Beberapa hari berlalu dalam ketegangan yang tak terucapkan antara Javier dan Freya. Viona akhirnya pulang dari liburannya. Dan seperti biasa, senyum manisnya menyambut Javier, saat pria itu segera mendekat memeluk istrinya dengan penuh kasih sayang. Sementara itu, Pamela menyudutkan Freya dengan tatapan tajam, dan rasa mencekam menggantung di udara.“Apa sudah ada kemajuan?” suara dingin Pamela memecah keheningan.Freya mengikutinya dengan cemas. "Maaf, Nyonya... Kami baru melakukannya sekali. Saya belum bisa memastikan apakah saya hamil," jawabnya gugup.Pamela berbalik dengan tajam, wajahnya kaku. "Kau pikir aku melakukan ini untuk kebaikanmu? Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk pengobatan adikmu. Jika kau gagal, kau akan mengembalikan semuanya, dan bunganya juga!" ancamnya tanpa ampun.Seketika Freya menatap Pamela, namun wajah wanita itu tidak bercanda sama sekali. Freya hanya bisa menelan ludahnya, meratapi nasibnya demi kesembuhan David. Setelah Pamela mendesak Freya unt
"Kau sadar apa yang kau ucapkan itu?" Javier bertanya dengan nada dingin yang menusuk, membuat jantung Freya berdegup kencang. Wajahnya berubah drastis, dan dengan gugup Freya menelan ludah sambil melangkah mundur.Namun, bahkan jarak satu langkah tak cukup untuk menghindari tatapan tajam Javier yang menembus. "Ma-maaf, saya lancang. Seharusnya saya sadar diri, di rumah ini saya hanya pelayan," gumam Freya.Javier memperhatikan Freya menunduk sebagai permintaan maafnya. Bohong kalau Javier tidak tertarik dengan Freya, ia hanya mencoba membatasi diri agar tidak mengkhianati Viona.Terlebih Freya memiliki wajah yang cantik, tubuhnya yang terbungkus baju tidur itu juga tampak menarik. Javier adalah pria normal, bukan hanya satu wanita saja yang bisa membuatnya bereaksi. Pikirannya berkecamuk, dan dia menggeleng pelan, menahan diri sebelum godaan menguasainya.Dengan langkah berat, Javier melewati Freya, mencoba melawan hasrat yang hampir saja membakar akal sehatnya. Namun, rasa cemas m
Pagi harinya, Viona menghampiri Freya yang sedang sibuk menyiapkan sarapan. Senyum lembutnya menyapa, membuat suasana hangat terasa di dapur. "Sejak kamu tinggal di sini, aku jadi sering makan enak," ucap Viona, suaranya penuh pujian.Freya menoleh sejenak, tersenyum tipis. "Apa sebelumnya Nyonya tidak cukup makan makanan enak?" tanyanya.Viona tertawa kecil sambil mengambil gelas di meja. "Sebenarnya tidak semua masakan cocok di lidahku, tapi aku suka masakanmu," jawabnya, suaranya terdengar tulus. Freya memperhatikan cara berjalan Viona yang tampak sedikit berbeda dari biasanya."Anda sakit?" tanya Freya dengan nada khawatir.Viona mengangkat alisnya, sedikit terkejut. "Tidak, kenapa kamu berpikir begitu?" tanyanya balik, nadanya ringan namun penuh rasa ingin tahu.Freya menatapnya lebih lama sebelum menjawab, "Cara berjalan Anda tidak seperti biasanya. Mungkin Anda perlu berobat."Viona tertawa ringan sambil menggelengkan kepala. "Tidak perlu, ini biasa saja. Hal seperti ini seri
Meskipun sudah satu bulan berlalu sejak operasi David dilakukan, remaja itu juga masih belum menunjukkan tanda bahwa kesehatannya akan membaik. Ketika Freya masuk ke ruangan, David terlihat duduk dan menyapanya sambil tersenyum."Senang bisa melihatmu, Frey." sapa David.Freya menghampiri dengan cepat, meletakkan tasnya dan menghembuskan napas berat. "Kau membuatku khawatir, David," ujarnya lembut sebelum memeluk David erat, merasakan tubuh kurus adiknya yang terasa semakin rapuh di balik pelukannya."Dari mana kamu punya uang sebanyak ini untuk biaya pengobatanku? Jumlahnya pasti tidak sedikit, jangan paksa dirimu terus bekerja untuk merawat orang penyakitan sepertiku. Setelah aku mati, kau pasti akan bebas.""Tutup mulutmu!" bentak Freya, ia mendadak menjadi marah karena David membahas sesuatu yang ia takutkan. "Aku ingin kau sehat, David. Kalau dirimu tidak ada, aku tidak punya keluarga lagi. Setelah apa yang aku lakukan untukmu, apa kau akan menyerah begitu saja?"David menunduk
Freya menunjukkan sikap dinginnya di hadapan Javier, seolah tidak sedikit pun tertarik padanya. Namun, di balik tatapan acuhnya, ada sebuah rencana licik yang ia jalankan. Setiap gerak-gerik Viona diperhatikan dengan cermat, menunggu celah agar Freya bisa bergerak leluasa. Tugas dari Pamela menekan pikirannya, dan Freya tahu dia harus berhasil melaksanakannya, apapun risikonya.Saat malam tiba, ketika Viona terlelap dalam tidurnya, Javier masih sibuk di ruang kerjanya, tenggelam dalam pekerjaannya. Freya memberanikan diri masuk. Dengan langkah yang terukur, ia mendekati Javier, membuat pria itu menoleh dari layar komputer, sedikit terkejut melihat Freya di waktu yang tidak biasa."Apa yang kau lakukan di sini? Kau seharusnya beristirahat untuk bekerja besok," ujar Javier dingin, nadanya tidak ramah.Namun Freya tetap melangkah dengan sikap menggoda yang begitu terang-terangan. Tangan halusnya mengusap bahu Javier dari belakang, membuat pria itu berniat berdiri. Tapi sebelum sempat i
Pagi harinya, Javier turun ke ruang makan dengan pakaian rapi. Tadinya ia tidak berniat untuk menyantap sarapan saat melihat Freya menghidangkan makanan ke meja. Apa yang ia dan perempuan itu lakukan semalam bukanlah tindakan yang benar meskipun semalam mereka hanya berciuman tanpa sempat berlanjut ke hal yang lebih jauh lagi.Ketika Javier melihat Freya di dapur dengan gaun selutut tanpa lengan, pandangannya seketika tertuju pada lekukan tubuh perempuan itu. Senyuman manis yang Freya lemparkan berhasil berhasil membuat debaran jantung Javier lebih cepat.“Selamat pagi, Tuan,” sapanya dengan ramah, seolah tidak terjadi apa-apa.Javier terdiam. Dia adalah pria yang berani menghadapi siapa pun, tetapi kali ini, ketakutan yang ia rasakan begitu nyata. Bukan ketakutan akan Freya, melainkan ketakutan jika Viona, mengetahui bahwa suami yang begitu dicintainya terlibat dalam skandal dengan pelayan rumah mereka. Javier sadar, dia tidak bisa begitu saja mengusir Freya. Bagaimana jika video y
Dalam kondisi seperti ini, Javier tidak mungkin kembali ke kantor. Ia dengan cepat mendorong Freya menjauh darinya. Perempuan ini sudah keterlaluan dan Javier tak bisa melakukan sesuatu. "Besok, kau pergi dari rumah ini. Aku tidak membutuhkan wanita penggoda yang berusaha merusak rumah tanggaku dengan Viona," ujarnya.Freya tersenyum tipis, tidak terpengaruh oleh ancaman Javier. "Kalau begitu, bukankah Anda harus bilang pada Viona dan Nyonya Pamela untuk mengusirku dari rumah ini? Mereka pasti bertanya-tanya apa alasan Anda mengusirku, lalu apa Anda akan menjawab kalau Anda takut ketahuan pernah tidur denganku?" balas Freya.Javier menggeram marah, ia berbalik menuju kamarnya dengan harapan bisa meredakan gairah akibat efek obat yang Freya berikan. Obat itu biasanya akan bekerja tidak lama setelah masuk ke tubuh, tergantung seberapa banyak dosis yang Freya berikan.Tapi baru lima menit berlalu, tubuh Javier sudah berkeringat dingin. Kelihatannya dosis yang Freya berikan cukup tinggi,
Tubuh Freya terkulai lemas di atas tempat tidur, sementara Javier dengan raut marah mengenakan kembali pakaiannya. Wajahnya mencerminkan kemarahan dan kebencian, tidak hanya pada Freya, tapi juga pada dirinya sendiri. Pria itu menyudahi permainan liar yang berlangsung terlalu lama."Segera hapus foto dan video itu, dan pastikan dihapus secara permanen," perintahnya dengan nada tegas, nyaris bergetar menahan amarah.Dengan berat hati, Freya bangkit, membiarkan tubuhnya yang masih telanjang terekspos tanpa rasa malu di hadapan Javier. Sambil memamerkan layar ponselnya, ia dengan sengaja menunjukkan proses penghapusan foto-foto, termasuk video yang sejatinya tidak pernah ada. Semuanya adalah tipu muslihat."Apakah kau puas sekarang, Tuan Javier?" Freya melirik dengan tatapan penuh kelelahan, tapi juga seolah menantang.Javier masih terlihat marah, "Pastikan kau segera membeli obat pencegah kehamilan. Aku tidak akan bertanggung jawab jika kau sampai hamil anakku," katanya dingin, sebelum
Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Udara pagi itu terasa segar, namun bagi Javier, udara seolah dipenuhi dengan ketegangan yang manis. Berdiri di ruang gantinya, ia merapikan tuksedo putih bersih yang melekat sempurna di tubuhnya. Setiap detail tampak serasi, memberikan kesan bahwa ia adalah pria yang siap memulai kembali kehidupan baru dalam hidupnya, sebagai suami dari wanita yang ia cintai.Javier menatap cermin di depannya, memperhatikan bayangan dirinya. Ada sedikit senyum puas di wajahnya, namun tatapannya segera berubah lembut ketika ia membayangkan sosok Freya."Aku ingin melihat seperti apa dia sekarang," gumamnya pelan.Namun, ketika ia berbalik untuk pergi, langkahnya di hadang oleh David yang tiba-tiba muncul di pintu."Hei, hei! Kau mau kemana, Dude?" David bertanya dengan nada menggoda, tangannya terangkat seolah ingin menghentikan langkah Javier."Bertemu istriku," jawab Javier tanpa ragu, alisnya sedikit terangkat.David tertawa kecil, melipat tangannya di dada. "D
Malam itu, suasana rumah Javier berubah menjadi hidup ketika suara deru mobil terdengar berhenti di halaman. Beberapa saat kemudian, riuh celotehan anak-anak mengisi udara. Dylan dan Felix melompat keluar dari mobil, berlari ke arah Freya dengan semangat yang nyaris meledak-ledak. Mereka berlomba-lomba untuk menceritakan petualangan mereka selama di luar rumah, wajah mereka berseri-seri seperti dua matahari kecil yang membawa keceriaan.Javier yang duduk di ruang tamu menoleh sejenak. Senyumnya tipis, cukup hangat untuk menandakan kebahagiaannya melihat anak-anak begitu bersemangat. Tapi pandangannya segera tertuju ke arah pintu mobil yang masih terbuka. Dari sana, Morgan muncul, langkahnya mantap namun terlihat lelah. Javier meletakkan ponselnya di meja, bangkit dan berjalan menghampirinya."Biasanya anak buahmu yang mengantar mereka pulang," ucap Javier, nada suaranya penuh rasa ingin tahu.Morgan hanya menatap Javier sekilas, tidak langsung merespons. Ia menyerahkan dua tas milik D
Langkah Javier terdengar ringan ketika memasuki rumah, senyuman tak henti-hentinya menghiasi wajahnya. Di tangannya ada sebuah kotak beludru hitam, kecil namun begitu berharga, isinya adalah cincin pernikahan yang telah ia pesan. Pandangannya menyapu ruangan sesaat, mencari sosok yang sudah memenuhi setiap sudut hidupnya dengan kehangatan.Ia menemukannya di halaman belakang, wanita cantik dengan perut yang mulai membesar itu sedang memetik buah plum dari pohon. Freya terlihat begitu damai dalam kesederhanaannya, meskipun tubuhnya tengah mengandung keajaiban kecil yang sebentar lagi akan hadir di dunia.Javier berjalan perlahan ke arahnya, menikmati setiap detik pemandangan ini. Ada kebahagiaan sederhana yang terpancar dari Freya, meskipun dia tampak sibuk dengan keranjang buah di tangannya.“Hai, kau sedang apa?” tanya Javier sambil menyandarkan tubuhnya pada pintu kaca yang menghubungkan ruang tamu dengan halaman belakang.Freya menoleh, senyuman lembut menghiasi wajahnya. “Memetik
Hari-hari berlalu dengan cepat, tapi satu hal selalu sama, setiap kali Dylan dan Felix pulang dari pertemuan mereka dengan Morgan, keduanya terlihat kelelahan. Javier sudah mulai terbiasa melihat wajah letih kedua putranya, meski rasa penasarannya terus mengganggu. Setiap kali ia bertanya apa yang mereka lakukan, jawaban mereka selalu singkat, "Bermain dengan Kakek."Namun sore itu berbeda. Wajah Dylan terlihat memerah seperti habis terbakar matahari, dan kulitnya tampak kasar. Freya yang cemas melihat kondisi anaknya, segera mengambil pelembap dan mengoleskannya ke wajah Dylan dengan lembut.Javier yang berdiri di sudut ruangan sambil memperhatikan, "Permainan apa yang kalian lakukan dengan Kakek sampai seperti ini?" tanyanya dengan nada tegas, tatapannya tajam mengarah pada Dylan.Dylan hanya menunduk, sementara Felix yang biasanya lebih blak-blakan, terlihat ragu-ragu. Tapi sebelum ia bisa berkata apa-apa, Dylan buru-buru menutup mulut saudaranya.Alis Javier terangkat tinggi. "Jad
"Kau yakin hanya pesta biasa saja?" tanya Javier, matanya memandang Freya dengan ragu, seolah memastikan dia tidak salah dengar.Freya mengangguk mantap, senyum lembut tersungging di wajahnya. "Aku tidak terlalu menyukai sesuatu yang berlebihan. Lebih baik kita mengadakan pernikahan yang sederhana. Hanya menghadirkan orang-orang terdekat, tanpa kemewahan yang berlebihan. Bagiku yang penting adalah maknanya, bukan pesta besar yang mencuri perhatian."Javier terdiam sejenak, lalu meraih tangan Freya, menggenggamnya erat. Ia menatap mata wanita itu dengan penuh perhatian. "Jangan khawatir soal biaya. Aku bisa memberikan segalanya untukmu. Aku ingin hari itu menjadi sempurna, sesuatu yang tak akan pernah kita lupakan."Freya tersenyum lagi, kali ini lebih lebar, seolah meyakinkan pria di depannya. "Bukan soal biaya, Javier. Ini tentang apa yang membuatku bahagia. Aku tidak butuh pesta yang megah untuk merasa istimewa. Yang aku butuhkan hanyalah kamu, dan janji yang kita bangun bersama. It
Seperti yang Javier harapkan, keesokan paginya, bahkan sebelum cahaya matahari menyentuh cakrawala, suara mesin mobil terdengar memasuki halaman rumah. Javier yang sudah menunggu sejak semalam turun dari lantai dua ke ruang tamu.Saat pintu mobil terbuka, dua pria dengan tubuh tegap keluar, masing-masing menggendong Dylan dan Felix yang tertidur pulas di pelukan mereka. Bocah-bocah itu tampak damai, seolah-olah tak terganggu oleh perjalanan panjang yang baru saja mereka lalui.Javier melangkah keluar, matanya menyapu kendaraan dengan hati-hati, berharap menemukan sosok Morgan. Namun yang ia temui hanyalah seorang supir berdiri kaku di sisi pintu mobil.“Dimana bos kalian?” tanya Javier dengan nada datar, meskipun ada sedikit ketegangan yang terselip dalam suaranya.Supir itu menunduk hormat. “Tuan mempercayakan kami sepenuhnya untuk mengantar putra Anda kembali dengan selamat. Jika tidak ada yang lain, kami permisi.”Tanpa menunggu jawaban, kedua pria yang menggendong Dylan dan Felix
Keduanya menuju mobil terparkir, niat Javier ingin mengajak Freya ke butik hari ini berakhir di tunda. Mereka pulang, perjalanan dari pantai yang Freya kunjungi dari rumah sangat jauh dan mereka tiba di rumah saat langit sudah gelap. Tapi, rumah dalam keadaan sepi. Biasanya saat jam seperti ini, Dylan dan Felix sangat ribut sehingga rumah sepi seperti ini cukup membuat Freya curiga apa yang dilakukan oleh mereka. "Aku akan lihat mereka di kamar," kata Freya. Ketika Freya menghilang menuju lantai atas, Javier menerima panggilan telepon yang datang tiba-tiba. Ia menjawab dengan santai, “Halo?” Suara berat di ujung telepon langsung terdengar tanpa basa-basi. “Aku akan mengembalikan kedua putramu besok.” Belum sempat Javier menjawab, panggilan itu langsung terputus. Ia menatap layar ponselnya yang kembali gelap, lalu mendesah panjang, memijat pelipisnya perlahan. Sementara itu Freya membuka kamar putranya, tapi kosong. Perasaannya mendadak cemas, dengan langkah tergesa-gesa ia kembal
Beberapa hari kemudian, setelah banyak pertimbangan akhirnya Javier dan Freya sepakat untuk menikah sebelum musim dingin tiba. Itu artinya, hanya tersisa kurang dari empat bulan untuk mempersiapkan hari istimewa mereka.Namun, bagi Javier waktu yang singkat itu bukan alasan untuk tergesa-gesa, justru ia ingin memastikan setiap detail sempurna, karena hari itu akan menjadi momen yang mengikat Freya sepenuhnya dalam hidupnya.Pagi itu, tepat pukul sembilan, Javier baru saja keluar dari ruang gym. Tubuhnya masih berkeringat, dan handuk kecil di tangannya ia gunakan untuk menyeka leher dan wajah. Suara dering ponsel memecah kesunyian. Ia melihat layar ponselnya, mendesah pelan, lalu mengangkatnya.Dari ujung telepon, suara berat Morgan terdengar penuh dengan kemarahan yang ia coba tahan.“Kau menguji kesabaranku, Javier!”Javier hanya menyeringai tipis sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding. Ia tidak tampak terintimidasi sedikit pun. “Aku tidak pernah berjanji apapun padamu,” jawabnya da
Setelah mendengar penjelasan Morgan, Javier tak bisa berkata kata lagi. Rasanya ia turut hanyut dalam kisah yang terjadi diantara Pamela dan Morgan, ia telah salah paham menilai Morgan yang ternyata berusaha untuk melindunginya."Sekarang, terserah padamu untuk percaya atau tidak. Keputusan untuk percaya ada di tanganmu, memang sulit menerima kenyataan bahwa ayah kandungmu adalah seorang pembunuh. Kau pasti malu, jadi sebaiknya kau tidak perlu mengakui diriku." kata Morgan.Javier tetap diam, masih mencerna apa yang sudah ia dengar. Morgan adalah korban, sementara selama ini Javier tau bahwa ibunya, Pamela, tidak pernah mencintai Rodeo. Mereka menikah karena bisnis, dan kemungkinan besar Pamela juga terpaksa hidup bersama dengan Rodeo walaupun yang sering kali Javier lihat, Pamela terlihat bahagia.Tapi tidak dengan hatinya, bahkan Morgan juga sama, dia memilih untuk tidak menikah hingga sekarang demi satu wanita yang dicintainya."Lalu ... kenapa ayahku memintamu untuk bertanda tanga