Dini. “Dini, kamu lagi sibuk?” tanya Ibu Sulastri begitu sambungan tersambung. Dini yang terdengar ceria di seberang menjawab, “Enggak, Bu. Ada apa? Tumben telepon pagi-pagi.” Ibu Sulastri mendengus. “Tumben apanya? Ibu ini lagi pusing, tahu! Si Bastian belakangan ini enggak pernah kasih uang ke Ibu lagi. Malah nyuruh minta sama Alex! Ini, kan, keterlaluan!” “Hah? Serius, Bu? Bastian? Kok bisa?” tanya Dini, terdengar terkejut. “Itu dia yang Ibu bingung. Katanya ada utang di kantin, tapi Ibu yakin ini

    Last Updated : 2025-01-09
  • Pelakormu vs Aku   Bab 13: Keributan Ibu Sulastri

    “KADITA! Jangan kabur, kamu!” teriak Ibu Sulastri dengan suara lantang saat melihat Kadita berjalan cepat meninggalkan lobi. Kadita langsung mempercepat langkahnya menuju lift, sementara staf hotel hanya bisa melongo melihat kejadian ini. Beberapa tamu yang sedang check-in bahkan berhenti untuk menonton. “Bu, tolong tenang. Ini area publik,” ujar supervisor dengan suara pelan, mencoba mencegah Ibu Sulastri melangkah lebih jauh. Tapi Ibu Sulastri menepis tangan supervisor. “Kamu jangan ikut campur! Ini urusan saya sama perempuan itu!” Seorang staf resepsionis berbisik kepada rekannya, “Buset, drama live, ya? Kayak sinetron.” Ibu Sulastri berlari kecil, tetapi sandal jepitnya tersangkut karpet. “Aduh! Sandal saya!” teriaknya sambil membetulkan sandal, membuat beberapa tamu menahan tawa. Supervisor kembali mencoba menenangkan. “Ibu, kalau terus begini, kami terpaksa memanggil keamanan.”

    Last Updated : 2025-01-10
  • Pelakormu vs Aku   Bab 14: Bajai, Drama, dan Pertengkaran Hebat

    Ibu Sulastri pulang dari hotel dengan perasaan campur aduk. Dengan santainya, ia naik bajai karena dia itu kuno tak tahu cara pakai ojek online. Sopir bajai yang tua dan agak pendiam itu tampak bingung saat Ibu Sulastri terus menggerutu sepanjang jalan. “Eh, Pak! Jangan ngebut-ngebut, saya bukan karung beras yang bisa dilempar sembarangan!” teriaknya sambil memegang erat kursi. Sopir bajai menoleh setengah bingung. “Ini udah pelan, Bu. Bajai saya juga bukan motor balap.” Ibu Sulastri menggerutu. “Ah, pokoknya hati-hati aja! Kalau saya jatuh, kamu enggak sanggup bayar biaya rumah sakit saya!” Bajai berbelok sedikit tajam, membuat Ibu Sulastri terpental sedikit. “Astaghfirullah! Ini bajai apa wahana Dufan!” serunya dengan wajah panik. --- Sesampainya di Rumah Saat sampai di rumah, Ibu Sulastri turun dari bajai sambil berusaha tetap anggun, meskipun rambutnya sedikit berantakan

    Last Updated : 2025-01-10

Latest chapter

  • Pelakormu vs Aku   Bab 20 Tidak Berotak

    Kartini masih terpaku di tempatnya, tubuhnya terasa kaku melihat Bastian yang malah mendekati Kadita, memegang pundaknya dengan lembut seperti pasangan yang baru bertunangan. “Kadita, tenang. Aku akan tanggung jawab. Kamu nggak perlu takut. Semua ini akan aku urus,” ucap Bastian dengan suara penuh keyakinan, seperti seorang pahlawan kesiangan. Kadita menunduk, wajahnya menunjukkan kecemasan yang dalam. “Tapi, Bastian... kalau masalah ini sampai heboh, aku takut reputasiku hancur. Aku nggak mau karirku jadi taruhan.” Bastian menggenggam tangan Kadita di depan semua orang tanpa rasa malu. “Aku nggak akan biarin itu terjadi. Percaya sama aku. Apa pun yang terjadi, aku bakal lindungi kamu.” Kartini memandang adegan itu dengan mata membelalak. Seperti menyaksikan dua manusia tanpa otak di hadapannya. Ia mengepalkan tangan, menahan marah yang sudah di ujung tanduk. Sementara itu, Ibu Sulastri yang masih berdiri di

  • Pelakormu vs Aku   Bab 19: Pertemuan yang Mematahkan Hati

    Sudah lima hari berlalu sejak Kartini bertemu Antonio dan mendengar kebenaran yang mengejutkan tentang Kadita. Hari ini, setelah suasana rumah sedikit tenang, Kartini memutuskan untuk berbicara lagi dengan Bastian. Ia berharap, setidaknya kali ini suaminya bisa mendengarkan dengan kepala dingin. Bastian sedang duduk di ruang tamu, matanya terpaku pada layar ponsel. Kartini menghampirinya dengan hati-hati, duduk di sofa berseberangan sambil menghela napas panjang. "Mas," Kartini membuka percakapan dengan nada lembut, "aku mau bicara sebentar. Bisa?" Bastian meliriknya sekilas, lalu meletakkan ponselnya di meja. "Apa lagi? Kalau soal uang, aku sudah kasih, kan?" Kartini menggeleng. "Bukan soal uang, Mas. Ini soal Kadita." Mendengar nama itu, Bastian langsung mendesah berat, seolah merasa bosan. "Kenapa lagi sekarang? Kamu nggak capek terus bahas dia?"

  • Pelakormu vs Aku   Bab 18: Sushi untuk Anak-anak

    Kartini mengintip ke kanan dan kiri sebelum diam-diam mengambil sepotong sushi dari piringnya. Dengan cepat, ia membungkusnya dalam tisu dan menyelipkannya ke dalam tas. Gerak-geriknya yang hati-hati membuat Antonio tersenyum kecil. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Antonio sambil menahan tawa. Kartini langsung gelagapan, mencoba mencari alasan. "Ah, nggak apa-apa. Saya cuma... ya, buat anak-anak di rumah. Mereka belum pernah coba makanan seperti ini." Antonio menatap Kartini dengan pandangan heran sekaligus kagum. "Kamu ini benar-benar ibu yang luar biasa. Tapi kamu nggak perlu repot seperti itu. Kalau mau, saya bisa memesankan untuk dibawa pulang." Kartini menggeleng cepat, wajahnya sedikit memerah. "Ah, nggak usah repot-repot. Ini saja sudah cukup. Saya nggak mau menyusahkan." "Menyusahkan apa?" balas Antonio sambil tertawa kecil. "Kamu sudah menemaniku makan malam. Sekarang giliran aku yang memast

  • Pelakormu vs Aku   Bab 17: Chemistry yang Tak Terduga

    Mobil Antonio berhenti di depan sebuah restoran Jepang yang megah, dengan lampu-lampu hangat yang menyala di depan pintu. Kartini memandang restoran itu dengan sedikit ragu, merasa tempat ini terlalu mewah untuknya. "Kita makan di sini?" tanya Kartini, menoleh ke Antonio. Antonio tersenyum tipis. "Tenang saja, saya yang traktir. Lagi pula, makan sambil bicara akan membuat suasana lebih santai." Kartini hanya mengangguk kecil, meski dalam hatinya ia merasa canggung. --- Di Restoran Jepang Mereka masuk ke dalam restoran, disambut oleh pelayan dengan sopan dan diantar ke sebuah meja kecil yang nyaman. Suasana restoran sangat tenang, hanya terdengar suara alat musik Jepang yang dimainkan di latar belakang. Kartini duduk dengan posisi kaku, merasa dirinya tidak pantas berada di tempat seperti ini. Antonio, di sisi lain, tampak

  • Pelakormu vs Aku   Bab 16: Pengakuan Mengejutkan

    Kartini berdiri di ambang pintu, wajahnya bingung menatap pria tampan dengan pakaian rapi yang berdiri di depan rumah. Pria itu memperkenalkan diri dengan tegas. "Selamat sore, Bu. Nama saya Antonio. Saya ingin bertemu dengan Bastian," katanya singkat. Kartini mengerutkan kening. "Bastian tidak ada di rumah, Pak Antonio. Saya istrinya. Ada keperluan apa?" tanyanya hati-hati. Antonio memandang Kartini dengan sorot mata penuh pertimbangan sebelum menjawab. "Ini soal Kadita. Saya rasa Anda perlu tahu sesuatu." Mendengar nama Kadita, Kartini langsung waspada. "Kadita? Apa hubungannya dengan saya atau suami saya?" Antonio tersenyum tipis. "Mungkin lebih baik kita bicara di tempat lain. Bisakah Anda ikut dengan saya sebentar?" Kartini langsung mundur satu langkah. "Maaf, saya tidak bisa begitu saja ikut dengan orang asing, Pak Antonio." Antonio menarik napas panjang. "Saya m

  • Pelakormu vs Aku   Bab 15: Kadita dan Gunjingan Staf Hotel

    Kadita berjalan dengan langkah cepat menuju ruangannya di area kantor hotel. Wajahnya masih memerah, bukan karena malu, tapi karena campuran emosi dan rasa kesal. Di sepanjang lorong, para staf hotel yang berpapasan dengannya menundukkan kepala, berusaha menahan senyum. Sesampainya di pantry, ia mendengar suara cekikikan dari dua resepsionis yang sedang mengobrol sambil menyeduh kopi. “Eh, beneran tadi ibu-ibu itu ngomong gitu?” tanya salah satu dari mereka, Rina, sambil terkikik. “Iya, dong! Dia bilang, ‘Anak saya tuh pimpinan di sini! Kalau bukan karena dia, kamu enggak bakal kerja di tempat sekeren ini!’” balas Novi, menirukan gaya Ibu Sulastri sambil melambai-lambaikan tangannya seperti diva. Mereka tertawa terbahak-bahak, tak sadar Kadita masuk ke ruangan itu. Kadita berdeham keras, membuat mereka tersentak dan menoleh. “Ada yang lucu, ya?” tanyanya dengan nada dingin. Rina

  • Pelakormu vs Aku   Bab 14: Bajai, Drama, dan Pertengkaran Hebat

    Ibu Sulastri pulang dari hotel dengan perasaan campur aduk. Dengan santainya, ia naik bajai karena dia itu kuno tak tahu cara pakai ojek online. Sopir bajai yang tua dan agak pendiam itu tampak bingung saat Ibu Sulastri terus menggerutu sepanjang jalan. “Eh, Pak! Jangan ngebut-ngebut, saya bukan karung beras yang bisa dilempar sembarangan!” teriaknya sambil memegang erat kursi. Sopir bajai menoleh setengah bingung. “Ini udah pelan, Bu. Bajai saya juga bukan motor balap.” Ibu Sulastri menggerutu. “Ah, pokoknya hati-hati aja! Kalau saya jatuh, kamu enggak sanggup bayar biaya rumah sakit saya!” Bajai berbelok sedikit tajam, membuat Ibu Sulastri terpental sedikit. “Astaghfirullah! Ini bajai apa wahana Dufan!” serunya dengan wajah panik. --- Sesampainya di Rumah Saat sampai di rumah, Ibu Sulastri turun dari bajai sambil berusaha tetap anggun, meskipun rambutnya sedikit berantakan

  • Pelakormu vs Aku   Bab 13: Keributan Ibu Sulastri

    “KADITA! Jangan kabur, kamu!” teriak Ibu Sulastri dengan suara lantang saat melihat Kadita berjalan cepat meninggalkan lobi. Kadita langsung mempercepat langkahnya menuju lift, sementara staf hotel hanya bisa melongo melihat kejadian ini. Beberapa tamu yang sedang check-in bahkan berhenti untuk menonton. “Bu, tolong tenang. Ini area publik,” ujar supervisor dengan suara pelan, mencoba mencegah Ibu Sulastri melangkah lebih jauh. Tapi Ibu Sulastri menepis tangan supervisor. “Kamu jangan ikut campur! Ini urusan saya sama perempuan itu!” Seorang staf resepsionis berbisik kepada rekannya, “Buset, drama live, ya? Kayak sinetron.” Ibu Sulastri berlari kecil, tetapi sandal jepitnya tersangkut karpet. “Aduh! Sandal saya!” teriaknya sambil membetulkan sandal, membuat beberapa tamu menahan tawa. Supervisor kembali mencoba menenangkan. “Ibu, kalau terus begini, kami terpaksa memanggil keamanan.”

  • Pelakormu vs Aku   Bab 12: Kunjungan Norak yang Menghebohkan

    Pagi itu, Ibu Sulastri duduk di ruang tamu sambil memegangi ponselnya dengan wajah murung. Pikirannya tak lepas dari uang bulanan yang tiba-tiba berhenti diberikan oleh Bastian. Rasa kesalnya memuncak saat ia ingat pengakuan Kartini bahwa uang yang seharusnya untuk keluarga mungkin digunakan untuk selingkuhan. Tak tahan dengan kegelisahannya, Ibu Sulastri memutuskan menelepon menantunya, Dini. “Dini, kamu lagi sibuk?” tanya Ibu Sulastri begitu sambungan tersambung. Dini yang terdengar ceria di seberang menjawab, “Enggak, Bu. Ada apa? Tumben telepon pagi-pagi.” Ibu Sulastri mendengus. “Tumben apanya? Ibu ini lagi pusing, tahu! Si Bastian belakangan ini enggak pernah kasih uang ke Ibu lagi. Malah nyuruh minta sama Alex! Ini, kan, keterlaluan!” “Hah? Serius, Bu? Bastian? Kok bisa?” tanya Dini, terdengar terkejut. “Itu dia yang Ibu bingung. Katanya ada utang di kantin, tapi Ibu yakin ini

DMCA.com Protection Status