Sementara itu di waktu yang sama,
Malam itu hujan turun semakin lama semakin deras disertai petir yang menyambar bersahut-sahutan. Beberapa wilayah sudah terendam banjir disertai pemutusan arus listrik oleh pihak penyedia jasa untuk mengurangi resiko korsleting. Disebuah rumah kavling di daerah pinggiran kota, tinggallah sepasang suami istri yang baru saja merayakan ulang tahun pernikahannya yang pertama. Pasangan berbahagia itu sedang menunggu kehadiran buah hati mereka yang sebentar lagi akan lahir. Terlihat seorang lelaki yang tengah menyibakkan gorden jendela ruang tamu untuk melihat keadaan di luar rumah, "Duh hujannya gak reda-reda lagi! Mana rokok udah habis!" gerutunya sembari beranjak menuju ke ruang keluarga untuk menyalakan televisinya. Titttt [Kami himbau kepada seluruh warga Malang Raya agar tidak bepergian keluar rumah, karena curah hujan yang cukup intens telah menyebabkan banjir hampir di seluruh wilayah Malang Selatan dan sekitarnya.] Tittttt "Hmm gak ada acara yang bagus, gara-gara sinyal wifi putus, jadi kepaksa lihat TV lokal!" gumam seorang lelaki yang tengah duduk di sofa. Ia terlihat bosan dan mematikan tivi layar datar itu lalu beranjak pergi menuju dapur untuk mencari makanan ringan. "Dilla sayang, ada cemilan gak?" teriak lelaki itu kepada seorang wanita yang tinggal serumah dengannya. "Iya Arya sayang, ada kok di top-," Grrrrrr grrrrrttkk Prangggg! Klonthangggg! Belum selesai wanita itu menyahut, tiba-tiba mereka merasakan guncangan gempa di dalam rumah mereka. "Kyaaaaaa! Aryaaaaa!" teriak histeris seorang wanita dari dalam kamar tidur. "Dilla!" lelaki yang bernama Arya itu beranjak dari dapur langsung berlari secepat mungkin menuju asal suara teriakan itu. Brakkkkk! Arya membuka pintu dengan keras, "Dilla! Kamu tidak apa-apa?" ucapnya penuh kekhawatiran mengingat kondisinya sekarang yang sedang hamil tua. Ia tak mau terjadi apa-apa dengan calon buah hatinya kelak. "Iya sayang, aku hanya sedikit terkejut, aku takut," sahutnya lirih sembari merangkul suaminya itu. "Udah gakpapa ada aku disini, untung gempanya cuma sebentar," ucap Arya dengan nada lembut sembari memeluk istri yang dinikahinya setahun yang lalu itu. Telolet telolet Terdengar suara sebuah panggilan telepon dari ponsel berwarna hitam milik Arya. "Iya ma assalamualaikum?" salam Arya ketika mengangkat telepon dari mamanya. ["Wa'alaikum salam nak, barusan ada gempa, kamu sama Dilla gak kenapa-napa kan nak?"] "Iya ma, alhamdulillah aku sama Dilla gak kenapa-napa kok ma, mama sendiri gimana?" sahut Arya bertanya balik. ["Alhamdulillah kalau gitu, mama sih tadi sempet lari keluar karena takut, maklum mama kan di rumah sendirian,"] "Loh papa belum ma?" tanya Arya kembali dengan nada bicara yang sedikit tajam. ["Papamu besok lusa baru pulang, ya udah kamu hari-hati yah disana, ehh bentar mama mau ngomong sama Dilla,"] "Owalah kirain papa gak pulang, iya ma sebentar," ucap Arya seraya memberikan ponselnya kepada Dilla yang sedari tadi duduk disampingnya. "Halo assalamualaikum ma," Dilla mengucap salam dengan nada suara yang lembut. ["Waalaikum salam Dilla, bagaimana perutmu? Kurang berapa hari lagi kata dokter?"] "Yah beberapa hari lagi ma kayaknya, bisa besok lusa atau setelahnya, alhamdulillah gak ada kendala ma," sahut Dilla sembari mengelus-elus perutnya yang buncit. ["Yo wes kalau gitu, pokok kabarin mama yah kalau ada apa-apa, jangan lupa jaga kesehatan dan pola makan yang teratur, terus olahraga dikit-dikit yah sayang,"] "Iya ma, pasti itu, mama juga jaga kesehatan ya ma," ucap Dilla seraya tersenyum ke arah Arya yang juga ikut mengelus perutnya. ["Iya Dilla, ya udah kalau gitu, mama mau istirahat dulu, kamu sama Arya jangan tidur malam-malam, assalamualaikum,"] "Iya ma siap, wa'alaikum salam," Dilla menutup telepon dari mertuanya, lalu menyerahkan kembali ponsel yang di pegangnya kepada Arya. Tutttttt "Ya udah yok tidur sayang," ajak Dilla kepada Arya. "Ya udah kamu tidur aja dulu, aku nyusul, aku mau nutupin jendela dan nggembok pager depan," sahutnya seraya beranjak dari atas springbed menuju ke luar kamar. Dilla hanya mengangguk pelan, selimut yang terlipat di bawah kakinya kini ia bentangkan lalu di tangkupkan ke atas tubuhnya yang telah dalam posisi telentang. "Ahh semua beres, tinggal tidur, besok pagi kerja, hoaahhmm," gumam Arya sembari menguap. Arya sebenarnya merasa letih karena harus lembur di kantornya 3 jam hari ini. Tapi ia tak tunjukkan kepada Dilla, karena takut Dilla akan khawatir. Tak berselang lama, Dilla pun terlelap dalam tidurnya. Arya yang telah melakukan aktifitas malamnya sebelum tidur, sekarang telah merebahkan tubuhnya di samping istri yang ia cintai itu. Setelah setengah jam berlalu, tiba-tiba Dilla berteriak dengan sekencang-kencangnya, "Arghhhhh!"*******Jam dinding menunjukkan pukul 1.13 dini hari, udara terasa semakin dingin menusuk tulang. Tetapi beda halnya dengan Dilla yang sedang berkeringat dan terlihat tidurnya sedikit terganggu, serta beberapa kali ia terdengar mengigau tak jelas, seperti sedang bermimpi buruk. Dalam mimpi Dilla, "Wahai manusia, kau telah ditakdirkan untuk memiliki anak yang istimewa, kau telah diberkati oleh langit, kelak anak yang akan lahir dari rahimmu, akan membawa perubahan besar di alam jin dan alam manusia!" Lalu, dari kegelapan yang pekat, muncul cahaya keemasan melayang mendekati Dilla yang sedang terduduk ketakutan, cahaya itu berasal dari sebuah kitab yang berpendar, lalu dengan secepat kilat, kitab itu terbang melesat masuk menembus perut Dilla yang tengah hamil tua. "Arghhhh!" tiba-tiba Dilla bangkit dari tidurnya dan berteriak. Teriakan Dilla menggema di penjuru kamar, sampai membuat Arya terkejut dan bangun. "Dilla! Sayang! Kamu kenapa? Mimpi buruk?" Arya yang seketika bangun, langsung m
Di penghujung malam yang sudah merangkak mendekati pagi, udara dingin semakin menusuk tulang. Kesunyian semakin merebak tak pandang tempat. Bulan pun enggan mengintip dari balik awan mendung yang bergulung. Kala itu, terdengar suara jangkrik dan kodok yang saling bersahutan, mengumandangkan irama indah seperti sebuah nyanyian, nyanyian pengantar tidur makhluk yang bernyawa. Tetapi lagu pengantar tidur itu tak berlaku bagi mereka bertiga yang masih terjaga, Ketika Prameswari menyentuh perut Dilla, ia pun terkejut, "Astaga!" "Kenapa, Kak?" sahut Dilla juga ikut terkejut. Arya yang sedang duduk di sebelah Dilla juga ikut penasaran. "Hmm, pantas saja aku merasakan ada energi yang sangat besar muncul beberapa saat yang lalu, ternyata ini penyebabnya," ucap Prameswari sembari menganggukkan kepalanya seperti memahami sesuatu. "Emang kenapa perut Dilla, Mbak? Apa terjadi sesuatu dengan calon bayi kita? Apa ada hubungannya dengan mimpinya tadi?" Arya memberondong Prameswari dengan beber
Nyai Pitaloka seketika membelalakkan kedua matanya lalu tersenyum, seolah mengetahui sesuatu yang luar biasa, "Astaga! Puji Bethari!Wah, tak salah lagi, anakmu telah dikaruniai berkah para Bethara, ia kelak akan mempunyai kekuatan besar untuk merubah dunia," ucapnya penuh semangat. Mata Arya melotot karena terkejut dengan pernyataan gurunya itu, "Hah? Merubah dunia? Gak terlalu lebay tuh, Nek? Emang di kira Naruto apa?" celetuknya asal nyeplos. "Naruto? Apa itu?" sahut Prameswari penuh kepolosan. Arya menjawab dengan asal, "Tetangganya Bambang kang parkir," dengusnya. "Kekuatan apa nek maksudnya?" Dilla memotong obrolan Arya dan kakak iparnya dengan menimpali sebuah pertanyaan. "Dilla, apa kau bermimpi atau mengalami sesuatu yang aneh sebelumnya?" tanya Nyai Pitaloka dengan raut wajah serius. "Nahh itu dia guru yang mau aku jelaskan," tutur Prameswari sambil menepukkan kepalan tangan kanan ke telapak tangan kirinya, "Biar Dilla saja yang menceritakan semuanya guru," imbuh Prame
"Arrrghhhhh!" Keceriaan yang semula terpancar dari wajah mereka berempat, seketika berubah menjadi kekhawatiran yang sangat mendalam pada kondisi Dilla yang sedang memegang perutnya sembari menjerit kesakitan. "Dilla! kamu kenapa!" teriak Arya terkejut dengan kondisi istrinya itu. Dilla bergerak tak menentu di atas kasur, sembari terus memegangi perutnya, "Perutku sakit sekali Arya, tolong! Aku gak kuat!" Dilla merintih dalam kesakitannya. "Apa dia sedang kontraksi Guru?" tanya Prameswari. Nyai Pitaloka mencoba memeriksa perut Dilla, "Sepertinya begitu, Arya! kalau kau hendak ke rumah sakit, aku akan memindahkanmu dan Dilla dengan teleportasi saat ini juga, ia butuh penanganan medis segera, sebenarnya aku bisa saja menolong Dilla untuk melakukan persalinan, tetapi alangkah baiknya ia mendapatkan persalinan secara normal sebagai manusia," ujarnya memberi jalan keluar. "Iya guru, aku mengerti, tolong antar aku ke rumah sakit segera guru!" ucap Arya sedikit memohon. Nyai Pitaloka
Di sebuah ruangan bersalin yang bernuansa putih dan biru di penjuru ruangan, terlihat seorang wanita tengah berjuang antara hidup dan mati berusaha untuk menjalani proses persalinan yang disaksikan oleh makhluk yang berbeda alam. Setelah lebih dari dua puluh menit melakoni proses yang mendebarkan itu, akhirnya tibalah saat ketika terdengar suara tangisan seorang bayi mungil memecah kesunyian di dalam ruangan itu. "Oeeeekkk, oekkkkk!" terdengar suara tangisan malaikat kecil yang akhirnya terlahir di dunia ini. Perawat tadi langsung memotong tali pusar yang terhubung pada ari-ari si jabang bayi. Dokter wanita itu kemudian mengangkat bayi yang masih berlumuran air ketuban dan juga sedikit dar*h, "Alhamdulillah bayinya sehat dan juga tampan Mas, mbak," ucap dokter itu lalu meletakkannya di atas perut Dilla yang masih bermandikan keringat. "Mas, mbak maaf saya permisi dulu, saya masih harus menangani pasien lain yang sudah menunggu," ucap dokter wanita itu seraya menyunggingkan senyum
Fajar mulai menyingsing di ufuk timur memancarkan cahaya jingga kebiruan, yang menyeruak memenuhi hamparan langit pagi itu. Hawa sedikit dingin disertai hembusan angin lirih menyibak kalbu, membawa kedamaian hati tiap insan yang bernyawa. Ayam jantan berkokok sahut menyahut di kejauhan, di iringi suara kendaraan yang mulai berlalu lalang di jalan raya yang sebelumnya hening. Terlihat beberapa orang mulai sibuk dengan aktifitas pagi harinya, termasuk beberapa pegawai rumah sakit tempat Dilla melahirkan buah hatinya beberapa saat yang lalu. "Arghhhhhh!" terdengar teriakan dari dalam kamar pasien. Ketika Arya dan Prameswari sedang bercengkrama di ruang terbuka rumah sakit, mereka tiba-tiba mendengar suara teriakan dari dalam kamar Dilla yang tengah beristirahat untuk memulihkan kondisinya pasca persalinan. "Dilla!" teriak Arya sambil beranjak dan berlari menuju sumber suara teriakan yang baru saja ia dengar bersama Prameswari, kakaknya. Ketika mereka berdua sampai di ruangan
Suasana genting di dalam kamar pasien,"Udah mbak gak perlu tanya, yang jelas sekarang mbak pergi menjauh dulu ya mbak, bisa kan ndorong sendiri?" Arya tersenyum lalu meninggalkan wanita yang beberapa saat lalu mengangguk mengiyakan pertanyaan Arya. Dhuarrrr! Gubragggg! Makhluk besar itu terpental dan menabrak meja kotak yang ada di samping ranjang pasien, "Uwarghhhhh!" geram Reksakarna setelah terkena sabetan pedang Prameswari di dada kirinya. "Mbak, kau tak apa-apa?" teriak Arya ketika baru saja kembali ke dalam ruang pasien yang sudah porak poranda itu. "Iya dek, mbak gak apa-apa, tolong kamu diam saja di situ, tunggu aba-aba dari aku!" perintah Prameswari kepada adiknya yang sudah dalam mode waspada itu. "Oke kak siap!" Arya langsung mengeluarkan cincin yang sebelumnya ia kantongi, lalu mengenakannya pada jari tengah tangan kanannya. "Huh huh, lumayan kuat juga makhluk ini!" gumam Prameswari sembari kembali merapalkan sebuah mantra untuk melancarkan serangan selanjutn
Suasana yang sebelumnya tenang dan jauh dari keramaian tiba-tiba menjadi heboh karena kejadian abnormal di ruangan Cempaka 2 tepat di sebelah ruangan istri Arya yang sedang dirawat. Terlihat 2 jin wanita, 1 manusia, dan 1 siluman tengah berada di dalam ruang yang telah hancur akibat pertarungan sengit dua sosok tak kasat mata beberapa saat yang lalu. Beberapa barang yang ada di tempat itu pun tak luput dari mereka, menyebabkannya hancur dan berantakan. Di tengah ruangan telah berdiri sesosok makhluk tinggi besar yang menyeramkan. Makhluk yang bernama Reksakarna itu tengah di amati oleh Nyai Prameswari, guru spiritual Arya dari alam jin. "Loh? Apa ini!" matanya terbuka lebar ketika melihat tanda aneh di punggung Reksakarna. "Guru lihat apa?" tanya Prameswari dengan nada sedikit penasaran. Ia lantas beranjak dan menghampiri gurunya yang tengah menunduk memperhatikan tanda itu. "Ini, rasanya aku pernah melihat tanda ini, tapi di mana ya, aku lupa! Nduk, apa kau tau tanda ini?" ucap