Javier mengajak Dylan dan Felix mengunjungi tempat wisata yang tidak terlalu jauh dari kota. Kedua anak itu berlarian, tertawa riang, dan bermain air dengan wajah yang penuh kebahagiaan.Sementara mereka bermain, Javier berjalan menjauh sejenak, meninggalkan Freya yang dengan saksama mengawasi anak-anak, untuk membeli es krim. Tak lama, ia kembali dengan es krim stroberi di tangan, menyerahkannya pada Freya."Kau tau, aku terkadang melarang Dylan makan makanan dengan rasa coklat, tapi dia seringkali memaksa untuk memakannya sehingga dia mudah sakit." ucap Javier membuka obrolan.Freya diam, teringat kembali saat ia mengira Dylan adalah Felix dan mengajak anak itu ke rumah sakit. Ternyata saat itu, yang ia rawat bukanlah Felix, melainkan Dylan. Dan Freya tidak menyadarinya sama sekali."Bagaimana dengan Felix, apa dia punya alergi terhadap suatu makanan?" tanya Javier.Freya menggeleng, "Felix tidak punya alergi, dia juga bukan pemilih makanan kecuali rasa stroberi. Dia sepertinya sanga
Matahari sudah hampir muncul menunjukkan sinarnya, tapi Freya masih tidur dalam dekapan tubuh besar Javier. Ketika suara alarm berbunyi, Freya membuka matanya sementara Javier masih mendekapnya."Masih ada waktu, tidurlah." bisik Javier lembut sambil menaikkan selimut menutupi tubuh Freya yang terbuka.Freya mengerjap, matanya terbuka dan jarak di antara dia dan Javier sangat dekat. Bahkan hidung Freya nyaris menyentuh sisi wajah Javier, posisi mereka yang begitu dekat seperti ini berhasil membuat debaran dada Freya kembali.Teringat lagi, semalam ia dan Javier melakukannya tanpa hambatan. Bermain dengan liar dan brutal, tak ada yang menghentikan sampai suara mereka bergema dalam satu ruangan persegi.Freya menunduk untuk menyembunyikan semburat merah yang menghiasi wajahnya, tapi itu justru menjadi pemandangan indah di mata Javier.“Mengapa kau sembunyikan wajahmu dariku?” tanyanya lembut.Freya menghela nafas, “Rasanya aneh, biasanya kau sudah pergi saat aku terbangun.”Javier terse
Hari ini, sidang perceraian Javier dan Viona berlangsung tertutup. Semua berlangsung cepat, tanpa ruang untuk keberatan atau kesempatan untuk memperbaiki. Hanya ada ketukan palu yang menggema di ruangan dan menghadirkan keputusan akhir yang tak bisa diganggu gugat.“Tuan Javier, keputusan Anda ini terlalu tiba-tiba. Keluarga kami benar-benar terkejut,” ujar Tuan Hamilton, ayah angkat Viona, suaranya terdengar dingin, seolah mencoba menghentikan jalannya perpisahan itu.Javier hanya melirik sekilas ke arah Viona yang berdiri pucat, tampak kecil dan terpojok, dia pasti ketakutan akan reaksi keluarganya. Namun, Javier tak lagi peduli. Ia berpaling ke arah ayah angkat Viona, suaranya tegas dan tak terpengaruh apapun."Ada hal yang terjadi dalam hubungan rumah tangga kami, Tuan. Setelah berpikir panjang, saya memilih untuk tidak lagi meneruskan pernikahan kami. Dua belas tahun kami bersama, saya pikir bisa memahami tindakan yang putri Anda lakukan." jawab Javier."Omong-omong, saya permisi
Di hari yang sama, Freya tidak tahu bahwa hari ini adalah perceraian Javier dan Viona. Freya sibuk mencari pekerjaan dan dia mendapatkan pekerjaan itu di salah satu tempat makan sebagai penjaga kasir, karena ia butuh mengumpulkan cukup uang untuk kehidupannya.Saat hari sudah sore, Freya pulang lebih awal dan bersiap untuk menjemput Felix dan Dylan di sekolah. Tapi kedua anak itu sudah sampai di depan pintu unit apartemen Freya dengan wajah yang ceria."Kalian sudah pulang? Siapa yang menjemput?" tanyanya.Kedua anak itu masuk ke dalam rumah, "Supir pribadi ayah yang menjemput, ayah bilang dia akan pulang terlambat, jadi tidak bisa menjemput kami." jawab Dylan.Setelah kedua anak itu masuk ke rumah, suasana yang biasanya ramai dengan teriakan menjadi hening. Felix dan Dylan duduk bersama menghadap buku pelajaran sekolah, sejenak Freya mengerutkan dahi. Tidak biasanya Felix langsung belajar setelah pulang sekolah.Namun, lamunannya buyar saat dering ponsel memecah keheningan. Freya mer
"Sepertinya kau sibuk sekali hari ini," ujar Javier tiba-tiba, berdiri di ruang tamu apartemen seolah dia sudah ada di sana sejak lama.Dengan perlahan, Freya menutup pintu. Sebelum berbalik, pandangannya menyapu kedua putranya yang masih tenang membaca di sofa. Namun tanpa peringatan, Javier melangkah mendekat dan menariknya dalam pelukan yang mengejutkan."Javier, kita seharusnya tidak... seperti ini di depan anak-anak," tegur Freya, sedikit canggung.Javier melepaskannya perlahan, matanya memandang lembut. "Maaf. Seharian ini rasanya seperti perjalanan yang sangat panjang," balasnya pelan.Ada sesuatu di mata Freya yang membuat Javier terdiam, membingkai wajahnya dengan khawatir. "Freya, kau menangis?"Dengan lembut, Freya menurunkan tangan Javier dari wajahnya dan melangkah menjauh. "Bukan apa-apa," katanya, menutupi perasaannya. "Hanya debu yang masuk ke mata saat perjalanan pulang."Tanpa di duga, Javier pergi untuk mengambil kotak obat dari lemari kecil dan duduk di sampingnya.
Setelah memastikan kedua putranya terlelap, senyum lembut Javier menghiasi wajahnya. Perasaan damai yang jarang ia rasakan menyeruak, akhirnya ia bisa menikmati kehangatan keluarga. Namun, Javier langsung tersadar jika kenyataan bahwa hubungannya dengan Freya masih abu-abu, karena wanita itu bukan pasangan resminya.Ia tak bisa buru-buru mengambil keputusan, Javier setidaknya perlu memastikan keberadaan Freya di terima oleh Pamela. Karena jika tidak, ia mungkin akan kehilangan Freya lagi.Javier menghampiri Freya, perempuan itu ada di ruang tamu sambil melihat lowongan pekerjaan lain yang lebih menguntungkan. Diam-diam Javier melihat dari belakang, ketika Freya menghembuskan nafas panjang, Javier berkata."Kalau kamu mau, aku akan menyediakan tempat pekerjaan untukmu." katanya memberikan tawaran.Freya menoleh dan menutup laptopnya, menggeleng dengan senyum kecil. "Aku menghargai niat baikmu, tapi aku ingin mencari jalan sendiri. Aku butuh kepercayaan diriku yang dibangun dari usahaku
Javier kehilangan Freya, setelah menemukan ponsel wanita itu yang tergeletak begitu saja, kepanikan menguasai pikiran Javier. Ia berkeliling di sekitar area tersebut, namun Freya masih juga belum ditemukan.“Di mana dia?” pikirnya dengan kecemasan yang makin menusuk. Bayangan akan hal buruk yang mungkin menimpa Freya menghantui pikirannya. Javier segera memanggil anak buahnya, memerintahkan mereka untuk menyisir lokasi, mengecek kamera pengawas, dan mencari tahu siapa yang mungkin membawa Freya pergi.Sekitar satu setengah jam kemudian, Javier menerima rekaman dari anak buahnya. Di video tersebut, terlihat Freya berdiri di dekat tempat Javier menemukan ponselnya. Sebuah mobil boks hitam berhenti, dan dari sana keluar beberapa pria berjas hitam yang langsung menyeret Freya ke dalam mobil. Terlihat kalau Freya sempat berusaha memberontak, tapi usahanya tidak berhasil."Temukan pelakunya, pastikan Freya kalian temukan dalam kondisi selamat." ucap Javier memberikan perintah.Sekarang, Jav
Suasana gelap dan lembab menyelimuti ruang sempit itu, seakan menyatu dengan udara dingin yang menusuk kulit Freya. Bau lumut basah merayap, memenuhi ruang yang membuat siapa pun merasa terperangkap dalam kesunyian yang penuh ancaman.Freya duduk di kursi yang dingin, tangan dan kakinya terikat kuat, sementara pakaiannya masih basah oleh hujan. Ia meronta, berharap bisa melonggarkan ikatan tersebut, namun sia-sia."Apakah ada orang di luar sana?!" teriaknya.Suaranya menggema tanpa jawaban, tidak seorang pun menunjukkan dirinya sementara tempat itu sangat gelap. Sepertinya berada di area lantai bawah tanah, namun Freya juga tidak yakin karena saat ia dibawa ke tempat itu, pandangannya ditutupi oleh kain.Freya berusaha melepaskan dirinya dari ikatan yang membelenggu, tapi tak semudah yang ia bayangkan. Ikatan terlalu kuat, sulit untuk melonggarkannya.“Anak-anak pasti mencariku… semoga saja Javier bisa menjaga mereka,” batinnya, menenangkan diri dengan usaha yang sia-sia.Tak lama kemu
Suasana makan malam itu dipenuhi kehangatan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Lilin di atas meja makan memancarkan cahaya temaram, memantulkan kilau lembut di permukaan piring dan gelas kristal. Aroma masakan rumahan yang menggugah selera menyatu dengan tawa dan percakapan ringan yang mengalir begitu alami, menciptakan momen yang terasa seperti potongan kecil kebahagiaan.Freya duduk di bersebelahan dengan Javier, matanya menelusuri wajah-wajah yang dicintainya. Sesekali, pandangannya tertuju pada pasangan anak-anaknya yang duduk berdampingan, menikmati hidangan yang ia siapkan dengan sepenuh hati. Ada senyum kecil di sudut bibir Freya, senyum penuh kebanggaan dan rasa syukur yang sulit disembunyikan.Mereka berbicara dalam nada lembut, berbagi cerita tentang hari mereka, sementara suara denting garpu dan sendok sesekali terdengar, menambah harmoni pada suasana. Freya memperhatikan cara anak-anaknya saling bertukar pandang, tertawa pada lelucon sederhana, dan berbagi piring kecil
Kediaman rumah Javier hari ini seperti panggung pertunjukan yang dipenuhi dengan aktivitas yang tak pernah berhenti. Para pelayan berlarian ke sana kemari, menyiapkan meja, kursi, dan dekorasi untuk makan malam keluarga yang spesial malam ini. Suasana riuh rendah terdengar dari halaman belakang, di mana meja panjang sudah mulai diatur dengan taplakan putih bersih dan peralatan makan yang berkilauan. Bunga-bunga segar yang dipesan Freya tiba tepat waktu, menambah sentuhan keanggunan di tengah keramaian.Freya sendiri tampak bersemangat, tangannya tak pernah berhenti bergerak. Dari memeriksa bahan masakan hingga memastikan setiap detail dekorasi sempurna, ia ingin semuanya berjalan lancar untuk menyambut Eloise, anggota baru keluarga mereka."Jangan lupa hiasan bunga di tengah meja," pesannya pada salah satu pelayan sambil tersenyum. "Aku ingin semuanya terlihat istimewa."Rumah yang biasanya tenang kini dipenuhi dengan energi yang menggebu-gebu. Meski anak-anaknya belum datang, Freya s
Hari itu cerah, dan sinar matahari menembus jendela apartemen Felix, memantulkan kilau halus di dasi sutra yang baru saja ia kenakan. Dengan gerakan cekatan, ia meraih kunci mobil dari meja, lalu melangkah keluar, meninggalkan aroma kopi pagi yang masih hangat di udara.Pukul sembilan tepat, mobil sport hitamnya meluncur mulus ke arah gedung agensi. Dunia kerja menyambutnya dengan hiruk-pikuk yang biasa, tapi hari ini terasa berbeda. Waktunya di agensi hanya sebentar karena jadwalnya padat, penuh dengan pertemuan penting bersama mitra-mitra bisnis.Namun, satu hal yang terus mengganggu pikirannya adalah ponsel di saku jasnya. Setiap getaran kecil membuat jantungnya berdetak lebih cepat, ia menunggu telepon dari Katie. Jawaban atas tawaran yang ia berikan semalam menjadi satu-satunya hal yang benar-benar ingin ia dengar hari ini."Ada kemajuan pesat sejak kau mengambil alih hotel. Aku senang melihat bagaimana kau mengelolanya dengan baik," ucap Javier, dengan suara yang penuh kebanggaa
Pintu tertutup rapat dengan dentuman keras setelah Felix mendorongnya dengan kasar. Ia berbalik, nafasnya memburu, dan langsung bertemu dengan tatapan Katie.Namun berbeda dari yang ia bayangkan, perempuan itu tampak santai, terlalu santai, seolah situasi ini bukanlah sesuatu yang patut dikhawatirkan. Tak ada jejak ketakutan atau khawatir di wajahnya, hanya ekspresi datar yang sulit diterjemahkan."Aku sudah memberitahumu kalau aku hamil," kata Katie, suaranya ringan namun menusuk. "Dan kau juga pasti sudah tahu siapa ayah dari bayi ini."Felix mengepalkan tangannya."Aku hanya berpikir," lanjut Katie sambil memainkan melipat tangan di depan dada. "Janin ini masih sangat kecil. Jika aku mengeluarkannya sekarang, resikonya tidak terlalu besar."Felix merasa dadanya menghantam batu."Kau gila?!" serunya, langkahnya maju mendekat.Dengan frustasi, ia menyisir rambutnya ke belakang, mencoba mengendalikan emosinya. "Aku tidak akan mengizinkanmu menggugurkan bayi itu!"Katie mendesah pelan,
Pesta masih berlangsung meriah, meski tak diadakan di gedung mewah dengan lampu kristal berkilauan. Sebaliknya, halaman belakang kediaman baru Dylan dan Eloise yang luas menjadi saksi kebahagiaan malam itu. Suara tawa, denting gelas sampanye yang saling beradu, serta alunan musik yang mengiringi tarian para tamu menciptakan suasana hangat dan intim.Namun, seiring waktu berlalu dan malam semakin larut, satu per satu tamu mulai berpamitan. Udara yang tadinya penuh dengan euforia perlahan berubah menjadi kehangatan yang lebih tenang."Selamat sekali lagi untuk pernikahan kalian," ujar Freya, merangkul Eloise dengan penuh kasih sayang. "Selamat bergabung di keluarga kami, Eoise." tambahnya dengan senyum tulus.Eloise membalas senyum itu dengan mata berbinar. Kebahagiaan yang ia rasakan malam ini begitu sempurna. Tak lama kemudian, Javier mendekat, menyampaikan ucapan serupa dengan sedikit canggung, namun tetap tulus.Di tengah percakapan, Daniel dan Avery ikut bergabung. Daniel menatap Ja
Hari yang dinanti akhirnya tiba. Pesta pernikahan Dylan dan Eloise diselenggarakan dengan megah di halaman luas sebuah rumah di New Jersey, rumah yang akan mereka tempati setelah resmi menjadi suami istri.Para tamu mulai berdatangan, memenuhi tempat pernikahan dengan senyum bahagia. Di tengah hiruk-pikuk itu, Dylan berdiri dengan perasaan campur aduk antara gugup dan bahagia. Dylan sudah merasa berdebar debar karena hari ini ia akan memiliki Eloise sepenuhnya. Wanita itu akan menjadi istrinya, ini adalah pilihan yang tepat setelah tiga tahun menjalin hubungan dengan Eloise."Ini cukup mendebarkan," gumam Dylan.Felix yang mendengar itu menoleh, kemudian menepuk pundak saudara kembarnya dengan santai. "Kau bahkan setiap hari bertemu dengan Eloise." katanya.Dylan berdecak, "Kau ini, saat dirimu menikah nanti, aku yakin kau pasti akan merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan sekarang." Felix terkekeh, namun tatapan Dylan tiba-tiba beralih ke seorang perempuan berbaju cokelat y
Hari pernikahan Dylan dan Eloise hanya tinggal menghitung waktu. Keluarga Javier begitu menantikan hari bahagia ini, merayakan kedatangan anggota baru dalam keluarga mereka.Semua persiapan telah rampung. Gaun pengantin sudah siap, dekorasi telah disempurnakan, dan undangan telah tersebar. Dalam dua hari, Dylan dan Eloise akan mengucapkan janji suci mereka.Di sisi lain kota, Avery tengah sibuk di dalam butik milik Daniel. Pria itu dengan ketelitian seorang seniman, membantu Avery memilih dan menyesuaikan gaun terbaik untuk dikenakannya di hari pernikahan Dylan nanti.Avery menatap bayangannya di cermin besar yang memantulkan dirinya dalam gaun elegan yang memeluk tubuhnya dengan sempurna. Senyum puas terukir di bibirnya."Kau sangat berbakat," ujarnya, mengagumi hasil karya Daniel. "Gaunku jadi terlihat luar biasa."Daniel tersenyum tipis. "Aku hanya memastikan kau akan terlihat paling memukau setelah pengantin perempuan nanti."Avery tertawa kecil, kemudian menoleh pada Daniel denga
Pesta masih berlangsung meriah, lantunan musik memenuhi ruangan, dan para tamu menikmati malam dengan penuh semangat. Avery dan Daniel turut larut dalam suasana, melangkah mengikuti irama dalam tarian perdana mereka. Mata mereka saling bertaut, seakan dunia hanya milik mereka berdua.Namun, kehangatan itu perlahan bergeser saat acara utama tiba, yaitu pengumuman King dan Queen malam ini.Seorang pembawa acara naik ke panggung, memegang mikrofon dengan percaya diri. "Hadirin sekalian, saat yang kita tunggu-tunggu akhirnya tiba!" suaranya menggema, membuat semua mata tertuju padanya.Ruangan itu dipenuhi dengan ketegangan yang hampir terasa di udara, sebelum akhirnya satu nama disebut dengan lantang."Dan pemenang King tahun ini adalah… Gabriel!"Sorak-sorai memenuhi ruangan. Beberapa orang bertepuk tangan, sementara yang lain bersiul riang. Gabriel melangkah ke panggung dengan senyum percaya diri, menerima mahkota yang diberikan kepadanya.Tak lama, nama sang Queen pun diumumkan."Dan
Beberapa waktu telah berlalu, dan pagi ini Avery tampak lebih sibuk dari biasanya. Ia berjalan cepat menuju pintu, memeriksa kembali tasnya, memastikan semua peralatan ujian sudah lengkap. Hari ini adalah hari yang menentukan, ujian masuk Universitas New York. Semua persiapan telah ia lakukan jauh-jauh hari, namun tetap saja, perasaan gugup tak bisa ia hindari.Saat membuka pintu, ia mendapati Daniel sudah menunggu di dalam mobilnya, bersandar santai dengan satu tangan di kemudi. Begitu melihat Avery, pria itu langsung tersenyum tipis."Kau sudah siap?" tanyanya begitu Avery masuk ke dalam mobil.Avery mengangguk, meskipun kedua tangannya mencengkeram erat tali tasnya. "Sedikit gugup," jawabnya.Daniel tertawa kecil, lalu mulai menjalankan mobilnya. "Itu hal yang wajar. Tapi aku yakin kau akan melakukannya dengan baik."Selama perjalanan, Avery mencoba mengatur nafasnya, sementara Daniel terus berusaha membuatnya rileks dengan beberapa obrolan ringan. Namun, saat mereka tiba di depan