Dalam kondisi seperti ini, Javier tidak mungkin kembali ke kantor. Ia dengan cepat mendorong Freya menjauh darinya. Perempuan ini sudah keterlaluan dan Javier tak bisa melakukan sesuatu. "Besok, kau pergi dari rumah ini. Aku tidak membutuhkan wanita penggoda yang berusaha merusak rumah tanggaku dengan Viona," ujarnya.Freya tersenyum tipis, tidak terpengaruh oleh ancaman Javier. "Kalau begitu, bukankah Anda harus bilang pada Viona dan Nyonya Pamela untuk mengusirku dari rumah ini? Mereka pasti bertanya-tanya apa alasan Anda mengusirku, lalu apa Anda akan menjawab kalau Anda takut ketahuan pernah tidur denganku?" balas Freya.Javier menggeram marah, ia berbalik menuju kamarnya dengan harapan bisa meredakan gairah akibat efek obat yang Freya berikan. Obat itu biasanya akan bekerja tidak lama setelah masuk ke tubuh, tergantung seberapa banyak dosis yang Freya berikan.Tapi baru lima menit berlalu, tubuh Javier sudah berkeringat dingin. Kelihatannya dosis yang Freya berikan cukup tinggi,
Tubuh Freya terkulai lemas di atas tempat tidur, sementara Javier dengan raut marah mengenakan kembali pakaiannya. Wajahnya mencerminkan kemarahan dan kebencian, tidak hanya pada Freya, tapi juga pada dirinya sendiri. Pria itu menyudahi permainan liar yang berlangsung terlalu lama."Segera hapus foto dan video itu, dan pastikan dihapus secara permanen," perintahnya dengan nada tegas, nyaris bergetar menahan amarah.Dengan berat hati, Freya bangkit, membiarkan tubuhnya yang masih telanjang terekspos tanpa rasa malu di hadapan Javier. Sambil memamerkan layar ponselnya, ia dengan sengaja menunjukkan proses penghapusan foto-foto, termasuk video yang sejatinya tidak pernah ada. Semuanya adalah tipu muslihat."Apakah kau puas sekarang, Tuan Javier?" Freya melirik dengan tatapan penuh kelelahan, tapi juga seolah menantang.Javier masih terlihat marah, "Pastikan kau segera membeli obat pencegah kehamilan. Aku tidak akan bertanggung jawab jika kau sampai hamil anakku," katanya dingin, sebelum
Javier merapikan jasnya dan melirik jam di pergelangan tangan. Dua hari ke depan, ia akan berada di luar kota karena urusan pekerjaan. Waktu itu bukan hanya untuk tugas, tapi kesempatan untuk menjauhkan diri dari Freya. Keberadaan wanita itu di rumah membuatnya harus terus-menerus menahan kesabaran yang nyaris habis.Setelah sarapan, tanpa mengucap sepatah kata pun kepada Freya, Javier mencium Viona seperti biasa, lalu bergegas pergi. Freya hanya berdiri di sudut ruangan, tak mendapat perhatian sedikit pun. Viona yang masih duduk di meja makan, sesekali mencuri pandang ke arah Freya yang berjalan menjauh. Ada yang aneh. Cara Freya melangkah berbeda, lebih lambat dan kaku dari biasanya.Dengan senyum menggoda, Viona berkomentar santai, "Aku tebak, kau pasti bertemu seseorang di luar sana, kan?"Freya tertegun, dadanya berdegup kencang. "Apa maksud Anda?" tanyanya sambil mencoba menenangkan diri.Viona terkekeh pelan, matanya berkilat penuh arti. "Kita sama-sama perempuan, Freya. Cara
Dua malam telah berlalu sejak Javier meninggalkan kota untuk bekerja. Secara fisik, tak ada gangguan yang merintangi langkahnya. Namun, pikirannya tak pernah bisa tenang. Bayangan seorang perempuan bernama Freya itu terus menghantuinya.Javier menghela napas panjang, membuat asistennya yang duduk di belakang langsung menoleh dengan khawatir. "Tuan, Anda baik-baik saja?" tanyanya, ragu-ragu.Javier menoleh sejenak, lalu menggeleng pelan. "Kita langsung pulang hari ini," ucapnya datar, namun tegas.Sore itu juga, Javier kembali ke rumah. Sepanjang perjalanan, dia terus menekan keningnya, mencoba mengusir perasaan aneh yang semakin tak tertahankan. Bayangan Freya, dengan tubuhnya yang memikat dan senyumannya yang penuh godaan terus melintas di benaknya."Apakah aku sudah gila?" batinnya. Dia memejamkan mata, mencoba menenangkan diri dengan napas yang dalam, namun gagal.Langit sudah mulai gelap ketika mobilnya tiba di depan rumah. Javier turun, menghela napas sejenak sebelum masuk ke dal
"Jika kau menginginkanku untuk memuaskanmu, bukan sekarang waktunya." Freya menatap Javier dengan tatapan tajam. Nada suaranya terdengar tegas, namun tak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Dia harus memastikan kondisi David nanti, dan ia tidak ingin Javier mengetahui hal itu.Javier mengangkat kedua alisnya, sudut bibirnya menyeringai mengejek. "Apakah di kepalamu itu hanya ada pikiran tentang ranjang? Ternyata kau jauh lebih mesum dari yang kukira, Freya. Kalau kau berpikir aku akan membawamu ke kamarku, kau salah besar."Wajah Freya memerah karena marah. Baru kali ini, dia benar-benar merasa terhina. Ia baru lima belas menit berada di dalam klub, dan tiba-tiba saja Javier muncul, menariknya keluar tanpa banyak bicara, lalu melontarkan kata-kata tajam ini."Jadi, hal luar biasa apa yang ditawarkan seorang Javier Bennett untuk bersenang-senang?" tanyanya dengan nada menantang, mencoba menjaga harga dirinya.Javier terdiam. Apa yang sedang ia lakukan? Seketika kesadarannya kembali.
Sikap Javier semakin dingin. Freya tahu pria itu tengah berusaha sekuat tenaga untuk menghindarinya. Tapi Freya tersenyum penuh percaya diri. Seorang Javier Bennett mungkin bisa menjauh, tapi coba saja jika dia mampu menahan godaan seorang wanita yang begitu terampil menggoyahkan hatinya. Pagi itu, Freya menyapa Javier dengan senyum yang begitu cantik sementara Viona masih belum pulang, dan ini adalah kesempatan emas.“Aku punya kejutan untukmu, tapi tidak sekarang,” ucap Freya, nada suaranya santai seolah tak ada yang terjadi semalam.Javier hanya meliriknya sekilas, tanpa sepatah kata, ia melanjutkan sarapannya dan segera pergi ke kantor. Freya menatap punggungnya yang menjauh, bibirnya masih melengkung dalam senyum penuh keyakinan. Semua yang telah ia bangun sejauh ini tidak akan sia-sia. Javier pasti akan tergoda, meski pria itu berusaha keras menyangkalnya.Setelah Javier pergi, Freya kembali melakukan pekerjaan rumah. Tidak lama Viona baru saja tiba, wajahnya selalu berseri se
Setelah menuntaskan nafsunya pada sang istri, Javier berniat kembali ke kantor dan dia berpapasan dengan Pamela saat keluar rumah.Tapi tidak ada pembicaraan atau sekadar sapaan, Javier langsung melengos pergi.Sementara Pamela mencari keberadaan Freya dan menemukan perempuan itu ada di samping rumah, sedang memberi makan ikan. Tanpa banyak bicara, Pamela menghampiri."Ini untukmu." Suara Pamela terdengar tegas saat ia menyodorkan amplop coklat kepada Freya. Di dalamnya, terlihat lembaran uang yang terlipat rapi.Freya mengerutkan dahi, kebingungan. Belum sempat bertanya, Pamela sudah memotong dengan nada yang lebih dingin. "Perbaiki penampilanmu. Meskipun kau hanya pelayan di rumah ini, ingat, kau punya misi khusus yang harus kau jalani dengan sempurna."Freya menelan ludah, perasaan campur aduk memenuhi dadanya. Ketika Pamela memberikan uang itu, seolah dunia Freya terhimpit antara tanggung jawab dan beban yang semakin berat. Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar dari tan
Javier melihat Freya mendekat dengan langkah anggun. Tanpa berkata apapun, pria itu menyerahkan gelas kosong kepadanya. Freya menerima gelas itu, dan tepat saat ia menggenggamnya, Javier menuangkan wine merah ke dalamnya, warnanya yang pekat kontras dengan kulit tangan Freya yang pucat."Bagaimana bisa kau membujuk Viona untuk mengajakmu ikut liburan bersama kami?" Suara Javier dingin, hampir tanpa emosi. Setiap kata yang keluar dari bibirnya terkesan tajam, seperti pisau yang siap mengiris setiap kebohongan.Freya tersenyum samar, bibirnya tersenyum dengan ekspresi tanpa bersalah. "Aku tidak mengatakan apa-apa padanya. Viona sendiri yang mengundangku," jawabnya tenang, matanya tak lepas menatap Javier.Ia meneguk wine itu perlahan, menikmati setiap tetesnya seolah merasakan kemenangan kecil di antara keheningan mereka. "Bukankah itu kabar baik? Kita bisa liburan bersama dan... kau juga bisa menikmati waktu bersamaku," lanjut Freya.Javier menaikkan alisnya, "Kau tidak akan berhasi
Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Udara pagi itu terasa segar, namun bagi Javier, udara seolah dipenuhi dengan ketegangan yang manis. Berdiri di ruang gantinya, ia merapikan tuksedo putih bersih yang melekat sempurna di tubuhnya. Setiap detail tampak serasi, memberikan kesan bahwa ia adalah pria yang siap memulai kembali kehidupan baru dalam hidupnya, sebagai suami dari wanita yang ia cintai.Javier menatap cermin di depannya, memperhatikan bayangan dirinya. Ada sedikit senyum puas di wajahnya, namun tatapannya segera berubah lembut ketika ia membayangkan sosok Freya."Aku ingin melihat seperti apa dia sekarang," gumamnya pelan.Namun, ketika ia berbalik untuk pergi, langkahnya di hadang oleh David yang tiba-tiba muncul di pintu."Hei, hei! Kau mau kemana, Dude?" David bertanya dengan nada menggoda, tangannya terangkat seolah ingin menghentikan langkah Javier."Bertemu istriku," jawab Javier tanpa ragu, alisnya sedikit terangkat.David tertawa kecil, melipat tangannya di dada. "D
Malam itu, suasana rumah Javier berubah menjadi hidup ketika suara deru mobil terdengar berhenti di halaman. Beberapa saat kemudian, riuh celotehan anak-anak mengisi udara. Dylan dan Felix melompat keluar dari mobil, berlari ke arah Freya dengan semangat yang nyaris meledak-ledak. Mereka berlomba-lomba untuk menceritakan petualangan mereka selama di luar rumah, wajah mereka berseri-seri seperti dua matahari kecil yang membawa keceriaan.Javier yang duduk di ruang tamu menoleh sejenak. Senyumnya tipis, cukup hangat untuk menandakan kebahagiaannya melihat anak-anak begitu bersemangat. Tapi pandangannya segera tertuju ke arah pintu mobil yang masih terbuka. Dari sana, Morgan muncul, langkahnya mantap namun terlihat lelah. Javier meletakkan ponselnya di meja, bangkit dan berjalan menghampirinya."Biasanya anak buahmu yang mengantar mereka pulang," ucap Javier, nada suaranya penuh rasa ingin tahu.Morgan hanya menatap Javier sekilas, tidak langsung merespons. Ia menyerahkan dua tas milik D
Langkah Javier terdengar ringan ketika memasuki rumah, senyuman tak henti-hentinya menghiasi wajahnya. Di tangannya ada sebuah kotak beludru hitam, kecil namun begitu berharga, isinya adalah cincin pernikahan yang telah ia pesan. Pandangannya menyapu ruangan sesaat, mencari sosok yang sudah memenuhi setiap sudut hidupnya dengan kehangatan.Ia menemukannya di halaman belakang, wanita cantik dengan perut yang mulai membesar itu sedang memetik buah plum dari pohon. Freya terlihat begitu damai dalam kesederhanaannya, meskipun tubuhnya tengah mengandung keajaiban kecil yang sebentar lagi akan hadir di dunia.Javier berjalan perlahan ke arahnya, menikmati setiap detik pemandangan ini. Ada kebahagiaan sederhana yang terpancar dari Freya, meskipun dia tampak sibuk dengan keranjang buah di tangannya.“Hai, kau sedang apa?” tanya Javier sambil menyandarkan tubuhnya pada pintu kaca yang menghubungkan ruang tamu dengan halaman belakang.Freya menoleh, senyuman lembut menghiasi wajahnya. “Memetik
Hari-hari berlalu dengan cepat, tapi satu hal selalu sama, setiap kali Dylan dan Felix pulang dari pertemuan mereka dengan Morgan, keduanya terlihat kelelahan. Javier sudah mulai terbiasa melihat wajah letih kedua putranya, meski rasa penasarannya terus mengganggu. Setiap kali ia bertanya apa yang mereka lakukan, jawaban mereka selalu singkat, "Bermain dengan Kakek."Namun sore itu berbeda. Wajah Dylan terlihat memerah seperti habis terbakar matahari, dan kulitnya tampak kasar. Freya yang cemas melihat kondisi anaknya, segera mengambil pelembap dan mengoleskannya ke wajah Dylan dengan lembut.Javier yang berdiri di sudut ruangan sambil memperhatikan, "Permainan apa yang kalian lakukan dengan Kakek sampai seperti ini?" tanyanya dengan nada tegas, tatapannya tajam mengarah pada Dylan.Dylan hanya menunduk, sementara Felix yang biasanya lebih blak-blakan, terlihat ragu-ragu. Tapi sebelum ia bisa berkata apa-apa, Dylan buru-buru menutup mulut saudaranya.Alis Javier terangkat tinggi. "Jad
"Kau yakin hanya pesta biasa saja?" tanya Javier, matanya memandang Freya dengan ragu, seolah memastikan dia tidak salah dengar.Freya mengangguk mantap, senyum lembut tersungging di wajahnya. "Aku tidak terlalu menyukai sesuatu yang berlebihan. Lebih baik kita mengadakan pernikahan yang sederhana. Hanya menghadirkan orang-orang terdekat, tanpa kemewahan yang berlebihan. Bagiku yang penting adalah maknanya, bukan pesta besar yang mencuri perhatian."Javier terdiam sejenak, lalu meraih tangan Freya, menggenggamnya erat. Ia menatap mata wanita itu dengan penuh perhatian. "Jangan khawatir soal biaya. Aku bisa memberikan segalanya untukmu. Aku ingin hari itu menjadi sempurna, sesuatu yang tak akan pernah kita lupakan."Freya tersenyum lagi, kali ini lebih lebar, seolah meyakinkan pria di depannya. "Bukan soal biaya, Javier. Ini tentang apa yang membuatku bahagia. Aku tidak butuh pesta yang megah untuk merasa istimewa. Yang aku butuhkan hanyalah kamu, dan janji yang kita bangun bersama. It
Seperti yang Javier harapkan, keesokan paginya, bahkan sebelum cahaya matahari menyentuh cakrawala, suara mesin mobil terdengar memasuki halaman rumah. Javier yang sudah menunggu sejak semalam turun dari lantai dua ke ruang tamu.Saat pintu mobil terbuka, dua pria dengan tubuh tegap keluar, masing-masing menggendong Dylan dan Felix yang tertidur pulas di pelukan mereka. Bocah-bocah itu tampak damai, seolah-olah tak terganggu oleh perjalanan panjang yang baru saja mereka lalui.Javier melangkah keluar, matanya menyapu kendaraan dengan hati-hati, berharap menemukan sosok Morgan. Namun yang ia temui hanyalah seorang supir berdiri kaku di sisi pintu mobil.“Dimana bos kalian?” tanya Javier dengan nada datar, meskipun ada sedikit ketegangan yang terselip dalam suaranya.Supir itu menunduk hormat. “Tuan mempercayakan kami sepenuhnya untuk mengantar putra Anda kembali dengan selamat. Jika tidak ada yang lain, kami permisi.”Tanpa menunggu jawaban, kedua pria yang menggendong Dylan dan Felix
Keduanya menuju mobil terparkir, niat Javier ingin mengajak Freya ke butik hari ini berakhir di tunda. Mereka pulang, perjalanan dari pantai yang Freya kunjungi dari rumah sangat jauh dan mereka tiba di rumah saat langit sudah gelap. Tapi, rumah dalam keadaan sepi. Biasanya saat jam seperti ini, Dylan dan Felix sangat ribut sehingga rumah sepi seperti ini cukup membuat Freya curiga apa yang dilakukan oleh mereka. "Aku akan lihat mereka di kamar," kata Freya. Ketika Freya menghilang menuju lantai atas, Javier menerima panggilan telepon yang datang tiba-tiba. Ia menjawab dengan santai, “Halo?” Suara berat di ujung telepon langsung terdengar tanpa basa-basi. “Aku akan mengembalikan kedua putramu besok.” Belum sempat Javier menjawab, panggilan itu langsung terputus. Ia menatap layar ponselnya yang kembali gelap, lalu mendesah panjang, memijat pelipisnya perlahan. Sementara itu Freya membuka kamar putranya, tapi kosong. Perasaannya mendadak cemas, dengan langkah tergesa-gesa ia kembal
Beberapa hari kemudian, setelah banyak pertimbangan akhirnya Javier dan Freya sepakat untuk menikah sebelum musim dingin tiba. Itu artinya, hanya tersisa kurang dari empat bulan untuk mempersiapkan hari istimewa mereka.Namun, bagi Javier waktu yang singkat itu bukan alasan untuk tergesa-gesa, justru ia ingin memastikan setiap detail sempurna, karena hari itu akan menjadi momen yang mengikat Freya sepenuhnya dalam hidupnya.Pagi itu, tepat pukul sembilan, Javier baru saja keluar dari ruang gym. Tubuhnya masih berkeringat, dan handuk kecil di tangannya ia gunakan untuk menyeka leher dan wajah. Suara dering ponsel memecah kesunyian. Ia melihat layar ponselnya, mendesah pelan, lalu mengangkatnya.Dari ujung telepon, suara berat Morgan terdengar penuh dengan kemarahan yang ia coba tahan.“Kau menguji kesabaranku, Javier!”Javier hanya menyeringai tipis sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding. Ia tidak tampak terintimidasi sedikit pun. “Aku tidak pernah berjanji apapun padamu,” jawabnya da
Setelah mendengar penjelasan Morgan, Javier tak bisa berkata kata lagi. Rasanya ia turut hanyut dalam kisah yang terjadi diantara Pamela dan Morgan, ia telah salah paham menilai Morgan yang ternyata berusaha untuk melindunginya."Sekarang, terserah padamu untuk percaya atau tidak. Keputusan untuk percaya ada di tanganmu, memang sulit menerima kenyataan bahwa ayah kandungmu adalah seorang pembunuh. Kau pasti malu, jadi sebaiknya kau tidak perlu mengakui diriku." kata Morgan.Javier tetap diam, masih mencerna apa yang sudah ia dengar. Morgan adalah korban, sementara selama ini Javier tau bahwa ibunya, Pamela, tidak pernah mencintai Rodeo. Mereka menikah karena bisnis, dan kemungkinan besar Pamela juga terpaksa hidup bersama dengan Rodeo walaupun yang sering kali Javier lihat, Pamela terlihat bahagia.Tapi tidak dengan hatinya, bahkan Morgan juga sama, dia memilih untuk tidak menikah hingga sekarang demi satu wanita yang dicintainya."Lalu ... kenapa ayahku memintamu untuk bertanda tanga