Share

Bab 5. Menjalankan rencana

Keesokan paginya, Javier mengantarkan Viona sampai depan pintu saat wanita itu dijemput oleh Pamela untuk liburan bersama.

Bahkan sampai saat ini pun Freya masih takut ketika Pamela menatapnya tajam memberikan peringatan kalau selama satu minggu ke depan, Freya harus berhasil menjalankan rencananya.

Tapi bagaimana? Mendekati pria sedingin Javier tidaklah mudah. Pria itu hanya bersikap hangat dengan istrinya, dan menjadi orang ketiga dalam hubungan harmonis mereka tidaklah mudah.

Namun, jika Freya tidak melakukan tugas pemberian Pamela, wanita itu pasti akan menghentikan pengobatan David yang saat ini masih di rumah sakit.

Javier masih seperti biasanya, hanya menunjukkan kelembutan kepada istrinya.

"Jaga Viona baik-baik," katanya, suaranya tegas dan penuh perhatian. "Aku tidak akan memaafkan siapapun jika sesuatu terjadi padanya."

Pamela hanya mengibaskan tangan dengan sikap angkuh. "Aku membawanya liburan, Javier, bukan ke medan perang."

Viona tertawa kecil, menghampiri suaminya dan mencium pipinya dengan manis, "Kau terlalu khawatir, Sayang. Aku akan baik-baik saja."

Saat mobil mereka melaju pergi, meninggalkan Javier dan Freya berdua di rumah yang megah itu, Freya merasakan nafasnya semakin berat. Kini, hanya ada mereka berdua.

Namun, begitu Javier berbalik dan menatapnya, tatapan dinginnya seolah menusuk ke dalam jiwa Freya. Jantungnya berdetak kencang, rasa gugup dan takut menyelimutinya.

Bagaimana caranya mendekati pria seperti Javier? Ia begitu dingin dan tak tersentuh.

Namun, demi adiknya, Freya memutuskan untuk mencoba pendekatan halus. Bukan menggoda secara frontal, tapi membangun hubungan perlahan.

Ia melangkah menuju dapur dan kembali dengan segelas air dingin. "Anda ingin minum, Tuan?" tawarnya, mencoba tersenyum selembut mungkin.

Javier mendongak dari layar iPad-nya, ekspresinya tetap kaku. "Tidak, terima kasih," jawabnya tanpa menunjukkan minat.

Freya berusaha menyembunyikan kekecewaannya. Ia tak menyerah, kembali ke dapur dan kali ini mengambil kue kering yang baru saja ia buat.

"Ini kue buatan saya. Apa Anda ingin coba?" tanyanya lagi, kali ini nadanya lebih ramah.

Javier menatapnya lagi, namun jawabannya tetap singkat dan dingin. "Saya tidak suka kue."

Freya menghela nafas, merasa frustasi. Ini jauh lebih sulit dari yang ia bayangkan. Pria itu tidak memberikan celah sedikit pun.

Di luar, ia melihat Javier beristirahat di tepi kolam renang, tetap sibuk dengan iPad-nya, seakan keberadaannya sama sekali tak dihiraukan.

Freya memutar otak, mencari cara lain. Namun, pikirannya kosong, dan Javier tiba-tiba pergi karena urusan pekerjaan, meninggalkannya sendirian lagi.

Sore harinya, Freya mengenakan gaun yang Viona berikan kemarin, sebuah gaun cantik namun sederhana, yang memeluk tubuhnya dengan indah. Sambil membersihkan halaman belakang, ia mencoba menenangkan pikirannya.

Namun, ketika Javier pulang, aroma alkohol samar menyelimuti udara di sekitarnya. Pandangan pria itu sesaat menelusuri dirinya sebelum berlalu, menaiki tangga menuju lantai atas.

Freya merasa dirinya gagal total. Tak ada satu pun pendekatan yang berhasil. Rasa frustrasi mulai merayap ke dalam dirinya. Apakah dirinya memang tidak menarik?

Di tengah kebingungannya, ponselnya berdering. Nama Pamela muncul di layar.

Dengan ragu, Freya mengangkat telepon. "Halo, Nyonya?"

“Kau sudah melakukannya?” Pamela bertanya tanpa basa-basi.

Tubuh Freya menegang, “Saya sedang berusaha, Nyonya,” jawabnya gugup.

“Kau selalu mengatakan sedang berusaha, namun tidak kunjung membuahkan hasil!" sentak Pamela marah.

Freya terdiam tak berani bersuara sampai Pamela kembali berkata, "Ingat satu hal, Freya. Jika kau tidak segera melakukan tugasmu, kau akan membayarku dua kali lipat dari apa yang sudah aku keluarkan untuk pengobatan adikmu, dan kau tau jumlah yang sudah aku keluarkan tidaklah sedikit!” ancamnya.

Freya menahan napas.

Sementara Pamela kembali bersuara, "Tapi aku sudah mengirimkan sesuatu untukmu. Gunakan itu untuk melakukan apa yang aku perintahkan."

Sebelum Freya bisa menjawab, telepon dimatikan. Beberapa detik kemudian, bel pintu berbunyi. Freya buru-buru menuju pintu dan mendapati seorang kurir berdiri di sana.

"Nona Freya?" tanya kurir itu.

"Ya, saya sendiri," jawab Freya, menerima paket yang katanya dari Pamela.

Freya membawa paket itu ke kamarnya, membuka kotaknya dengan tangan gemetar.

Begitu melihat isinya, matanya melebar. Di dalam kotak itu ada sepotong lingerie yang sangat menggoda, terlalu berani bahkan untuk Freya yang telah mencoba berbagai cara menggoda Javier. Baju itu nyaris tidak menutupi apapun, dengan renda-renda tipis dan potongan yang dirancang untuk membangkitkan hasrat siapapun yang melihatnya.

Freya menggigit bibirnya, merasa cemas. "Aku harus bagaimana sekarang?" gumamnya, hatinya semakin kacau.

Tapi di bawah lingerie tersebut, ada sebotol obat, ketika Freya membaca fungsi obat tersebut, seketika ia meneguk ludahnya sendiri.

"Aku mendadak takut untuk melakukannya."

Malam itu, rumah terasa semakin sunyi, tetapi perintah Pamela terngiang di kepalanya, memaksa Freya untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya.

Haruskah ia benar-benar melakukan ini? Freya menatap dirinya di cermin, membayangkan bagaimana Javier akan bereaksi jika melihatnya dengan pakaian itu. Bayangan akan tatapan dinginnya yang mungkin berubah menjadi hasrat menghantui pikirannya.

Namun, di sisi lain, rasa bersalah terhadap Viona terus menghantam dirinya. Meski demikian, Freya masih belum berani melakukan perintah Pamela hari ini, ia masih belum siap menghadapi Javier.

"Aku ternyata sangat pengecut," ujar Freya saat menatap pantulan dirinya di cermin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status