Beranda / Rumah Tangga / Pelakor dan mantan suami / Bab 6. Dini korban tabrak lari

Share

Bab 6. Dini korban tabrak lari

Penulis: Ambu Abbas
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-28 12:54:15

Dewi mengunci pintu kamarnya, diatas kursi roda, tubuh Tia gemetaran, ketakutan.

"Ibu, apa mereka orang jahat?"

Degh !

Pertanyaan Tia membuat Dewi bingung merangkai kata jawabannya, ia berjongkok disamping kursi roda Tia, menggenggam tangan Tia dengan kelembutan, akhirnya Dewi harus mengatakan apa yang sebenarnya dulu pernah terjadi. 

"Dulu, mereka berdua pernah jahat pada ibu. Mereka membawa Tia pergi sampai jauh dari ibu, tapi sekarang Tia sudah dikembalikan lagi kepada ibu. Ibu senang sekali." kata Dewi sambil menciumi pipi Tia.

Tia belum paham apa yang dibicarakan Dewi. Namun melihat airmata yang menetes dipipi Dewi, Tia lalu menghapus lembut dengan jemarinya.

" Ibu jangan nangis, Tia ga tau.. Tia ga tau buu... "

Dewi memeluk Tia, mengelus-elus rambut dikepalanya. Meskipun Dewi tahu persis kesadaran Tia belum pulih, tapi ia sudah mau berbicara dengan ibunya, walaupun masih menganggap ibu hanya sebuah panggilan tanpa makna yang jelas baginya.

Kamar Dewi tidak terlalu luas, tapi disitu ada lemari kaca berpintu dua, disampingnya tampak pintu menuju ke kamar mandi dalam kamar, di pojok ruangan ada meja rias, dan meja kerja untuk work from home di sisi sebelah kiri tempat tidurnya.. Tiba-tiba handphone di atas meja kerjanya berbunyi, tanda panggilan meeting online dari tugas kantor. Mata Dewi menoleh kearah handphonenya sebentar, lalu menatap pada Tia lagi,

"Kamu tunggu disini sebentar ya, ibu panggil mbak Surti dulu,"

Dewi lalu keluar dari kamar. Di ruang tamu terlihat Iwan masih duduk disitu.

"Kamu ngapain masih disini.. aku bilang sekali lagi kamu harus pergi dari sini. Teruskan saja hubunganmu dengan Dini. Dulu, kamu bilang dia lebih pantas jadi ibunya Tia kan? Aku tidak akan pernah bisa melupakan semuanya Iwan.. Seluruh rasa sakit dan pedihnya hati ini, tidak dapat kamu tebus hanya dengan satu kalimat permohonan maaf saja. Sekarang pergilah.. jangan sampai aku teriaki maling, sampai tetangga yang akan mengusirmu.."

Iwan menatap Dewi, lalu menoleh kearah pintu kamar Dewi, dan kembali menatap Dewi lagi. Kalau saja bukan karena ada Tia keturunannya, dia tak mungkin mendatangi Dewi, yang kedatangannya seolah dianggap mengemis kebaikan hati dari seorang Dewi. Sebagai laki-laki, Iwan merasa terusir dari situ.

Dewi membuang wajahnya dari tatapan Iwan, ia lalu jalan menuju ke dapur,

"mbak Surti.. mbak dimana?"

"Saya lagi di kamar mandi non,"

"Nanti temani Tia nonton tivi ya mbak.."

"Baik non,"

Dewi kembali menuju ke kamarnya, ia sempat melihat Iwan yang melangkah tanpa menengok lagi, lalu menutup pintu rumah. Dewi merasa lega. Sedikitnya, hatinya tidak terganggu lagi, kemudian ia masuk ke dalam kamarnya.

**

Sementara itu, Iwan yang merasa kecewa dengan penolakan Dewi, dan harus menerima kenyataan bahwa Dewi masih belum bisa melupakan kesalahannya dimasa lalu; dia mengemudikan motornya jadi kurang fokus. Hingga tiba-tiba dia tersentak, motornya oleng karena menabrak seorang wanita yang hendak menyebrang tapi ragu-ragu. Wanita itu, setelah tertabrak tubuhnya oleh motor Iwan, langsung terseret mobil dalam kecepatan tinggi. Terseret beberapa meter karena jilbab panjangnya tersangkut dikaca spion mobil, setelah dilepas jilbab yang tersangkut oleh penumpang dalam mobil itu, mobil pun langsung melaju meninggalkan korbannya.  

Iwan terkejut, melihat langsung didepan matanya wanita itu terpental dan tersungkur dekat trotoar. Dia langsung memparkir motornya di pinggir jalan, karena melihat wanita itu tubuhnya tertelungkup dan tidak bergerak.

"Ya Allah.. ini salahku,"  kata Iwan sambil menghampiri tubuh wanita tersebut.

Iwan membalikkan tubuhnya, wajah wanita itu terlihat jelas karena niqob/cadar penutup wajah sudah terlepas. Iwan semakin terkejut, meski wajah wanita itu cacat oleh baret-baret dikedua pipinya, tapi Iwan masih mengenalinya. Wanita itu adalah Dini, mantan pelakor yang telah menggoda hatinya dan merusak kehidupan rumahtangganya. Namun Iwan tidak tega meninggalkan Dini terkapar tak sadarkan diri disitu, dia lalu meminta pertolongan dengan menyetop mobil-mobil lain yang lewat di jalan itu.

Rasa kesadaran manusiawi Iwan muncul, karena bagaimanapun Dini pernah hadir dihatinya. Entah karena kesepian, sekedar pelampiasan nafsu, atau karena wibawa kelelakiannya seolah hilang dimata Dewi, pada waktu itu.

Sebuah mobil sedan yang dikemudikan oleh seorang wanita cantik berhenti.

"Kenapa dia mas?" tanya wanita itu.

"Korban tabrak lari mbak.."

Wanita cantik yang berparas mirip artis korea, membukakan pintu belakang mobil, Mereka berdua menggotong tubuh Dini, lalu menidurkannya dikursi belakang mobil.

"Dia pingsan, masnya duduk didepan saja," kata wanita itu.

"Gak mbak, saya bawa motor jadi saya ikuti dari belakang,"

"Oke kalau begitu ga apa-apa.. tapi mas jangan kabur ya?"

"Enggaklah mbak.. " Iwan tersenyum hambar.

Setiba di rumahsakit, perawat sudah menunggu dimuka ruang IGD, dua perawat itu tergesa-gesa mendorong brankar menuju ke mobil wanita tadi, lalu membawa tubuh Dini langsung masuk ke ruangan IGD. Wanita itu mengikuti dari belakang.

Selang beberapa saat, Iwan masuk ke ruang IGD, dan mencari wanita itu. 

Seorang perawat menegurnya,

"Cari siapa mas?"

"Itu pasien yang korban tabrak lari,"

"Ooh, disitu mas... masih ditangani oleh dr Finka," kata Perawat sambil menunjuk ketempat tidur pasien di pojok ruangan, tapi ia merasa perlu mengantarnya.

Perawat tersebut mengantar Iwan ke arah tempat tidur pasien yang tertutup oleh gordein. Iwan terkesima melihat wanita berwajah artis korea itu ternyata seorang dokter, dan kini berada didepannya dengan mengenakan baju panjang putih seragam seorang dokter.  Alamak, kupikir dia artis! batin Iwan.

"Mas tunggu di luar dulu ya,"

"Baik dok.."

Iwan pun berjalan keluar dari situ. Tak lama kemudian dr Finka menemui Iwan.

"Perempuan itu masih belum sadar, apa mas tahu keluarganya?"

"Saya tidak tahu, saya hanya saksi korban tabrak lari, tapi saya sempat memotret nomer mobil yang menabraknya,"

Iwan menyodorkan foto di dalam hapenya kepada dr Finka.

"Ya sudah, nanti saya hubungi Polisi dulu, supaya dapat bantuan uang dari asuransi. Tapi mas jangan pergi dulu sampai Polisinya datang ya.."

"Baik dokter,"

Iwan lalu duduk di kursi dekat pintu, sedangkan dr Finka terlihat menelpon Polisi. Baru saja dr Finka memutuskan hubungan handphonenya, tiba-tiba hp itu berdering lagi.

"Hallo, ini siapa ya?"

"Aku Permana Fin..." kata suara diseberang sana.

"kemarin ada yang miscal berkali-kali, siapa ya.. apa kamu tahu Fin.." lanjut Dr Permana.

"Ooh, itu Dewi teman SMA kita dulu, aku memang kasih nomer kamu ke dia.."

Iwan tersentak mendengar dr Finka menyebut nama Dewi, dia lalu menguping obrolan tersebut.

"Dewi.. yang mana ya? aku lupa Fin.. banyak nama Dewi yang hadir dalam hidupku,"

"Alaay banget kamu, Dewi itu lho yang galak, cantik, yang pernah kamu jahilin dulu,"

"Ya udah, aku ga inget blasss.. ada apa dengan Dewi?"

"Dia butuh bantuan kamu. Anaknya trauma mental dan fisik, akibat bencana tsunami di Banten dua tahun yang lalu,"

Deg!

Iwan kaget mendengar penuturan dr Finka, dia semakin penasaran.

"Usia berapa Fin?"

"5 tahun Man, coba hubungi dia, siapa tahu dia belum dapat psikiater sehebat kamu,"

"Oke Fin, makasih infonya ya,"

"Oke.. sama-sama"

Dr Finka lalu memutuskan hubungan handphonenya, dan memasukkan hp itu ke dalam lacinya.

Tak lama kemudian, dua orang Polisi masuk ke ruangan IGD, mereka langsung menemui dr Finkan.

"Bagaimana dok," tanya Polisi 1.

Dr Finka yang baru saja meletakkan handphonenya kedalam laci, spontan menoleh ke arah Polisi tersebut.

"Silakan duduk pak, saya panggilkan saksinya dulu,"

Iwan yang masih memikirkan tentang Dewi, tiba-tiba tersentak, menyadari kalau dua orang Polisi itu menuju ke tempat duduk di depan meja dr Finka. Apalagi dr Finka terlihat berdiri hendak menuju ke arahnya. Tanpa diminta Iwan langsung menghampir dr Finka dan duduk disamping Polisi itu.

"Ini Pak, tadi saya sempat foto nomer mobil yang menabraknya,"

Iwan memperlihatkan foto adegan sebuah mobil yang menjauh dan tampak Dini yang tergeletak di trotoar.

"Sekarang kondisi pasiennya bagaimana dok?"

"Dia masih pingsan pak.. tadi sudah saya berikan bantuan medis, apa bapak mau lihat?"

Iwan memotong, karena dia masih merasa galau. Dia takut kalau tiba-tiba Dini sadar dari pingsannya.

"Ini fotonya saya kirim kemana?. Saya buru-buru, harus kerja,"

"Ke hp saya aja mas..081299xxxxx" sahut dr Finka.

"Oke dok, terimakasih" kata Iwan langsung mengirim foto tersebut.

"Saya pamit ya dok, pak Polisi,"

"Iya mas, terimakasih atas kerjasamanya ya.." ucap dr Finka lalu mengajak Polisi menengok ke ranjang pasien Dini.

Iwan melangkah keluar dari ruang IGD. Dia sengaja meninggalkan Dini disitu karena tidak mau terlibat lagi kedalam pengaruh Dini yang akan menambah masalah baru nantinya. Dia bertekad ingin membuktikan rasa sayangnya kepada Tia. Itu saja.

***

  

Bab terkait

  • Pelakor dan mantan suami   Bab 7. Dr Permana.

    Dalam perjalanan menuju ke kedai Kopi Para Mantan, hati Iwan masih galau. Pada satu sisi dia tidak mau kehilangan Dewi dan Tia, tapi disisi lain dia membayangkan lelaki lain, yaitu sang psikiater, yang bakal hadir kedalam hidup Dewi dan Tia. Apalagi dari pembicaraan dr Finka tadi, mereka satu sekolah di SMA, masa muda yang penuh nostalgia. Ditambah lagi ingatannya pada Dini yang masih tak sadarkan diri di rumahsakit. Apakah dia bisa setega itu dengan membiarkan nasib Dini yang harus menghadapi kenyataan hidupnya sendirian?. Iwan tahu persis masa lalu Dini di kampungnya. Dini diperlakukan semena-mena oleh kedua orangtuanya, bahkan telah beberapa kali diperkosa oleh ayahnya sendiri. Itu sebabnya Dini kabur dari rumah, berusaha hidup mandiri; sampai akhirnya nasib membawanya ke kota Jakarta."Woiii.. lu mau belok kanan atau ke kiri, itu sen yang bener dong!" bentak seseorang dari sebuah motor yang tiba-tiba muncul di samping kirinya.Iwan tersentak dari lamunannya, dia lalu minta maaf k

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-14
  • Pelakor dan mantan suami   Bab 8. Dr Permana di rumahsakit.

    Masa-masa menjalani pendidikan di SMA, hanya ada tiga orang di sekolah yang selalu bersaing untuk jadi juara kelas dan dapat nilai tertinggi. Selain berharap bisa mendapatkan bea siswa untuk melanjutkan kuliah keluar negeri, ada kepuasan tersendiri bila masuk ke ranking teratas diantara teman-teman lainnya di satu sekolah. Mereka itu adalah Dewi, Permana, dan Intan.Permana sudah pernah bertemu dengan Intan, sewaktu dia meneruskan pendidikan S3 di luar negeri. Akan tetapi sikap Intan kurang bersahabat. Intan membuat jarak komunikasi dengannya, mungkin karena jabatan yang dipegang Intan di kota itu, banyak didatangi orang yang butuh tandatangannya, terutama pada musim pendaftaran mahasiswa/siswi baru di negeri tersebut. Begitulah adanya. Setiap orang, tentu punya karakter dan sikap hidup yang berbeda. Atau, menjadi berubah sikap hidupnya, ketika interaksi antar ruang hidupnya berubah.** Setiba di rumahsakit, Dr Permana langsung menuju ke ruang ICU yang telah diberitahukan oleh dr Fink

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-16
  • Pelakor dan mantan suami   Bab 9. Peluang baru.

    Bang Andy menatap langkah Iwan menuju panggung kecil di pojok ruangan kedai itu. Dia merasa bersyukur dapat dipertemukan dengan Iwan, sosok yang tidak neko-neko. Obrolannya selalu nyambung tentang apapun. Kalau bukan karena ada isteri dan anak yang menunggu di rumah, rasanya bang Andy lebih suka ngobrol dengan Iwan ngalor ngidul soal perjalanan hidupnya, setiap malam sampai pagi.Tiba-tiba Maming lewat dari koridor ruang belakang disamping bang Andy,"E eeh Ming.. sini, duduk dulu.""Ada apa Boss?" sahut Maming sambil duduk di sebelah bang Andy."Besok pagi, lu bersihin garasi samping. Gue kurang suka kalau lama-lama garasi itu berubah jadi gudang. Pokoknya lu kosongin ruangan itu, bersihin, trus cat ulang."Bang Andy mengeluarkan dompetnya, lalu memberikan beberapa lembaran uang merah kepada Maming."Nih buat beli catnya.. Beli 1 galon yang besar trus sekalian sama roll, gak usah pake kuas ngecatnya, ntar kelamaan,""Oke boss. " sahut Maming. "Eh warna catnya apa boss?" tanya Maming

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-18
  • Pelakor dan mantan suami   10. Dini pura-pura gila

    Dr Permana tidak tega melihat kondisi Dini. Bagaimana pun ia seorang perempuan. Dari hasil diskusi yang telah diadakan bersama, Pihak pemilik rumahsakit memutuskan satu solusi. Dini tetap dirawat disitu tapi tidak ditangani Dr Permana, dan tidak di ruang isolasi khusus, karena masih banyak pasien lain, terutama pasien yang sedang dalam kondisi terpapar wabah covid dan mempunyai catatan komorbid. Dalam situasi seperti itu, ruangan tersebut sangat dibutuhkan."Mendengar laporan-laporan medis, mengamati seluruh catatan, maka jalan keluar bagi masalah pasien tanpa nama itu, sebaiknya, bukan lagi merupakan tanggung jawab Dr Permana. Depresi berat seperti itu, akan semakin sulit disembuhkan, kalau kita melayani gejolak dari pengaruh halusinasi sipasien.""Terimakasih prof.. saya sepakat," ucap Dr Inggrid."Kita pindahkan pasien saat dia dalam pengaruh obat penenang dan tertidur pulas. Taruh di ruang rawat inap yang sudah tidak dipakai, di dekat kamar jenazah. Lepaskan ikatan tangannya, biark

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-20
  • Pelakor dan mantan suami   Bab 11. Pantai Pelabuhan Ratu.

    Pinggir jalan raya pantai Pelabuhan Ratu. Dr Permana turun dari mobil, lalu mengambil kursi roda Tia dari dalam bagasi. Kemudian membukakan pintu mobil dan membantu Dewi menggendong Tia turun dari mobil.Dewi menghirup udara pantai dengan lembut, menatap laut lepas yang dirasakannya turut melepas seluruh sendi permasalahan hidup yang sedang dihadapinya. Dr Permana mendorong kursi roda Tia mendekat ke arah tepi pantai. Dewi dan Dr Permana sengaja tidak mengenakan alas kaki agar dapat menikmati kehalusan pasir di tepi pesisir pantai itu.Gulungan gelombang ombak dari arah laut lepas berkejaran menuju ke pantai. Sorot mata Tia tampak mulai gelisah, tubuhnya bergerak seolah-olah menghindari air laut yang sedang menuju ke pantai. Lama kelamaan tubuh Tia semakin berguncang, ia terlihat ketakutan,"Ayaaah.. ibuuu tollooong, ayaaah..... ibuuu toolloooong,"Dewi panik, mendekat ke arah Tia, tapi sebelum Dewi menyentuh tubuh Tia, tangannya ditahan oleh Dr Permana,"Ssstt.. jangan ganggu, Tia ga

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-21
  • Pelakor dan mantan suami   Bab 12. Proses perawatan Dini

    Di ruangan rapat di rumahsakit.Dr Sumiyati, tampak membuka pintu lalu masuk, ia sudah rapi dengan kostum gaya simbok. Mengenakan daster batik lama/warna pudar ala rumahan, ditutupi oleh jaket putih seragam khas seorang dokter. Rambut terikat asal kebelakang, wajah tanpa make up, dan memakai alas kaki sendal jepit.Di ruangan itu sudah menunggu Dr Permana, Dr Seno, Prof. DR Tagor pemilik saham terbesar pada rumahsakit tersebut."Nah ini dia artis kita sudah siap..""Selamat pagi prof, dokter Seno, dokter Permana,"Dr Permana dan Dr Seno spontan menoleh kearah kedatangan Dr Sumiyati."Pagi dokter Sumiyati,"Dr Sumiyati langsung duduk dekat Dr Seno."Prof, sepertinya ada yang pasang cctv di kamar itu ya?" tanya Dr Sumiyati."Iya, kemarin saya suruh tehnisi kesitu, tapi itu cctv lama, gak bisa rekam suara, makanya Dr Sumi saya minta datang kesini. Hape Dr Sumiyati jadi merekam suaranya..?""Jadi prof... Ini," jawab Dr Sumiyati sambil mengambil hape dan menaruhnya diatas meja."Coba tolong

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-23
  • Pelakor dan mantan suami   Bab 13. Perjuangan baru

    Jam 10.00 pagi hari ini, hari pertama Iwan membuka bengkelnya. Dia mengenakan kaos oblong hitam dan celana jean. Laki-laki itu semakin bertambah usianya, makin terlihat aura ditubuhnya. Dengan memiliki tinggi badan proporsional sebagai laki-laki, wajah yang tertutup janggut dari mulai tulang pipi sampai rahangnya, menambah kharismanya sebagai lelaki. Kedewasaan Iwan dalam menyikapi setiap masalah hidup dengan santai dan selalu tersenyum, itulah yang telah membangkitkan aura pada wajahnya.Iwan menatap situasi lalu lintas didepan bengkel, lumayan ramai dan berisik sekali. Disitu terlihat banyak motor mundar mandir. Ada ojek online, ada tukang roti keliling, ada juga ibu-ibu yang mengantar anak-anaknya ke sekolah. Iwan menarik nafas lega. Dia lalu membereskan sebagian perlengkapan alat-alat, kaleng-kaleng oli baru, dan lainnya, yang kemarin dibelinya. Kemudian Iwan menata benda-benda itu pada rak-rak kecil yang terbuka yang disisipkan mengikuti garis cat batas anak tangga dengan warna ti

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-02
  • Pelakor dan mantan suami   Bab 14. Pertemuan

    Suatu sore, di muka ruang tunggu fisioterapi terlihat beberapa pasien sedang duduk mengantri giliran masuk untuk melakukan rawat jalan. Alat fisioterapi di rumahsakit ini hanya ada tiga, sedangkan waktu bagi setiap pasien limabelas menit. Dewi berdiri disamping kursi roda Tia, karena tidak kebagian kursi di ruang tunggu. Melihat dari sisi pagar pembatas, di samping dan belakang ruang fisioterapi itu, tampak ada halaman terbuka, Dewi mendorong kursi roda Tia menuju kesitu. Ada pintu pagar dengan gembok bergelantung. Dewi mencoba mendekati pintu pagar tersebut, ternyata gemboknya tidak terkunci. Ia pun lalu membuka pintu itu dan mendorong kursi roda Tia masuk ke halaman samping ruang fisioterapi.Di halaman samping terlihat beberapa tanaman hias, ada pohon kamboja sedang bermekaran bunganya, kamboja Bali warna kuning, Tia suka sekali pada bunga kuning itu, tangannya menunjuk-nunjuk ke arah bunga tersebut. Dewi pun memetiknya satu dan diberikan kepada Tia.Tanpa setahu Dewi, tak jauh dar

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-05

Bab terbaru

  • Pelakor dan mantan suami   52. Kembali ke rumah.

    Mobil pajero hitam milik pak haji Mahmud melaju meninggalkan pinggir jalan depan warung Wahyu.Iwan mengenalkan Dini dan Tia pada keluarga Wahyu. Mereka pun saling bersalaman, mengenalkan diri masing-masing,"Wahyu... ini Nuning istri saya, itu nek Warni ibunya Nuning. Nah yang ini Nana teh..""Nanti Tia main sama Nana disini ya?" sela Iwan."Iya ayah.." Tia bersalaman dengan Nana."Yuuk kita main di sana, ada ayunan lho.."Nana mengajak Tia.Iwan terperangah mendengar ucapan Nana."Dimana ayunannya Na?""Di samping rumah om.. kemarin Bapak dan Aki yang buatkan.. ayoo"Nana dan Tia tampak langsung akrab. Mereka berlari menuju ke arah halaman samping rumah Iwan.Iwan, Dini, pak Sidik, Wahyu dan Nuning, saling bersitatap, dan tersenyum lebar."Alhamdulillah... makasih Yu..""Iya bang.. saya tahu mereka butuh tempat bermain, jadi kemarin saya cari ban bekas dan trus diikat ke pohon di samping belakang rumah abang..""Tapi kuat ya Yu..?""Kuat bang.."Iwan menoleh ke arah Dini."Ayo Din, k

  • Pelakor dan mantan suami   51. Perjalanan

    Mereka tampak menikmati makan siang di satu warung makan di pinggir jalan raya itu. Setelah perutnya terisi makanan, wajah Dini terlihat segar. Iwan lalu menyuruhnya menelan pil anti mabuk. "Obat anti mabuknya diminum Din, kita bakal naik kapal feri.. nanti kalau mabuk lagi gimana?" "Iya bu diminum," celetuk Tia. "Iya Tia," jawab Dini sambil mengambil obat tersebut dari dalam tasnya. Dini pun lalu menelan pil anti mabuk tersebut. Tak lama kemudian, setelah Iwan merasa sudah cukup waktu istirahat bagi mereka, dia membayar makanan dan mengajak istri dan anaknya menuju ke mobil. Pak Hasan menyalakan mesin mobil, dan mobil melaju kembali. ** Pelabuhan Merak sudah terlihat. Matahari mulai bergeser ke tengah. Diantara teriknya panas matahari, tampak kesibukan kendaraan yang hendak menyeberang menuju Pelabuhan Bakauhuni. Suasana kesibukan di Pelabuhan Merak, tidak begitu padat, mungkin karena hari ini bukan hari liburan anak-anak sekolah dan bukan hari besar juga. Setelah menga

  • Pelakor dan mantan suami   50. Dini mabuk darat.

    Pagi itu ditengah perjalanan, tiba-tiba Dini merasa mual pingin muntah. Ia menduga, mungkin karena dirinya tak terbiasa perjalanan jauh dengan mobil pribadi, bukan kendaraan umum. Jendela mobil yang tertutup rapat, air conditioning yang menebar hingga tercium harum lemon dari pewangi ruangan, itulah yang memicu rasa mualnya. "Okh, owegh.." "Astaghfirullah.." ucap Iwan spontan menengok ke arah Dini yang duduk di jok belakang bersama Tia. "Kamu mabuk Din?" Dini mengangguk pelan. Tia yang baru saja hampir tertidur karena asyik menatap pemandangan di luar mobil, langsung terbangun. Tia menatap ke arah wajah Dini, kemudian memeluk tangan ibunya, "Ibu kenapa... ibu sakit ya?... ibu jangan sakit..." "Ibu gak sakit Tia, ini namanya mabuk darat.. ibu gak kuat dalam mobil dengan jendela tertutup dan ac nya terlalu dingin." Iwan meminta pak Hasan untuk parkir ke pinggir jalan. "Pak Hasan, kita berhenti dulu sebentar," "Baik pak Iwan. Itu ada warung kecil.. dekat situ saj

  • Pelakor dan mantan suami   49. Ada pertemuan, pasti ada perpisahan.

    Tiba-tiba Iwan teringat pada oleh-oleh yang dibelinya untuk ki Jupri."Oh iya, saya bawakan oleh-oleh untuk ki Jupri dan juga kang Badrun,""Waduh.. kok repot-repot kang Iwan,""Ayok kita ambil dulu di mobil,"Tia mau ikut ke mobil tapi dicegah oleh Iwan,"Tia gak usah ikut ya.. ayah sebentar kok.."Iwan lalu jalan keluar diikuti oleh ki Jupri dan Badrun.Setelah menjauh dari rumah ki Jupri, dia mengambil dua buah amplop dari saku jaketnya, yang sudah disiapkan tadi sewaktu Iwan mengambil uang dari atm. Satu untuk Badrun dan satunya lagi untuk ki Jupri,"Maaf ya kang Badrun, anak dan istri saya pasti sudah merepotkan akang. Ini ada rezeki buat kang Badrun, dan ini untuk ki Jupri,""Eh kang Iwan apa-apaan inih, saya kan bantunya ikhlas,""Iya aki juga ikhlas," celetuk ki Jupri."Gak apa-apa kang Badrun, ki Jupri, saya juga ikhlas.. diterima ya. Supaya rezeki kita ke depan sama-sama lancar nantinya,"Akhirnya Badrun dan ki Jupri menerima amplop tersebut."Alhamdulillah.." sahut Badrun.

  • Pelakor dan mantan suami   48. Diantara kesibukan Iwan

    Di ruang makan, seperti biasanya pak haji Mahmud menyantap sarapan pagi yang disediakan oleh putrinya. Bedanya dengan hari-hari kemarin, adanya kehadiran sosok menantunya, yaitu Iwan Suganda. Lelaki yang baru dikenalnya seumur jagung, tapi ada keterkaitan kepentingan emosional yang bertemu keinginannya, bagai gayung bersambut, nyambung, hingga jadi bagian dari keluarganya. Sambil mengunyah makanan, pak haji menyampaikan jadwal pekerjaan hari ini kepada Iwan. "Selesai sarapan, kita ke toko material, nanti bang Iwan bisa langsung kerja disitu." "Baik pak haji..., tapi minggu depan saya minta waktu untuk jemput istri dan putri saya, sekaligus harus mengundurkan diri dulu dari bengkel yang di Jakarta," "Iya saya tahu.. itu bisa diatur nanti," "Terimakasih pak haji..." Wardah Fatimah bertanya kepada ayahnya, apakah masakannya cocok buat selera lidah suaminya..? Pak haji Mahmud pun bertanya pada Iwan, "Bang Iwan, Wardah tanya.. katanya apa cocok masakan Wardah buat bang Iwan..?" Iwan

  • Pelakor dan mantan suami   47. Masalah baru bagi Dini.

    Dini melangkah dengan pikiran yang berkecamuk, campur aduk.Ada rasa segan ketika diberikan uang oleh Badrun, tapi ia terpaksa harus menerimanya. Apakah laki-laki seperti kang Badrun ini tidak mengharapkan imbalan? apakah kang Bardun benar-benar setulus hati membantu dirinya?. Dini berusaha menepis pikiran negatif yang muncul, namun semakin ia berusaha melupakan kenyataan yang ada dihadapannya, justru ia bertambah galau.Dalam perjalanan menuju ke rumah ki Jupri, ia banyak melamun. Dini tidak mau kembali ke dunia hitam yang dulu pernah ia jalani. Betapa pahitnya... betapa lama rasanya waktu bergulir, sampai ia dengan berani memutuskan untuk putar haluan. Meninggalkan keluarganya yang hanya membawa mudharat bagi perjalanan hidupnya. Apakah semua perempuan di dunia ini nasibnya sama? Hanya dijadikan boneka pemuas kebutuhan biologis bagi kaum laki-laki saja?. Bagaimana kalau Iwan meninggalkan dirinya bersama Tia disitu?. Apakah ia akan terdampar kembali pada dunia malam pesisir pantai y

  • Pelakor dan mantan suami   46. Dini yang terlupakan.

    Matahari mulai merangkak perlahan menyapa selimut jingga sang senja. Sinarnya memerah condong ke barat. Alangkah indah semburat jingga berlapis kemerahan. Demikian pula rasa yang sedang berbunga-bunga didasar hati Iwan Suganda. Dia merasakan seolah-olah bagaikan mimpi yang hadir sepintas namun nyata dalam perjalanan hidupnya. Menikah dengan Wardah Fatimah. Gadis cantik nan rupawan, perawan asli, tingting pastinya, hmm..... Tatapan mata coklat yang melankolis, bibir mungil yang memerah tanpa polesan lipstik, menggoda hasrat Iwan sejak pertemuan pertamanya. Iwan tampak masih mengemudikan jeep pajero milik pak haji Mahmud. Seperti biasanya, jalan raya ini untuk sementara mulai sepi, dan akan kembali ramai oleh lalu lalang kendaraan setelah senja sembunyi kedalam pelukan malam. Mobil yang dikemudikan oleh Iwan, terlihat tiba di pinggir jalan raya depan warung, Iwan langsung parkir disitu. Para Tukang Ojek pangkalan sepi, tak terlihat seorangpun yang duduk di tempat kumpulnya. Barangk

  • Pelakor dan mantan suami   45. Usai acara syukuran

    Motor yang dikendarai oleh Wahyu terlihat keluar dari halaman rumah pak haji Mahmud. "Beruntung ya bang Iwan, dapat gadis cantik, bapaknya orang kaya pula di kampung ini," "Gak usah iri Yu.. keberuntungan orang itu beda-beda. Eh, ingat ya.. ini rahasia yang harus kita tutup selamanya , jangan sampai nanti kamu kelepasan cerita ke Nuning," "Ya enggaklah Wak.." Disitulah perbedaan laki-laki dengan perempuan. Laki-laki pandai menjaga rahasia. Apalagi menyangkut keluarga sendiri. Walaupun begitu tentu ada juga laki-laki yang mulutnya comel, selalu ingin tahu tentang rahasia orang lain; kemudian menggosipkan di tempat kumpul bersama kawan-kawan yang sefrekuensi atau sesama penggosip sambil bercanda, lalu tertawa terbahak-bahak. ** Setiba di halaman warung, Nana menghampiri Wahyu, "Bapak bawa makanan ya? " Wahyu memarkir motornya, lalu menenteng plastik kresek berwarna merah yang berisi beberapa kotak dus makanan tersebut. Dua orang sopir ojek yang sedang mangkal disitu, cuma menole

  • Pelakor dan mantan suami   44. Tia kangen ayah.

    Di dalam kamarnya, Iwan merenung. Tak lama kemudian, dia mengambil handphonenya, dan menghubungi Badrun, "Assalamu'alaikum kang Badrun..." "Wa alaikum salam kang Iwan.. gimana? jadi besok kesini?" "Justru saya mau kasih kabar, besok belum bisa kesitu. Mendadak di kedai tempat pekerjaan saya, bossnya ngadain pesta pernikahan anaknya kang Badrun," "Wadduh gimana ya kang Iwan?" "Iya saya juga bingung kang... gak enak ninggalin boss pas lagi ada acara keluarga. Masa saya gak bantuin?" "Iya sih.." sahut Badrun tak semangat, lemas. "Ya sudah kalau begitu, bagaimana kalau saya cari orang lain kang Iwan?" "Ya boleh aja kang Badrun, berarti saya gak jadi keluar dari pekerjaan saya disini ya kang?" Badrum diam, merenung. "Gimana kang Badrun?" "Itu mah terserah kang Iwan aja...Anak buah saya juga pada butuh kerja kang Iwan, kalau libur melaut kelamaan, nanti mereka cari kerja ke kapal lain.. Mereka gak mau makan gaji buta tanpa kerja" "Ya sudah kalau begitu, nanti gampanglah saya at

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status