Hay... yang sudah lama tunggu Danu di usir, boleh kasih like dan komentar di bab ini yagh, kasih gift apa lagi.. 😁😁🥰😘
“Iya, Bu. Tadi aku hampir bakar mereka berdua di dalam kamar.” Alika mengakui kelakuannya kepada bu Marni, dia tak mau nantinya mantan mertuanya itu mendengar cerita dari orang lain.
“Mereka siapa?” tanya Mira, gadis itu mendekat ke arah Alika, dia ingin mendengar cerita lebih detailnya.
“Maya dan Danu,” jawab Alika.
“Logh, kok wanita lon*e itu masih berani datang ke rumah kalian?” tanya bu Marni dengan wajah penuh keheranan.
“Nggak tau juga, Bu. Tadi, waktu Alika balik, dia sudah ada di rumah itu dan pakaianku sudah mereka keluarkan dari kamar.”
“Ini tidak bisa di biarkan, ayo kita ke sana! Perempuan itu harus di usir,” protes Mira.
“Bu! Maya lagi mengandung cucu mu,” kata Danu. Dia masih berusaha merayu ibunya.“Memang apa peduliku? Walaupun dia mengandung anak raja sekalipun, aku tidak sudi membiarkannya tinggal di rumah ini, bisa mati jantungan aku tiap hari melihatnya dengan pakaian kurang bahan seperti itu, dan kelakuannya yang tak sopan!” ucap Bu Marni, dia menatap jijik ke arah Maya.“Maya, minta maaf lah, bilang pada Ibu kalau setelah kita menikah, kamu akan berubah,” perintah Danu.Maya memicingkan mata, berusaha menelisik setiap inci wajah Danu.“Minta maaf? Nggak sudi aku, Mas! Cih... .” jawab Maya, dia meludah ke lantai.“Kamu liat sendiri wanita yang kau pilih, jadi berhenti merengek seperti bayi, aku tak akan menyuruh mu meninggalkan wanita Sunda*l itu, silahkan kalian berbahagia.” Bu Marni masih kekeh dengan pendiriannya.“Tunggu apa lagi kalian! Dasar memang benalu, nggak pun
“Kalian?”“Ngapain kamu ke sini? Mau ikutin kami?” tanya Maya ketika dia menyadari kalau gadis itu adalah Alika.“Apa nggak salah? Bukannya kamu yang ikutin aku, asal tau saja, rumah warna putih pink yang ada di depan itu rumahku,” ucap Alika sambil menunjuk rumah yang pas berada di depan rumah kontrakan mereka.“Hem, dosa apa aku sampai bisa bertetangga sama se*an kayak kamu,” gumam Maya.“Hahahaha, lucu yah kamu! Masa se*an ngomongin se*an,” ejek Alika.“Heh, sudahlah! Kalian ini apa sih, nggak malu di liatin sama orang!” lerai Danu. Tetangga yang datang sudah semakin banyak.Tak mau menjadi bahan tontonan, mau tak mau Maya kembali menarik kursi roda Danu dan membawanya masuk. Sesampai di ruang tamu, Danu di biarkan begitu saja, sementara Maya masuk dan tidur di dalam kamar.
Ira jatuh terguling, orang-orang berlarian menolongnya, Maya juga ikut melihat keadaan Ira, nampak darah telah mengalir deras dari sela paha Ira, kepalanya pun juga mengeluarkan darah, dia tak dadakan diri, security Mall langsung mematikan eskalator dan segera membawa Ira ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama.Maya berjalan sambil berdendang, hatinya senang, dia yakin jika Ira tak akan selamat.“Aku pastikan Robi akan kembali kepadaku.” Maya bergumam sendiri.Merasa sudah cukup puas dengan apa yang terjadi hari ini, Maya memutuskan pulang ke rumah.Hatinya sedang gembira, dia sampai membelikan makanan kesukaan Danu. Di rumah Danu pun sedang gembira, saat Maya datang lelaki itu sedang tersenyum sambil melihat hape-nya. Maya memperhatikan Danu, terlihat dia sedang mengupload foto sebuah dagangan.“Kamu ngapain, Mas?” tanya Maya. Walaupun dia tau b
“Wah... wah... wah, sepertinya ada pagar makan tanaman, katanya atasan sama bawahan, kok main di antar pulang segala, kasian yah! Jadi janda, bukannya tobat, instropeksi diri, ini malah semakin ganjeng, ejek Maya.“Ka— ““Sudah, nggak usah ngeladenin orang kayak gitu, percuma, mulutnya cuma bisa ngeluarin sampah!” ucap Hamid, dia mendahului Alika berkata.“Aduh, jangan begitu dong, aku tau kamu masih marah, makanya ketus, aku tau kamu sedang merindukan bibirku yang indah dan manis ini.” Maya menggoda Hamid, tangannya meraba Dagu lelaki itu.“Aduh!” teriak Maya.“Lepaskan! Jangan berani menyentuhku lagi, kalau itu kamu lakukan, jangan salahkan aku!” ancam Hamid, dia menepis tangan Maya kasar, hampir saja wanita itu terjatuh karena kuatnya hentakan yang Hamid berikan.“Sayan
Beberapa bulan telah berlalu, perut Maya sudah nampak membesar, namun tak ada tanda-tanda Danu akan menikahinya.“Mas, kapan kamu akan menikahiku? Perutku sudah semakin besar, aku malu kalau ada yang tau, belum lagi kedua orang tuaku yang akan datang jika aku melahirkan,” tanya Maya pada Danu di suatu pagi.“Sabarlah sebentar lagi, ini kita juga masih usaha mencari penghulu yang akan menikahkan kita,” jawab Danu.“Kurang sabar apa aku? Ini sudah jalan berapa bulan, tapi kamu belum juga menikahiku,” balas Maya.“Tunggulah! Kamu jadi orang bawel banget!” omel Danu.Hari ini moodnya sangat tidak bagus, sudah beberapa bulan bisnis yang dia geluti tak menampakkan keuntungan, di bulan pertama dia telah menarik uang dari akun miliknya, namun sampai beberapa bulan, uang tersebut tak sampai ke rekening.Ardi, teman SMA yang memperkena
“Ka— mu!”Mata maya melotot melihat Danu berjalan masuk ke dalam kamar hotel, posisinya yang setengah bugil membuatnya tak bisa mengelak.“Apa ini yang di bilang Mall? Jawab!”Danu menarik tangan Maya, menunggu jawaban yang sudah dia tau kebenarannya.“Auwwwww! Mas, sakit!” cicit Maya.Kali ini Danu menarik rambut lurus wanita itu. Robi berusaha bangkit lalu menyerang Danu dari belakang. Dia jatuh terjerambab, untung saja dia sempat menumpu sehingga tak menindih Maya.Danu dengan cepat berbalik, tepat ketika Robi kembali melayangkan tendangan. Robi semakin emosi karena tak bisa mengenai Danu.Danu balik menyerang Robi, membuat lelaki itu kembali jatuh. Tenaga Danu bertambah tiga kali lipat, membuat Robi kewalahan.Beberapa kali tinju Danu bersarang di wajah Robi, belum lagi tendangan yang bertubi-tubi di layangkan Danu, membuat Robi betul-betul menyerah.“STOP!” teria
“Silahkan duduk, Bu!” ucapan polisi yang bernama Irfan.“Terimakasih,” ucap bu Marni, setelah dia duduk di kursi yang telah di sediakan.“Perkenalkan, saya Bripda Irfan, penyidik yang menangani kasus anak, Ibu. Langsung saja, setelah penyelidikan sementara, kami menyimpulkan kalau kasus anak ibu ini sudah di rencanakan, jadi kami mau tau, apakah Ibu akan melaporkan kejadian ini, atau membiarkan saja?” tanya Bripda Irfan.“Saya ingin kasus ini di telusuri sampai tuntas, dan pelakunya tertangkap.” Bu Marni berkata dengan mata memancarkan emosi.“Kalau begitu, silahkan isi data yang kami minta, dan personil kami akan segera melakukan penyelidikan lebih lanjut,” ujar polisi itu.Bu Marni mengambil dokumen yang di sodorkan kepadanya, tak menunggu lama, semua keterangan yang perlu di lengkapi telah terisi, terakhir bu Marni membubuhkan tanda tangan. Dokumen tersebut lalu di serahkan kembali ke p
“Ma— ksud, ka— mu apa?” tanya Robi dengan terbata.“Jangan sok bodoh seperti itu, kamu lihat dia cantik dan seksi, sayang jika dia mati sebelum ku nikmati,” ucap Adam. Dia terkekeh melihat reaksi keterkejutan dari wajah Robi. Dia sengaja berkata seperti itu agar dia tau bagaimana perasaan Robi terhadap wanita yang akan jadi target pembunuhannya.“Ya... terserah kamu aja, asal jangan meninggalkan jejak!” ucap Robi akhirnya.Adam tersenyum kecut, dia tak menyangka jika sahabatnya itu akan setega itu kepada wanita, dan dia sangat yakin kalau wanita itu sedang mengandung anak Robi.Setelah semua beres, Adam pamit meninggalkan Robi, dia masih ada janji dengan adiknya.Setelah kepergian Adam, Robi tersenyum puas, dia tak menyangka jika masalahnya akan selesai secepat itu. Dia memutuskan untuk ke rumah sakit, sudah beberapa hari dia tak menengok keadaan istrinya, walau bagaimana pun dia masih harus berakting
"Kok, Mama ada disini?" tanya Bunga.Dia berjalan pincang ke arah tante Rani, wanita paruh baya itu hanya tertunduk lemas, dia malas menanggapi pertanyaan putrinya.Dari tadi dia merutuki diri, kenapa mau datang ke kantor polisi, selama ini dia memang menghindari tempat itu, semua urusan yang berkaitan dengan kantor polisi, dia selalu wakilkan kepada anak buahnya.Tak mendapatkan respon, Bunga kembali bertanya. "Ma, kok Mama disini?""Sudah, diam! Mama pusing, ini semua gara-gara kamu, kalau kamu tidak bikin ulah, tidak mungkin mama kesini, tidak mungkin mama bertemu Jo, dan tidak mungkin mama masuk penjara!" teriak tante Rani.Dia bahkan mulai menarik rambut Bunga dan mencekik wanita itu."To— lo— ng, to— long!" teriak Bunga, dia berusaha menahan tante Rani yang mencekiknya, kakinya yang masih sangat sakit, membuat gerakannya terbatas
"Silahkan!" ucap petugas.Mona mengambil hapenya di atas meja, lalu menelpon nomor pak Andreas, sayangnya nomor tersebut sudah tak aktif, Mona mencobanya berulang-ulang, tapi tetap saja tak bisa dihubungi.Wajah Mona yang tadinya tidak terlalu takut, kini menjadi pucat, merasa usahanya sia-sia, dia kembali menyimpan hapenya.Melihat hal tersebut, petugas memulai interogasi, Mona menjawab semua pertanyaan yang di lontarkan oleh petugas, setelah dua jam interogasi, Mona di nyatakan tidak ada sangkut pautnya dengan pembakaran rumah Adam, hanya dia di ganjar dengan pasal tentang penyalahgunaan narkotika. Sehingga dia tetap di tahan dan berkasnya akan segera di limpahkan setelah lengkap.Hamid juga di interogasi, dia awalnya tidak mau menjawab jika tak di dampingi pengacara, setelah menelpon pengacara dan si pengacara datang, barulah dia mau di interogasi. Sama halnya dengan Mona, Hamid di interogasi sela
"Jadi begini kelakuan kamu di belakang aku?" tanya Bunga, sebuah balok kayu dia pegang. Napasnya memburu karena emosi, wajahnya yang hitam manis berubah menjadi merah.Mata Bunga nyalang, menatap kedua manusia yang sedang berbagi peluh. Setengah meringis, Hamid bangkit lalu berdiri menghadap Bunga."Kamu apa-apaan?" tanya Hamid, dia balik marah kepada Bunga."Kamu yang apa-apaan? Kamu suami aku, kenapa berdua dengan wanita seperti ini!" Bunga maju dan menarik Mona hingga terjatuh dari Sofa."Aduh," teriak wanita itu.Tangannya memegang, tangan Bunga yang sedang menarik rambut Mona. Tak merasa puas, karena di halangi oleh Hamid. Bunga melompat dan menekan Mona yang terbaring dengan menggunakan lutut.Tangan Bunga menarik rambut Mona, lalu membenturkan kepala wanita itu ke lantai, susah payah Hamid menarik Bunga. Namun, wanita itu tak mau mengalah, dia ba
Pak Andreas dan Adam menempati apartemen milik Irfan, karena besok subuh pak Andreas akan menyusul anak dan istrinya ke Luar Negeri, maka malam itu juga dia meminta Adam untuk menemaninya ke suatu tempat.Setelah membeli tiket dan mengecek dokumen yang dibutuhkan untuk perjalanan, pak Andreas mulai menunjukkan tempat yang ingin dia datangi.Dia sudah berjanji untuk mengabulkan permintaan Adam, dia harus melakukannya malam ini, karena dia tidak bisa memastikan kapan dia akan pulang ke Indonesia.Adam mengendarai mobilnya, mengantar pak Andreas ke tempat Mona, entah apa yang ingin dilakukan lelaki itu pada sugar baby nya."Sebelum ke rumah Mona, singgah sebentar di Indoapril depan kompleks nya," pinta pak Andreas.Adam hanya mengangguk, seperti di awal, dia hanya meminta pak Andreas menghancurkan Hamid, bagaimana caranya? Ya, terserah!
Aku memandangi tubuh polos tante Rani yang kini sedang berbaring di sofa yang berwarna merah, lampu ruang kerja yang temaram membuat tubuh tante Rani terlihat indah.Berkali-kali aku harus menelan saliva, agar Junior tak meminta keluar sebelum waktunya.Sejak kecil, tante Rani merupakan salah satu orang yang menjadi fantasi ku, hanya saja sepupuku Adam tak pernah membiarkanku berduaan dengan wanita itu, dia selalu saja mengekor jika tante Rani mengajakku berbelanja atau membeli permen.Body tante Rani yang seksi dengan dua gundukan besar di dadanya membuat aku semakin penasaran.Beranjak dewasa, fantasiku tentang wanita seksi semakin menjadi, apalagi tiap malam kami di suguhi pemandangan yang sangat menggoda. Puluhan wanita akan duduk di ruang tamu menunggu pengunjung, setelah lelaki hidung belang membooking. Maka mereka akan masuk ke sebuah kamar dan tak lama terdengar la
DuarrrTerdengar bunyi tabrakan yang sangat besar, pak Andreas dan Adam terbanting, untung saja mobil tak terbalik. Hanya body belakang mobil penyok dan berasap.Tanpa aba-aba, mereka berdua kompak segera keluar dari mobil.Pak Andreas tersungkur ke tanah, tak lupa dia sujud syukur, Adam membaringkan diri di tanah, dia tak mengira bisa melakukan hal seperti tadi.Tak ingin berlama-lama di tempat itu, Adam segera menelpon seorang temannya untuk menjemput mereka. Dia melarang pak Andreas menelpon sopir ataupun orang-orang yang bekerja dengannya, takut di antara mereka adalah mata-mata."Sepertinya aku harus menyeleksi mereka lagi," gumam pak Andreas.Adam hanya melirik sesaat, dia tau bagaimana rasanya di khianati orang yang paling dipercaya."Jadi sampai kapan aku harus bersembunyi?" tanya pak Andreas."Anda tidak haru
"Pergi kamu!" usir pak Andreas, matanya nyalang menatap tak suka pada Adam.Tangannya hendak menjangkau telpon, Adam segera menahannya."Hentikan pikiran Anda untuk memanggil security, itu tak akan cukup kalau aku berniat membunuh Anda." Adam berkata sombong.Pak Andreas mengurungkan niatnya, dia duduk kembali di tempatnya dengan wajah kuyu."Mau kamu apa sebenarnya?" tanya pak Andreas."Aku sudah bilang dari awal, Anda saja tidak percaya. Sekarang, ku tanya sekali lagi. Maukah Anda menghancurkan lelaki di dalam foto, maka aku akan melindungi Anda." ucap Adam."Baiklah, aku akan membantumu," ucap pak Andreas, dia tak bisa berbuat apa-apa, dia baru tau kalau didepannya adalah si Penyair Perang, pembunuh bayaran yang terkenal dikalangan mafia."Asal Anda tau, awalnya saya yang diminta untuk membunuh Anda, hari ini adalah jadwal kematian And
"Apa ini?" tanya AIPTU Wawan."Ini pelaku pembakaran, tadi dia ada disini, aku berhasil melumpuhkannya," jelas Adam."Kalau begitu, kita segera ke kantor, untuk membuat laporan supaya bisa di proses secepatnya," ujar AIPTU Wawan."Boleh, Pak. Tapi, apakah saya bisa minta tolong untuk pelakunya tak dirilis dulu, takutnya dalangnya kabur sebelum bukti cukup untuk menangkapnya," ujar Adam."Bisa saja, nanti kita bicarakan di kantor saja." Mereka akhirnya bersama-sama ke kantor polisi, mereka memakai mobil Adam, sedangkan AIPTU Wawan mengikuti mereka dari belakang.TKP masih dalam proses pemadaman, pihak kepolisian belum berani melakukan investigasi, takut tempatnya masih berbahaya. Polisi belum mengeluarkan statement apapun terkait sebab kebakaran tersebut.Sampai di kantor polisi, Adam di arahkan untuk membuat laporan, sementara lelaki yang berada di bagasi seg
"Kebakaran, kebakaran, Tuan, kebakaran.""Aduh," teriak Adam, ketika doa membuka mata dan ingin segera bangun, dia malah terjatuh.Ternyata, apa yang tadi dia lakukan hanya mimpi, Adam semakin meringis."Tuan, kebakaran!" teriak mbak Nur yang sudah berada di depan Adam, dia membantu Adam bangkit.Peluh sudah membanjiri wajah mbak Nur, rasa panik tergambar jelas, Adam memaksakan diri untuk bangkit, rasa nyeri yang menjalar di seluruh tubuhnya berusaha dia tahan."Mbak jangan panik, cepat panggil Alika, aku akan periksa pintu dan jendela," perintah Adam."Baik, Tuan." Mbak Nur gegas berlari ke kamar Alika, dia menggedor pintu majikannya dengan sangat cepat, tak lama, muncul wajah jutek Alika."Mbak kenapa?" tanyanya."Kebakaran, Nyonya." ucap mbak Nur."Apaaaa, kebakaran?" Mata Ali