Ara melangkah kan kaki nya memasuki hotel bintang lima tersebut dengan begitu hati-hati membuat Tian mengerutkan keningnya.
"Apa yang kau lakukan nona? Tanya Tian saat sejak tadi Ara seperti sedang berwaspada di setiap langkahnya.
Bukannya menjawab Ara malah menegang di tempatnya saat melihat seorang laki-laki sedang merangkul wanita di sampingnya sambil sesekali mencium dengan penuh nafsu pada wanita itu.
Ara menghentikan langkahnya, mata nya masih sangat fokus menatap dua insan yang sedang melewati dirinya dan juga Tian.
"Ck! Jika sudah diperbudak oleh nafsu itu tandanya tidak mempunyai rasa malu sedikitpun. Bahkan diriku disampingnya juga tidak di hiraukan." Gumam Ara yang bisa didengar oleh Tian.
Tian melihat laki-laki yang sedang melewati mereka bersama wanita cantik di sampingnya, seperti nya wanita itu adalah wanita malam.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Ara melanjutkan langkahnya mengikuti dua pasang kekasih di depannya itu. Tian mengikuti saja, ia juga malas untuk sekedar bertanya kenapa.
Pada sebuah kamar 591 mereka berhenti sebentar, dan wanita yang sejak tadi berada di sampingnya itu langsung menjadi liar. Saat laki-laki itu membuka pintunya, wanita itu menciumi leher laki-laki itu dengan penuh nafsu. Sorot matanya seperti orang kelaparan belaian.
Ara melangkah saat keduanya masuk kedalam sambil berciuman. Sesekali mereka melepaskan ciuman hanya untuk sekedar mengambil oksigen.
Saat ingin masuk kedalam kamar itu, Tian langsung menahan lengan Ara sambil menggeleng kan kepala nya. Dan kemudian Tian langsung menelpon seseorang yang Ara sendiri tidak tahu siapa.
"Tolong hidup kan cctv di kamar 591." Ucap Tian dan kemudian telepon pun langsung terputus secara sepihak oleh Tian.
"Aksa kau yakin?" Terdengar suara dari dalam kamar sana.
"Ayolah baby, tidakkah kau ingin merasakan bagaimana rasanya surga dunia itu sesungguhnya? Menurutlah padaku dan berbaring lah sayang, akan aku tunjukkan padamu surga dunia itu."
Terdengar suara desahan dari dalam kamar itu, "Bagaimana dengan Ara?"
Tian yang entah kenapa juga ikut menguping itu langsung mengerutkan keningnya saat mendengar nama Ara disebutkan.
Tadi nya dirinya pikir bahwa Ara ingin tahu tutorial bagaimana melakukan hubungan intim itu yang baik dan benar, ah ternyata ada hal yang lain yang dirinya tidak mengerti.
"Ara? Ah, wanita polos dan berisik itu yang sangat sok suci? Sebenarnya aku sudah muak dengan dirinya tapi belum juga menemukan cara yang pas untuk memutuskan wanita itu. Tapi aku berjanji bahwa aku akan memutuskan dirinya untuk mu sayang. Maka mendesah lah dengan begitu seksi sambil menyebut namaku malam ini."
"Serius?"
"Iya sayang, lagipula aku tidak mencintai wanita itu hanya saja selama ini kepintaran yang ia miliki itu yang membuat aku memanfaatkan dirinya. Dan dia begitu menggilai ku, jadi bisa dikatakan bahwa hubungan kami itu hanya sebatas hubungan yang saling menguntungkan. Aku memanfaatkan kepintaran nya untuk menyandang gelar sedangkan dirinya mendapatkan aku."
Ara mengembangkan senyumnya, raut ekspresi nya pun sangat sulit untuk diartikan. Tian yang melihat itu hanya diam saja, ia mau melihat sejauh apa yang bisa Ara lakukan.
Ara mengambil ponselnya dan kemudian mencari nama seseorang disana, setelah menemukan nama yang ia cari dengan segera ia langsung menelpon orang itu.
Suara dering ponsel terdengar dari dalam kamar tersebut dan Ara sudah berdiri tegak sambil menyandarkan tubuhnya di dinding.
"Ssst, Ara nelpon." Ucap laki-laki itu pada wanita yang sedang asik mencium lehernya seperti sedang membangun kan nafsu laki-laki itu.
"Iya sayang." Ucap laki-laki itu.
Entah kenapa Tian seperti ingin muntah saat ini juga ketika mendengar laki-laki yang tadi mengatai Ara sekarang sedang bersikap sangat manis. Sungguh saat ini Tian sangat malu menjadi laki-laki.
"Kamu dimana Aksa?" Tanya Ara
"Aku baru saja terlelap sayang setelah selesai mengerjakan skripsi, eh tau-tau nya kamu telepon. Kenapa hm?"
"Aku sedang rindu." Jawab Ara sambil memutar bola matanya dengan sangat malas.
"Baiklah jika tuan putri ku sudah mengatakan seperti itu, jadi apa yang bisa aku lakukan sayang? Haruskah aku menemuimu sekarang?"
"Ya seharusnya, tapi entah kenapa aku yang ingin menemuimu hari ini. Kau di kamar kan? Aku langsung ke kamar aja ya."
"Jangan! Tidak, maksudnya itu tunggu saja di bawah aku akan datang menjemputmu sayang. Tunggu aku 5 menit lagi."
Tanpa mendengar jawaban dari Ara, sambungan pun diputuskan secara sepihak oleh Aksa. Terdengar suara di dalam sana yang begitu ribut dalam sekejap.
Tian mengembangkan senyumnya, diam-diam ia memperhatikan Ara yang masih begitu terlihat sangat tenang pada posisinya itu. Entahlah ia sangat menyukai gaya Ara yang sangat seperti saat ini.
"Ara datang, ayo pakai lagi baju mu itu dan keluar dari sini sekarang." Ucap Aksa
"Ini dalaman mu masih ketinggalan sayang." Sambung nya lagi. Di salam sungguh benar-benar sibuk, tak ada lagi suara desah-desahan seperti tadi.
Beberapa menit kemudian pintu kamar terbuka menampakkan sosok Ara yang sedang menggunakan dress warna biru sambil menghentakkan kakinya berulang-ulang. Seolah-olah ia sudah begitu bosan menunggu terlalu lama.
"Ar-a." Ucap kedua nya serentak dengan terbata-bata.
"Hai Aksa, hai juga Lis." Sapa Ara sambil mengembangkan senyumnya yang terlihat begitu kaku
"Sejak kapan kamu disini?" Tanya Aksa
"Sejak kalian berdua saling mendesah penuh nafsu sambil mengatai-ngatai ku seolah-olah aku lah penjahat yang sebenarnya disini." Jawab Ara masih dengan senyuman nya yang belum juga pudar.
Keduanya langsung menegang di tempat, "Sayang ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan."
"Oh ya? Jadi sebenarnya seperti apa?"
"Sebenarnya--"
"Sebenarnya kita memang harus putus Aksa. Dan selamat berbahagia." Setelah mengucapkan itu Ara langsung melangkah tanpa memperdulikan teriakan Aksa di belakang sana.
"Aku sebagai laki-laki sangat malu dengan tingkah anda yang sungguh menjijikkan itu." ucap Tian sinis dan kemudian langsung mengejar Ara yang sudah jauh di depan sana.
Tak ada tanda-tanda bahwa Aksa mengejar dirinya ataupun sekedar menjelaskan apa yang telah Ara lihat. Dari arah belakang terdengar suara Tian yang sedang berusaha mengejar dirinya itu.
"Ah, mimpi apa aku semalam bisa melihat hal menjijikkan pagi ini." Ucap Ara.
Tian mengajak Ara masuk ke dalam lift dan Ara hanya mengikuti saja. Pikirannya masih pada tempat kejadian itu. Apa yang dilakukan oleh Aksa bersama Lisa sekarang? Apa mereka sedang melanjutkan aktivitas mereka yang sempat terjeda karena ulah dirinya tadi? Semua yang terjadi tepat di hadapannya itu membuat Ara belum bisa menerima semua itu dengan baik.
Ting. Bunyi lift terbuka membuat Tian langsung menyeret Ara untuk keluar dari lift itu. Sedangkan Ara ia hanya mengikuti saja kemana dirinya dibawa karena pikiran nya masih memikirkan tentang kekasih dan juga sahabat baik nya itu yang entah sedang apa saat ini.
Tian membuka pintu dan menyuruh Tiara untuk masuk dan duduk di sofa panjang yang ada di dalam kamarnya itu.
"Ck! Laki-laki brengsek seperti itu masih saja dipikirkan. Jika aku menjadi kau tak akan aku ingat-ingat lagi laki-laki itu, bahkan kalau bisa aku akan membuat dirinya menyesal."
Ara mengangkat kepalanya untuk menatap Tian di hadapannya itu yang sedang memasang wajah mengejek, "Tian ayo kita lakukan itu." Ucap Ara,
"Lakukan apa?" Tanya Tian sambil menaikkan alisnya.
"Astaga, kau terlihat begitu polos padahal kau mengerti apa yang aku maksud. Ayo Tian kita lakukan itu disini."
"Tidak Ara, aku tidak mau."
"Kenapa tidak mau? Apa aku kurang cantik dan seksi?"
"Bukan, bukan seperti itu. Malah kau adalah wanita yang cantik dan seksi. Tapi bukan itu masalahnya sekarang, melainkan aku bukanlah orang bodoh untuk menghabiskan uang 1 Triliun yang ku punya hanya untuk membeli dirimu. 1 Triliun itu sangat banyak Ara."
Sontak saja mendengar jawaban dari Tian itu membuat Ara memasang wajah datar nya.
"Ck! Kau orang pelit ternyata."
Setelah berdebat terlalu panjang bersama Tian akhirnya keduanya berakhir di sebuah warung pinggir jalan untuk memakan bubur ayam sebagai pengganjal perut di pagi hari."Ck! Tak hanya pelit kau juga perhitungan ternyata."Tian menaikkan alisnya dan menghentikan suapan lontong yang ia pesan tadi. "kenapa?" Tanya Tian seperti tidak bersalah sama sekali."Kenapa?" Ara mengulang pertanyaan Tian tadi dengan nada yang sangat kesal."Yang seperti ini kah yang membuat kau menelponku malam-malam? Sarapan seperti inikah yang kau maksud?" Lanjut Ara yang masih tak percaya bahwa Tian mengajak dirinya sarapan di warung pinggir jalan seperti saat ini.Bukannya dirinya tidak suka atau tidak level makan di warung seperti ini melainkan dirinya masih tidak terima bahwa pengusaha sukses dan terkenal seperti Tian itu mengajak dirinya sarapan ditempat ini.Bukankah seharusnya Tian mengajak dirinya makan
Setelah bisa menguasai dirinya kembali, Ara melangkah menuju meja makan bergabung bersama kedua orang tuanya."Selamat pagi," sapa Ara kepada kedua orangtuanya."Pagi sayang, kok telat?""Bukannya pak satpam sudah bilang? Tadi aku ada telepon dadakan Bu."Ibu Ara yang bernama Tika mengangguk dan kemudian menatap lekat wajah Ara yang terlihat begitu tenang sambil mengambil nasi goreng ke dalam piring nya.Benar saja apa yang telah Ara duga bahwa ibunya itu akan memasak banyak saat mendengar kabar dirinya akan datang walaupun sering sekali ia mengingkari janji nya untuk pulang itu."Ardan, mengapa kau disitu nak. Sini, duduklah bersama." Titah sang ayah saat melihat Ardan yang hanya berdiri di tempat ia menyambut kedatangan Ara tadi.Ardan mengangguk dan kemudian berjalan mendekati meja makan."CK! Masih punya muk
Tok..tok..tokPintu kembali diketuk oleh manusia Yang sangat malas Ara lihat. Ia tidak tahu mimpi apa dirinya semalam sampai bisa menerima nasib kurang bagus pagi ini."Ara." Panggil Ardan dari luar dengan begitu lembut.Setelah malam itu ia tak pernah lagi mendengar suara Ardan bahkan ia lupa bagaimana suara Ardan yang selalu menenangkan dirinya dalam tangis."Ara, please bicaralah. Aku tahu kau ada di dalam."Ara diam, ia masih menatap kosong ke arah pintu itu. Bahkan untuk membuka mulut saja rasanya begitu susah. Apakah sebegitu benci nya dirinya terhadap Ardan?"Ara beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya Ra." Ucap Ardan lagi di balik pintu itu sambil mengetuk pintu kamar Ara.Dengan langkah gontai Ara melangkah mengambil baju di lemari dan kemudian langsung melangkah menuju kamar mandi miliknya. Sepertinya ia butuh menenangkan
Lepas." Ucap Ara sambil mengeluarkan dirinya dari pelukan Ardan.Ardan menganga tak menyangka bahwa Ara bisa melakukan itu kepada nya. Sejak tadi ia berharap bahwa Ara akan kemabli menjadi adik bungsu nya seperti dulu lagi. Namun entah kenapa rasanya sulit sekali untuk menghara hak itu untuk terjadi mengingat tujuh tahun berlalu tak pernah ada sapaan ataupun komunikasi antara mereka berdua"Jangan sentuh aku lagi. Tolong, tetaplah pada batasanmu."Ardan terdiam cukup lama akibat ucapan Ara barusan. Namun setelah ia bisa menguasai dirinya ia berdehem sebelum untuk mencair kan suasana.Matanya menyapu sekeliling kamar Ara dan berhenti di sebuah bingkai foto. Bibirnya mengembangkan senyuman yang entah mau dikatakan apa
"Hai nona Pelacur." Sapa orang itu sambil mengembangkan senyumnya.Ara terdiam, ditatap nya laki-laki yang berada di hadapan itu."Kamu lagi!" Ucap Ara yang sedikitpun tidak membuat senyum di wajah laki-laki itu luntur."Mau ngapain kamu kesini? Aku rasa telinga mu sedang tidak bermasalah hingga perkataan ku tadi pagi pasti bisa kamu dengar dengan baik bukan?" Lanjut Ara."Apa pembantu mu tadi tidak mengatakan siapa yang datang padamu hm?"Dengan polosnya Ara mengangguk, "Pacar katanya."Tian mengangguk, "Nah itu kamu sudah tahu. Jadi ceritanya itu sekarang pacar kamu ini mau ngajak kamu maka
Ardan terdiam di dalam kamarnya, pikirannya menerawang saat melihat Tian dan Ara bersama tadi. Entahlah ia merasa seperti sesuatu yang buruk akan segera terjadi pada adik bungsunya itu."Bagaimana bisa Ara mengenal Tian? Ah, laki-laki itu juga seperti kurang puas dengan kejadian yang pernah terjadi?" Tidak! Ia tidak akan ingin membuat nasib adiknya itu sama seperti Kirana. Cukup Kirana jangan Ara.Sepertinya kepulangan nya itu merupakan hal yang benar. Tidak masalah jika Ara belum bisa menerima nya yang jelas ia akan terus memantau apa saja yang dilakukan Ara mulai sekarang. Ia harus bergerak cepat sebelum semuanya kembali sia-sia lagi.Matanya beralih menatap foto tujuh tahun yang lalu saat masih ada Kirana diantara mereka. Rasanya hari itu merupakan hari yang paling membahagiakan di dunia. Sungguh, ia begitu merindukan hari itu lagi.Andai waktu bisa diulang sebentar saja, ia ingin kembali me
Ardan membuka pintu kamarnya saat sejak tadi ia mendengar Ara tak henti-hentinya mengedor pintu kamarnya."Kenapa?" Tanya Ardan saat melihat Ara yang sudah begitu rapi dan pakaiannya juga sedikit terbuka dan begitu ketat menampakkan bentuk tubuhnya itu."Pinjam mobil." Jawab Ara dengan begitu sinis."Untuk apa?""Mau pergi.""Kemana?""Pergilah pokoknya.""Ya kemana dulu.""Pergi yang jauh.""Ya udah gue antar ya." Jawab Ardan akhirnyaMendengar itu Ara langsung terbelalak, "No!" Pekik Ara kuat. Tak akan ia biarkan Ardan mengantar nya.Melihat itu Ardan langsung menaikkan alisnya, ia menangkap sesuatu yang aneh pada diri Ara."Why?""Aku dan kamu tidak dekat jadi berhentilah untuk peduli tentangku. Aku tidak membut
Ara membawa langkah kakinya ke sebuah club malam dimana ia dan Tian kemarin. Hati nya benar-benar kesal dengan sikap Ardan tadi. Dia pikir dirinya siapa bisa mengatur-ngatur hidupnya seperti itu!Wajah kesal itu tak pudar sedikitpun sampai ia masuk ke dalam club malam yang langsung disambut Dengan berisik nya bunyi DJ yang merusak gendang telinga. Di beberapa tempat juga banyak sekali orang yang sedang bertukar oksigen dibawa redupnya lampu itu.Dirinya benar-benar sedang malas hari ini, moodnya hancur karena Ardan tadi. Entahlah, dirinya juga tidak tahu apa alasan dari kepulangan Ardan itu.Tapi apapun alasannya itu Tiara tidak peduli. Ia sudah malas dengan Ardan. Laki-laki yang sangat ia cinta dulu itu mengapa harus menjelma menjadi orang pertama yang menyakitinya tujuh tahun yang lalu hingga saat ini.Masih segar di ingatan nya itu bagaimana Ardan begitu menyayangi Dirinya dan juga Karina si kemba
“Apa yang kamu lakukan? bukankah aku sudah mengatakan untuk keluar dari sini? mengapa malah berbalik lagi?”Ara memejamkan matanya sebentar dan kemudian menatap Tian, “Aku mengizinkanmu mengambil keperawanan ku Tian, sebagai gantinya tolong nikahi aku dan lindungi aku.” Ucap Ara.Mendengar itu, Tian langsung bangun dan duduk disamping Ara. Kening nya berkerut saat melihat ekspresi wajah Ara yang seperti ketakutan itu.Baru beberapa menit yang lalu wanita itu pergi meninggalkan kamar ini dengan sangat arogan sekali. Tapi kenapa kini ia berbalik dengan ekspresi yang Sangat kacau seperti ini."Apa yang terjadi Ra?" Tanya Tian.Ara diam, ia masih mengatur pernapasannya yang tidak beraturan itu.Berlarian dengan kecepatan seperti tadi itu benar-benar tak pernah ia lakukan semenjak lulus dari sekolah SMA yang mewajibkan semua siswa untuk ola
Ara menatap kesekeliingnya saat memasuki sebuah kamar hotel yang telah di pesan oleh Tian.“Kenapa?” tanya Tian saat menyadari bahwa Ara tampak tidak suka.“Apa?” Tanya Ara yang seolah tidak mengerti kemana perginya pertanyaan Tian barusan itu.“Kau tidak menyukai kamarnya?” tanya Tian.Ara menoleh kearah Tian yang ada disampingnya itu, “Kenapa? apa pedulimu hm?” tanya Ara sinis.Tian terkekeh saat mendnegar jawaban dari Ara itu, Wanita ini selalu saja bertingkah di luar ekspetasinya dan itu adalah hal yang paling ia sukai.“Jadi, kapan kita aka
"Ini adalah salah satu resiko menjadi wanita malam Ra. Hanya ada dua pilihan saat kau memutuskan masuk ke dunia malam. Yang pertama kau harus menghayati peran mu dengan menjadi pelacur sungguhan yang hina atau keluar dari dunia malam tanpa mendapatkan apapun yang kau cari!" Ucap Tian lagi.Dan ekspresi Ara saat ini Benar-benar tidak bisa terbaca. Entah apa yang saat ini ia pikirkan setelah mendengar pernyataan dari Tian barusan itu.Dengan sangat santai sambil mengembangkan sebuah senyum Tiara menjawab, "Hidupku bukanlah sebuah pilihan! Bagaimana kedepannya, cukup aku yang tahu tentang hidupku." Ucap Ara setelah cukup lama terdiam.Tian menganggukkan kepalanya atas ucapan yang di ucapkan oleh Ara barusan itu. Kedua tangannya ia lipat di dada serta saat ini ia ber
Ara terdiam saat memasuki sebuah cafe tapi tak ada satupun orang yang datang. Cafe ini benar-benar sangat sepi Sekali, Ara terus saja bertanya-tanya di dalam hati. Apa yang sedang direncanakan oleh Tian saat ini? "Selamat datang nona." Ucap salah satu pelayan cafe tersebut sambil menundukkan kepalanya saat Ara berhenti di hadapannya. "Terimakasih." Jawab Ara sambil mengembang kan sebuah senyum. Lebih tepatnya senyum yang dipaksakan. "Atas nama nona Tiara Aprilia kan?" Tanya pelayan tersebut memastikan tamu nya itu. Ara mengangguk kan kepalanya kepada si pelayan tersebut. "Mari nona, ikut saya. Akan saya tunjukkan tempat nya
Ara membuka matanya dan pandangan pertamanya jatuh pada langit kamar yang berwarna putih. Penglihatannya yang kurang jelas itu langsung membuat ia mengedipkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya.Kini penglihatannyayang kurang jelas pada langit kamar itu menjadi begitu terang. Ia menoleh ke arah sampingnya untuk mengenali tempat ia berada saat ini.Ini bukan kamarnya maupun kontrakan nya. Jadi, ini dimanan? Rumah sakit? Bukan! ini juga bukan rmah sakit. Lalu ini dimana?Pandangan mata Ara jatuh pada dirinya sendiri yang sedang berada dalam selimut tebal. kasur yang berukuran king itu langsung menraik perhatiannya.“Apakah aku sedang berada di hotel?” Tanya Ara pada dirinya sendir
Ara terus saja berjalan membawa diri, ucapan Ken masih terngiang’-ngiang di telinga nya saat ini.Hancur? mungkin itu satu kata yang bisa menggambarkan keadaannya saat ini. Bagaimana bisa ia percaya bahwa orang yang selama ini ia percaya adalah musuh dirinya yang sebenarnya. Dan bodohnya dirinya karena begitu mempercayai laki’-laki yang ia sebut seorang sahabat itu.Masih begitu ingat dalam ingatan bagaimana Ken datang dalam hidupnya dan memberikan ia keyakinan untuk membantu memecahkan segala masalah yang sedang ia hadapi.Meskipun agak sedikit lama namun Ken benar-benar berhasil menipu dirinya.Ia juga ingat bagaimana ia memberitahuKan tentang rencana yang menurutnya akan berhasil untuk memancing si pembunuh keluar dari sarangnya. Namun beberapa kali serangan yang ia lakukan ia harus menelan kenyataan yang begitu pahit sekali karena as selalu berakhir dengan kegagalan dna kali ini
"Ra." Panggil Ken yang langsung membuat tawa Ara berhenti."Ya." Jawab Ara."Maaf."Ara menaikkan alisnya, "Untuk?" Tanya Ara."Aku terlibat dalam pembunuhan kak Karin malam itu." Ucap Ken dengan begitu hati-hati bahkan ia memejamkan matanya tak berani menatap wajah dan ekspresi dari Ara yang entah seperti apa saat ini.Hening menyelimuti suasana di danau saat ini. Bahkan Ara benar-benar tidak tahu harus merespon apa dari ucapan Ken barusan tadi. Rasanya begitu sangat Sesak sekali di dadanya seperti tak ada udara yang bisa ia hirup.Waktu seolah berhenti sejenak, ucapan Ken seperti sebuah tamparan keras untuk dirinya. Orang yang ia percaya selama ini merupakan salah satu orang yang terlibat dalam pembunuhan sang kakak.Apakah semua ini sebuah lelucon? Jika iya, maka dengan sangat terpaksa Ara akan mengatakan bahwa lelucon ini tidak
"Tolong, Katakan dengan sejujurnya semua yang kamu ketahui tentang ucapan Ardan tadi." Ucap Ara yang langsung membuat Ken terdiam.Sejujurnya ia tak tahu apa yang harus ia katakan, lebih tepatnya ia tak tahu darimana ia harus memulainya. Pikirannya menerawang jauh memikirkan sesuatu yang sampai saat ini sangat ia sesali.Ia benci keadaan ini, benci dengan situasi yang semuanya palsu. Dan yang paling terpenting ia benci dirinya sendiri.Ia benci semua yang melibatkan dirinya sampai sejauh ini dalam Masalah yang ia sendiri tidak tahu mengapa menghampiri hidupnya yang tenang.Hidup dalam sebuah sandiwara hingga saat ini dan benar-benar jauh dari jati dirinya sendiri.Ken menoleh ke arah Ara yabg sedang menunggu jawaban dari Ken itu.Wajah polos yang selalu mempercayai dirinya selama ini, apakah ia tega menyakiti perasaannya?"Ra." Panggil Ke
"Ken, tolong Jangan pergi. Tolong beri aku penjelasan Dari semua ini." Lirih Ara.Ken menoleh ke arah Ara yabg sedang menatap nya dengan tatapan sendu. Ken melepas kan tangan Ara dari tangan nya dengan Sangat hati-hati sekali. Sebuah senyum tak lupa ia kembangkan di hadapan Ara."Bukan aku yang berhak dalam menjelaskan semuanya ini Ra. Yang berhak itu adalah keluarga kamu. Aku hanya orang asing disini yang kebetulan mendapatkan tawaran bersama dengan kamu memimpin perusahaan mu.""Tapi, bukannya kamu tahu bahwa aku tak menginginkan perusahaan itu? Kau tahu itu kan Ken.""Banyak hal Ra, banyak hal yang memang harus kamu mengerti dari semua nya ini. Jangan terlalu sibuk dengan hidupmu sendiri. Jangan terlalu fokus dengan masalah mu Ra. Banyak hal di sekeliling mu yang harus kamu perhatikan. Ingat, jati dirimu sebenarnya adalah seorang tuan putri dan itu tidak akan bisa kamu hilangkan meskipun kamu ingi