“Nah, sekarang, baru kau boleh pulang.”Suara Kai muncul meliputi pintu ruang rawat yang terbuka. Meskipun Avanthe cukup terkejut Kai akan datang dengan kursi roda. Tetapi dia tidak menolak saat pria itu menawarkan bantuan. Avanthe menyambut tangan Kai pelan. Lengan hangat pria itu memeluk di punggulnya. Membantu Avanthe melangkah tertatih untuk kemudian duduk atas kursi roda. Semalam, setelah tiba di rumah sakit. Dokter langsung mengambil tindakan serius. Luka sobek di betis Avanthe sangat besar. Peluru menancap dalam; benar – benar sebuah kenyataan paling menyakitkan. Dokter memberikan banyak saran dan dengan Kai yang setuju tinggal di sini selama satu malam ... Avanthe tidak memiliki pilihan mengapa akhirnya dia akan sangat merindukan Hope di rumah.“Kau dapat ini dari mana?” tanya Avanthe. Iris keunguan di matanya berpendar, menatap takjub pada beberapa bagian kursi yang terlihat berkilauan. Jemari Avanthe mengusap ringan. Dia segera menengadah mengamati Kai sedang tersenyum lem
Tidak banyak pembicaraan selama dalam perjalanan. Avanthe memiringkan wajah menghadap ke luar jendela. Mobil bergerak lambat. Sementara Kai sepertinya sangat hati – hati tetapi pria itu belum mengatakan apa pun. Avanthe juga tidak berusaha mendesak Kai bicara. Hanya sesekali akan mendengar embusan napas kasar itu merambat ke udara.Hening untuk beberapa saat. Avanthe memikirkan Hope. Waktu – waktu seperti ini biasanya dia akan membawa Hope bermain ke taman atau di mana pun putri kecilnya suka. Berpikir bahwa setelah ini dia akan lebih sering bersama Hope di rumah. Avanthe sudah memberitahu Shilom mengenai kondisinya. Wanita itu mungkin sedang menunggu di rumah.“Kau masih mencintainya?”Tiba – tiba suara Kai muncul ke permukaan. Avanthe tersentak. Kemudian dia mengatur posisi lebih baik mengenyak di sandaran jok.“Maksudmu?” tanyanya mencoba memastikan pertanyaan pembuka Kai.“Aku yakin kau tahu maksudku, Ava.”Mencintainya? Hores? Begitukah?Avanthe nyaris tertawa getir memikirkan ha
Setidaknya sekarang sudah jauh lebih baik. Avanthe mendorong kursi roda keluar dari kamar. Sesaat dia mengambil keputusan menuju dapur. Kerongkongannya begitu kering, dia ingin minum. Masih dengan hati – hati memutar roda supaya tidak menyikut apa pun yang ada di dalam rumah. Benar – benar harus membiaskan diri sampai dokter memastikan untuk bisa berjalan seperti biasanya.Pelan sekali Avanthe telah mencapai ambang pintu. Dia terkejut akan menemukan Shilom disibukkan dengan kegiatan menyeduh kopi hitam pekat tanpa gula. Wanita itu sama terkejutnya saat mendapati kedatangannya di dapur. Avanthe tidak mengerti. Yang dia tahu Shilom tidak pernah meminum kopi tanpa gula, dan Hope ... di mana gadis kecil itu saat sementara Shilom ada di sini, menatapnya dengan keraguan besar seolah sesuatu yang menakutkan baru, baru saja terjadi. Atau barangkali Shilom sudah menidurkan putri kecilnya di kamar wanita itu?Avanthe tidak berusaha menaruh kecurigaan. Memutuskan tetap mendorong kursi roda hing
Rasa sakit di kaki dan keseimbangan yang tak sempat dia pertahankan segera membuat Avanthe jatuh nyaris mencium lantai. Tatapannya lurus, setengah kosong mengamati kepergian Hores yang bahkan sama sekali tidak pernah peduli pada dirinya. Memangnya apa yang Avanthe harapkan akan terjadi? Hores tiba – tiba berbaik hati, lalu menyerahkan Hope kembali, begitu?Itu benar – benar seperti kebodohan paling kental. Hores-lah satu – satunya pria yang ingin melihat kehancurnya. Bahkan dengan sayup – sayup mesin mobil menyala, Hores telah berhasil, sekali lagi, membuat dunia Avanthe luluh lantak. Hope kekuatannya. Dia tidak tahu kapan Hores akan membawa Hope pulang. Perasaan Avanthe berdebar keras. Matanya terasa sangat pedih. Dia menangis di hadapan Shilom saat ini. Wanita itu telah mendekat. Mencoba membawanya bangun, dan ketika itu terjadi, punggung Avanthe langsung mengenyak di sandaran sofa. Menutup wajah dengan telapak tangan menghadapi perasaan penuh ketakutan.“Kau tenanglah, Ava. Aku ya
Selesai memompa asi dan membantu Shilom menyiapkan keperluan Hope, akhirnya Avanthe memutuskan membawa perkakas pertolongan pertama ke ruang tamu. Dia perlu mengganti perban pada luka tembak itu. Menarik napas sesaat untuk kemudian pelan – pelan mengangkat sebelah kaki yang masih diliputi perban lama supaya keduanya berselonjor di atas sofa.Karena Avanthe akan membuka lilitan kain dengan kedua tangan, dia perlu mengatur posisi sedikit menekuk pada kaki yang terluka. Setiap tindakan yang dia lakukan begitu tentatif. Rasa sakit sesekali muncul, benar – benar berdenyut, tetapi Avanthe berjuang supaya tidak terlihat lemah di mata siapa pun, bahkan saat ini, saat sedang sendirian di rumah.Hati – hati Avanthe menggunting perban. Mengulur bagian yang terasa sangat rekat. Dia mendapati bagian di sekitar luka tembak di kaki menimbulkan efek panas yang masih membakar. Hores luar biasa keji. Membayangkan sikap kejam pria itu, rasa cemas Avanthe tidak akan pernah redam.Dia mengusap wajah. Berp
“Sepertinya aku sangat membutuhkan-mu, Ava.”Luar biasa mengejutkan mendengar Kai bicara seperti itu; berbisik nyaris tanpa peringatan. Kesadaran melintas di benak Avanthe. Pasokan udara segera menyergap ke rongga dadanya. Kali ini Avanthe baru dapat mengendalikan diri. Dengan satu tangan dia mencegah keberadaan Kai. Menahan dada bidang pria itu. Menatap sangat ragu, lalu menunduk dalam.Jari – jari Avanthe gemetar. Perasaan terkejut itu mengguncang ketenangannya.“Maaf, Kai. Aku tidak bisa.”Didorong tekad membara untuk mengungkap kebenaran. Avanthe lantas mengangkat wajah. Keterdiaman Kai seperti meriwayatkan sesuatu. Tenggorokan pria itu bergerak, dan betapa pun Kai mencoba menyembunyikan sikap kecewanya. Avanthe bisa merasakan atmosfer di sekitar mereka sangat berbeda.Kai langsung bergeser. Tangan pria itu mengusap di pangkuan sendiri. Demikian pula Avanthe tak tahu harus bagaimana lagi. Keadaan mendadak absurd. Kecanggungan mencoba melampaui batas. Yang terjadi di sekitar mereka
“Tuan, semua perintah Anda telah dikerjakan. Mrs. Winter sudah menerima kiriman paket untuk Nona muda Hope.”Hores menatap salah seorang bawahan dengan sebelah alis terangkat tinggi. Dia sudah membayangkan bagaimana reaksi Avanthe ketika wanita itu akan tahu kebutuhan Hope telah disediakan utuh. Sekarang, secara ajaib kata – kata Nicky meluruskan segala sesuatu tanpa melibatkan drama sebagai dasar dari hubungan mereka.“Dia tidak menolak?” tanya Hores sedikit tidak tahan dengan rasa penasaran membludak. “Sempat menolak, Tuan. Tapi akhirnya Mrs. Winter bersedia.” “Bersedia kenapa?”“Kami tidak tahu, Tuan.”Nicky menunduk ragu. Bagaimanapun dia tak mungkin bersuara mengenai alasan paling masuk akal mengapa Avanthe mendadak tak memiliki pilihan. Semua orang tahu bahwa Hores tidak akan membiarkan keinginan pria itu tidak terpenuhi. Ada harga besar jika dan jika semua perlengkapan Hope dibawa kembali ke mansion besar ini. Sebagai seorang yang cukup terpercaya, Nicky tak ingin membuat kea
“Kau mau ke mana, Ava?”“Menyusul Hope. Aku akan membawanya pulang.”Lengan Avanthe terus bergerak memutar kursi roda. Mengetahui Shilom pulang tanpa Hope bersama wanita itu, rasanya sesuatu dalam diri Avanthe memberontak. Dia tidak bisa membiarkan Hope berlarut lama di mansion yang mentereng. Hores berbahaya, akan selalu meninggalkan rasa takut tak terkendali. Bagaimana jika Hope menangis, dan Hores tidak memiliki kesabaran menghadapi putri kecilnya? Avanthe tidak dapat membayangkan apa yang akan pria itu lakukan.Mencekik. Mencampak. Atau melempar Hope ke dalam air .... Avanthe sempat melihat kolam besar di halaman mansion Hores.Itu semacam ancaman terjal yang bergolak liar dalam benak Avanthe. Tak ingin hal demikian terjadi, dia lebih baik mengejar kebutuhannya sekarang. Terima atau tidak, Hores harus mengembalikan Hope, tidak peduli meskipun pria itu seorang ayah biologis. Avanthe sama sekali tidak mengakui Hores memiliki hak mutlak atas putri mereka. Terserah jika Hores pernah