Share

Bab 2: Kamu Tidak Bisa Bertahan

“Cerai katamu?!” ucap Dewa. Seketika pria itu langsung memutar tubuh menghadap Rosalyn dan memancarkan aura dingin yang menyelimuti kamar. 

“Apa yang harus dipertahankan, Dewa?" Rosalyn menahan sesak dalam dada. Ia mengepalkan tangan dengan kuat hingga kuku cantik menusuk telapaknya. "Kamu tidak mencintaiku. Kamu juga tidak menginginkan anak di pernikahan ini."

Pria itu berjalan mendekati Rosalyn, lalu duduk di tepi ranjang. Jemari lentik Dewa menyapu halus kulit lengan seputih susu istrinya. Meskipun lembut, tidak ada kehangatan pada sentuhan itu.

Rosalyn merinding dibuatnya. Ia tahu sentuhan ini pertanda suaminya sedang marah besar bukan sebuah ungkapan kasih sayang.

Satu sudut bibir Dewa terangkat. Ia berkata, “Sepertinya kamu mulai gila, Rosalyn.”

Sepersekian detik, Rosalyn terkesiap. Bukankah seharusnya Dewa senang atas permintaan cerai ini?

Lagipula, mungkin pernyataan Dewa ada benarnya. Dia mungkin sudah gila.

Orang waras mana yang akan terus mengejar cinta suami hasil dari perjodohan sepihak? Hanya Rosalyn.

Dan pada hari ini, Rosalyn ditampar kenyataan pahit. Bahwa sebesar apa pun usahanya mendapatkan cinta Dewa, ia tetap tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Vinsensia di hati suaminya.

“Benar, aku memang gila. Katakan saja itu pada keluargamu sebagai dalih perceraian kita." Rosalyn berkata dengan suara yang terdengar begitu pilu.

Namun, pria itu tetap bergeming, membuat Rosalyn menambah amunisi kalimatnya agar permintaan cerai itu tak hanya dianggap gertakan saja.

“Aku tidak menuntut apa pun,” kata Rosalyn. Ia menjeda ucapannya lantas duduk menyandar di kepala ranjang. Ia berkata lirih, “Aku akan pergi dari rumah ini. Kamu bisa membawa kekasihmu.”

Sorot mata Dewa menggelap, lalu tangan pria itu meraih bahu Rosalyn dan menariknya perlahan. Tubuh kurus nan lemas Rosalyn bagai kapas tersapu angin. Sekarang, jarak di antara keduanya hanya sejengkal.

Dewa menegaskan, “Jadi, kamu sedang cemburu padanya? Bukankah kamu sudah menang, Nyonya Caldwell?”

Ia membuang pandangan ke sisi lain. “Apa hakku untuk cemburu?” tanya Rosalyn seakan menegaskan siapa dirinya. “Aku juga tidak mau gelar palsu itu!”

Dewa mencondongkan tubuh, sehingga kening dan hidung keduanya saling menempel. Rosalyn bisa merasakan embusan hangat dari napas suaminya. 

“Kamu tidak akan bisa bertahan hidup, jika tanpa status Nyonya Caldwell." Dewa berkata santai, tetapi sorot matanya begitu meremehkan.

Rosalyn mengepalkan tangannya, kesal.  “Aku bukan wanita lemah yang menunggu dibiayai siapa pun.” 

Rosalyn yakin, dia bisa membiayai kehidupannya sendiri. Hanya saja, karena perkuliahannya yang tidak selesai akibat dipaksa menikah muda … tentu saja ia sedikit khawatir kesulitan mendapatkan pekerjaan yang pas. Namun tekad Rosalyn telah bulat berpisah dari suaminya.

“Aku baru sadar kalau kamu sangat percaya diri.” Dewa menyahut dengan nada pelan, “Tapi agaknya kamu lupa kalau dunia kerja adalah dunia yang kejam.”

“Bukankah kehidupan di rumah ini juga kejam? Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku.” Rosalyn menatap pilu ke arah Dewa. Senyuman lebar di bibir wanita itu berbanding terbalik dengan sorot matanya yang menahan tangis. “Kembalikan saja aku kepada keluargaku.” 

Sebenarnya perasaan Rosalyn hancur ketika mengatakan kalimat itu. Ia … tidak rela melepaskan Dewa, tetapi dipertahankan pun jika hanya terus memberinya luka, untuk apa? 

Dalam pernikahan ini hanya Rosalyn yang mencintai Dewa sepenuh hati, tapi kini … ia sudah lelah.

Dewa mendengus kasar. “Dalam mimpimu, Rosalyn.” 

Pria itu memundurkan kepala lalu mengeluarkan ponsel dari saku jas. Tidak lama kemudian Dewa menunjukkan layar ponselnya.  

[Transfer 100.000.000 berhasil dikirim ke Rosalyn Keller]

“Kebebasanmu sudah kubeli!” tegas pria itu.

Setelahnya, dalam sekejap, Dewa meraih tengkuk Rosalyn dan memaksa menyatukan bibirnya dengan wanita itu.

Rosalyn langsung mendorong dada bidang Dewa dengan sekuat tenaga. Sial, ia tidak mampu menandingi kekuatan suaminya. 

Rosalyn menggigit kuat bibir bawah pria itu hingga berdarah dan akhirnya membuat tautan bibir mereka terlepas.

Dewa mengumpat sembari menyeka mulut dari noda darah, “Sial!”

Sedangkan Rosalyn meracau sambil berlinang air mata, “Jangan sentuh aku lagi!” Ia beringsut mundur ke kepala ranjang, lalu menekuk dan memeluk lututnya. “Aku tidak mau lagi hidup denganmu!” Kata-kata Rosalyn terdengar lemah di tengah isak tangisnya.

Rahang tegas Dewa mengetat dan jakunnya berkedut. Pria itu menatap Rosalyn dengan sorot mata yang sulit diartikan. Ia menegaskan, “Sekali lagi meminta cerai, bersiaplah ayahmu akan menerima akibatnya!” 

Setelah itu Dewa berdiri lalu melenggang pergi meninggalkan Rosalyn.

Dari atas tempat tidur, Rosalyn yang terisak hanya bisa menatap nanar punggung kekar Dewa yang semakin menjauh.

Ia menangis hingga siang, melewatkan makan dan menolak minum sedikit pun. 

Rasanya percuma tetap hidup, karena Dewa hanya menjadikannya sasaran balas dendam. 

Di kala ia bersedih, ponselnya berdenting. Sebuah pesan dari rumah sakit tempat ayahnya dirawat mengatakan, jika tagihan biaya perawatan sang ayah belum dibayarkan. Dan inilah ancaman yang Dewa maksud tadi.

Rosalyn adalah tulang punggung untuk ayah dan ibu sambungnya. 

Jika Rosalyn tidak ingin lagi bergantung pada sang suami, maka wanita itu harus berupaya sendiri. 

Meskipun tubuhnya terasa remuk, Rosalyn beranjak dari tempat tidur. Ia mencari ijazah sekolah serta sertifikat keahlian yang pernah diikuti. Wanita itu memasukkan semua berkas penting ke dalam tas.

“Akan kubuktikan, jika aku bisa bertahan meski tanpa bantuanmu!” gumam wanita cantik pemilik surai hitam nan panjang itu. Selama satu jam Rosalyn sibuk mencari pekerjaan melalui ponsel. 

Namun baru satu jam, tubuhnya sudah membungkuk lemas. Ternyata mencari pekerjaan tidak segampang itu. 

Saat dalam keadaan frustrasi, satu pesan singkat masuk ke ponselnya, dari Sekretaris Dewa.

[Nyonya, tolong antar bekal makan siang Pak Dewa tepat waktu.]

Rosalyn tersenyum menerima perintah dari asisten Dewa itu. 

Setidaknya, kesempatan ini bisa ia gunakan untuk mencari pekerjaan dengan melakukan walk-in-interview. 

Rosalyn yang biasanya mengemis untuk diizinkan masuk ke ruangan, kini begitu puas hanya menitipkan kotak makan siangnya pada resepsionis. Senyumnya bahkan tersungging lebar kala ia meninggalkan Cwell Grup.

Menyusuri pematang jalan, ia mencoba melamar pekerjaan ke salah satu restoran. Namun, niat baik wanita itu diabaikan.

"Kami tidak berani mempekerjakan Nyonya Caldwell sebagai pelayan restoran."

"Maaf, Nyonya Caldwell ... Tapi, posisi staf agaknya bukan posisi yang pantas untuk Anda."

Begitulah kiranya penolakan yang Rosalyn terima beberapa kali.

Semua tempat yang Rosalyn datangi menolaknya hanya karena ia adalah istri Antakadewa Caldwell. Pebisnis muda bertangan dingin dan kejam, yang juga disegani oleh para petinggi dan eksekutif di Kota Zurich.

Sekarang, Rosalyn benar-benar putus asa dan kepalanya berdenyut nyeri. Ia menundukkan kepala dan berjalan keluar dari restoran. 

Tanpa sengaja, ia menabrak seseorang hingga tubuhnya terhuyung. Beruntung orang itu menahan lengannya.

Rosalyn terkejut ketika melihat sosok itu. 

“Kamu Rosalyn Keller?” kata orang itu.

Rosalyn menunjuk seseorang itu. “Kamu ....”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status