“Kau akan membuat Hope demam, nanti, dengan memberinya pakaian pantai.”
Setelah satu tarikan napas yang panjang, Avanthe langsung bersuara—menghentikan tindakan – tindakan geram Hores kepada bayi mereka. Memang sedikit egois dengan tidak akan membiarkan kemesraan itu semakin terjadi. Dan biar Avanthe jelaskan bagaimana Hores mendadani Hope. Rambut yang dikuncir dua; menantang seperti tiang, dan mengenai pakaian—Hope diberikan semacam bra sementara di bagian bawah dihias dengan celana rok yang berumbai – rumbai. Lucu. Tetapi Avanthe akan membuat pendapatnya berseberangan bersama Hores. Kebetulan pria itu tidak terlalu menanggapi, melainkan hanya mengatur posisi Hope lebih normal untuk melihat keberadaannya di sini.Penampilan Hores tidak jauh berbeda. Hanya mengenakan celana kain pendek dan pria itu merasa sangat bebas bertelanjang dada. Tubuh jangkung—maskulin—yang sempurna. Avanthe tidak akan memiliki banyak waktu untuk mengagumi Hores.“Berikan Hope padaku,” ucapnya mDan yang paling mengerikan, Avanthe tidak mengerti mengapa Hores tiba – tiba menggali pasir. Tampaknya satu kebutuhan secara liar mendesak pria itu membuat sebuah lubang yang dilakukan dengan giat.Pekerjaan Hores mulai menunjukkan prospek. Galian demikian memang terlihat dangkal tetapi akan cukup menampung Hope ketika gadis kecil tersebut dimasukkan ke dalam. Memang terlalu cukup, memberi Avanthe suatu peringatan sekadar meringis. Hope diatur persis seperti sedang bersembunyi terhadap sesuatu, meski wajah dan sebatas dada gadis kecil itu mencuak tinggi diliputi ekspresi wajah polos saat sedang mencoba memahami situasi di sekitar.Avanthe pikir, Hores masih akan melakukan tindakan lainnya. Dia tidak setuju membiarkan itu terjadi. Sudah cukup—Hope barangkali harus berhenti menghadapi ayahnya yang gila. Avanthe akan melarang apa saja jika Hores membuat keputusan yang tidak – tidak. Dia kasihan melihat Hope yang terlalu hijau dan harus menanggung segala lelucon tolol Hores.
Suara berat dan dalam itu membuat Avanthe gelisah. Tidak ada yang akan dia serahkan kepada Hores, kalaupun pria tersebut menginginkannya. Mungkin satu pukulan khusus bisa sedikit dipertimbangkan. Avanthe tidak akan menyia – nyiakan kesempatan. Segera meremas tangannya menjadi kepalan mantap, lalu memukul bisep Hores yang terasa keras. Tindakan yang sebenarnya tidak sama sekali berpengaruh, tetapi itu cukup menarik kembali perhatian Hores.“Apa yang kau lakukan? Sudah bogel ini ... masih belagu memukulku?”Sialnya, Hores sedang menghina, alih – alih mengajukan pertanyaan dengan benar. Pernyataan Kai semalam ternyata tepat sasaran. Hores adalah makhluk nyaris dua meter—mungkin sebenarnya memang dua meter dan pria itu merasa punya kebebasan untuk mengomentari bentuk tubuh yang lainnya. Ntah harus berapa kali Avanthe mendeklarasikan kalau – kalau tinggi yang dia miliki sudah sesuai standar. Hores yang tidak mau mendengarkan. Barangkali Avanthe perlu menanyai keberadaan Kai setel
“Di mana Kue Buntal?”Tubuh Avanthe tersentak ketika dia sedang merapikan pakaian untuk disusun ke dalam koper, tetapi tiba – tiba Hores muncul tanpa peringatan—terlebih suara berat dan dalam pria itu nyaring di tengah – tengah hening dan Hope yang baru saja tertidur lelap.Langkah kaki yang mendekat sudah terduga. Kebutuhan Hores secara pasti menimbulkan satu golakan serius. Avanthe tidak akan membiarkan pria itu menyentuh Hope—langsung mengambil tindakan mencegah lengan yang terulur ingin menggendong tubuh gadis kecilnya.“Hope sedang tidur siang. Jangan mengganggunya.” Avanthe bicara sambil memukul lengan Hores. Biarkan pria itu menatapnya tajam dan segera mengerti bahwa Hope tidak bisa diganggu saat – saat seperti ini.“Aku tidak menyuruhmu menidurkannya.”Hores menanggapi dengan sinis, cukup membuat Avanthe menipiskan bibir tanpa sadar.“Aku tidak butuh pendapat atau perintahmu. Hope sudah mengantuk, jadi aku menidurkannya. Lebih baik kau pikirkan kembali perkataanku. Bawa kami pu
“Menurut padaku, Ava. Apa susahnya?”Tentu, Avanthe bisa menurut. Hal yang jelas – jelas bukan bagian tersulit dari perlbagai pertimbangan jika dan jika ... Hores mau berhenti menunjukkan setiap perlakuan jahat, yang berjalan sebagaimana pria itu menginginkan kehacurannya.Segera Avanthe menipiskan bibir saat dia memiliki sedikit kesempatan atas cengkeraman tangan Hores yang mulai mengendur. “Aku tidak akan menurut terhadap siapa pun yang bersikap jahat kepadaku, dan itu termasuk kau, Hores. Kau selalu menyiksaku tidak peduli bahwa sebenarnya kau juga bertanggung jawab atas kematian ayahku.”“Kau tahu kita impas. Ya, impas.”“Tapi aku bingung harus berapa kali memberitahumu. Kau menutup mata atas kenyataan itu. Nafsu setanmu adalah untuk menghancurkan hidupku. Kau selalu melakukannya, dan kau berhasil melakukannya.”“Kau juga tahu hanya Hope satu – satunya alasanku bertahan, tapi kau malah menginginkan Hope jauh dariku.”“Sikap buruk yang kau berikan sud
Satu naluri yang giat mendesak Avanthe untuk tersentak bangun setelah tanpa sengaja tertidur di samping Hope. Setengah mengangkat wajah, Avanthe memperhatikan keadaan di sekitar. Hening begitu terjal dan bagaimana Hope masih tertidur sama tenangnya sejak terakhir kali Avanthe menemani bayinya di ranjang—melupakan bahwa dia memiliki pekerjaan tertunda; harus menghadapi sisa – sisa kain teronggok berantakan hingga koper yang terbuka utuh.Dengan tentatif Avanthe memutuskan kembali melanjutkan. Melipat pakaiannya dan baju – baju mungil Hope, lalu menyusun hati – hati ke dalam koper. Semua kebutuhan Avanthe tidak melibatkan jeda, tetapi dia tidak tahu bahwa akhirnya Hope akan terbangun—lalu memanggilnya lewat ocehan menggemaskan.Wajah Avanthe berpaling, senang sekali menyaksikan Hope tidak rewel. Dia akan membirkan gadis kecil itu bermain – main dengan mengisap jempol tangan sebentar. Tersisa satu untuk dilipat, berikutnya Avanthe hanya perlu menarik resleting koper dan menempa
Kening Avanthe mengenyit dalam ketika kali pertama mengulik sesuatu di dapur, dan secara mengejutkan dia menemukan pelbagai macam bahan makanan mentah tersusun di rak lemari. Cukup tak menyangka karena terakhir, bahkan semalam ... rasanya begitu minim kebutuhan utama tersusun bertingkat – tingkat di sana. Beberapa saat Avanthe berjuang keras memahami. Memang nyaris tidak sepenuhnya mengerti, tetapi dia akan menganggap bahwa ini bagian dari pergi-nya Hores. Pria itu akan memikirkan Hope dan memutuskan untuk menyiapkan keperluan makan. Sudut bibir Avanthe tanpa sadar melekuk. Dia bisa mencoba memikirkan apa yang paling tepat dan bagaimana dia akan membuat makanan pendamping asi pertama Hope. Kebetulan Hores menyiapkan segala jenis buah, kacang – kacangan terutama daging dan sayuran. Menu apa yang cocok untuk Hope?Avanthe bertanya – tanya bimbang. Menghadapi proses cukup lama sekadar mempertimbangkan keputusan, yang segera membuatnya menemukan jawaban.Dia akan
Tarikan napas panjang dan wajah menengadah Hores setelah menempatkan bokong di singgasananya meninggalkan pelbagai perasaan melegakan. Untuk waktu yang lama, usai energi yang dia miliki benar – benar terkuras, saat ini Hores merasa partikel – partikel yang berpencar di tubuhnya seolah kembali merapat. Mencoba lebih banyak mengumpulkan ketenangan—dia kemudian membiarkan kelopak matanya terpejam.Hanya ada satu alasan mengapa Hores kembali menyatukan tubuh dan merasakan udara di istana bawah tanah—kebencian terhadap Avanthe. Rasanya ... sekali saja Hores tidak ingin melibatkan amarah yang berada di puncak panas dan bara, tetapi tindakan Avanthe di medan perang hari itu tidak pernah sungguh – sungguh meninggalkan benaknya. Hores menyaksikan sendiri, sementara di momen yang sama dia tidak bisa melakukan apa – apa untuk mencegah serangan itu terjadi. Kematian Raja Vanderox seperti telah merenggut nyaris separuh perasaan yang Hores miliki. Hanya ayahnya yang selalu peduli ketika
“Mrs. Winter?” Tubuh Avanthe tersentak setelah tiba – tiba suara Nicky muncul ke permukaan hingga aroma tubuh pria itu tersapu oleh angin di sekitar. Avanthe segera mengerjap, lalu separuh memalingkan wajah menatap ke arah Nicky. Pria itu tersenyum kaku, mungkin merasa telah mengganggunya. “Ada apa, Nicky?” tanya Avanthe sambil menahan Hope yang menggeliat ingin pergi, seakan – akan gadis kecil itu bisa melakukan dengan mudah. “Shilom bilang ingin bicara bersama Anda.” Sebelah alis Avanthe terangkat tidak mengerti. Nicky tidak memberitahu secara spesifik, tetapi ketika pria itu mengajukan senggenggam ponsel di tangannya. Avanthe tidak ragu menerima benda pipih tersebut dan melekukkan bibir tipis. Ternyata wajah Shilom sudah terlihat di sana. Wanita itu menunggu, lalu tersenyum saat mereka melakukan kontak mata secara virtual. [Apa kabarmu dan Hope, Ava?]