Subuh sekali, Ara sudah tiba di depan pagar yang menjulang tinggi berwarna coklat tua. Di dalam sana ada rumah megah berwarna putih biru.
Pintu gerbang dibuka oleh seorang satpam yang sedang bertugas pagi. "Selamat pagi Nona." Sapa satpam itu saat melihat sosok Tiara yang sedang berdiri dengan tangan dilipat di dada.
"Bapak tidur ya?" Tanya Ara, tatapannya begitu mendalam pada satpam itu.
"Anu Non, itu-"
"Anu apa hm?" Potong Ara cepat membuat Satpam itu semakin ketakutan.
Ia sungguh benci jika tamu rumah ini adalah seorang Tiara Aprilia. Seseorang yang selalu datang dan pergi seenak nya dan jangan lupa interogasi nya yang selalu membuat siapa saja jantungan karena hanya ada dua pilihan. Jika tidak dipecat maka tidak akan mendapatkan gaji satu bulan full.
Ara menoleh pada arloji di tangan nya itu, "Jam empat lewat empat puluh lima menit, apa setiap jam segini waktunya untuk tidur?" Tanya Ara dengan sedikit ditekankan pada kata tidur.
"Iya Non," satpam itu langsung menutup mulutnya sambil menatap Ara yang sedang tersenyum ke arahnya, "Eh tidak." Sambung nya lagi.
"Jadi jawaban yang benar iya atau tidak ni?" Tanya Ara, ia sudah ingin tertawa melihat wajah satpam yang ada di hadapannya itu.
Sebuah mobil berhenti tepat di depan Ara sambil membunyikan klakson agar Ara mendekat.
"Nama lengkap Supriyanto umur 40 tahun lebih 7 bulan 58 hari 29 jam. Baru masuk kerja 3 bulan yang lewat dan dengan ini orang yang bersangkutan akan sa-"
"Non maaf kan saya Non, tolong jangan pecat saya. Saya nggak akan tidur lagi jam segini." Potong pak Satpam yang bernama Supriyanto itu.
Ara sudah ingin sekali rasanya tertawa saat melihat ekspresi pak satpam di hadapannya itu.
"Baiklah, kalau seperti itu. Jika kau bisa menyelamatkan ku dari pertanyaan papa hari ini maka nasibmu aman damai dan Santosa di tangan ku pak. Tapi jika tidak, siap-siap aku kembali nanti dan nasibmu akan sama seperti yang sudah-sudah pak." Ucap Ara sambil mengembangkan senyumnya.
"Maksudnya Non?" Tanya pak satpam itu.
Kembali mobil di hadapannya itu membunyikan klaksonnya hingga membuat Ara tersenyum penuh Arti.
"Kau terlihat begitu tampan hari ini pak dengan seragam satpam mu itu." Ucap Ara sambil mengedipkan sebelah matanya dan kemudian langsung melangkah menuju mobil berwarna putih yang sejak tadi sudah menunggu itu.
Pak satpam itu masih setia diam di tempatnya mencoba mengerti maksudmu ucapan Ara barusan itu.
"Tidakkah kau ingin memuji ku juga pak satpam Supriyanto yang terhormat?" Kembali Ara berucap lewat jendela mobil yang sudah ia buka.
Satpam itu terkejut dan kemudian langsung mengembangkan senyum semanis mungkin, "Anda terlihat begitu cantik Nona bagaikan bidadari yang turun dari langit."
Kaira sungguh ingin meledakkan tawanya, sejak tadi ia berusaha menahan agar tetap terlihat berwibawa di depan pak Satpam tersebut.
"Astaga, kau pintar sekali dalam merayu ternyata pak. Pantas saja istrimu terlalu mencintaimu. Tolong tambahkan kata seksi di pujianmu itu."
"Anda terlihat begitu cantik dan seksi nona seperti bidadari yang turun dari langit." Ulang satpam itu menuruti apa yang Ara inginkan
"Ah terimakasih pak." Ucap Ara sambil mengembangkan senyumnya. Tanpa rasa bersalah kembali ia memutar suara pak satpam yang sejak tadi ia rekam itu hingga membuat pak Satpam itu membulatkan matanya.
"Jadi terimakasih untuk hari ini dan kerjasamanya pak. Jika anda tidak bisa menyelamatkan ku dari papa hari ini anda tahu kan apa yang akan terjadi? Tidak hanya di pecat melainkan mungkin anda akan bercerai dengan istri anda pak. Kira-kira bagaimana bahagia nya istri anda jika mendengar rekaman ini ya? Ah pasti nya dirimu sangat di nantikan kepulangan nya." Ucap Ara sambil mengembangkan senyum sinisnya dan kemudian mobil pun berlalu meninggalkan Satpam yang malang itu. Entah bagaimana nasibnya nanti hanya dirinya sendiri yang bisa menentukan nya.
Itulah mengapa semua pembantu rumah ini selalu membenci kepulangan seorang Tiara Aprilia. Gadis itu selalu saja bertingkah di luar nalar dan yang pastinya sesuka dirinya saja.
Ara tertawa saat mobil yang ia naiki itu sudah melaju meninggalkan pekarangan rumah mewah tadi.
"Astaga, wajahnya itu sungguh lucu. Eh ngomong-ngomong apakah ada bidadari yang cantik dan seksi? Kenapa aku baru mendengarnya ya?" Tanya Ara saat baru teringat dengan pujian dari pak satpam itu
Tian yang sejak tadi tak bisa menahan tawanya itu tertawa hingga menampakkan sebuah lubang pipi di sebelah kirinya membuat kegantengan dirinya menjadi berkali-kali lipat
Iya, saat ini Ara sedang bersama dengan Tian. Tadi malam setelah Tian memutuskan sambungan telepon, Ara mengirimkan sebuah pesan singkat yang hanya berisi alamat rumahnya dan meminta Tian menjemput dirinya dengan jam yang sudah ditentukan.
Ara pikir Tian tidak akan datang karena waktu yang Ara tentukan itu merupakan waktu yang sangat-sangat pas untuk berada di dalam alam mimpi. Tapi nyatanya laki-laki itu datang memenuhi panggilan dari Ara. Mungkinkah Tian sudah menyukai Ara? Secepat itukah?
"Definisi seksi itu seperti apa sih?" Tanya Ara lagi.
Tian diam sejenak, seperti sedang berpikir sebentar dengan jawaban dari pertanyaan Ara barusan itu. "Mungkinkah yang begitu menggoda?"
"Apakah yang menggoda itu berarti seksi?" Tanya Ara lagi.
"Itu tergantung penilaian orang Ara. contoh nya seperti, tidak semua yang cantik itu menarik tapi sudah pasti yang menarik itu cantik."
Ara terdiam menelaah kata yang diucapkan oleh Tian, "ah sudahlah lupakan masalah cantik dan seksi seperti bidadari itu."
Tian mengangguk menanggapi ucapan dari Ara barusan.
"Kemana kita akan pergi Tuan?" Tanya Ara
"Ke rumahku." Jawab Tian santai.
"Kerumahmu? Untuk apa?"
"Bermain."
"Main? Mau main apa? Apa rumah mu itu ada wahana mainan?"
Tian terkekeh mendengar jawaban dari Ara itu, entahlah ia juga tidak tahu apa yang sedang wanita itu pikirkan.
"Ck! Seperti inikah yang dinamakan pelacuran berkelas? Sungguh memalukan sekali."
Ara menaikkan alisnya, "Maksudnya?"
"Tutup mulutmu dan jangan banyak bicara, karena tidak ada yang namanya wanita berkelas banyak bicaranya. Mereka hanya akan berbicara jika itu perlu."
Ara mengangguk, "Apakah wanita berkelas itu akan bicara, Oh, Iya, Terserah, yaudah atau hanya hm doang?"
Tian memutar bola matanya dengan malas, "Astaga, dasar nona Pelacur sok berkelas. Bukankah yang kau katakan barusan itu adalah sifat wanita pada umumnya? Termasuk juga dirimu kan?"
Ara tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya, "Kau terlalu peka ternyata Tuan terhormat?"
Tian diam, ia malas untuk menanggapi Ara yang sejak tadi terus saja bicara itu. Dan ini pertama kalinya bagi seorang Tian mengizinkan seseorang yang berisik seperti Ara berada disampingnya di sepanjang perjalanan tanpa merasa terganggu.
Mobil Tian berhenti di sebuah hotel mewah bintang lima yang sekali menginap saja bisa menghabiskan berpuluh-puluh juta. Iya, Ara sungguh tahu tentang hotel yang saat ini dirinya berada itu.
Ara melangkah kan kaki nya memasuki hotel bintang lima tersebut dengan begitu hati-hati membuat Tian mengerutkan keningnya."Apa yang kau lakukan nona? Tanya Tian saat sejak tadi Ara seperti sedang berwaspada di setiap langkahnya.Bukannya menjawab Ara malah menegang di tempatnya saat melihat seorang laki-laki sedang merangkul wanita di sampingnya sambil sesekali mencium dengan penuh nafsu pada wanita itu.Ara menghentikan langkahnya, mata nya masih sangat fokus menatap dua insan yang sedang melewati dirinya dan juga Tian."Ck! Jika sudah diperbudak oleh nafsu itu tandanya tidak mempunyai rasa malu sedikitpun. Bahkan diriku disampingnya juga tidak di hiraukan." Gumam Ara yang bisa didengar oleh Tian.Tian melihat laki-laki yang sedang melewati mereka bersama wanita cantik di sampingnya, seperti nya wanita itu adalah wanita malam.Tanpa mengatakan apapun lagi, Ara melanjutkan l
Setelah berdebat terlalu panjang bersama Tian akhirnya keduanya berakhir di sebuah warung pinggir jalan untuk memakan bubur ayam sebagai pengganjal perut di pagi hari."Ck! Tak hanya pelit kau juga perhitungan ternyata."Tian menaikkan alisnya dan menghentikan suapan lontong yang ia pesan tadi. "kenapa?" Tanya Tian seperti tidak bersalah sama sekali."Kenapa?" Ara mengulang pertanyaan Tian tadi dengan nada yang sangat kesal."Yang seperti ini kah yang membuat kau menelponku malam-malam? Sarapan seperti inikah yang kau maksud?" Lanjut Ara yang masih tak percaya bahwa Tian mengajak dirinya sarapan di warung pinggir jalan seperti saat ini.Bukannya dirinya tidak suka atau tidak level makan di warung seperti ini melainkan dirinya masih tidak terima bahwa pengusaha sukses dan terkenal seperti Tian itu mengajak dirinya sarapan ditempat ini.Bukankah seharusnya Tian mengajak dirinya makan
Setelah bisa menguasai dirinya kembali, Ara melangkah menuju meja makan bergabung bersama kedua orang tuanya."Selamat pagi," sapa Ara kepada kedua orangtuanya."Pagi sayang, kok telat?""Bukannya pak satpam sudah bilang? Tadi aku ada telepon dadakan Bu."Ibu Ara yang bernama Tika mengangguk dan kemudian menatap lekat wajah Ara yang terlihat begitu tenang sambil mengambil nasi goreng ke dalam piring nya.Benar saja apa yang telah Ara duga bahwa ibunya itu akan memasak banyak saat mendengar kabar dirinya akan datang walaupun sering sekali ia mengingkari janji nya untuk pulang itu."Ardan, mengapa kau disitu nak. Sini, duduklah bersama." Titah sang ayah saat melihat Ardan yang hanya berdiri di tempat ia menyambut kedatangan Ara tadi.Ardan mengangguk dan kemudian berjalan mendekati meja makan."CK! Masih punya muk
Tok..tok..tokPintu kembali diketuk oleh manusia Yang sangat malas Ara lihat. Ia tidak tahu mimpi apa dirinya semalam sampai bisa menerima nasib kurang bagus pagi ini."Ara." Panggil Ardan dari luar dengan begitu lembut.Setelah malam itu ia tak pernah lagi mendengar suara Ardan bahkan ia lupa bagaimana suara Ardan yang selalu menenangkan dirinya dalam tangis."Ara, please bicaralah. Aku tahu kau ada di dalam."Ara diam, ia masih menatap kosong ke arah pintu itu. Bahkan untuk membuka mulut saja rasanya begitu susah. Apakah sebegitu benci nya dirinya terhadap Ardan?"Ara beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya Ra." Ucap Ardan lagi di balik pintu itu sambil mengetuk pintu kamar Ara.Dengan langkah gontai Ara melangkah mengambil baju di lemari dan kemudian langsung melangkah menuju kamar mandi miliknya. Sepertinya ia butuh menenangkan
Lepas." Ucap Ara sambil mengeluarkan dirinya dari pelukan Ardan.Ardan menganga tak menyangka bahwa Ara bisa melakukan itu kepada nya. Sejak tadi ia berharap bahwa Ara akan kemabli menjadi adik bungsu nya seperti dulu lagi. Namun entah kenapa rasanya sulit sekali untuk menghara hak itu untuk terjadi mengingat tujuh tahun berlalu tak pernah ada sapaan ataupun komunikasi antara mereka berdua"Jangan sentuh aku lagi. Tolong, tetaplah pada batasanmu."Ardan terdiam cukup lama akibat ucapan Ara barusan. Namun setelah ia bisa menguasai dirinya ia berdehem sebelum untuk mencair kan suasana.Matanya menyapu sekeliling kamar Ara dan berhenti di sebuah bingkai foto. Bibirnya mengembangkan senyuman yang entah mau dikatakan apa
"Hai nona Pelacur." Sapa orang itu sambil mengembangkan senyumnya.Ara terdiam, ditatap nya laki-laki yang berada di hadapan itu."Kamu lagi!" Ucap Ara yang sedikitpun tidak membuat senyum di wajah laki-laki itu luntur."Mau ngapain kamu kesini? Aku rasa telinga mu sedang tidak bermasalah hingga perkataan ku tadi pagi pasti bisa kamu dengar dengan baik bukan?" Lanjut Ara."Apa pembantu mu tadi tidak mengatakan siapa yang datang padamu hm?"Dengan polosnya Ara mengangguk, "Pacar katanya."Tian mengangguk, "Nah itu kamu sudah tahu. Jadi ceritanya itu sekarang pacar kamu ini mau ngajak kamu maka
Ardan terdiam di dalam kamarnya, pikirannya menerawang saat melihat Tian dan Ara bersama tadi. Entahlah ia merasa seperti sesuatu yang buruk akan segera terjadi pada adik bungsunya itu."Bagaimana bisa Ara mengenal Tian? Ah, laki-laki itu juga seperti kurang puas dengan kejadian yang pernah terjadi?" Tidak! Ia tidak akan ingin membuat nasib adiknya itu sama seperti Kirana. Cukup Kirana jangan Ara.Sepertinya kepulangan nya itu merupakan hal yang benar. Tidak masalah jika Ara belum bisa menerima nya yang jelas ia akan terus memantau apa saja yang dilakukan Ara mulai sekarang. Ia harus bergerak cepat sebelum semuanya kembali sia-sia lagi.Matanya beralih menatap foto tujuh tahun yang lalu saat masih ada Kirana diantara mereka. Rasanya hari itu merupakan hari yang paling membahagiakan di dunia. Sungguh, ia begitu merindukan hari itu lagi.Andai waktu bisa diulang sebentar saja, ia ingin kembali me
Ardan membuka pintu kamarnya saat sejak tadi ia mendengar Ara tak henti-hentinya mengedor pintu kamarnya."Kenapa?" Tanya Ardan saat melihat Ara yang sudah begitu rapi dan pakaiannya juga sedikit terbuka dan begitu ketat menampakkan bentuk tubuhnya itu."Pinjam mobil." Jawab Ara dengan begitu sinis."Untuk apa?""Mau pergi.""Kemana?""Pergilah pokoknya.""Ya kemana dulu.""Pergi yang jauh.""Ya udah gue antar ya." Jawab Ardan akhirnyaMendengar itu Ara langsung terbelalak, "No!" Pekik Ara kuat. Tak akan ia biarkan Ardan mengantar nya.Melihat itu Ardan langsung menaikkan alisnya, ia menangkap sesuatu yang aneh pada diri Ara."Why?""Aku dan kamu tidak dekat jadi berhentilah untuk peduli tentangku. Aku tidak membut
“Apa yang kamu lakukan? bukankah aku sudah mengatakan untuk keluar dari sini? mengapa malah berbalik lagi?”Ara memejamkan matanya sebentar dan kemudian menatap Tian, “Aku mengizinkanmu mengambil keperawanan ku Tian, sebagai gantinya tolong nikahi aku dan lindungi aku.” Ucap Ara.Mendengar itu, Tian langsung bangun dan duduk disamping Ara. Kening nya berkerut saat melihat ekspresi wajah Ara yang seperti ketakutan itu.Baru beberapa menit yang lalu wanita itu pergi meninggalkan kamar ini dengan sangat arogan sekali. Tapi kenapa kini ia berbalik dengan ekspresi yang Sangat kacau seperti ini."Apa yang terjadi Ra?" Tanya Tian.Ara diam, ia masih mengatur pernapasannya yang tidak beraturan itu.Berlarian dengan kecepatan seperti tadi itu benar-benar tak pernah ia lakukan semenjak lulus dari sekolah SMA yang mewajibkan semua siswa untuk ola
Ara menatap kesekeliingnya saat memasuki sebuah kamar hotel yang telah di pesan oleh Tian.“Kenapa?” tanya Tian saat menyadari bahwa Ara tampak tidak suka.“Apa?” Tanya Ara yang seolah tidak mengerti kemana perginya pertanyaan Tian barusan itu.“Kau tidak menyukai kamarnya?” tanya Tian.Ara menoleh kearah Tian yang ada disampingnya itu, “Kenapa? apa pedulimu hm?” tanya Ara sinis.Tian terkekeh saat mendnegar jawaban dari Ara itu, Wanita ini selalu saja bertingkah di luar ekspetasinya dan itu adalah hal yang paling ia sukai.“Jadi, kapan kita aka
"Ini adalah salah satu resiko menjadi wanita malam Ra. Hanya ada dua pilihan saat kau memutuskan masuk ke dunia malam. Yang pertama kau harus menghayati peran mu dengan menjadi pelacur sungguhan yang hina atau keluar dari dunia malam tanpa mendapatkan apapun yang kau cari!" Ucap Tian lagi.Dan ekspresi Ara saat ini Benar-benar tidak bisa terbaca. Entah apa yang saat ini ia pikirkan setelah mendengar pernyataan dari Tian barusan itu.Dengan sangat santai sambil mengembangkan sebuah senyum Tiara menjawab, "Hidupku bukanlah sebuah pilihan! Bagaimana kedepannya, cukup aku yang tahu tentang hidupku." Ucap Ara setelah cukup lama terdiam.Tian menganggukkan kepalanya atas ucapan yang di ucapkan oleh Ara barusan itu. Kedua tangannya ia lipat di dada serta saat ini ia ber
Ara terdiam saat memasuki sebuah cafe tapi tak ada satupun orang yang datang. Cafe ini benar-benar sangat sepi Sekali, Ara terus saja bertanya-tanya di dalam hati. Apa yang sedang direncanakan oleh Tian saat ini? "Selamat datang nona." Ucap salah satu pelayan cafe tersebut sambil menundukkan kepalanya saat Ara berhenti di hadapannya. "Terimakasih." Jawab Ara sambil mengembang kan sebuah senyum. Lebih tepatnya senyum yang dipaksakan. "Atas nama nona Tiara Aprilia kan?" Tanya pelayan tersebut memastikan tamu nya itu. Ara mengangguk kan kepalanya kepada si pelayan tersebut. "Mari nona, ikut saya. Akan saya tunjukkan tempat nya
Ara membuka matanya dan pandangan pertamanya jatuh pada langit kamar yang berwarna putih. Penglihatannya yang kurang jelas itu langsung membuat ia mengedipkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya.Kini penglihatannyayang kurang jelas pada langit kamar itu menjadi begitu terang. Ia menoleh ke arah sampingnya untuk mengenali tempat ia berada saat ini.Ini bukan kamarnya maupun kontrakan nya. Jadi, ini dimanan? Rumah sakit? Bukan! ini juga bukan rmah sakit. Lalu ini dimana?Pandangan mata Ara jatuh pada dirinya sendiri yang sedang berada dalam selimut tebal. kasur yang berukuran king itu langsung menraik perhatiannya.“Apakah aku sedang berada di hotel?” Tanya Ara pada dirinya sendir
Ara terus saja berjalan membawa diri, ucapan Ken masih terngiang’-ngiang di telinga nya saat ini.Hancur? mungkin itu satu kata yang bisa menggambarkan keadaannya saat ini. Bagaimana bisa ia percaya bahwa orang yang selama ini ia percaya adalah musuh dirinya yang sebenarnya. Dan bodohnya dirinya karena begitu mempercayai laki’-laki yang ia sebut seorang sahabat itu.Masih begitu ingat dalam ingatan bagaimana Ken datang dalam hidupnya dan memberikan ia keyakinan untuk membantu memecahkan segala masalah yang sedang ia hadapi.Meskipun agak sedikit lama namun Ken benar-benar berhasil menipu dirinya.Ia juga ingat bagaimana ia memberitahuKan tentang rencana yang menurutnya akan berhasil untuk memancing si pembunuh keluar dari sarangnya. Namun beberapa kali serangan yang ia lakukan ia harus menelan kenyataan yang begitu pahit sekali karena as selalu berakhir dengan kegagalan dna kali ini
"Ra." Panggil Ken yang langsung membuat tawa Ara berhenti."Ya." Jawab Ara."Maaf."Ara menaikkan alisnya, "Untuk?" Tanya Ara."Aku terlibat dalam pembunuhan kak Karin malam itu." Ucap Ken dengan begitu hati-hati bahkan ia memejamkan matanya tak berani menatap wajah dan ekspresi dari Ara yang entah seperti apa saat ini.Hening menyelimuti suasana di danau saat ini. Bahkan Ara benar-benar tidak tahu harus merespon apa dari ucapan Ken barusan tadi. Rasanya begitu sangat Sesak sekali di dadanya seperti tak ada udara yang bisa ia hirup.Waktu seolah berhenti sejenak, ucapan Ken seperti sebuah tamparan keras untuk dirinya. Orang yang ia percaya selama ini merupakan salah satu orang yang terlibat dalam pembunuhan sang kakak.Apakah semua ini sebuah lelucon? Jika iya, maka dengan sangat terpaksa Ara akan mengatakan bahwa lelucon ini tidak
"Tolong, Katakan dengan sejujurnya semua yang kamu ketahui tentang ucapan Ardan tadi." Ucap Ara yang langsung membuat Ken terdiam.Sejujurnya ia tak tahu apa yang harus ia katakan, lebih tepatnya ia tak tahu darimana ia harus memulainya. Pikirannya menerawang jauh memikirkan sesuatu yang sampai saat ini sangat ia sesali.Ia benci keadaan ini, benci dengan situasi yang semuanya palsu. Dan yang paling terpenting ia benci dirinya sendiri.Ia benci semua yang melibatkan dirinya sampai sejauh ini dalam Masalah yang ia sendiri tidak tahu mengapa menghampiri hidupnya yang tenang.Hidup dalam sebuah sandiwara hingga saat ini dan benar-benar jauh dari jati dirinya sendiri.Ken menoleh ke arah Ara yabg sedang menunggu jawaban dari Ken itu.Wajah polos yang selalu mempercayai dirinya selama ini, apakah ia tega menyakiti perasaannya?"Ra." Panggil Ke
"Ken, tolong Jangan pergi. Tolong beri aku penjelasan Dari semua ini." Lirih Ara.Ken menoleh ke arah Ara yabg sedang menatap nya dengan tatapan sendu. Ken melepas kan tangan Ara dari tangan nya dengan Sangat hati-hati sekali. Sebuah senyum tak lupa ia kembangkan di hadapan Ara."Bukan aku yang berhak dalam menjelaskan semuanya ini Ra. Yang berhak itu adalah keluarga kamu. Aku hanya orang asing disini yang kebetulan mendapatkan tawaran bersama dengan kamu memimpin perusahaan mu.""Tapi, bukannya kamu tahu bahwa aku tak menginginkan perusahaan itu? Kau tahu itu kan Ken.""Banyak hal Ra, banyak hal yang memang harus kamu mengerti dari semua nya ini. Jangan terlalu sibuk dengan hidupmu sendiri. Jangan terlalu fokus dengan masalah mu Ra. Banyak hal di sekeliling mu yang harus kamu perhatikan. Ingat, jati dirimu sebenarnya adalah seorang tuan putri dan itu tidak akan bisa kamu hilangkan meskipun kamu ingi