Keesokan paginya, Javier mengantarkan Viona sampai depan pintu saat wanita itu dijemput oleh Pamela untuk liburan bersama.
Bahkan sampai saat ini pun Freya masih takut ketika Pamela menatapnya tajam memberikan peringatan kalau selama satu minggu ke depan, Freya harus berhasil menjalankan rencananya.
Tapi bagaimana? Mendekati pria sedingin Javier tidaklah mudah. Pria itu hanya bersikap hangat dengan istrinya, dan menjadi orang ketiga dalam hubungan harmonis mereka tidaklah mudah.
Namun, jika Freya tidak melakukan tugas pemberian Pamela, wanita itu pasti akan menghentikan pengobatan David yang saat ini masih di rumah sakit.
Javier masih seperti biasanya, hanya menunjukkan kelembutan kepada istrinya.
"Jaga Viona baik-baik," katanya, suaranya tegas dan penuh perhatian. "Aku tidak akan memaafkan siapapun jika sesuatu terjadi padanya."
Pamela hanya mengibaskan tangan dengan sikap angkuh. "Aku membawanya liburan, Javier, bukan ke medan perang."
Viona tertawa kecil, menghampiri suaminya dan mencium pipinya dengan manis, "Kau terlalu khawatir, Sayang. Aku akan baik-baik saja."
Saat mobil mereka melaju pergi, meninggalkan Javier dan Freya berdua di rumah yang megah itu, Freya merasakan nafasnya semakin berat. Kini, hanya ada mereka berdua.
Namun, begitu Javier berbalik dan menatapnya, tatapan dinginnya seolah menusuk ke dalam jiwa Freya. Jantungnya berdetak kencang, rasa gugup dan takut menyelimutinya.
Bagaimana caranya mendekati pria seperti Javier? Ia begitu dingin dan tak tersentuh.
Namun, demi adiknya, Freya memutuskan untuk mencoba pendekatan halus. Bukan menggoda secara frontal, tapi membangun hubungan perlahan.
Ia melangkah menuju dapur dan kembali dengan segelas air dingin. "Anda ingin minum, Tuan?" tawarnya, mencoba tersenyum selembut mungkin.
Javier mendongak dari layar iPad-nya, ekspresinya tetap kaku. "Tidak, terima kasih," jawabnya tanpa menunjukkan minat.
Freya berusaha menyembunyikan kekecewaannya. Ia tak menyerah, kembali ke dapur dan kali ini mengambil kue kering yang baru saja ia buat.
"Ini kue buatan saya. Apa Anda ingin coba?" tanyanya lagi, kali ini nadanya lebih ramah.
Javier menatapnya lagi, namun jawabannya tetap singkat dan dingin. "Saya tidak suka kue."
Freya menghela nafas, merasa frustasi. Ini jauh lebih sulit dari yang ia bayangkan. Pria itu tidak memberikan celah sedikit pun.
Di luar, ia melihat Javier beristirahat di tepi kolam renang, tetap sibuk dengan iPad-nya, seakan keberadaannya sama sekali tak dihiraukan.
Freya memutar otak, mencari cara lain. Namun, pikirannya kosong, dan Javier tiba-tiba pergi karena urusan pekerjaan, meninggalkannya sendirian lagi.
Sore harinya, Freya mengenakan gaun yang Viona berikan kemarin, sebuah gaun cantik namun sederhana, yang memeluk tubuhnya dengan indah. Sambil membersihkan halaman belakang, ia mencoba menenangkan pikirannya.
Namun, ketika Javier pulang, aroma alkohol samar menyelimuti udara di sekitarnya. Pandangan pria itu sesaat menelusuri dirinya sebelum berlalu, menaiki tangga menuju lantai atas.
Freya merasa dirinya gagal total. Tak ada satu pun pendekatan yang berhasil. Rasa frustrasi mulai merayap ke dalam dirinya. Apakah dirinya memang tidak menarik?
Di tengah kebingungannya, ponselnya berdering. Nama Pamela muncul di layar.
Dengan ragu, Freya mengangkat telepon. "Halo, Nyonya?"
“Kau sudah melakukannya?” Pamela bertanya tanpa basa-basi.
Tubuh Freya menegang, “Saya sedang berusaha, Nyonya,” jawabnya gugup.
“Kau selalu mengatakan sedang berusaha, namun tidak kunjung membuahkan hasil!" sentak Pamela marah.
Freya terdiam tak berani bersuara sampai Pamela kembali berkata, "Ingat satu hal, Freya. Jika kau tidak segera melakukan tugasmu, kau akan membayarku dua kali lipat dari apa yang sudah aku keluarkan untuk pengobatan adikmu, dan kau tau jumlah yang sudah aku keluarkan tidaklah sedikit!” ancamnya.
Freya menahan napas.
Sementara Pamela kembali bersuara, "Tapi aku sudah mengirimkan sesuatu untukmu. Gunakan itu untuk melakukan apa yang aku perintahkan."
Sebelum Freya bisa menjawab, telepon dimatikan. Beberapa detik kemudian, bel pintu berbunyi. Freya buru-buru menuju pintu dan mendapati seorang kurir berdiri di sana.
"Nona Freya?" tanya kurir itu.
"Ya, saya sendiri," jawab Freya, menerima paket yang katanya dari Pamela.
Freya membawa paket itu ke kamarnya, membuka kotaknya dengan tangan gemetar.
Begitu melihat isinya, matanya melebar. Di dalam kotak itu ada sepotong lingerie yang sangat menggoda, terlalu berani bahkan untuk Freya yang telah mencoba berbagai cara menggoda Javier. Baju itu nyaris tidak menutupi apapun, dengan renda-renda tipis dan potongan yang dirancang untuk membangkitkan hasrat siapapun yang melihatnya.
Freya menggigit bibirnya, merasa cemas. "Aku harus bagaimana sekarang?" gumamnya, hatinya semakin kacau.
Tapi di bawah lingerie tersebut, ada sebotol obat, ketika Freya membaca fungsi obat tersebut, seketika ia meneguk ludahnya sendiri.
"Aku mendadak takut untuk melakukannya."
Malam itu, rumah terasa semakin sunyi, tetapi perintah Pamela terngiang di kepalanya, memaksa Freya untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya.
Haruskah ia benar-benar melakukan ini? Freya menatap dirinya di cermin, membayangkan bagaimana Javier akan bereaksi jika melihatnya dengan pakaian itu. Bayangan akan tatapan dinginnya yang mungkin berubah menjadi hasrat menghantui pikirannya.
Namun, di sisi lain, rasa bersalah terhadap Viona terus menghantam dirinya. Meski demikian, Freya masih belum berani melakukan perintah Pamela hari ini, ia masih belum siap menghadapi Javier.
"Aku ternyata sangat pengecut," ujar Freya saat menatap pantulan dirinya di cermin.
Dua hari berlalu dengan ketegangan yang kian memuncak di benak Freya. Meskipun mengenakan pakaian yang lebih berani, ia masih belum melakukan apapun untuk mendekati Javier. Namun, pesan-pesan dari Pamela tak henti-hentinya mengusiknya, membuat pikirannya gelisah dan hatinya terombang-ambing di antara ketakutan dan tuntutan.Pagi itu ketika Freya sedang menyiapkan sarapan, suara Javier yang tiba-tiba terdengar membuatnya terlonjak. "Kenapa kau mengenakan pakaian seperti itu?" Nada suaranya dingin, nyaris menusuk. Freya berbalik, menatapnya dengan mata melebar. Wajah pria itu serius, seperti mencoba membaca setiap gerak-geriknya. Sebelum Freya bisa menjawab, Javier melontarkan pertanyaan yang lebih mengagetkan, "Apa kau mencoba menggodaku?"Kata-kata itu tepat mengenai sasaran, dan jantung Freya serasa melonjak. "Ti-tidak, Tuan," ia segera menggeleng, mencoba mengelak. "Udara di luar mulai panas. Saya hanya mengenakan pakaian yang nyaman untuk musim panas."Mata Javier memicing, me
"Ah, Tuan Javier!" Freya terengah, kebingungan antara menahan rasa takut dan dorongan yang semakin menguasainya. Obat yang ditaburkan di makanannya jelas mulai bekerja, ditambah aroma alkohol yang menyeruak dari tubuh Javier, membuat tindakannya semakin liar.Tanpa ragu, Javier membalik tubuh Freya dan mencium bibirnya dengan penuh hasrat, mendominasi setiap inci dari dirinya. Freya yang awalnya terkejut, akhirnya menyerah, mengalungkan tangannya di leher Javier, membiarkan pria itu memegang kendali.Namun, ada yang menusuk hati Freya ketika Javier berbisik, "Viona…" Nama istrinya yang terucap dalam keadaan penuh gairah membuat Freya sadar bahwa meski tubuh Javier bersamanya, pikirannya tetap pada wanita yang dicintainya.Meskipun hatinya terluka, Freya tahu ia tak punya pilihan. Dengan rasa ragu, ia membiarkan Javier mengangkatnya dengan mudah, membawanya ke tempat tidur. Setiap sentuhan Javier semakin liar, penuh gairah yang tak bisa dikendalikan. Freya mati-matian menahan rasa t
Beberapa hari berlalu dalam ketegangan yang tak terucapkan antara Javier dan Freya. Viona akhirnya pulang dari liburannya. Dan seperti biasa, senyum manisnya menyambut Javier, saat pria itu segera mendekat memeluk istrinya dengan penuh kasih sayang. Sementara itu, Pamela menyudutkan Freya dengan tatapan tajam, dan rasa mencekam menggantung di udara.“Apa sudah ada kemajuan?” suara dingin Pamela memecah keheningan.Freya mengikutinya dengan cemas. "Maaf, Nyonya... Kami baru melakukannya sekali. Saya belum bisa memastikan apakah saya hamil," jawabnya gugup.Pamela berbalik dengan tajam, wajahnya kaku. "Kau pikir aku melakukan ini untuk kebaikanmu? Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk pengobatan adikmu. Jika kau gagal, kau akan mengembalikan semuanya, dan bunganya juga!" ancamnya tanpa ampun.Seketika Freya menatap Pamela, namun wajah wanita itu tidak bercanda sama sekali. Freya hanya bisa menelan ludahnya, meratapi nasibnya demi kesembuhan David. Setelah Pamela mendesak Freya unt
"Kau sadar apa yang kau ucapkan itu?" Javier bertanya dengan nada dingin yang menusuk, membuat jantung Freya berdegup kencang. Wajahnya berubah drastis, dan dengan gugup Freya menelan ludah sambil melangkah mundur.Namun, bahkan jarak satu langkah tak cukup untuk menghindari tatapan tajam Javier yang menembus. "Ma-maaf, saya lancang. Seharusnya saya sadar diri, di rumah ini saya hanya pelayan," gumam Freya.Javier memperhatikan Freya menunduk sebagai permintaan maafnya. Bohong kalau Javier tidak tertarik dengan Freya, ia hanya mencoba membatasi diri agar tidak mengkhianati Viona.Terlebih Freya memiliki wajah yang cantik, tubuhnya yang terbungkus baju tidur itu juga tampak menarik. Javier adalah pria normal, bukan hanya satu wanita saja yang bisa membuatnya bereaksi. Pikirannya berkecamuk, dan dia menggeleng pelan, menahan diri sebelum godaan menguasainya.Dengan langkah berat, Javier melewati Freya, mencoba melawan hasrat yang hampir saja membakar akal sehatnya. Namun, rasa cemas m
Pagi harinya, Viona menghampiri Freya yang sedang sibuk menyiapkan sarapan. Senyum lembutnya menyapa, membuat suasana hangat terasa di dapur. "Sejak kamu tinggal di sini, aku jadi sering makan enak," ucap Viona, suaranya penuh pujian.Freya menoleh sejenak, tersenyum tipis. "Apa sebelumnya Nyonya tidak cukup makan makanan enak?" tanyanya.Viona tertawa kecil sambil mengambil gelas di meja. "Sebenarnya tidak semua masakan cocok di lidahku, tapi aku suka masakanmu," jawabnya, suaranya terdengar tulus. Freya memperhatikan cara berjalan Viona yang tampak sedikit berbeda dari biasanya."Anda sakit?" tanya Freya dengan nada khawatir.Viona mengangkat alisnya, sedikit terkejut. "Tidak, kenapa kamu berpikir begitu?" tanyanya balik, nadanya ringan namun penuh rasa ingin tahu.Freya menatapnya lebih lama sebelum menjawab, "Cara berjalan Anda tidak seperti biasanya. Mungkin Anda perlu berobat."Viona tertawa ringan sambil menggelengkan kepala. "Tidak perlu, ini biasa saja. Hal seperti ini seri
Meskipun sudah satu bulan berlalu sejak operasi David dilakukan, remaja itu juga masih belum menunjukkan tanda bahwa kesehatannya akan membaik. Ketika Freya masuk ke ruangan, David terlihat duduk dan menyapanya sambil tersenyum."Senang bisa melihatmu, Frey." sapa David.Freya menghampiri dengan cepat, meletakkan tasnya dan menghembuskan napas berat. "Kau membuatku khawatir, David," ujarnya lembut sebelum memeluk David erat, merasakan tubuh kurus adiknya yang terasa semakin rapuh di balik pelukannya."Dari mana kamu punya uang sebanyak ini untuk biaya pengobatanku? Jumlahnya pasti tidak sedikit, jangan paksa dirimu terus bekerja untuk merawat orang penyakitan sepertiku. Setelah aku mati, kau pasti akan bebas.""Tutup mulutmu!" bentak Freya, ia mendadak menjadi marah karena David membahas sesuatu yang ia takutkan. "Aku ingin kau sehat, David. Kalau dirimu tidak ada, aku tidak punya keluarga lagi. Setelah apa yang aku lakukan untukmu, apa kau akan menyerah begitu saja?"David menunduk
Freya menunjukkan sikap dinginnya di hadapan Javier, seolah tidak sedikit pun tertarik padanya. Namun, di balik tatapan acuhnya, ada sebuah rencana licik yang ia jalankan. Setiap gerak-gerik Viona diperhatikan dengan cermat, menunggu celah agar Freya bisa bergerak leluasa. Tugas dari Pamela menekan pikirannya, dan Freya tahu dia harus berhasil melaksanakannya, apapun risikonya.Saat malam tiba, ketika Viona terlelap dalam tidurnya, Javier masih sibuk di ruang kerjanya, tenggelam dalam pekerjaannya. Freya memberanikan diri masuk. Dengan langkah yang terukur, ia mendekati Javier, membuat pria itu menoleh dari layar komputer, sedikit terkejut melihat Freya di waktu yang tidak biasa."Apa yang kau lakukan di sini? Kau seharusnya beristirahat untuk bekerja besok," ujar Javier dingin, nadanya tidak ramah.Namun Freya tetap melangkah dengan sikap menggoda yang begitu terang-terangan. Tangan halusnya mengusap bahu Javier dari belakang, membuat pria itu berniat berdiri. Tapi sebelum sempat i
Pagi harinya, Javier turun ke ruang makan dengan pakaian rapi. Tadinya ia tidak berniat untuk menyantap sarapan saat melihat Freya menghidangkan makanan ke meja. Apa yang ia dan perempuan itu lakukan semalam bukanlah tindakan yang benar meskipun semalam mereka hanya berciuman tanpa sempat berlanjut ke hal yang lebih jauh lagi.Ketika Javier melihat Freya di dapur dengan gaun selutut tanpa lengan, pandangannya seketika tertuju pada lekukan tubuh perempuan itu. Senyuman manis yang Freya lemparkan berhasil berhasil membuat debaran jantung Javier lebih cepat.“Selamat pagi, Tuan,” sapanya dengan ramah, seolah tidak terjadi apa-apa.Javier terdiam. Dia adalah pria yang berani menghadapi siapa pun, tetapi kali ini, ketakutan yang ia rasakan begitu nyata. Bukan ketakutan akan Freya, melainkan ketakutan jika Viona, mengetahui bahwa suami yang begitu dicintainya terlibat dalam skandal dengan pelayan rumah mereka. Javier sadar, dia tidak bisa begitu saja mengusir Freya. Bagaimana jika video y