Suasana gelap dan lembab menyelimuti ruang sempit itu, seakan menyatu dengan udara dingin yang menusuk kulit Freya. Bau lumut basah merayap, memenuhi ruang yang membuat siapa pun merasa terperangkap dalam kesunyian yang penuh ancaman.Freya duduk di kursi yang dingin, tangan dan kakinya terikat kuat, sementara pakaiannya masih basah oleh hujan. Ia meronta, berharap bisa melonggarkan ikatan tersebut, namun sia-sia."Apakah ada orang di luar sana?!" teriaknya.Suaranya menggema tanpa jawaban, tidak seorang pun menunjukkan dirinya sementara tempat itu sangat gelap. Sepertinya berada di area lantai bawah tanah, namun Freya juga tidak yakin karena saat ia dibawa ke tempat itu, pandangannya ditutupi oleh kain.Freya berusaha melepaskan dirinya dari ikatan yang membelenggu, tapi tak semudah yang ia bayangkan. Ikatan terlalu kuat, sulit untuk melonggarkannya.“Anak-anak pasti mencariku… semoga saja Javier bisa menjaga mereka,” batinnya, menenangkan diri dengan usaha yang sia-sia.Tak lama kemu
Jantung Freya berpacu tak beraturan, setiap detiknya terasa seperti ancaman ketika ia melihat Viona berdiri di depannya, menggenggam sebuah belati tajam dengan tatapan dingin. Perlahan, Freya membuka matanya, melihat Viona tersenyum penuh kemenangan. "Akhirnya kau takut juga," sindir Viona, nadanya mengejek karena teriakan Freya barusan. Siapa pun akan takut jika berada di posisi Freya, menghadapi seorang wanita yang tega menyakiti tanpa ampun. Freya menelan ludah, mencoba mengumpulkan keberanian, tapi pikirannya terus dihantui bayangan Viona yang siap menyayatnya. “Viona… kumohon, hentikan semua ini,” suara Freya terdengar serak, nada pintanya teredam oleh ketegangan. Namun permohonannya hanya memancing tawa dari Viona. “Melepaskanmu? Tentu saja. Tapi setelah aku puas bermain-main denganmu,” katanya bernada sinis. Freya memejamkan mata, menahan napas saat ujung belati itu menyentuh pipinya, dingin dan tajam. Hanya dengan sedikit tekanan, kulitnya bisa terkoyak. Ia gemetar, bukan
Tubuh Freya kini pasti dipenuhi oleh memar, ia tak lagi mampu berdiri, hanya bisa terbaring lemah di lantai dingin, berusaha mempertahankan kesadarannya yang terus menghilang. Freya hanya berusaha tetap bertahan meski tubuhnya sudah diambang rasa sakit yang luar biasa. Pandangannya kabur saat ia mencoba merangkak ke arah pintu, namun baru beberapa langkah, kegelapan menyelimutinya, dan dunianya membeku.Saat kesadarannya kembali, Freya tersentak. Viona berdiri di atasnya, seember air dingin baru saja mengguyur wajahnya. Ia tersentak, batinnya masih diguncang ketakutan dan tubuhnya gemetar. Di hadapan Freya, wajah Viona mengerikan dalam senyuman yang penuh ejekan.“Kemana perginya keberanianmu tadi, Freya?” Viona mendesis, sorot matanya puas melihat Freya yang tak lagi mampu melawan.Freya sudah tidak tau lagi cara menghadapi Viona dengan cara apa, tapi tindakan yang Viona lakukan padanya sudah keterlaluan. Rasa lapar yang Freya rasakan seolah hilang digantikan rasa sakit di sekujur tu
Beberapa jam telah berlalu sejak ia ditemukan, dan akhirnya Freya perlahan membuka matanya. Tubuhnya terasa seperti dihantam batu, perih dan memar menghiasi kulitnya. Sekarang, setidaknya ia berada di rumah sakit. Ruangan itu sepi, tanpa siapa pun di sana. Kemana Javier? Mungkinkah ia sedang menjaga anak-anak.Sakit masih mendera, jadi Freya tetap diam, mengumpulkan kekuatan. Lalu, suara pintu yang terbuka membuyarkan lamunannya, dan Javier muncul membawa senyum hangat."Hai, kau sudah bangun," ucapnya lembut, lalu meletakkan tas kecil di meja sebelum mendekat. “Apa kau lapar?”Freya hanya mengerjap, menatap segelas air di meja dengan tenggorokan yang terasa kering. Javier mengerti, ia membantu Freya duduk kemudian menyodorkan segelas air. Freya menyesapnya perlahan, rasa segar mengalir ke tenggorokannya. Ketika ia selesai, Freya mengalihkan pandangannya ke Javier.“Bagaimana keadaan Dylan dan Felix?” tanyanya lirih.“Mereka baik-baik saja. Aku sempat menemui mereka sebelum ke sini,” j
Dua hari berlalu sejak Freya dirawat di rumah sakit. Setiap harinya, Javier selalu menemani, meski terkadang ia larut dalam pekerjaan sambil menatap layar MacBooknya dengan fokus setelah memastikan Freya tidur nyenyak.Terkadang Freya hanya pura-pura tidur, untuk bisa melihat apa yang Javier lakukan ketika ia memejamkan mata. Dan ternyata, Javier memanfaatkan waktunya untuk tetap bekerja. Wajahnya yang fokus, menegaskan kewibawaannya sebagai seorang pemimpin.Tidak heran mengapa Javier begitu disegani sekaligus ditakuti oleh sebagian orang, itu karena karakternya yang tidak bisa ditebak oleh orang lain. Salah satunya adalah, Javier hanya akan menunjukkan kepeduliannya pada orang-orang yang menurutnya berarti baginya.“Kalau dia terus seperti ini, mungkin aku benar-benar akan terjebak dalam pesonanya,” batin Freya, menahan senyum tipis.Javier tak hanya menjaga Freya dengan perhatian yang belum pernah dirasakannya sebelumnya, namun juga selalu memastikan segalanya nyaman baginya. Perta
Di sebuah ruangan kosong, terdengar suara teriakan dari dalamnya. Satu-satunya orang yang berteriak untuk dibebaskan, di dalam ruangan yang tertutup, Viona menggedor gedor pintu berharap ada yang membukanya.Tapi, tidak satu orang pun yang menyahut. Sementara, di dalam ruangan itu tak ada celah untuk bisa kabur. Hanya ruang ventilasi udara yang sangat kecil, jadi mustahil kalau ia kabur melalui tempat itu."Keluarkan aku dari sini!" teriak Viona.Untuk kesekian kalinya, tak ada yang menyahut, hanya ada keheningan sehingga Viona mulai frustasi. Mengacak rambutnya tidak bisa tenang, karena ia tidak tau siapa yang menguncinya di dalam ruangan ini.Setelah beberapa saat, terdengar suara kunci yang digunakan untuk membuka pintu, buru-buru Viona menerobos tapi seorang wanita tidak dia kenal tiba-tiba saja menendang bagian perutnya hingga tersungkur."Sialan, siapa kau!" umpatnya.Tapi wanita asing itu mendekat, tanpa ragu menampar wajah Viona hingga suara tamparan itu menggema di dalam ruan
Tak ada jalan untuk kabur. Viona merasakan jantungnya berdebar panik. Eben telah tertangkap, dan entah apa yang sedang direncanakan Javier. Dengan kesal, ia menghampiri Eben, mendorong pria itu hingga wajahnya yang terluka terlihat jelas di bawah cahaya lampu yang redup.“Kenapa kau malah di sini?! Seharusnya kau berusaha membebaskanku, bukan ikut tertangkap!” desisnya tajam."Aku juga tidak mengharapkan hal ini terjadi padaku, Sialan." Eben mendengus kesal, menahan sakit sambil perlahan mencoba duduk. “Jangan salahkan aku. Semua ini terjadi karena rencana gilamu menculik Freya. Sekarang Javier hilang kesabaran. Kita tak punya kesempatan untuk melarikan diri.”Viona mengusap wajahnya frustrasi, tatapannya penuh kebencian. “Freya pasti tertawa puas, tahu kita tertangkap,” gumamnya, matanya menyipit penuh dendam.Di sisi lain, Freya bahkan tidak tahu bahwa Javier adalah orang yang memerintahkan pria bertopeng untuk membawa Viona sebelum tertangkap oleh polisi. Hingga saat ini, Freya sen
Keesokan harinya, Javier menerima laporan akhir dari tangan kanan kepercayaannya. Bukti penculikan dan kejahatan lainnya yang melibatkan Viona dan Eben kini sudah lengkap di tangannya. Dengan bukti itu, Javier bisa menyerahkannya pada pihak kepolisian kapan saja.Tapi, Javier masih memikirkan konsekuensi yang akan ia terima di kemudian hari. Karena Eben dan Viona tidak mungkin di penjara seumur hidup dengan kesalahan yang mereka perbuat, kemungkinan penjara paling lama adalah lima belas tahun.Lalu, setelah lima belas tahun itu ada kemungkinan mereka akan balas dendam lagi atas apa yang sudah dialami. Di sisi lain, Javier tidak mungkin membunuh mereka."Siapa saja yang ada di belakang Eben?" tanya Javier, mencoba menelisik lebih dalam."Saudaranya seorang Dokter, dan orang tuanya adalah pengedar senjata ilegal yang kini sedang mendekam di penjara kurang lebih dua tahun." lapor orang kepercayaannya.Javier tercenung, menatap catatan riwayat keluarga Eben dengan ekspresi terkejut. Duluny
Suasana rumah tampak hening, sementara Felix dengan santai bersandar mengatur nafasnya setelah apa yang dia dan Katie lakukan. Sementara Katie, perempuan itu mengenakan kembali pakaian berwarna maroon miliknya sebelum menatap ke arah Felix."Apa yang membawamu kemari? Aku pikir kau tidak akan datang karena suatu hal, cukup mengejutkan karena kedatanganmu di luar prediksiku." ucap Katie sambil menatap Felix yang kini meliriknya.Tapi Felix tak langsung menjawab, pria itu menghembuskan nafas panjang dan menyentuh keningnya. Ia tak mengerti ada apa dengannya, ia tadi hanya melihat kalau Dylan melamar Eloise yang artinya mereka akan menikah.Sialnya hal itu membuat emosi aneh dalam dirinya bangkit, ia butuh sebuah kesenangan dan orang yang bisa membantunya mendapatkan hal itu adalah Katie. Toh, besok Felix dan keluarganya juga akan meninggalkan tempat tersebut."Anggap saja sebagai salam perpisahan," ujar Felix dengan nada acuh tak acuh.Katie menyeringai, ia berdiri dan berjalan menuju s
Liburan keluarga Bennett tinggal satu hari lagi, mereka kembali ke penginapan sebelumnya dan sebelum meninggalkan pulau, Avery sempat melihat ke arah Daniel yang berdiri cukup jauh dari dermaga.Pria itu berdiri tegap, tangan dimasukkan ke dalam saku celana, tatapannya sulit dibaca. Ada sesuatu tentang Daniel yang terus membuat Avery berpikir, seolah pria itu memancarkan aura yang tak terjangkau. Namun, perlu diakui, Daniel adalah tipe pria yang ia dambakan. Hanya saja, entah mengapa, ada jarak tak terlihat yang membuat Avery yakin bahwa pria itu tidak menyukainya.Avery memalingkan wajah, mengusir pikiran itu. Dengan langkah mantap, ia naik ke atas yacht bersama kedua saudaranya. Mesin kapal mulai bergetar halus, memecah permukaan air yang tenang saat mereka meninggalkan dermaga.“Nona Katie, apa kau setiap hari menyediakan jasa penyewaan antar-jemput menggunakan yacht?” tanya Dylan, memecah keheningan yang sempat terasa di kapal.Katie, yang duduk dibalik kemudi, menoleh sambil ters
Malam semakin larut, suara deburan ombak sesekali terdengar tak jauh dari posisi mereka. Di bawah pohon yang rindang dan nyaris gelap tanpa cahaya, Katie masih terikat dalam keadaan tergantung, namun kakinya masih menapak di pasir.Erangannya sesekali tak dapat ditahan, kehangatan lidah dari seorang pria yang menjelajahi tubuhnya membuat ia meremang. Setengah pakaiannya sudah terbuka, sementara bibir seorang pria menyesap dadanya bergantian. Gelenyar aneh menguasai tubuhnya, membuat pikirannya kacau hingga tak dapat berpikir secara rasional.Sesekali tubuhnya tersentak saat Felix memukulnya, alih-laih kesakitan, semua itu justru terasa menyenangkan. Di sisa kesadaran yang masih ada, Katie perlu menjaga suaranya untuk tidak memekik terlalu keras karena penghuni penginapan lain bisa saja mendengar hal itu."Felix, apa hanya itu yang bisa kau lakukan, ukh!" Katie langsung bungkam, satu tangan Felix mencengkramnya, kali ini lebih kuat.Tidak ada kalimat dari pria itu, hanya sentuhan-sentu
Suasana menjadi terasa ganjil bagi Eloise. Setelah menyadari pria di depannya adalah Dylan, bukan Felix seperti yang ia duga sebelumnya, pikirannya dipenuhi kebingungan dan kesal. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apakah kedua pria ini telah bersekongkol untuk mengujinya? Betapa menyebalkannya situasi seperti ini, seolah-olah ia sedang dipermainkan.“Tunggu,” Eloise menyipitkan matanya, menatap Dylan dengan curiga. “Bukankah kau tadi masih tidur saat aku keluar dari kamar? Bagaimana mungkin secepat ini kau sudah ada di luar?”Dylan tersenyum samar, sorot matanya lembut namun penuh arti. “Aku dan Felix sudah bertukar posisi sejak makan malam tadi,” ujarnya tenang. “Dan lihat, kau sama sekali tidak bisa membedakan aku dengan Felix. Tapi sekarang aku merasa jauh lebih lega. Kau tetap setia padaku meskipun kami memiliki wajah yang sama. Itu cukup membuktikan segalanya.”Eloise tercengang mendengar pengakuan itu. Rasa marah dan kesal sempat berkecamuk dalam dirinya, tapi sebelum ia sempa
Dua hari sebelumnya...Setelah mereka tiba di tempat liburan, Felix memilih lebih banyak diam untuk berperang dengan pikirannya sendiri. Ia adalah orang yang cukup keras pada pilihannya, tapi untuk keinginan yang selalu mengganggu pikirannya terhadap mendekati Eloise, itu selalu ia tahan.Terkadang, sisi egoisnya menyuruh Felix untuk melakukan tindakan yang jahat. Tapi tidak, sekali lagi tidak. Dylan tumbuh dan besar bersamanya, seorang wanita tak boleh merusak hubungan yang sudah mereka jalin sejak kecil. Kesalahan sepele saja bisa membuat benteng yang besar bisa rusak, dan Felix tak mau melakukan kesalahan itu. Sekitar pukul tiga sore, Felix mengirim pesan pada Dylan untuk menemuinya.“Hai, Dude. Ada apa?” Dylan bertanya santai, meski nada suaranya mengandung sedikit kekhawatiran.Felix menoleh perlahan, menatap saudara kembarnya dengan ekspresi serius. “Ada hal yang harus aku katakan padamu,” katanya, suaranya terdengar lebih berat dari biasanya.Dylan mengerutkan kening, tapi men
Tatapan dingin Felix berubah menjadi sesuatu yang lebih mengancam, seolah dia tahu bagaimana caranya membuat Eloise merasa terkunci di tempat itu. Eloise merasa tubuhnya menegang, udara di sekitarnya terasa berat. Setiap langkah mundur yang ia ambil, Felix maju setengah langkah lebih dekat, membuatnya semakin sulit menjaga jarak.“Aku ingin memberitahumu sesuatu,” suara Felix rendah, namun ada nada licik di dalamnya. “Sejak malam itu, kau sudah mengubah caraku melihat dirimu.”Eloise menggeleng pelan, hatinya penuh penyesalan atas kesalahan fatal yang terjadi malam itu. Sebuah malam yang terjadi di bawah pengaruh alkohol, ketika pikirannya kabur dan ia keliru mengira Felix adalah Dylan, kekasihnya. Itu adalah malam yang tak ingin ia kenang, apalagi dibahas oleh pria yang berdiri di depannya sekarang.“Kau tahu aku kekasih Dylan. Mengapa kau terus bersikeras melakukan ini?” tanyanya dengan nada bergetar, sebuah perpaduan antara takut dan marah.Felix menyeringai lebar, tatapan matanya
Freya menunggu di depan penginapan dengan raut wajah setengah cemas. Begitu melihat Avery muncul di kejauhan, Freya segera melangkah mendekat."Kau dari mana?" tanyanya, nadanya terdengar tajam namun penuh perhatian.Avery hanya melirik sekilas, menghela nafas panjang seperti menahan beban yang tak ingin ia ceritakan. "Bu, pulau ini tidak terlalu luas. Memangnya aku bisa pergi kemana?" jawabnya, nada suaranya datar dan tak bersemangat. Tanpa menunggu tanggapan, Avery melanjutkan langkahnya menuju kamarnya, meninggalkan Freya yang berdiri terpaku.Freya menggeleng pelan, rasa penasaran tergambar jelas di wajahnya. Namun, ia memilih untuk tidak memaksa putrinya bercerita. Sebaliknya, matanya beralih ke meja sarapan di luar penginapan, di mana Eloise duduk dengan tenang menikmati pagi. Eloise tampak anggun, sementara Dylan terlihat baru datang dari olahraga paginya. Melihat pemandangan itu, senyum kecil menghiasi wajah Freya. Ia memutuskan untuk mendekat."Kau menikmati liburanmu, Eloise
Matahari mulai menyapa dengan sinar keemasannya, menembus tirai kamar yang setengah terbuka. Katie membuka matanya perlahan, tubuhnya masih terasa hangat dari malam yang penuh gairah. Namun, ketika ia melirik ke samping, yang ia temui hanyalah tempat tidur kosong dan pakaian yang berantakan di lantai.Sebuah senyum kecil terukir di wajah Katie. Ia duduk sambil menarik selimut, membayangkan kembali malam yang penuh intensitas."Pria itu semakin menarik," gumamnya pada dirinya sendiri, nada suaranya mengandung kepuasan atas ingatan menyenangkan bersama Felix tadi malam.Di sisi lain, Felix berjalan kembali ke penginapannya dengan langkah yang cepat. Udara pagi yang segar tidak mampu meredam pikirannya yang penuh dengan kejadian semalam. Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah suara tiba-tiba menyapa dari belakang."Hei, Dude. Kau membuatku kaget. Kenapa sepagi ini kau buru-buru sekali?" tanya Dylan, muncul entah dari mana.Felix sedikit tersentak, tapi ia cepat menguasai diri. "Aku? Bu
Perlahan Felix membuka matanya, tapi ia kaget karena ia sudah berbaring di atas kasur dengan kedua tangan teringat di setiap sisi tempat tidur, kedua kakinya pun bernasib sama sementara tubuhnya sudah tak memakai baju lagi.Tangannya mencoba melepaskan borgol yang mengikatnya, tapi Katie sangat licik, dia tidak hanya menggunakan satu borgol pada tangan Felix, melainkan menggunakan dua sekaligus pada masing-masing tangan."Sial, kau lebih liar dari dugaanku." ucap Felix, ia tak mengira kalau dirinya malah terperangkap oleh wanita yang baru ia temui beberapa kali, dan sekarang ia tengah berbaring di tempat tidur dalam kondisi tak berdaya.Katie mendekat, perempuan itu melihat jam di ponselnya. "Kau tidur lama sekali, sudah dua jam sejak kau memejamkan mata. Padahal aku sudah menunggu dirimu sadar, untuk memulai permainan.""Ternyata ini rencanamu setelah berhasil mengalahkanku, harusnya kau katakan saja kalau dirimu ingin tidur denganku. Bukan hal sulit untuk aku lakukan, aku hanya perlu