Share

Bab 20

Penulis: NingrumAza
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-17 18:00:58

Aku mengernyit, siapa yang datang saat maghrib seperti ini tanpa salam dan berteriak begitu? Tidak sopan sekali!

Gegas aku mengambil kerudung instan dan keluar untuk melihatnya. Siapa tahu saja dia punya niatan yang tidak baik.

"Juna ..." Lagi, dia berteriak memanggil suamiku.

Kupercepat langkah menuju tangga, lalu berjalan pelan menuruninya.

"Loh, Mbak Hanum!" Ternyata wanita itu lagi. Ya ampun ... Apa dia benar-benar jailangkung?

"Kok kamu yang muncul. Juna sama Tante mana?" Dia terlihat tak suka melihatku datang.

"Suamiku? Tentu saja dia sedang beribadah di masjid. Memangnya kamu, bertamu kok teriak-teriak begitu," cibirku sambil terus berjalan mendekatinya. "Ada perlu apa sih?"

"Halah, sok suci. Mending gak sopan dari pada murahan!"

"Maksud kamu apa?" Aku menyilangkan tangan seraya menatapnya tajam.

Perempuan yang lebih pendek beberapa centimeter dariku itu pun balas menatapku. "Perempuan kalau dibayarin sama om-om, apa namanya kalau bukan murahan? Sok alim, sok suci, gak tahu dir
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 21

    "Aku kenapa, Bu? Kepalaku rasanya berat sekali," lirihku tak menggubris Hanum."Kamu pingsan, Nduk. Hampir setengah jam kamu gak sadar-sadar, Juna sampai panggil dokter untuk memeriksa keadaanmu.""Pingsan?" tanyaku. Pantas saja badanku terasa lemas sekali."Iya. Tunggu Juna datang, ya. Dia sedang mengantar dokter ke depan."Aku mengangguk lemah, dan kembali memejamkan mata untuk menghilangkan pusing yang masih tersisa."Udah deh, gak usah pura-pura pingsan lagi. Duduk kamu!" Tiba-tiba Hanum menabok lenganku dan memaksaku untuk bangun."Aw, astaghfirullah ..." rintihku benar-benar pusing."Hanum, jangan seperti itu. Wulan masih lemas dan pusing. Pelan-pelan saja." Ibu membantuku yang sedang diseret paksa untuk duduk oleh Hanum."Tuman, Tante! Jangan dimanjain, dong. Jadi manja 'kan dia!" sahut Hanum masih memojokkanku."Wulan, kamu sudah sadar?" Mas Juna tergopoh-gopoh muncul dari pintu, wajahnya tampak panik saat melangkah cepat ke arahku."Iya, Mas," sahutku lemah."Dokter tadi tany

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 22

    "Jangan menuduh tanpa bukti, Nak Hanum. Wulan sedang hamil muda, dia tidak boleh memikirkan hal yang berat-berat." Ibu membuka suara, membelaku."Tante bela dia?" Hanum seperti tak percaya mertuaku lebih memihakku dari pada dia."Ibu tidak membela siapapun, tapi kita memang tidak punya dasar kuat untuk menghakimi Wulan seperti itu. Dia istrinya Juna, tentu saja anak itu anak Juna, cucu Tante. Wajib hukumnya Tante menjaganya.""Dia sendiri loh, Tan, yang bilang punya hubungan khusus sama laki-laki tua yang udah ngebayarin dia siang tadi. Aku gak salah dong, kalau curiga." Wanita itu tetap bersikeras, dan suami hanya diam, tak sama sekali membelaku.Ada yang sakit di dadaku melihat keraguan di mata suamiku sendiri. Rasa haru yang baru saja tercipta seakan menguap entah ke mana."Gak pa-pa kalau Mas meragukan darah daging Mas sendiri. Aku bisa menjaganya sendiri tanpa Mas." Aku berlalu dari hadapan Mas Juna setelah mengatakan itu.Entah kenapa mendadak hatiku terasa sensitif. Aku sedih d

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 23

    Keesokan harinya aku terbangun dengan perasaan aneh di dalam dada. Pusingku sudah hilang, tapi rasa sakit di hati tetap membekas. Aku memutuskan untuk tidak bergantung pada siapa pun. Jika mereka meragukan aku, maka aku akan membuktikan semuanya sendiri.Semalam setelah sholat isya, aku langsung tertidur dan tak tahu apa yang Mas Juna lakukan setelah perdebatan itu.Kuputuskan untuk membersihkan diri, lalu keluar dari kamar setelah merasa cukup segar. Rumah tampak sepi, hanya ada Ibu yang duduk di ruang makan. Beliau menoleh dan tersenyum lembut kepadaku.“Sudah mendingan, Nduk?” tanyanya.Aku mengangguk pelan. “Ibu, aku mau ke dokter kandungan hari ini. Sendiri.”Ibu mengerutkan kening. “Kenapa sendiri? Juna pasti mau menemani kamu.”“Tidak usah, Bu. Aku butuh waktu untuk menenangkan diri.”Ibu memegang tanganku, mencoba memberikan kekuatan. “Apapun yang terjadi, Ibu yakin kamu kuat, Nduk. Ibu percaya sama kamu.”Kata-katanya seperti pelukan hangat yang menenangkan hatiku. Aku mengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 24

    Aku hanya diam. Bagaimana mungkin aku menceritakan semuanya? Bahwa aku butuh acara itu sebagai pijakan untuk membuktikan diri, bukan hanya kepada Juna, tapi juga kepada semua orang, terutama Hanum.“Dengar, Wulan,” Paman melanjutkan, nadanya lebih lembut. “Kau tahu, aku selalu ada untukmu. Aku tahu kau kuat, tapi jangan memaksakan diri. Fokuslah pada kesehatanmu dan bayi ini dulu.”Aku mengangguk pelan, menyembunyikan kekecewaanku di balik senyuman kecil.“Wulan, Paman paham kamu ingin aktif di perusahaan. Tapi, mempercepat acara ulang tahun ini terlalu riskan,” ujar Paman dengan nada tenang namun pasti.“Kenapa, Paman? Persiapannya masih kurang? Atau Paman tidak percaya kalau aku bisa memegang peran itu?” Aku berusaha menahan nada suaraku agar tidak terdengar terlalu mendesak.Paman menggeleng. “Bukan masalah percaya atau tidak percaya. Hanya saja, ada banyak pihak yang terlibat dalam acara ini, mulai dari mitra bisnis hingga media. Jika kita mempercepatnya, citra perusahaan bisa t

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 1

    "Juna, jangan bilang dia ini istrimu. Ck! Seleramu rendah sekali!" Sontak aku mendongak kaget mendengar suara nyaring itu. Seorang wanita cantik dengan pakaian kurang bahan melangkah mendekat. Senyumnya mengembang, tapi sorot matanya tajam ke arahku. Mas Juna, suamiku, hanya tertawa kecil. "Hanum, jangan bercanda. Wulan ini istriku." "Ah, aku kira kamu masih sendiri." Aku hanya tersenyum meski hati terasa berdesir. Wanita ini siapa? Kenapa memandangku seperti musuh? "Wulan, kenalkan ini sahabat Mas, namanya Hanum," ucap Mas Juna memperkenalkan diriku padanya. Apakah pakaian yang ia kenakan tidak terlalu terbuka untuk sekedar acara reuni sekolah seperti ini? Bagian da danya dibiarkan terekspos, juga lengan mulus hingga keti aknya terlihat jelas. Apa dia tidak masuk angin nantinya memakai pakaian seperti itu? Apalagi malam ini cuacanya cukup dingin. "Hai, Mbak. Namaku Wulan." Aku menyapa terlebih dahulu seraya mengajaknya bersalaman. "Hai," sahutnya sangat singkat. Tangan mul

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 2

    Acara reuni berlangsung lumayan seru. Ada beberapa sesi acara yang berlangsung meriah. Sambutan lucu dari beberapa angkatan membuat suasana tidak membosankan. Aku yang sama sekali tidak mengenal mereka pun ikut terhibur dan menikmati acara ini.Hingga sekitar pukul dua belas malam lebih sedikit acara usai. Satu persatu sudah lebih dulu pulang terutama mereka yang membawa anak kecil atau yang meninggalkan anaknya di rumah. Namun, beberapa yang masih belum punya momongan seperti aku dan Mas Juna masih betah ngobrol dan berbincang dengan teman mereka jaman dulu, termasuk Hanum. Mungkin dia belum punya momongan juga, atau jangan-jangan dia masih jomblo? Ah, bukan urusanku."Jun, nanti kita mampir ke kafe 24 jam yuk. Sekalian nostalgia. Sekarang makin rame dan seru loh tempatnya." Hanum mengajak suamiku sambil meraih pergelangan tangan Mas Juna.Tidak tahu malu sekali, bahkan di depan banyak orang yang masih mengobrol."Oh ya? Bo--""Mas ..." Aku tak mau kalah dari Hanum. Kupotong ucapan M

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 3

    "Mas Juna ..." Aku sengaja memanggil Mas Juna untuk melihat bagaimana dia akan menyikapi hal ini.Suamiku ini sepertinya kebingungan. Dia menggaruk kepalanya yang ku yakin tak gatal.Thin. Thin!Bunyi klakson terdengar dari belakangku. Aku menoleh, pun dengan Mas Juna dan Hanum."Wulan, dari pada gak dianggap, yuk sama aku aja. Aku tahu rumah Juna, kok." Seseorang yang ternyata Bobi itu sedikit berteriak."Iya, deh." Aku langsung berbalik pura-pura menyetujui ajakan Bobi untuk mengetahui reaksi Mas Juna."Eh, Sayang. Mau ke mana?""Udah biarin aja dia pulang sama Bobi. Kamu sama aku."Seketika ayunan langkahku berhenti mendengar ucapan Hanum. Kurang asem, aku sudah terpancing emosi oleh Hanum. Astaghfirullahal 'adziem."Sayang ..." Mas Juna menyusulku. "Ayuk masuk mobil." Dia meraih tanganku."Gak sebelum Hanum turun," ujarku sedikit ketus."Iya, Sayang. Tadinya juga mau aku suruh turun kok, kamu malah pergi.""Ya udah, buru ..." Aku mencebik manja.Lalu Mas Juna menuntunku kembali me

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 4

    [Iya, Num, aku mengerti. Maaf aku tidak sengaja. Mungkin karena aku dan Wulan masih pengantin baru.][Aku tidak akan mengulanginya lagi. Kamu maafin aku 'kan?][Hanum ...]Sepertinya chat Mas Juna tidak terbalas. Yang membuatku merasa aneh, kenapa Mas Juna seperti takut Hanum marah padanya? Ada apa sebenarnya?Huffhh. Aku harus segera menemukan titik terangnya. Untung setelah selesai shalat tahajud aku inisiatif mencabut charger yang masih terhubung dengan ponsel Mas Juna. Dan entah kenapa aku yang biasanya cuek dengan benda pipih ini, sekarang tiba-tiba merasa penasaran untuk membuka. Ternyata Allah ingin menunjukkan hal ini padaku.Oke, fix. Aku harus segera bertanya seberapa jauh persahabatan yang dijalin suamiku dengan wanita itu.Ah, dari pada pikiranku kacau memikirkan hal yang belum pasti, lebih baik aku nderes saja sambil menunggu subuh, gumamku.Benar saja, setelah mengaji beberapa menit, adzan subuh berkumandang. Kukerjakan sholat qobliyah subuh ketika adzan selesai dan sebe

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22

Bab terbaru

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 24

    Aku hanya diam. Bagaimana mungkin aku menceritakan semuanya? Bahwa aku butuh acara itu sebagai pijakan untuk membuktikan diri, bukan hanya kepada Juna, tapi juga kepada semua orang, terutama Hanum.“Dengar, Wulan,” Paman melanjutkan, nadanya lebih lembut. “Kau tahu, aku selalu ada untukmu. Aku tahu kau kuat, tapi jangan memaksakan diri. Fokuslah pada kesehatanmu dan bayi ini dulu.”Aku mengangguk pelan, menyembunyikan kekecewaanku di balik senyuman kecil.“Wulan, Paman paham kamu ingin aktif di perusahaan. Tapi, mempercepat acara ulang tahun ini terlalu riskan,” ujar Paman dengan nada tenang namun pasti.“Kenapa, Paman? Persiapannya masih kurang? Atau Paman tidak percaya kalau aku bisa memegang peran itu?” Aku berusaha menahan nada suaraku agar tidak terdengar terlalu mendesak.Paman menggeleng. “Bukan masalah percaya atau tidak percaya. Hanya saja, ada banyak pihak yang terlibat dalam acara ini, mulai dari mitra bisnis hingga media. Jika kita mempercepatnya, citra perusahaan bisa t

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 23

    Keesokan harinya aku terbangun dengan perasaan aneh di dalam dada. Pusingku sudah hilang, tapi rasa sakit di hati tetap membekas. Aku memutuskan untuk tidak bergantung pada siapa pun. Jika mereka meragukan aku, maka aku akan membuktikan semuanya sendiri.Semalam setelah sholat isya, aku langsung tertidur dan tak tahu apa yang Mas Juna lakukan setelah perdebatan itu.Kuputuskan untuk membersihkan diri, lalu keluar dari kamar setelah merasa cukup segar. Rumah tampak sepi, hanya ada Ibu yang duduk di ruang makan. Beliau menoleh dan tersenyum lembut kepadaku.“Sudah mendingan, Nduk?” tanyanya.Aku mengangguk pelan. “Ibu, aku mau ke dokter kandungan hari ini. Sendiri.”Ibu mengerutkan kening. “Kenapa sendiri? Juna pasti mau menemani kamu.”“Tidak usah, Bu. Aku butuh waktu untuk menenangkan diri.”Ibu memegang tanganku, mencoba memberikan kekuatan. “Apapun yang terjadi, Ibu yakin kamu kuat, Nduk. Ibu percaya sama kamu.”Kata-katanya seperti pelukan hangat yang menenangkan hatiku. Aku mengan

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 22

    "Jangan menuduh tanpa bukti, Nak Hanum. Wulan sedang hamil muda, dia tidak boleh memikirkan hal yang berat-berat." Ibu membuka suara, membelaku."Tante bela dia?" Hanum seperti tak percaya mertuaku lebih memihakku dari pada dia."Ibu tidak membela siapapun, tapi kita memang tidak punya dasar kuat untuk menghakimi Wulan seperti itu. Dia istrinya Juna, tentu saja anak itu anak Juna, cucu Tante. Wajib hukumnya Tante menjaganya.""Dia sendiri loh, Tan, yang bilang punya hubungan khusus sama laki-laki tua yang udah ngebayarin dia siang tadi. Aku gak salah dong, kalau curiga." Wanita itu tetap bersikeras, dan suami hanya diam, tak sama sekali membelaku.Ada yang sakit di dadaku melihat keraguan di mata suamiku sendiri. Rasa haru yang baru saja tercipta seakan menguap entah ke mana."Gak pa-pa kalau Mas meragukan darah daging Mas sendiri. Aku bisa menjaganya sendiri tanpa Mas." Aku berlalu dari hadapan Mas Juna setelah mengatakan itu.Entah kenapa mendadak hatiku terasa sensitif. Aku sedih d

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 21

    "Aku kenapa, Bu? Kepalaku rasanya berat sekali," lirihku tak menggubris Hanum."Kamu pingsan, Nduk. Hampir setengah jam kamu gak sadar-sadar, Juna sampai panggil dokter untuk memeriksa keadaanmu.""Pingsan?" tanyaku. Pantas saja badanku terasa lemas sekali."Iya. Tunggu Juna datang, ya. Dia sedang mengantar dokter ke depan."Aku mengangguk lemah, dan kembali memejamkan mata untuk menghilangkan pusing yang masih tersisa."Udah deh, gak usah pura-pura pingsan lagi. Duduk kamu!" Tiba-tiba Hanum menabok lenganku dan memaksaku untuk bangun."Aw, astaghfirullah ..." rintihku benar-benar pusing."Hanum, jangan seperti itu. Wulan masih lemas dan pusing. Pelan-pelan saja." Ibu membantuku yang sedang diseret paksa untuk duduk oleh Hanum."Tuman, Tante! Jangan dimanjain, dong. Jadi manja 'kan dia!" sahut Hanum masih memojokkanku."Wulan, kamu sudah sadar?" Mas Juna tergopoh-gopoh muncul dari pintu, wajahnya tampak panik saat melangkah cepat ke arahku."Iya, Mas," sahutku lemah."Dokter tadi tany

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 20

    Aku mengernyit, siapa yang datang saat maghrib seperti ini tanpa salam dan berteriak begitu? Tidak sopan sekali!Gegas aku mengambil kerudung instan dan keluar untuk melihatnya. Siapa tahu saja dia punya niatan yang tidak baik."Juna ..." Lagi, dia berteriak memanggil suamiku.Kupercepat langkah menuju tangga, lalu berjalan pelan menuruninya."Loh, Mbak Hanum!" Ternyata wanita itu lagi. Ya ampun ... Apa dia benar-benar jailangkung?"Kok kamu yang muncul. Juna sama Tante mana?" Dia terlihat tak suka melihatku datang."Suamiku? Tentu saja dia sedang beribadah di masjid. Memangnya kamu, bertamu kok teriak-teriak begitu," cibirku sambil terus berjalan mendekatinya. "Ada perlu apa sih?""Halah, sok suci. Mending gak sopan dari pada murahan!""Maksud kamu apa?" Aku menyilangkan tangan seraya menatapnya tajam.Perempuan yang lebih pendek beberapa centimeter dariku itu pun balas menatapku. "Perempuan kalau dibayarin sama om-om, apa namanya kalau bukan murahan? Sok alim, sok suci, gak tahu dir

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 19

    Hah! Bisa-bisanya Mas Juna berpikir seperti itu padaku. Kurang asem, lagi-lagi ini semua karena Hanum."Oh, jadi Mas lebih percaya pada Mbak Hanum dari pada aku?" Seketika aku mempunyai ide untuk mengalihkan pembahasan. Kini bergantian aku yang memberi tatapan tajam sambil mendorong pelan dada Mas Juna.Dia mengerjap bingung sambil berjalan mundur. "Kenapa jadi kamu yang marah?""Oh jelas. Sejak tadi Mas mendiami aku. Menuduh yang tidak-tidak hanya berdasarkan sebuah foto." Aku terus berjalan sambil menunjuk-nunjuk dadanya."Tapi itu foto benar 'kan? Kamu memang dibayarin sama laki-laki tua itu kan?" Mas Juna berhenti mundur karena membentur dipan. "Kalau iya emang kenapa? Apa karena hal itu, lantas Mas berhak menuduh istrimu ini simpanan om-om?" Aku terus mendekat sampai Mas Juna jatuh terlentang di atas kasur.Tak mau kalah, aku pun menjatuhkan diri di atas tubuhnya. Kini kami saling bertindihan dengan mukena yang masih melekat di badanku sambil memandang satu sama lain."Apa setia

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 18

    Lina langsung mengantarku sampai halaman rumah. Dan benar saja, roda empat milik suamiku sudah terparkir rapi di sana."Makasih untuk hari ini, ya, Lin, tapi aku gak bisa ajak kamu mampir. Suamiku udah pulang," ucapku."Iya gak pa-pa. Aku juga makasih ya dah diajak treatment hari ini," balasnya."Bukan apa-apa. Ya udah aku masuk dulu, ya.""Oke."Lalu aku keluar dari mobil Lina dan masuk ke dalam rumah setelah mobil Lina tak terlihat.Aku berjalan menuju kamar untuk mencari Mas Juna. Namun, saat kubuka pintunya, kamar sepi dan tak ada siapapun.Aku meletakkan tas di atas meja rias, lalu mendekati pintu kamar mandi untuk mengecek apakah Mas Juna ada dalam atau tidak. Lagi-lagi sepi, tak terdengar sedikitpun gemericik air di sana.Aku berinisiatif ke dapur untuk mencari ibu. Siapa tahu beliau tahu di mana Mas Juna berada sekarang. Namun, di dapur juga sepi. Tak ada ibu atau siapapun di sana.Lalu kakiku melangkah menuju pintu samping yang terhubung pada sebuah taman kecil di samping rum

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 17

    Aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat saat Hanum masih berdiri di depanku dengan tatapan curiga.Tiba-tiba, ponselku bergetar. Aku merogoh tas dan melihat nama Adnan di layar.Adnan telepon, angkat gak ya? bisikku dalam hati. "Wulan, handphone-mu," ucap Lina berbisik.Aku terkesiap. "Ah, iya. Sebentar aku angkat telepon dulu, ya," ucapku."Siapa yang menelepmu? Juna?" tanya Hanum dan aku tak ingin menjawab.Saat aku ingin mengangkat telepon, deringnya berhenti. Dan aku hanya bisa menghela napas."Biar aku yang bayarin. Berapa sih? Kasian banget kamu, Wulan ... Wulan," ejek Hanum.Namun, Hanum terperangah ketika kasir menyebutkan nominal yang harus aku bayarkan. Dia menoleh padaku sambil melotot."Heh! Belagu banget kamu, ya, ambil paket VIP. Mau meras duit Juna, kamu!" omelnya."Bukan aku yang mau bayar, kok, Mbak. Aku ditraktir sama dia," kilahku menunjuk Lina yang seketika gelagapan."Tapi mana? Nyatanya kalian gak bisa bayar kan?! Dasar udik, kampungan! Kalau gak ada duit g

  • Pelakor Itu Ternyata Bawahanku    Bab 16

    "Gampang itu. Aku dah minta izin, kok.""Apa?" Mata Lina memicing. "Jangan bilang alasannya nemenin aku sakit lagi, ya! Aku gak mau sandiwara terus, Wulan. Capek tau!" "Hahaha, enggak kok. Kali ini aku bilang mau nemenin kamu belanja. Tadi aku juga dah kirim foto ke Mas Juna saat kita di kafe. Jadi dia gak akan tanya macam-macam lagi sama kamu."Aku jadi geli sendiri mengingat kemarin Lina ditelpon Mas Juna saat aku pamit menjenguk Lina yang sakit. Dia jadi harus putar otak agar sandiwaraku tak terbongkar."Bener, ya! Awas kalau suamimu telpon aku lagi.""Iya! Lagian kalau telpon, kamu tinggal bilang iya. Gampang kan?""Huh ... Dasar! Eh, ngomong-ngomong ...." Lina mendekati telingaku dan kembali berbisik, "Biayanya pasti mahal. Aku mana ada duit buat bayarnya."Oalah ... Jadi itu alasan yang sebenarnya Lina tampak keberatan dengan treatment yang aku ambil.Aku tersenyum dan ikut berbisik padanya, "Tenang saja, aku yang traktir.""Beneran ya! Makasih ..." Lina berseru gembira seraya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status