Dewa memang lemah, ia tidak tahan menghadapi godaan. Apalagi disuguhkan pemandangan menggoda serta sentuhan nakal, tubuh kekar pria itu bagai tersengat aliran listrik berada di dekat Rosalyn.“Kali ini salahmu, Sayang,” racau pria itu berada di atas tubuh polos sang wanita.Tadi setelah merasakan gairah melabung tinggi, Dewa langsung membopong Rosalyn ke kamar utama. Sebenarnya pria itu ingin bercinta di kolam berenang, tetapi urung mengingat kondisi istri yang sedang mengandung. Lagipula keadaan masih terang benderang, khawatir tertangkap basah anak-anak.“Kenapa salahku? Kamu juga menyukainya,” lenguh Rosalyn di sela kenikmatan dunia.“Aku pastikan kamu menjerit, memanggil namaku,” erang Dewa sembari menghentak panggul.Gerakan itu semakin lama berubah cepat, Rosalyn melentingkan punggung ketika tubuhnya dihujani euforia luar biasa. Bahkan ia menancapkan kuku cantik pada lengan dan menggigit bahu kekar.“Ahh … Dewa,” jerit wanita itu tertahan. Kemudian sekujur tubuhnya melemas dan m
Ragu-ragu Anna mengulurkan tangan kanan untuk membuka pintu ruang kerja. Ia mereguk saliva karena takut suaminya semakin marah, apalagi tanpa mengetuk pintu lebih dulu seperti ini.Bibir tebal itu bergumam, “Aku harus minta maaf.”Pintu terbuka pelan dan kecil. Bola mata nan indah menyorot ke dalam ruangan redup cahaya itu. Dapat! Sepasang netra menangkap sosok pria bertubuh jangkung tengah berdiri menghadap jendela yang disinari rembulan. Tampaknya Fabian tengah menghubungi seseorang, terlihat dari tangan kanan pria itu yang melekatkan telepon genggam pada telinga.Anna mencoba mencuri dengar siapa yang dihubungi malam-malam begini, wanita cantik itu menjadi berpikiran buruk. Mana mungkin menjelang tengah malam Fabian membicarakan masalah pekerjaan dengan asisten pribadinya.Satu detik kemudian, gendang telinga Anna menangkap adanya helaan napas panjang dari pria itu. Ia masih setia menanti perbincangan itu, otak dan hatinya penasaran.“Kamu memang yang terbaik, Rosalyn,” kata Fabian
Malam sebelumnya.“Ada apa cari istriku?! Apa kamu tahu ini jam berapa, hah?” sentak Dewa pada telepon genggam di tangannya.Beberapa saat lalu, pria itu mendengus sebal lantaran menerima panggilan suara dari seorang pria. Ia menjadi geram karena malam telah larut tetapi orang itu berani menghubungi istri tercinta. Benar-benar cari mati!Sedangkan Rosalyn telah lelap dalam balutan hangatnya selimut tebal sembari menghirup aroma parfum bayi pada tubuh sang suami.“Aku membutuhkan bantuan,” lirih seseorang dari balik ponsel.“Bicarakan saja masalah bisnis denganku! Aku ini pakarnya!” sahut Dewa.“Tapi aku ingin bicara dengan Rosalyn. Kepalaku pusing menghadapi istri, Anna berubah.”“Maksudmu berubah bagaimana? Dia bukan power rangers kenapa juga harus berubah!” pekik Dewa.Tiba-tiba saja satu cubitan kecil yang terasa panas mendarat di pingang keras berorot, jemari ramping bercat kuku pastel mampu menembus lapisan kaos putih, hingga Dewa mengiris dan menjatuhkan ponsel ke atas ranjang.“
“Dia … mirip dengan Anna,” kata Dewa, lalu melirik Fabian yang sama menatap ke arahnya sambil mengerutkan kening. Ia menegaskan lagi, “Istrimu ada di mana?”Seketika Fabian menoleh ke belakang, pandangan tajam pria itu tertuju pada deretan toko di sepanjang jalan. Memang banyak wanita tetapi … tidak ada Anna di sana.Fabian kembali menggeser pandangan pada Dewa lalu berkata dengan pelan, “Tadi Anna di mansion. Mungkin sekarang bersama Ibu di butik.”“Sebaiknya kamu pastikan dulu saja,” saran Rosalyn sambil menyodorkan secangkir kopi panas di depan pria itu.Saran Rosalyn dilakukan oleh Fabian. Hanya saja pria itu tidak menghubungi Anna, melainkan ibunya. Ia merasa Anna enggan menerima panggilan suaranya, mengingat pertengkaran semalam.Sedangkan Dewa dan Rosalyn menajamkan telinga, keduanya kompak mendengar percakapan antara Fabian dan Feli.“Halo Bu, apa Ibu sudah sampai di butik?”“Sudah, ada perlu apa?”Sebelum menjawab pertanyaan Feli, sepasang manik cokelat melirik pada suami istr
Sigap Fabian mendekap Anna dengan erat, kali ini enggan mengalah, tetapi memaksa wanita itu. Ia tidak peduli bagaimana sosok cantik dalam pelukan meronta-ronta.“Kita bisa membicarakan ini baik-baik. Kamu salah paham, Anna,” tutur Fabian lembut dan halus. Seketika Anna memelankan pukulannya dan melonggarkan kepalan tangan.Wanita cantik itu menjadi terdiam, tetapi embusan napasnya masih memburu dan menyimpan asa dalam dada.Setelah Anna berhasil ditenangkan, Fabian membawa wanita itu ke luar dari kamar ganti. Lantas ia memberitahu pada Feli bahwa Anna pulang bersamanya.Sebagai Ibu yang menginginkan kehidupan rumah tangga anak tetap rukun, Feli mengangguk saja sambil memperhatikan wajah memerah serta mata sembab Anna. Wanita paruh baya teringat, tadi Anna sempat turun di tengah jalan dengan alasan ingin membeli sesuatu. Tidak lama kemudian, menantu cantik itu datang dengan napas terengah-engah tepat di saat Fabian menghubungi Feli.Seka
Jemari panjang Anna memberanikan diri meraih benda pipih dari atas meja. Sebenarnya naluri seorang wanitalah yang menuntun, ia sangat penasaran dan jiwa detektif meronta-ronta. Dalam hati istri Fabian itu bergumam, ‘Jangan-jangan selama ini mereka selalu berkomunikasi di belakang Dewa?’Panggilan suara terhenti, beberapa detik kemudian layar ponsel kembali menyala. Kali ini Anna tidak ragu untuk menerima telepon itu.“Ha—”“Heh lampu taman, bagaimana hasilnya? Istrimu masih marah atau tidak?”Anna melongo sambil memegang telepon genggam yang dilekatkan pada daun telinga. Seketika ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Apa-apaan ini? Alih-alih ingin memperingati Rosalyn supaya jangan menghubungi Fabian, justru mendengar suara lelaki bernada mengejek.“Rupanya dia masih marah, ya? Kasihan sekali nasibmu, Bro.” Tawa pria menggelegar dari dalam ponsel.Anna menjadi bingung.“Begini saja, supaya program anak tercapai, selesaikan masalah di atas ranjang. Buat dia mendesah dan kelelahan, mau
Berbeda dengan pasangan yang sedang menghabiskan waktu berdua di dalam vila, saat ini seorang pria dengan iris abu-abu menatap jengah sebuah foto diterima dari mantan rival.“Kurang ajar, Fabian!” teriak suara bariton itu.Bukan hanya berteriak tetapi satu tangan terkepal dan memukul meja dengan kuat. Napas pria itu memburu menjadikan tubuhnya gerah dan sesak. Ia menghapus gambar dua sejoli berlatar air danau biru kehijauan lalu menaruh kasar ponsel hingga membentur sisi laptop.Pria itu menghubungi asisten pribadi sambil melonggarkan dasi pada lehernya. “Pandu, ke ruanganku sekarang!”Berselang lima menit, asiten pribadi dengan gaji fantastis itu telah berdiri di hadapan Bos Cwell Grup. Pandu memang dapat diandalkan dalam segala pekerjaan.“Buat janji dengan dokter kandungan!” titah pria itu.“Sekarang, Pak?” tanya Pandu, entah mengapa melontarkan pertanyaan yang mampu membuat sepasang iris ke
“Sayang?” panggil Dewa sembari mengetuk pintu.Sudah satu jam lewat sepuluh menit pria jangkung berparas rupawan berdiri di depan pintu bercat cokelat tua. Berulang kali ia mengetuk dan memohon agar Rosalyn memaafkanya. Nahas, tidak ada jawaban apa pun dari dalam kamar. Dewa tidak menyerah, ia melakukan panggilan suara dan video, tetapi hasilnya nol besar.“Memangnya apa salahku?” keluh bibir sensual.Setengah jam berlalu, sepasang tungkai pria itu berayun menuju dapur lalu menenggak minuman dingin. Sambil menghela napas panjang, iris kelabu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru sudut vila. Sepi, dingin dan suram seperti ucapan Anna.Hal ini karena Rosalyn berdiam diri dalam kamar, kedua buah hati dititipkan kepada Arjuna dan Claudya. Tentu saja, dengan tujuan agar Dewa bebas menikmati momen romantis di sini. Ternyata, menjadi karma karena mengusik Fabian beserta istri.Kala berteman sepi dan kecewa, telepon genggam dalam saku celana pendek bergetar. Seketika perasaan pria itu memb