“Sialan, breng*ek, anj*ng!” umpatku, entah sudah berapa kali aku menelpon Robi, tapi sejak dia meninggalkan ku, tak lagi telponku di angkatnya.
Sudah berulang kali pula aku ke kantornya, tapi sekertaris yang jutek itu selalu bilang kalau Robi tak ada di tempat.
Kupandangi lekat benda yang ada di tangan kanan, garis dua berwarna merah tergambar jelas.
“Aku harus bagaimana?” tanyaku lirih. “Aku harus bertemu Robi, dia harus bertanggungjawab. Ini anaknya, tak bisa dia lepas tangan.”
Kumasukan kembali tespek ke dalam plastik tempatnya, lalu berganti pakaian, berdandan seperti biasa, lalu menarik tas yang teronggok di atas meja rias. Tujuanku ke rumah Robi untuk meminta pertanggungjawaban.
Sampai di depan pintu sebuah rumah megah dengan pilar yang berdiri kokoh berwarna putih, aku mengetuk pintu dengan pedenya. Tak berapa lama seorang pembantu membukakan pintu saat tau maksudku untuk bertemu Robi, muka wanita tua itu
“Besok, aku dan Maya akan menikah!” ucap Danu.Alika tak menunjukkan reaksi apapun, dia malah menarik koper, melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa ruang tamu.“Jelaskan alasan kamu mau menikahinya!” perintah Alika, setelah bokongnya menempel pada bantalan sofa yang empuk.“Aku hamil!” jawab Maya, mendahului Danu.“Anak siapa??” tanya Alika. Senyum mengejek terlihat jelas di wajah lelah gadis itu.“Maksudmu?! Ini anak mas Danu, buah cinta kami!” seru Maya.“SERIUS???”“Alika! Tak usah ikut campur urusan kami! Kamu cukup tau saja, dan mau tak mau Maya akan jadi madumu!!” teriak Danu.“Hem, susah sih, ngomong sama orang yang otaknya di simpan di dengkul,” sindir Alika. “Silahkan saja kalau kamu mau menikah, tapi bersiaplah keluar dari rumah ini dengan hanya baju di badan.&rdq
Setelah semua pakaian Maya hangus terbakar, Alika menyuruh sopir yang baru saja datang mengantar Mira untuk menyiram bekas pembakaran dengan air, lalu membersihkan abu yang berhamburan.Kini halaman depan rumah mereka kembali bersih, hanya bekas hitam yang masih membekas di tanah. Alika melangkah memasuki rumah, dia tak perduli di dalam ada dua orang laknat yang tak tau etika.Alika tak menemukan mereka di lantai bawah, dia kembali melangkah keluar rumah, menuju warung yang ada di kompleks.“Bu, beli minyak tanah sama korek apinya,” ucap Alika.Minyak tanah dan korek yang tadi dia pakai ikut dia bakar tadi, ternyata dia masih membutuhkannya.“Minyak tanah nggak ada mbak,” balas anak kecil yang menjaga warung tersebut.Alika mengedarkan pandangan, melirik benda apa yang bisa menggantikan fungsi minyak tanah
Hay... yang sudah lama tunggu Danu di usir, boleh kasih like dan komentar di bab ini yagh, kasih gift apa lagi.. 😁😁🥰😘“Iya, Bu. Tadi aku hampir bakar mereka berdua di dalam kamar.” Alika mengakui kelakuannya kepada bu Marni, dia tak mau nantinya mantan mertuanya itu mendengar cerita dari orang lain.“Mereka siapa?” tanya Mira, gadis itu mendekat ke arah Alika, dia ingin mendengar cerita lebih detailnya.“Maya dan Danu,” jawab Alika.“Logh, kok wanita lon*e itu masih berani datang ke rumah kalian?” tanya bu Marni dengan wajah penuh keheranan.“Nggak tau juga, Bu. Tadi, waktu Alika balik, dia sudah ada di rumah itu dan pakaianku sudah mereka keluarkan dari kamar.”“Ini tidak bisa di biarkan, ayo kita ke sana! Perempuan itu harus di usir,” protes Mira.
“Bu! Maya lagi mengandung cucu mu,” kata Danu. Dia masih berusaha merayu ibunya.“Memang apa peduliku? Walaupun dia mengandung anak raja sekalipun, aku tidak sudi membiarkannya tinggal di rumah ini, bisa mati jantungan aku tiap hari melihatnya dengan pakaian kurang bahan seperti itu, dan kelakuannya yang tak sopan!” ucap Bu Marni, dia menatap jijik ke arah Maya.“Maya, minta maaf lah, bilang pada Ibu kalau setelah kita menikah, kamu akan berubah,” perintah Danu.Maya memicingkan mata, berusaha menelisik setiap inci wajah Danu.“Minta maaf? Nggak sudi aku, Mas! Cih... .” jawab Maya, dia meludah ke lantai.“Kamu liat sendiri wanita yang kau pilih, jadi berhenti merengek seperti bayi, aku tak akan menyuruh mu meninggalkan wanita Sunda*l itu, silahkan kalian berbahagia.” Bu Marni masih kekeh dengan pendiriannya.“Tunggu apa lagi kalian! Dasar memang benalu, nggak pun
“Kalian?”“Ngapain kamu ke sini? Mau ikutin kami?” tanya Maya ketika dia menyadari kalau gadis itu adalah Alika.“Apa nggak salah? Bukannya kamu yang ikutin aku, asal tau saja, rumah warna putih pink yang ada di depan itu rumahku,” ucap Alika sambil menunjuk rumah yang pas berada di depan rumah kontrakan mereka.“Hem, dosa apa aku sampai bisa bertetangga sama se*an kayak kamu,” gumam Maya.“Hahahaha, lucu yah kamu! Masa se*an ngomongin se*an,” ejek Alika.“Heh, sudahlah! Kalian ini apa sih, nggak malu di liatin sama orang!” lerai Danu. Tetangga yang datang sudah semakin banyak.Tak mau menjadi bahan tontonan, mau tak mau Maya kembali menarik kursi roda Danu dan membawanya masuk. Sesampai di ruang tamu, Danu di biarkan begitu saja, sementara Maya masuk dan tidur di dalam kamar.
Ira jatuh terguling, orang-orang berlarian menolongnya, Maya juga ikut melihat keadaan Ira, nampak darah telah mengalir deras dari sela paha Ira, kepalanya pun juga mengeluarkan darah, dia tak dadakan diri, security Mall langsung mematikan eskalator dan segera membawa Ira ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama.Maya berjalan sambil berdendang, hatinya senang, dia yakin jika Ira tak akan selamat.“Aku pastikan Robi akan kembali kepadaku.” Maya bergumam sendiri.Merasa sudah cukup puas dengan apa yang terjadi hari ini, Maya memutuskan pulang ke rumah.Hatinya sedang gembira, dia sampai membelikan makanan kesukaan Danu. Di rumah Danu pun sedang gembira, saat Maya datang lelaki itu sedang tersenyum sambil melihat hape-nya. Maya memperhatikan Danu, terlihat dia sedang mengupload foto sebuah dagangan.“Kamu ngapain, Mas?” tanya Maya. Walaupun dia tau b
“Wah... wah... wah, sepertinya ada pagar makan tanaman, katanya atasan sama bawahan, kok main di antar pulang segala, kasian yah! Jadi janda, bukannya tobat, instropeksi diri, ini malah semakin ganjeng, ejek Maya.“Ka— ““Sudah, nggak usah ngeladenin orang kayak gitu, percuma, mulutnya cuma bisa ngeluarin sampah!” ucap Hamid, dia mendahului Alika berkata.“Aduh, jangan begitu dong, aku tau kamu masih marah, makanya ketus, aku tau kamu sedang merindukan bibirku yang indah dan manis ini.” Maya menggoda Hamid, tangannya meraba Dagu lelaki itu.“Aduh!” teriak Maya.“Lepaskan! Jangan berani menyentuhku lagi, kalau itu kamu lakukan, jangan salahkan aku!” ancam Hamid, dia menepis tangan Maya kasar, hampir saja wanita itu terjatuh karena kuatnya hentakan yang Hamid berikan.“Sayan
Beberapa bulan telah berlalu, perut Maya sudah nampak membesar, namun tak ada tanda-tanda Danu akan menikahinya.“Mas, kapan kamu akan menikahiku? Perutku sudah semakin besar, aku malu kalau ada yang tau, belum lagi kedua orang tuaku yang akan datang jika aku melahirkan,” tanya Maya pada Danu di suatu pagi.“Sabarlah sebentar lagi, ini kita juga masih usaha mencari penghulu yang akan menikahkan kita,” jawab Danu.“Kurang sabar apa aku? Ini sudah jalan berapa bulan, tapi kamu belum juga menikahiku,” balas Maya.“Tunggulah! Kamu jadi orang bawel banget!” omel Danu.Hari ini moodnya sangat tidak bagus, sudah beberapa bulan bisnis yang dia geluti tak menampakkan keuntungan, di bulan pertama dia telah menarik uang dari akun miliknya, namun sampai beberapa bulan, uang tersebut tak sampai ke rekening.Ardi, teman SMA yang memperkena