Beranda / Pernikahan / Pelakor dan mantan suami / Bab 6. Dini korban tabrak lari

Share

Bab 6. Dini korban tabrak lari

Penulis: Ambu Abbas
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dewi mengunci pintu kamarnya, diatas kursi roda, tubuh Tia gemetaran, ketakutan.

"Ibu, apa mereka orang jahat?"

Degh !

Pertanyaan Tia membuat Dewi bingung merangkai kata jawabannya, ia berjongkok disamping kursi roda Tia, menggenggam tangan Tia dengan kelembutan, akhirnya Dewi harus mengatakan apa yang sebenarnya dulu pernah terjadi. 

"Dulu, mereka berdua pernah jahat pada ibu. Mereka membawa Tia pergi sampai jauh dari ibu, tapi sekarang Tia sudah dikembalikan lagi kepada ibu. Ibu senang sekali." kata Dewi sambil menciumi pipi Tia.

Tia belum paham apa yang dibicarakan Dewi. Namun melihat airmata yang menetes dipipi Dewi, Tia lalu menghapus lembut dengan jemarinya.

" Ibu jangan nangis, Tia ga tau.. Tia ga tau buu... "

Dewi memeluk Tia, mengelus-elus rambut dikepalanya. Meskipun Dewi tahu persis kesadaran Tia belum pulih, tapi ia sudah mau berbicara dengan ibunya, walaupun masih menganggap ibu hanya sebuah panggilan tanpa makna yang jelas baginya.

Kamar Dewi tidak terlalu luas, tapi disitu ada lemari kaca berpintu dua, disampingnya tampak pintu menuju ke kamar mandi dalam kamar, di pojok ruangan ada meja rias, dan meja kerja untuk work from home di sisi sebelah kiri tempat tidurnya.. Tiba-tiba handphone di atas meja kerjanya berbunyi, tanda panggilan meeting online dari tugas kantor. Mata Dewi menoleh kearah handphonenya sebentar, lalu menatap pada Tia lagi,

"Kamu tunggu disini sebentar ya, ibu panggil mbak Surti dulu,"

Dewi lalu keluar dari kamar. Di ruang tamu terlihat Iwan masih duduk disitu.

"Kamu ngapain masih disini.. aku bilang sekali lagi kamu harus pergi dari sini. Teruskan saja hubunganmu dengan Dini. Dulu, kamu bilang dia lebih pantas jadi ibunya Tia kan? Aku tidak akan pernah bisa melupakan semuanya Iwan.. Seluruh rasa sakit dan pedihnya hati ini, tidak dapat kamu tebus hanya dengan satu kalimat permohonan maaf saja. Sekarang pergilah.. jangan sampai aku teriaki maling, sampai tetangga yang akan mengusirmu.."

Iwan menatap Dewi, lalu menoleh kearah pintu kamar Dewi, dan kembali menatap Dewi lagi. Kalau saja bukan karena ada Tia keturunannya, dia tak mungkin mendatangi Dewi, yang kedatangannya seolah dianggap mengemis kebaikan hati dari seorang Dewi. Sebagai laki-laki, Iwan merasa terusir dari situ.

Dewi membuang wajahnya dari tatapan Iwan, ia lalu jalan menuju ke dapur,

"mbak Surti.. mbak dimana?"

"Saya lagi di kamar mandi non,"

"Nanti temani Tia nonton tivi ya mbak.."

"Baik non,"

Dewi kembali menuju ke kamarnya, ia sempat melihat Iwan yang melangkah tanpa menengok lagi, lalu menutup pintu rumah. Dewi merasa lega. Sedikitnya, hatinya tidak terganggu lagi, kemudian ia masuk ke dalam kamarnya.

**

Sementara itu, Iwan yang merasa kecewa dengan penolakan Dewi, dan harus menerima kenyataan bahwa Dewi masih belum bisa melupakan kesalahannya dimasa lalu; dia mengemudikan motornya jadi kurang fokus. Hingga tiba-tiba dia tersentak, motornya oleng karena menabrak seorang wanita yang hendak menyebrang tapi ragu-ragu. Wanita itu, setelah tertabrak tubuhnya oleh motor Iwan, langsung terseret mobil dalam kecepatan tinggi. Terseret beberapa meter karena jilbab panjangnya tersangkut dikaca spion mobil, setelah dilepas jilbab yang tersangkut oleh penumpang dalam mobil itu, mobil pun langsung melaju meninggalkan korbannya.  

Iwan terkejut, melihat langsung didepan matanya wanita itu terpental dan tersungkur dekat trotoar. Dia langsung memparkir motornya di pinggir jalan, karena melihat wanita itu tubuhnya tertelungkup dan tidak bergerak.

"Ya Allah.. ini salahku,"  kata Iwan sambil menghampiri tubuh wanita tersebut.

Iwan membalikkan tubuhnya, wajah wanita itu terlihat jelas karena niqob/cadar penutup wajah sudah terlepas. Iwan semakin terkejut, meski wajah wanita itu cacat oleh baret-baret dikedua pipinya, tapi Iwan masih mengenalinya. Wanita itu adalah Dini, mantan pelakor yang telah menggoda hatinya dan merusak kehidupan rumahtangganya. Namun Iwan tidak tega meninggalkan Dini terkapar tak sadarkan diri disitu, dia lalu meminta pertolongan dengan menyetop mobil-mobil lain yang lewat di jalan itu.

Rasa kesadaran manusiawi Iwan muncul, karena bagaimanapun Dini pernah hadir dihatinya. Entah karena kesepian, sekedar pelampiasan nafsu, atau karena wibawa kelelakiannya seolah hilang dimata Dewi, pada waktu itu.

Sebuah mobil sedan yang dikemudikan oleh seorang wanita cantik berhenti.

"Kenapa dia mas?" tanya wanita itu.

"Korban tabrak lari mbak.."

Wanita cantik yang berparas mirip artis korea, membukakan pintu belakang mobil, Mereka berdua menggotong tubuh Dini, lalu menidurkannya dikursi belakang mobil.

"Dia pingsan, masnya duduk didepan saja," kata wanita itu.

"Gak mbak, saya bawa motor jadi saya ikuti dari belakang,"

"Oke kalau begitu ga apa-apa.. tapi mas jangan kabur ya?"

"Enggaklah mbak.. " Iwan tersenyum hambar.

Setiba di rumahsakit, perawat sudah menunggu dimuka ruang IGD, dua perawat itu tergesa-gesa mendorong brankar menuju ke mobil wanita tadi, lalu membawa tubuh Dini langsung masuk ke ruangan IGD. Wanita itu mengikuti dari belakang.

Selang beberapa saat, Iwan masuk ke ruang IGD, dan mencari wanita itu. 

Seorang perawat menegurnya,

"Cari siapa mas?"

"Itu pasien yang korban tabrak lari,"

"Ooh, disitu mas... masih ditangani oleh dr Finka," kata Perawat sambil menunjuk ketempat tidur pasien di pojok ruangan, tapi ia merasa perlu mengantarnya.

Perawat tersebut mengantar Iwan ke arah tempat tidur pasien yang tertutup oleh gordein. Iwan terkesima melihat wanita berwajah artis korea itu ternyata seorang dokter, dan kini berada didepannya dengan mengenakan baju panjang putih seragam seorang dokter.  Alamak, kupikir dia artis! batin Iwan.

"Mas tunggu di luar dulu ya,"

"Baik dok.."

Iwan pun berjalan keluar dari situ. Tak lama kemudian dr Finka menemui Iwan.

"Perempuan itu masih belum sadar, apa mas tahu keluarganya?"

"Saya tidak tahu, saya hanya saksi korban tabrak lari, tapi saya sempat memotret nomer mobil yang menabraknya,"

Iwan menyodorkan foto di dalam hapenya kepada dr Finka.

"Ya sudah, nanti saya hubungi Polisi dulu, supaya dapat bantuan uang dari asuransi. Tapi mas jangan pergi dulu sampai Polisinya datang ya.."

"Baik dokter,"

Iwan lalu duduk di kursi dekat pintu, sedangkan dr Finka terlihat menelpon Polisi. Baru saja dr Finka memutuskan hubungan handphonenya, tiba-tiba hp itu berdering lagi.

"Hallo, ini siapa ya?"

"Aku Permana Fin..." kata suara diseberang sana.

"kemarin ada yang miscal berkali-kali, siapa ya.. apa kamu tahu Fin.." lanjut Dr Permana.

"Ooh, itu Dewi teman SMA kita dulu, aku memang kasih nomer kamu ke dia.."

Iwan tersentak mendengar dr Finka menyebut nama Dewi, dia lalu menguping obrolan tersebut.

"Dewi.. yang mana ya? aku lupa Fin.. banyak nama Dewi yang hadir dalam hidupku,"

"Alaay banget kamu, Dewi itu lho yang galak, cantik, yang pernah kamu jahilin dulu,"

"Ya udah, aku ga inget blasss.. ada apa dengan Dewi?"

"Dia butuh bantuan kamu. Anaknya trauma mental dan fisik, akibat bencana tsunami di Banten dua tahun yang lalu,"

Deg!

Iwan kaget mendengar penuturan dr Finka, dia semakin penasaran.

"Usia berapa Fin?"

"5 tahun Man, coba hubungi dia, siapa tahu dia belum dapat psikiater sehebat kamu,"

"Oke Fin, makasih infonya ya,"

"Oke.. sama-sama"

Dr Finka lalu memutuskan hubungan handphonenya, dan memasukkan hp itu ke dalam lacinya.

Tak lama kemudian, dua orang Polisi masuk ke ruangan IGD, mereka langsung menemui dr Finkan.

"Bagaimana dok," tanya Polisi 1.

Dr Finka yang baru saja meletakkan handphonenya kedalam laci, spontan menoleh ke arah Polisi tersebut.

"Silakan duduk pak, saya panggilkan saksinya dulu,"

Iwan yang masih memikirkan tentang Dewi, tiba-tiba tersentak, menyadari kalau dua orang Polisi itu menuju ke tempat duduk di depan meja dr Finka. Apalagi dr Finka terlihat berdiri hendak menuju ke arahnya. Tanpa diminta Iwan langsung menghampir dr Finka dan duduk disamping Polisi itu.

"Ini Pak, tadi saya sempat foto nomer mobil yang menabraknya,"

Iwan memperlihatkan foto adegan sebuah mobil yang menjauh dan tampak Dini yang tergeletak di trotoar.

"Sekarang kondisi pasiennya bagaimana dok?"

"Dia masih pingsan pak.. tadi sudah saya berikan bantuan medis, apa bapak mau lihat?"

Iwan memotong, karena dia masih merasa galau. Dia takut kalau tiba-tiba Dini sadar dari pingsannya.

"Ini fotonya saya kirim kemana?. Saya buru-buru, harus kerja,"

"Ke hp saya aja mas..081299xxxxx" sahut dr Finka.

"Oke dok, terimakasih" kata Iwan langsung mengirim foto tersebut.

"Saya pamit ya dok, pak Polisi,"

"Iya mas, terimakasih atas kerjasamanya ya.." ucap dr Finka lalu mengajak Polisi menengok ke ranjang pasien Dini.

Iwan melangkah keluar dari ruang IGD. Dia sengaja meninggalkan Dini disitu karena tidak mau terlibat lagi kedalam pengaruh Dini yang akan menambah masalah baru nantinya. Dia bertekad ingin membuktikan rasa sayangnya kepada Tia. Itu saja.

***

  

Bab terkait

  • Pelakor dan mantan suami   Bab 7. Dr Permana.

    Dalam perjalanan menuju ke kedai Kopi Para Mantan, hati Iwan masih galau. Pada satu sisi dia tidak mau kehilangan Dewi dan Tia, tapi disisi lain dia membayangkan lelaki lain, yaitu sang psikiater, yang bakal hadir kedalam hidup Dewi dan Tia. Apalagi dari pembicaraan dr Finka tadi, mereka satu sekolah di SMA, masa muda yang penuh nostalgia. Ditambah lagi ingatannya pada Dini yang masih tak sadarkan diri di rumahsakit. Apakah dia bisa setega itu dengan membiarkan nasib Dini yang harus menghadapi kenyataan hidupnya sendirian?. Iwan tahu persis masa lalu Dini di kampungnya. Dini diperlakukan semena-mena oleh kedua orangtuanya, bahkan telah beberapa kali diperkosa oleh ayahnya sendiri. Itu sebabnya Dini kabur dari rumah, berusaha hidup mandiri; sampai akhirnya nasib membawanya ke kota Jakarta."Woiii.. lu mau belok kanan atau ke kiri, itu sen yang bener dong!" bentak seseorang dari sebuah motor yang tiba-tiba muncul di samping kirinya.Iwan tersentak dari lamunannya, dia lalu minta maaf k

  • Pelakor dan mantan suami   Bab 8. Dr Permana di rumahsakit.

    Masa-masa menjalani pendidikan di SMA, hanya ada tiga orang di sekolah yang selalu bersaing untuk jadi juara kelas dan dapat nilai tertinggi. Selain berharap bisa mendapatkan bea siswa untuk melanjutkan kuliah keluar negeri, ada kepuasan tersendiri bila masuk ke ranking teratas diantara teman-teman lainnya di satu sekolah. Mereka itu adalah Dewi, Permana, dan Intan.Permana sudah pernah bertemu dengan Intan, sewaktu dia meneruskan pendidikan S3 di luar negeri. Akan tetapi sikap Intan kurang bersahabat. Intan membuat jarak komunikasi dengannya, mungkin karena jabatan yang dipegang Intan di kota itu, banyak didatangi orang yang butuh tandatangannya, terutama pada musim pendaftaran mahasiswa/siswi baru di negeri tersebut. Begitulah adanya. Setiap orang, tentu punya karakter dan sikap hidup yang berbeda. Atau, menjadi berubah sikap hidupnya, ketika interaksi antar ruang hidupnya berubah.** Setiba di rumahsakit, Dr Permana langsung menuju ke ruang ICU yang telah diberitahukan oleh dr Fink

  • Pelakor dan mantan suami   Bab 9. Peluang baru.

    Bang Andy menatap langkah Iwan menuju panggung kecil di pojok ruangan kedai itu. Dia merasa bersyukur dapat dipertemukan dengan Iwan, sosok yang tidak neko-neko. Obrolannya selalu nyambung tentang apapun. Kalau bukan karena ada isteri dan anak yang menunggu di rumah, rasanya bang Andy lebih suka ngobrol dengan Iwan ngalor ngidul soal perjalanan hidupnya, setiap malam sampai pagi.Tiba-tiba Maming lewat dari koridor ruang belakang disamping bang Andy,"E eeh Ming.. sini, duduk dulu.""Ada apa Boss?" sahut Maming sambil duduk di sebelah bang Andy."Besok pagi, lu bersihin garasi samping. Gue kurang suka kalau lama-lama garasi itu berubah jadi gudang. Pokoknya lu kosongin ruangan itu, bersihin, trus cat ulang."Bang Andy mengeluarkan dompetnya, lalu memberikan beberapa lembaran uang merah kepada Maming."Nih buat beli catnya.. Beli 1 galon yang besar trus sekalian sama roll, gak usah pake kuas ngecatnya, ntar kelamaan,""Oke boss. " sahut Maming. "Eh warna catnya apa boss?" tanya Maming

  • Pelakor dan mantan suami   10. Dini pura-pura gila

    Dr Permana tidak tega melihat kondisi Dini. Bagaimana pun ia seorang perempuan. Dari hasil diskusi yang telah diadakan bersama, Pihak pemilik rumahsakit memutuskan satu solusi. Dini tetap dirawat disitu tapi tidak ditangani Dr Permana, dan tidak di ruang isolasi khusus, karena masih banyak pasien lain, terutama pasien yang sedang dalam kondisi terpapar wabah covid dan mempunyai catatan komorbid. Dalam situasi seperti itu, ruangan tersebut sangat dibutuhkan."Mendengar laporan-laporan medis, mengamati seluruh catatan, maka jalan keluar bagi masalah pasien tanpa nama itu, sebaiknya, bukan lagi merupakan tanggung jawab Dr Permana. Depresi berat seperti itu, akan semakin sulit disembuhkan, kalau kita melayani gejolak dari pengaruh halusinasi sipasien.""Terimakasih prof.. saya sepakat," ucap Dr Inggrid."Kita pindahkan pasien saat dia dalam pengaruh obat penenang dan tertidur pulas. Taruh di ruang rawat inap yang sudah tidak dipakai, di dekat kamar jenazah. Lepaskan ikatan tangannya, biark

  • Pelakor dan mantan suami   Bab 11. Pantai Pelabuhan Ratu.

    Pinggir jalan raya pantai Pelabuhan Ratu. Dr Permana turun dari mobil, lalu mengambil kursi roda Tia dari dalam bagasi. Kemudian membukakan pintu mobil dan membantu Dewi menggendong Tia turun dari mobil.Dewi menghirup udara pantai dengan lembut, menatap laut lepas yang dirasakannya turut melepas seluruh sendi permasalahan hidup yang sedang dihadapinya. Dr Permana mendorong kursi roda Tia mendekat ke arah tepi pantai. Dewi dan Dr Permana sengaja tidak mengenakan alas kaki agar dapat menikmati kehalusan pasir di tepi pesisir pantai itu.Gulungan gelombang ombak dari arah laut lepas berkejaran menuju ke pantai. Sorot mata Tia tampak mulai gelisah, tubuhnya bergerak seolah-olah menghindari air laut yang sedang menuju ke pantai. Lama kelamaan tubuh Tia semakin berguncang, ia terlihat ketakutan,"Ayaaah.. ibuuu tollooong, ayaaah..... ibuuu toolloooong,"Dewi panik, mendekat ke arah Tia, tapi sebelum Dewi menyentuh tubuh Tia, tangannya ditahan oleh Dr Permana,"Ssstt.. jangan ganggu, Tia ga

  • Pelakor dan mantan suami   Bab 12. Proses perawatan Dini

    Di ruangan rapat di rumahsakit.Dr Sumiyati, tampak membuka pintu lalu masuk, ia sudah rapi dengan kostum gaya simbok. Mengenakan daster batik lama/warna pudar ala rumahan, ditutupi oleh jaket putih seragam khas seorang dokter. Rambut terikat asal kebelakang, wajah tanpa make up, dan memakai alas kaki sendal jepit.Di ruangan itu sudah menunggu Dr Permana, Dr Seno, Prof. DR Tagor pemilik saham terbesar pada rumahsakit tersebut."Nah ini dia artis kita sudah siap..""Selamat pagi prof, dokter Seno, dokter Permana,"Dr Permana dan Dr Seno spontan menoleh kearah kedatangan Dr Sumiyati."Pagi dokter Sumiyati,"Dr Sumiyati langsung duduk dekat Dr Seno."Prof, sepertinya ada yang pasang cctv di kamar itu ya?" tanya Dr Sumiyati."Iya, kemarin saya suruh tehnisi kesitu, tapi itu cctv lama, gak bisa rekam suara, makanya Dr Sumi saya minta datang kesini. Hape Dr Sumiyati jadi merekam suaranya..?""Jadi prof... Ini," jawab Dr Sumiyati sambil mengambil hape dan menaruhnya diatas meja."Coba tolong

  • Pelakor dan mantan suami   Bab 13. Perjuangan baru

    Jam 10.00 pagi hari ini, hari pertama Iwan membuka bengkelnya. Dia mengenakan kaos oblong hitam dan celana jean. Laki-laki itu semakin bertambah usianya, makin terlihat aura ditubuhnya. Dengan memiliki tinggi badan proporsional sebagai laki-laki, wajah yang tertutup janggut dari mulai tulang pipi sampai rahangnya, menambah kharismanya sebagai lelaki. Kedewasaan Iwan dalam menyikapi setiap masalah hidup dengan santai dan selalu tersenyum, itulah yang telah membangkitkan aura pada wajahnya.Iwan menatap situasi lalu lintas didepan bengkel, lumayan ramai dan berisik sekali. Disitu terlihat banyak motor mundar mandir. Ada ojek online, ada tukang roti keliling, ada juga ibu-ibu yang mengantar anak-anaknya ke sekolah. Iwan menarik nafas lega. Dia lalu membereskan sebagian perlengkapan alat-alat, kaleng-kaleng oli baru, dan lainnya, yang kemarin dibelinya. Kemudian Iwan menata benda-benda itu pada rak-rak kecil yang terbuka yang disisipkan mengikuti garis cat batas anak tangga dengan warna ti

  • Pelakor dan mantan suami   Bab 14. Pertemuan

    Suatu sore, di muka ruang tunggu fisioterapi terlihat beberapa pasien sedang duduk mengantri giliran masuk untuk melakukan rawat jalan. Alat fisioterapi di rumahsakit ini hanya ada tiga, sedangkan waktu bagi setiap pasien limabelas menit. Dewi berdiri disamping kursi roda Tia, karena tidak kebagian kursi di ruang tunggu. Melihat dari sisi pagar pembatas, di samping dan belakang ruang fisioterapi itu, tampak ada halaman terbuka, Dewi mendorong kursi roda Tia menuju kesitu. Ada pintu pagar dengan gembok bergelantung. Dewi mencoba mendekati pintu pagar tersebut, ternyata gemboknya tidak terkunci. Ia pun lalu membuka pintu itu dan mendorong kursi roda Tia masuk ke halaman samping ruang fisioterapi.Di halaman samping terlihat beberapa tanaman hias, ada pohon kamboja sedang bermekaran bunganya, kamboja Bali warna kuning, Tia suka sekali pada bunga kuning itu, tangannya menunjuk-nunjuk ke arah bunga tersebut. Dewi pun memetiknya satu dan diberikan kepada Tia.Tanpa setahu Dewi, tak jauh dar

Bab terbaru

  • Pelakor dan mantan suami   44. Tia kangen ayah.

    Di dalam kamarnya, Iwan merenung. Tak lama kemudian, dia mengambil handphonenya, dan menghubungi Badrun, "Assalamu'alaikum kang Badrun..." "Wa alaikum salam kang Iwan.. gimana? jadi besok kesini?" "Justru saya mau kasih kabar, besok belum bisa kesitu. Mendadak di kedai tempat pekerjaan saya, bossnya ngadain pesta pernikahan anaknya kang Badrun," "Wadduh gimana ya kang Iwan?" "Iya saya juga bingung kang... gak enak ninggalin boss pas lagi ada acara keluarga. Masa saya gak bantuin?" "Iya sih.." sahut Badrun tak semangat, lemas. "Ya sudah kalau begitu, bagaimana kalau saya cari orang lain kang Iwan?" "Ya boleh aja kang Badrun, berarti saya gak jadi keluar dari pekerjaan saya disini ya kang?" Badrum diam, merenung. "Gimana kang Badrun?" "Itu mah terserah kang Iwan aja...Anak buah saya juga pada butuh kerja kang Iwan, kalau libur melaut kel;amaan, nanti mereka cari kerja ke kapal lain.. Mereka gak mau makan gaji buta tanpa kerja" "Ya sudah kalau begitu, nanti gampanglah saya a

  • Pelakor dan mantan suami   43. Nasib baik

    Beberapa saat, pak haji Mahmud terdiam. Baru saja Iwan hendak bicara, pak haji Mahmud memotongnya dengan pertanyaan, "Cacatnya sejak lahir atauu......" "Musibah pak haji.." "Ya tentu saja musibah bang Iwan, tapi jangan dijadikan aib bagi keluarga," Deg! Iwan tahu kemana arah pembicaraan pak haji Mahmud, dia lalu menjelaskan garis besarnya. "Maksud saya, putri saya cacat karena korban dari musibah pak haji. Bukan cacat sejak lahir... Waktu itu, kami sekeluarga terseret ombak di pantai, sewaktu peristiwa bencana tsunami di selat sunda," "Astaghfirullah... astaghfirullah... Maafkan saya, bang Iwan" ucap pak haji Mahmud pelan, dia merasa bersalah sudah berprasangka buruk, sebelum dijelaskan oleh Iwan. Pak haji Mahmud pun diam, membisu. "Gak apa-apa pak haji.. saya memakluminya. Sekarang putri saya sudah sembuh, dia mulai belajar jalan lagi. Dua tahun kemarin, anak saya lumpuh total, dan tidak bisa bicara... Tatapan matanya kosong... mungkin saking shocknya" "Alhamdulillah kala

  • Pelakor dan mantan suami   42. Transaksi

    Kehangatan suasana keluarga itu membuat Iwan merasakan kedamaian. Ada laki-laki tua yaitu pak Sidik, dan ada ibu-ibu yang juga sudah tua, nek Warni. Iwan berharap kehadiran mereka semuanya dapat membuat Dini betah tinggal di rumah yang sudah jadi milik Iwan. Sedangkan malam itu, pak haji Mahmud dilanda kebingungan. Dia memikirkan putrinya Wardah Fatimah yang naksir kepada Iwan. Dia tahu persis bagaimana perasaan jatuh hati atau naksir dari gadis usia belasan tahun. Seperti orang lupa diri, dan mabuk kepayang. Dalam tatapan matanya yang ada hanya bayang-bayang wajah Iwan. Ia selalu mengharapkan kehadiran pujaan hatinya itu, berada disisinya. Wardah Fatimah seorang gadis yang penurut. Sejak kematian ibunya, dia hanya diasuh oleh bapaknya. Pernah pak haji Mahmud menggaji seorang Pengasuh dan juga Pembantu rumah tangga, tapi pekerja-pekerja itu pengabdiannya tidak maksimal, alias asal-asalan. Padahal pak haji Mahmud menggaji mereka melebihi gaji ART di daerah tersebut. Begitu pula Penga

  • Pelakor dan mantan suami   41. Kehangatan keluarga.

    Suara "uuh" yang keluar dari mulut Wardah Fatimah, mengejutkan pak haji Mahmud, yang sedang jalan di depan kamar putrinya. "Wardah, kamu kenapa... ?" Pak haji Mahmud mengetuk pintu kamarnya, pintu itu tidak terkunci. Pak haji Mahmud langsung masuk, dilihatnya tubuh anak gadisnya jatuh di lantai dengan kedua kaki masih menyangkut pada kursi kecil meja riasnya. "Kamu lagi ngapain.. kok sampai bisa begini sih?" Wardah Fatimah tak menjawab. Pak haji Mahmud lalu mengangkat tubuh putrinya, membopongnya dan meletakkannya diatas kasur. "Kok ketawa sendirian? Ada apa? Ayoo cerita ke bapak..." Wardah Fatimah menggelengkan kepalanya. "Ya sudah, sekarang kita makan malam dulu yuuk.." kata pak haji Mahmud mengajak putrinya. Wardah kembali menggelengkan kepalanya. "Heii.. jatuh cinta itu butuh tenaga, kalau kamu gak makan, nanti bisa sakit... mau?" Wardah menggelengkan kepalanya kembali. "Bapak suapin ya..?" Putrinya mengangguk pelan dan tersenyum. "Dasar anak manja," gerutu pak haji

  • Pelakor dan mantan suami   40. Jatuh cinta.

    Wardah Fatimah dengan tatapan mata yang ceria, membawa toples berisi kue kering buatannya diatas nampan. Ketika langkahnya masuk ke ruang tamu, dilihatnya Iwan sudah tak ada disitu. Ia meletakkan baki tersebut diatas meja, lalu melangkah ke arah pintu keluar. Dilihatnya motor Iwan sudah melaju di halaman rumah pak haji Mahmud. Sekilas Iwan menengok ke arah pak haji Mahmud dan menganggukkan kepalanya, selintas tampak Wardah Fatimah menyender ke pintu menatap kepergian Iwan. Ia melambaikan tangan dengan ragu-ragu, namun ia melempar sesungging senyum mengantar kepergian Iwan dari situ. Motor Iwan menjauh, Wardah Fatimah terpaku, membisu, disisi pintu. Butiran lembut, mengkilat, tersirat pada manik matanya, hingga mengaburkan pandangan. Perih terasa air yang keluar pada ruang bola retinanya. Sudah lama ia tak menangis. Wardah pun menutup kedua matanya. Pak haji Mahmud melihat hal ini, jadi terharu. "Kamu kenapa Wardah?... suka sama pak Iwan ya ?" tanya pak haji Mahmud. Wardah mengan

  • Pelakor dan mantan suami   39. Masalah baru

    Iwan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, dilihatnya kasur dan barang-barang milik Wahyu sudah terkumpul disitu. Dia pun masuk ke dalam kamar, sudah kosong. Iwan menghela nafas panjang, "Alhamdulillah.. ternyata tahu diri juga mereka." Dia lalu menelpon pemilik toko perabotan yang tadi di pasar. Agak lama Iwan menunggu diangkat hubungan telpon itu, sampai dua kali dia mengulang kembali nomornya, dan akhirnya.. "Hallo.. ada yang bisa saya bantu?" suara Enci dari sana yang mengangkat telpon. "Hallo Enci, saya mau tanya.. apa sudah dikirim barang yang tadi saya beli?" "Ini siapa ya?" "saya Iwan" "Oh pak Iwan.. sudah, itu mobil angkutannya baru saja jalan. Sebentar lagi juga sampai kesitu," "Baik Ci.. saya tunggu." ** Selang beberapa saat mobil pick up yang mengantar perabot pesanan Iwan datang, lalu parkir di halaman tanah kosong. Melihat hal itu, Wahyu mengajak dua orang pengemudi ojek untuk membantu mengangkat perabotan, "Eh, kita bantuin bang Iwan tuh.." Iwan menoleh k

  • Pelakor dan mantan suami   38. Keputusan yang bulat.

    Iwan jadi teringat kembali pada Badrun. Lelaki muda berparas tampan dengan sikap yang menawan. Apakah dia tidak tergoda pada Dini? Wanita sholeha yang menutup seluruh auratnya. Sebagai sesama lelaki, Iwan meragukan kebaikan Badrun. Hatinya menjelajah, mengingat kembali sewaktu mereka terlibat perkelahian di pantai. Padahal waktu itu, bisa saja Badrun mematahkan tangan atau kakinya; tapi dia tidak melakukannya. Apalagi ternyata Badrun adalah murid Ki Jupri. Akan tetapi kejadian pagi itu, sewaktu Dini jatuh dalam pelukan Badrun karena terpeleset, untuk sekedar melupakanya saja; hatinya sangat sulit. Bayangan itu masih terus membekas.Lamunannya terhenti ketika nek Warni menaruh secangkir kopi dengan kue dan gorengan."Bang, ini kopinya, masih panas. Yang di rumah sana sudah dingin, jadi nek ganti yang baru.. itu gorengannya juga masih hangat.. dicicipi bang..,""Iya nek... Terimakasih ya,"Nek Warni mengangguk pelan, lalu jalan menuju ke arah rumah Iwan lagi.Tak lama kemudian, bebera

  • Pelakor dan mantan suami   37. Problematik

    Motor yang dikendarai oleh pak Syam dan pak Soenarto menjauh dari depan warung, Wahyu buru-buru menghampiri Iwan, mendekat, dan sangat dekat sekali, setengah berbisik Wahyu bertanya, "Bang, apa petugas itu minta uang?" Iwan menoleh ke wajah Wahyu, "Iya Yu, tapi abang bilang nanti kalau semua sudah selesai." sahut Iwan sambil jalan menuju ke kursi di warung. Wahyu mengikuti jalan disampingnya. Iwan duduk, Wahyu pun ikut duduk di kursi di sebelah Iwan. "Kebiasaan petugas itu bang.. apa-apa dijadikan uang" celoteh Wahyu. "Gak apa-apalah Yu, dia kan cuma cari uang tambahan buat anak istrinya. Mungkin gajinya kurang mencukupi untuk kebutuhan keluarganya," "Mending kalau buat keluarganya, buat disco dangdutan Bang," "Itulah budaya yang sudah melenceng Yu," Iwan menarik nafas panjang. "Tapi gak semua petugas seperti itu kan Yu?" "Ya gak sih Bang. Hanya beberapa aja yang ikut-ikutan begitu. Biasanya dia ngajak tetangganya, apalagi kalau bapak tetangganya itu satu aliran" ujar

  • Pelakor dan mantan suami   36. Yana dan Yanti

    Ingatan tentang Robby dan Iwan perlahan pupus dari benaknya. Bang Andy menatap Maming dengan penuh harap. "Oke Ming.. terimakasih atas masukan lu.. Oya, bisa secepatnya gak Yana dipanggil kesini? Biar gue tau selera musiknya. Lagipula sepi banget kalo ga ada live musik disini yah.." "Iya Boss, kayaknya power kedai ini rohnya disajian musik deh.. hehehe" "Ho oh Ming, gue juga baru ngeh.. hahahaha..." bang Andy tertawa. "Sekarang juga kalo saya panggil, Yana bisa langsung meluncur kesini," "Ah yang bener lu...?!" "Iya Boss... dia kemarin sudah ada di Jakarta, katanya malam ini nginep di rumah sodaranya," "Ooooh.. gercep juga lu Ming... " "Iya gitulah boss... sayang aja tu bengkel kalo ga ada yang ngurusin," "Ya udah suruh kesini aja sekarang.. Eh, sekalian bawa baju-bajunya.. jadi gak mundar-mandir ke rumah sodaranya.." "Siap Boss" Bang Andy merasa, Iwan dapat menerima Yana yang akan menggantikan dirinya sebagai teman kerja satu profesi. Dalam pikirannya, mereka berdua b

DMCA.com Protection Status