"Berapa bayaran mu satu malam Nona?" Tanya seorang laki-laki yang berkumis tipis, wajah blasteran yang melekat pada dirinya membuat ia begitu tampan dengan baju jas putih nya itu.
Tiara menoleh menatap seorang yang berada disampingnya itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tak sedikitpun dari bagian tubuh laki-laki itu lepas dari penglihatan Tiara.
Wajah blasteran keturunan Jerman Indonesia membuat laki-laki itu tampan dengan hidung mancung dan bibir tipis. Mata Tiara turun menatap bagian dada yang seperti nya nyaman untuk bersandar itu.
'Apakah di dalam sana ada roti sobek seperti yang selalu di tulis pada novel-novel yang sempat aku baca dulu sebelum memutuskan untuk menjadi pelacur?' gumam Tiara dalam hatinya.
"Nona, berapa bayarannya untuk satu malam?" Tanya laki-laki itu lagi mengulangi pertanyaan yang sejak tadi tidak mendapatkan jawaban apapun.
"Apakah kau orang kaya tuan?" Bukan nya menjawab Tiara malah balik bertanya.
Laki-laki itu mengerutkan keningnya saat mendapat kan pertanyaan dari Tiara.
"Baiklah jika seperti itu, kamu seperti nya suka berbasa-basi terlebih dahulu sebelum mengutarakan tujuan yang sebenarnya." Laki-laki itu mengulurkan tangannya kepada Tiara, "Kenalkan nama ku Septian Putra Rahadian. Kamu boleh memanggil ku Tian." Ucap laki-laki itu sambil sedikit mengembangkan senyumnya.
Tiara menaikkan alisnya namun tetap ia menerima uluran tangan itu, "Tiara Aprilia, panggil saja aku Ara." Ucap Ara menerima uluran tangan Tian.
Laki-laki yang bernama Septian itu mengangguk sambil mengembangkan senyumnya. "Baiklah Ara, bagaimana dengan jawaban dari pertanyaan ku tadi?"
Ara melepaskan tangannya dari genggaman tangan Tian, "Lalu bagaimana dengan jawaban dari pertanyaan ku tadi Tian?"
Tian tertawa, "Mengapa kamu bertanya seperti itu hm? Apa hanya orang kaya yang bisa menyentuh dan menikmati tubuh seksi mu itu?"
Ara nampak sedikit malu-malu mendapatkan pertanyaan dari Tian itu, bukannya menjawab Ara malah semakin mendekati dirinya pada Tian hingga tak ada lagi jarak yang tersisa antara mereka.
"Ck! Kau seperti kucing, malu-malu tapi mau ya."
Tak ada jawaban, Ara malah mendekat kan mulutnya ke telinga Tian. "Maaf tuan, sebenarnya ini kali pertama saya menjadi pelacur." Bisik Ara yang langsung membuat Tian melebarkan matanya karena tidak percaya dengan ucapan dari Ara barusan.
"Serius? Belum ada yang menikmati tubuh mu ini?" Tanya Tian dengan tampang terkejutnya.
Ara mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Tian barusan itu.
Tian menoleh ke sekeliling menatap club malam yang begitu ramai dengan suara musik yang begitu membuat gendangan telinga seperti ingin pecah.
"Ikut aku." Ucap Tian sambil menyeret Ara untuk mengikuti dirinya tanpa menunggu jawaban dari gadis itu terlebih dahulu.
**
Klap klip lampu di cafe Milik Tian menyambut kedatangan Tian dan Ara yang baru memasuki pintu utama. Nampak sekali bahwa keadaan antara mereka berdua sedang begitu canggung.
"Selamat datang Tuan, apakah mau saya siapkan tempat seperti biasanya?" Sapa salah satu pelayan yang sedang menyambut kedatangan mereka.
Tian menggeleng kan kepalanya, "Saya sedang tidak butuh privasi Lili. Jadi saya akan memilih dimana tempat yang membuat wanita ini nyaman." Jawab Tian sambil mengembangkan senyumnya.
Pelayanan bernama Lili itu mengangguk kan kepala nya dan kemudian berlalu meninggalkan Tian dan Ara.
Mata Ara memilih sebuah kursi kosong yang berhadapan langsung dengan laut lepas. Iya, cafe yang mereka kunjungi ini begitu mengutamakan keindahan untuk para pelanggan. Cafe ini berdiri tidak jauh dari arena pantai. Dengan interior yang begitu mewah membuat kesan wah pada siapapun pelangan yang berkunjung. Bagi mereka kepuasan pelanggan adalah nomor satu dalam menikmati keindahan cafe bersama segelas coffe.
"Kamu menyukainya Ara?" Tanya Tian saat melihat Ara yang tampak terpana itu.
Ara mengangguk dengan cepat. " Ini indah sekali, bagaimana mungkin ada cafe seperti ini di ibu kota ya?"
Tian terkekeh mendengar pertanyaan dari Ara, sejak pertama melihat Ara ia sudah begitu jatuh hati pada gadis itu di tambah lagi dengan tingkah nya yang begitu polos dan terkesan apa adanya itu membuat Tian menjadi gemas sendiri.
"Sekilas informasi, cafe ini milik ku Ara." Ucap Tian setengah berbisik.
Ara mengangga mendengar nya, matanya berbinar. "Benarkah ini cafe milikmu Tuan? Kira-kira berapa harga untuk membangun cafe seperti ini?" Tanya Ara dengan begitu polosnya.
Kembali Tian terkekeh mendengar pertanyaan dari Ara itu, "Tidak banyak kok, hanya--" Tian menggantung ucapannya sambil menatap Ara yang sedang menunggu jawaban itu.
"Berapa bayaran untuk bisa menikmati tubuh seksi mu itu Ara?"
Seorang pelayan datang membawa minuman untuk Ara dan Tian hingga membuat Ara yang ingin menjawab pertanyaan Tian mengurungkan niatnya.
"Silahkan dinikmati Tuan dan Nona." Ucap pelayan itu sebelum pergi meninggalkan mereka.
Ara mengambil minuman coklat panas yang di hidangkan padanya itu. Ditiupnya lebih dulu agar tidak terlalu panas masuk ke tenggorokannya nanti.
Semuanya itu tidak lepas dari pandangan mata Tian. Laki-laki itu seperti menikmati pemandangan yang ada dk hadapan nya.
"Jangan memandangku seperti itu Tuan nanti kamu bisa jatuh cinta padaku dan jangan salahkan aku kalau aku tidak mau bertanggungjawab dengan rasa mu itu." Ucap Ara dan kembali menikmati coklatnya mengulangi ritual tadi.
Tian tertawa, "Percaya diri seklai anda Nona mengatakan hal seperti itu padaku."
Ara meletakkan gelas coklat nya di atas meja, "Bukankah tidak menutupi kemungkinan jika hal seperti itu bisa terjadi di zaman sekarang?"
Tian tertawa, "Jika hal seperti itu bisa terjadi aku akan sujud syukur nona dan akan aku pastikan dirimu menjadi ratu di hati ku yang bertahta."
"Ah, lupakan saja itu Tuan, aku sendiri juga tidak ingin hal seperti itu terjadi. Aku menyukai hidup yang bebas tanpa ada larangan karena begitu lah cara ku menikmati hidup ku ini."
Ara menatap Tian tepat di manik matanya itu, "Bagaimana dengan anda Tuan?" Tanya Ara.
"Sama seperti mu Ara, aku juga suka kebebasan karena seperti itulah aku menikmati hidupku ini. Aku tidak menyukai sebuah hubungan ataupun status. Apalagi keterikatan dalam hubungan yang sangat meribet kan itu."
Ara mengangguk tanda mengerti dengan penjelasan dari Tian itu, "Lalu, sejauh ini sudah berapa banyak wanita yang kau habiskan malam dengannya?" Tanya Ara.
Tian tertawa, "Ah itu, aku bahkan tidak menghitung jumlahnya Ara. Jika aku suka dan aku mau aku akan pastikan bahwa wanita itu akan mendesah hebat menyebut namaku dengan begitu seksi."
Tak ada jawaban apapun dari Ara, wanita itu kembali meminum coklat nya yang sudah mulai dingin itu.
Hening beberapa menit menyelimuti keduanya sampai Tian berdehem untuk mencair kan suasana. "Bagaimana dengan Pertanyaan ku tadi Ara. Berapa yang harus aku bayar untuk membuat mu mendesah sepanjang malam?"
Ara diam sejenak, memilih kata yang pas untuk jawaban yang memang sejak awal sudah di lontarkan oleh Tian itu.
"Untuk pelacur pemula seperti ku ini, Apakah bayaran 1 Triliun merupakan hal yang begitu besar?" Jawab Ara dengan sedikit hati-hati.
Hening beberapa menit menyelimuti keduanya sampai Tian berdehem untuk mencair kan suasana. "Bagaimana dengan Pertanyaan ku tadi Ara. Berapa yang harus aku bayar untuk membuat mu mendesah sepanjang malam?"Ara diam sejenak, memilih kata yang pas untuk jawaban yang memang sejak awal sudah di lontarkan oleh Tian itu."Untuk pelacur pemula seperti ku ini, Apakah bayaran 1 Triliun merupakan hal yang begitu besar?" Jawab Ara dengan sedikit hati-hati.Tian menganga mendengar jawaban dari Ara, "Sebenarnya apa yang sedang ada di pikiran gadis ini saat meletakkan harga?" Gumam Tian dalam hatinya sendiri.Bukannya menjawab Tian malah melemparkan sebuah pertanyaan pada Ara, "Sejak kapan kamu mulai terjun ke dunia malam?"Nampak Ara sedikit berpikir sebentar, "Seperti nya baru tiga hari yang lewat Tuan." Jawab Ara.Tian menaikkan alisnya sambil kedua tangannya ia lipat di
Ara kembali ke kostan nya yang begitu kecil namun cukup nyaman bagi dirinya untuk tinggal di situ. Ia langsung membaringkan tubuhnya di kasur nya yang terbilang tidak empuk itu. Tapi karena sudah terbiasa ia tak memperdulikan semuanya itu, yang ia tahu ia bisa melepaskan rasa penat nya.Saat ingin menutup mata, sebuah telepon masuk dari nomor Ayahnya hingga dengan cepat membuat Tiara langsung mengangkat telepon itu pada deringan ke tiga. Ia bingung dan sekaligus takut jika mendapatkan telepon dari rumah nya itu. Ia takut ada apa-apa disana."Halo yah." Ucap Tiara setelah menekan tombol hijau mengangkat telepon."Apa kabar Nak?" Tanya Ayah Kaira dise
Subuh sekali, Ara sudah tiba di depan pagar yang menjulang tinggi berwarna coklat tua. Di dalam sana ada rumah megah berwarna putih biru.Pintu gerbang dibuka oleh seorang satpam yang sedang bertugas pagi. "Selamat pagi Nona." Sapa satpam itu saat melihat sosok Tiara yang sedang berdiri dengan tangan dilipat di dada."Bapak tidur ya?" Tanya Ara, tatapannya begitu mendalam pada satpam itu."Anu Non, itu-""Anu apa hm?" Potong Ara cepat membuat Satpam itu semakin ketakutan.
Ara melangkah kan kaki nya memasuki hotel bintang lima tersebut dengan begitu hati-hati membuat Tian mengerutkan keningnya."Apa yang kau lakukan nona? Tanya Tian saat sejak tadi Ara seperti sedang berwaspada di setiap langkahnya.Bukannya menjawab Ara malah menegang di tempatnya saat melihat seorang laki-laki sedang merangkul wanita di sampingnya sambil sesekali mencium dengan penuh nafsu pada wanita itu.Ara menghentikan langkahnya, mata nya masih sangat fokus menatap dua insan yang sedang melewati dirinya dan juga Tian."Ck! Jika sudah diperbudak oleh nafsu itu tandanya tidak mempunyai rasa malu sedikitpun. Bahkan diriku disampingnya juga tidak di hiraukan." Gumam Ara yang bisa didengar oleh Tian.Tian melihat laki-laki yang sedang melewati mereka bersama wanita cantik di sampingnya, seperti nya wanita itu adalah wanita malam.Tanpa mengatakan apapun lagi, Ara melanjutkan l
Setelah berdebat terlalu panjang bersama Tian akhirnya keduanya berakhir di sebuah warung pinggir jalan untuk memakan bubur ayam sebagai pengganjal perut di pagi hari."Ck! Tak hanya pelit kau juga perhitungan ternyata."Tian menaikkan alisnya dan menghentikan suapan lontong yang ia pesan tadi. "kenapa?" Tanya Tian seperti tidak bersalah sama sekali."Kenapa?" Ara mengulang pertanyaan Tian tadi dengan nada yang sangat kesal."Yang seperti ini kah yang membuat kau menelponku malam-malam? Sarapan seperti inikah yang kau maksud?" Lanjut Ara yang masih tak percaya bahwa Tian mengajak dirinya sarapan di warung pinggir jalan seperti saat ini.Bukannya dirinya tidak suka atau tidak level makan di warung seperti ini melainkan dirinya masih tidak terima bahwa pengusaha sukses dan terkenal seperti Tian itu mengajak dirinya sarapan ditempat ini.Bukankah seharusnya Tian mengajak dirinya makan
Setelah bisa menguasai dirinya kembali, Ara melangkah menuju meja makan bergabung bersama kedua orang tuanya."Selamat pagi," sapa Ara kepada kedua orangtuanya."Pagi sayang, kok telat?""Bukannya pak satpam sudah bilang? Tadi aku ada telepon dadakan Bu."Ibu Ara yang bernama Tika mengangguk dan kemudian menatap lekat wajah Ara yang terlihat begitu tenang sambil mengambil nasi goreng ke dalam piring nya.Benar saja apa yang telah Ara duga bahwa ibunya itu akan memasak banyak saat mendengar kabar dirinya akan datang walaupun sering sekali ia mengingkari janji nya untuk pulang itu."Ardan, mengapa kau disitu nak. Sini, duduklah bersama." Titah sang ayah saat melihat Ardan yang hanya berdiri di tempat ia menyambut kedatangan Ara tadi.Ardan mengangguk dan kemudian berjalan mendekati meja makan."CK! Masih punya muk
Tok..tok..tokPintu kembali diketuk oleh manusia Yang sangat malas Ara lihat. Ia tidak tahu mimpi apa dirinya semalam sampai bisa menerima nasib kurang bagus pagi ini."Ara." Panggil Ardan dari luar dengan begitu lembut.Setelah malam itu ia tak pernah lagi mendengar suara Ardan bahkan ia lupa bagaimana suara Ardan yang selalu menenangkan dirinya dalam tangis."Ara, please bicaralah. Aku tahu kau ada di dalam."Ara diam, ia masih menatap kosong ke arah pintu itu. Bahkan untuk membuka mulut saja rasanya begitu susah. Apakah sebegitu benci nya dirinya terhadap Ardan?"Ara beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya Ra." Ucap Ardan lagi di balik pintu itu sambil mengetuk pintu kamar Ara.Dengan langkah gontai Ara melangkah mengambil baju di lemari dan kemudian langsung melangkah menuju kamar mandi miliknya. Sepertinya ia butuh menenangkan
Lepas." Ucap Ara sambil mengeluarkan dirinya dari pelukan Ardan.Ardan menganga tak menyangka bahwa Ara bisa melakukan itu kepada nya. Sejak tadi ia berharap bahwa Ara akan kemabli menjadi adik bungsu nya seperti dulu lagi. Namun entah kenapa rasanya sulit sekali untuk menghara hak itu untuk terjadi mengingat tujuh tahun berlalu tak pernah ada sapaan ataupun komunikasi antara mereka berdua"Jangan sentuh aku lagi. Tolong, tetaplah pada batasanmu."Ardan terdiam cukup lama akibat ucapan Ara barusan. Namun setelah ia bisa menguasai dirinya ia berdehem sebelum untuk mencair kan suasana.Matanya menyapu sekeliling kamar Ara dan berhenti di sebuah bingkai foto. Bibirnya mengembangkan senyuman yang entah mau dikatakan apa
“Apa yang kamu lakukan? bukankah aku sudah mengatakan untuk keluar dari sini? mengapa malah berbalik lagi?”Ara memejamkan matanya sebentar dan kemudian menatap Tian, “Aku mengizinkanmu mengambil keperawanan ku Tian, sebagai gantinya tolong nikahi aku dan lindungi aku.” Ucap Ara.Mendengar itu, Tian langsung bangun dan duduk disamping Ara. Kening nya berkerut saat melihat ekspresi wajah Ara yang seperti ketakutan itu.Baru beberapa menit yang lalu wanita itu pergi meninggalkan kamar ini dengan sangat arogan sekali. Tapi kenapa kini ia berbalik dengan ekspresi yang Sangat kacau seperti ini."Apa yang terjadi Ra?" Tanya Tian.Ara diam, ia masih mengatur pernapasannya yang tidak beraturan itu.Berlarian dengan kecepatan seperti tadi itu benar-benar tak pernah ia lakukan semenjak lulus dari sekolah SMA yang mewajibkan semua siswa untuk ola
Ara menatap kesekeliingnya saat memasuki sebuah kamar hotel yang telah di pesan oleh Tian.“Kenapa?” tanya Tian saat menyadari bahwa Ara tampak tidak suka.“Apa?” Tanya Ara yang seolah tidak mengerti kemana perginya pertanyaan Tian barusan itu.“Kau tidak menyukai kamarnya?” tanya Tian.Ara menoleh kearah Tian yang ada disampingnya itu, “Kenapa? apa pedulimu hm?” tanya Ara sinis.Tian terkekeh saat mendnegar jawaban dari Ara itu, Wanita ini selalu saja bertingkah di luar ekspetasinya dan itu adalah hal yang paling ia sukai.“Jadi, kapan kita aka
"Ini adalah salah satu resiko menjadi wanita malam Ra. Hanya ada dua pilihan saat kau memutuskan masuk ke dunia malam. Yang pertama kau harus menghayati peran mu dengan menjadi pelacur sungguhan yang hina atau keluar dari dunia malam tanpa mendapatkan apapun yang kau cari!" Ucap Tian lagi.Dan ekspresi Ara saat ini Benar-benar tidak bisa terbaca. Entah apa yang saat ini ia pikirkan setelah mendengar pernyataan dari Tian barusan itu.Dengan sangat santai sambil mengembangkan sebuah senyum Tiara menjawab, "Hidupku bukanlah sebuah pilihan! Bagaimana kedepannya, cukup aku yang tahu tentang hidupku." Ucap Ara setelah cukup lama terdiam.Tian menganggukkan kepalanya atas ucapan yang di ucapkan oleh Ara barusan itu. Kedua tangannya ia lipat di dada serta saat ini ia ber
Ara terdiam saat memasuki sebuah cafe tapi tak ada satupun orang yang datang. Cafe ini benar-benar sangat sepi Sekali, Ara terus saja bertanya-tanya di dalam hati. Apa yang sedang direncanakan oleh Tian saat ini? "Selamat datang nona." Ucap salah satu pelayan cafe tersebut sambil menundukkan kepalanya saat Ara berhenti di hadapannya. "Terimakasih." Jawab Ara sambil mengembang kan sebuah senyum. Lebih tepatnya senyum yang dipaksakan. "Atas nama nona Tiara Aprilia kan?" Tanya pelayan tersebut memastikan tamu nya itu. Ara mengangguk kan kepalanya kepada si pelayan tersebut. "Mari nona, ikut saya. Akan saya tunjukkan tempat nya
Ara membuka matanya dan pandangan pertamanya jatuh pada langit kamar yang berwarna putih. Penglihatannya yang kurang jelas itu langsung membuat ia mengedipkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya.Kini penglihatannyayang kurang jelas pada langit kamar itu menjadi begitu terang. Ia menoleh ke arah sampingnya untuk mengenali tempat ia berada saat ini.Ini bukan kamarnya maupun kontrakan nya. Jadi, ini dimanan? Rumah sakit? Bukan! ini juga bukan rmah sakit. Lalu ini dimana?Pandangan mata Ara jatuh pada dirinya sendiri yang sedang berada dalam selimut tebal. kasur yang berukuran king itu langsung menraik perhatiannya.“Apakah aku sedang berada di hotel?” Tanya Ara pada dirinya sendir
Ara terus saja berjalan membawa diri, ucapan Ken masih terngiang’-ngiang di telinga nya saat ini.Hancur? mungkin itu satu kata yang bisa menggambarkan keadaannya saat ini. Bagaimana bisa ia percaya bahwa orang yang selama ini ia percaya adalah musuh dirinya yang sebenarnya. Dan bodohnya dirinya karena begitu mempercayai laki’-laki yang ia sebut seorang sahabat itu.Masih begitu ingat dalam ingatan bagaimana Ken datang dalam hidupnya dan memberikan ia keyakinan untuk membantu memecahkan segala masalah yang sedang ia hadapi.Meskipun agak sedikit lama namun Ken benar-benar berhasil menipu dirinya.Ia juga ingat bagaimana ia memberitahuKan tentang rencana yang menurutnya akan berhasil untuk memancing si pembunuh keluar dari sarangnya. Namun beberapa kali serangan yang ia lakukan ia harus menelan kenyataan yang begitu pahit sekali karena as selalu berakhir dengan kegagalan dna kali ini
"Ra." Panggil Ken yang langsung membuat tawa Ara berhenti."Ya." Jawab Ara."Maaf."Ara menaikkan alisnya, "Untuk?" Tanya Ara."Aku terlibat dalam pembunuhan kak Karin malam itu." Ucap Ken dengan begitu hati-hati bahkan ia memejamkan matanya tak berani menatap wajah dan ekspresi dari Ara yang entah seperti apa saat ini.Hening menyelimuti suasana di danau saat ini. Bahkan Ara benar-benar tidak tahu harus merespon apa dari ucapan Ken barusan tadi. Rasanya begitu sangat Sesak sekali di dadanya seperti tak ada udara yang bisa ia hirup.Waktu seolah berhenti sejenak, ucapan Ken seperti sebuah tamparan keras untuk dirinya. Orang yang ia percaya selama ini merupakan salah satu orang yang terlibat dalam pembunuhan sang kakak.Apakah semua ini sebuah lelucon? Jika iya, maka dengan sangat terpaksa Ara akan mengatakan bahwa lelucon ini tidak
"Tolong, Katakan dengan sejujurnya semua yang kamu ketahui tentang ucapan Ardan tadi." Ucap Ara yang langsung membuat Ken terdiam.Sejujurnya ia tak tahu apa yang harus ia katakan, lebih tepatnya ia tak tahu darimana ia harus memulainya. Pikirannya menerawang jauh memikirkan sesuatu yang sampai saat ini sangat ia sesali.Ia benci keadaan ini, benci dengan situasi yang semuanya palsu. Dan yang paling terpenting ia benci dirinya sendiri.Ia benci semua yang melibatkan dirinya sampai sejauh ini dalam Masalah yang ia sendiri tidak tahu mengapa menghampiri hidupnya yang tenang.Hidup dalam sebuah sandiwara hingga saat ini dan benar-benar jauh dari jati dirinya sendiri.Ken menoleh ke arah Ara yabg sedang menunggu jawaban dari Ken itu.Wajah polos yang selalu mempercayai dirinya selama ini, apakah ia tega menyakiti perasaannya?"Ra." Panggil Ke
"Ken, tolong Jangan pergi. Tolong beri aku penjelasan Dari semua ini." Lirih Ara.Ken menoleh ke arah Ara yabg sedang menatap nya dengan tatapan sendu. Ken melepas kan tangan Ara dari tangan nya dengan Sangat hati-hati sekali. Sebuah senyum tak lupa ia kembangkan di hadapan Ara."Bukan aku yang berhak dalam menjelaskan semuanya ini Ra. Yang berhak itu adalah keluarga kamu. Aku hanya orang asing disini yang kebetulan mendapatkan tawaran bersama dengan kamu memimpin perusahaan mu.""Tapi, bukannya kamu tahu bahwa aku tak menginginkan perusahaan itu? Kau tahu itu kan Ken.""Banyak hal Ra, banyak hal yang memang harus kamu mengerti dari semua nya ini. Jangan terlalu sibuk dengan hidupmu sendiri. Jangan terlalu fokus dengan masalah mu Ra. Banyak hal di sekeliling mu yang harus kamu perhatikan. Ingat, jati dirimu sebenarnya adalah seorang tuan putri dan itu tidak akan bisa kamu hilangkan meskipun kamu ingi