Suasana di belahan lain alam manusia begitu terlihat berbeda, mulai dari bentuk tumbuhan, sampai makhluk yang menempatinya. Di sebuah tanah lapang di alam jin ini, terlihat dua sosok berbeda tengah bercengkrama dengan serius.
"Apa itu guru?" tanya Sekar penasaran. "Apakah Arya tidak pernah mengunjungimu? Dan bagaimana kabarnya?" tanya Resi Arthasena seraya duduk bersila di hadapan Sekar. Mendengar itu, Sekar tiba-tiba tertunduk lesu, "Hmm, sudah lama sekali guru dia tak datang kemari, sejak dia menikahi gadis manusia bernama Dilla," sahutnya lirih. "Hmm, maafkan aku Sekar, aku tidak tahu masalah itu," ucap Resi Arthasena dengan raut wajah prihatin. Sekar menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa guru, aku juga tahu diri, bahwa kita berdua tak akan pernah bisa bersatu, karena terpisah oleh tembok penghalang yang kokoh." "Hmm, aku paham maksudmu Sekar, jodoh memang ada di tangan Sang Hyang, kita tidak bisa memaksakannya," ujar Resi Arthasena sembari menepuk pundak muridnya itu. "Tapi guru, dia pernah bilang kepadaku bahwa istrinya akan mengijinkan Arya menikahiku, dia rela dimadu karena aku dari bangsa jin," kilah Sekar dengan mata sedikit berbinar. Resi Arthasena menggelengkan kepalanya dengan heran, "Hahaha, ada-ada saja, apa kau mempercayainya?" "Disatu sisi aku bahagia, disatu sisi aku tidak begitu percaya guru," sahut Sekar kembali tertunduk. Resi Arthasena menyahut sambil memainkan jenggotnya yang panjang, "Coba saja tanyakan kalau kau bertemu dengannya lagi, haha!" "Oh iya Sekar, apa Arya masih memakai cincin Rojomolo itu?" imbuh Resi Arthasena seraya mengangkat kedua alisnya. "Hmm, sepertinya..." Grrrrrttkk grrrrrtkkkk Belum selesai Sekar menjawab pertanyaan dari gurunya, tiba-tiba tanah di sekelingnya bergetar hebat seperti sedang terkena gempa, namun bukan gempa biasa, melainkan tekanan energi yang begitu besar sampai bisa menggetarkan seisi alam jin. "Gempa apa ini, Guru!" teriak Sekar kebingungan. Resi Arthasena yang terlihat tenang itu hanya bisa menghela nafas panjang, "Hmm, rupanya dia telah muncul," ucapnya lirih sembari membelai jenggot putihnya yang panjang. Sekar tersentak kaget, "Dia siapa, Guru?" "Naga Besukih dan Lembu Swana, hmmm aku juga merasakan aura dari Sidhimantra," gumamnya seraya memejamkan mata untuk menajamkan penerawangannya. "Siapakah mereka, Guru?" tanya Sekar penasaran. Resi Arthasena menengadah ke atas langit, "Mereka adalah tiga jin kuno yang telah ada sebelum aku dan kau Sekar, jauh sebelum ada kerajaan Agniamartha. Padahal kau tau sendiri, kerajaan yang paling awal berdiri adalah kerajaan Agniamartha." "Mereka adalah adalah 4 penjaga Ngalengko Bawono, 4 penjaga arah mata angin, 4 pilar penyeimbang alam jin, mereka mewakili setiap elemen dasar dan juga sumber cikal bakal semua ilmu dan ajian dari alam jin," imbuh Resi Arthasena menjelaskan. "Lantas mengapa guru bisa tahu kalau itu mereka? Apa guru pernah bertemu mereka?" kembali raut wajah Sekar di penuhi tanda tanya. "Bertemu mereka adalah hal yang mustahil, mereka selalu menyembunyikan diri dari apapun termasuk dari bangsanya sendiri," ucap Resi Arthasena sambil menggelengkan kepalanya. Raut wajah Resi Arthasena tiba-tiba berubah menjadi serius, "Dahulu, aku pernah sekilas melihat Naga Besukih, nah aura yang aku rasakan saat ini sama persis dengan auranya, aku juga merasakan dua energi lain yang sangat dahsyat setara dengan Naga Besukih, dan aku yakin energi itu milik Shidimantra dan juga Lembu Swana." "Hmm, kenapa mereka baru muncul saat ini guru?" tanya Sekar dengan rasa penasaran. "Aku juga kurang begitu tahu Sekar, yang jelas ketika sing mbaurekso muncul, pasti akan ada sebuah kejadian penting, yah semoga saja tidak terjadi hal yang tak diinginkan," ujar Resi Arthasena kembali mendongak ke arah langit. Seketika Sekar juga ikut menengadah ke atas, "Iya guru, aku juga berharap seperti itu!" Grtkkkkkk Grtkkkkk! "Awas, Guru!"******Sementara itu di waktu yang sama, Malam itu hujan turun semakin lama semakin deras disertai petir yang menyambar bersahut-sahutan. Beberapa wilayah sudah terendam banjir disertai pemutusan arus listrik oleh pihak penyedia jasa untuk mengurangi resiko korsleting. Disebuah rumah kavling di daerah pinggiran kota, tinggallah sepasang suami istri yang baru saja merayakan ulang tahun pernikahannya yang pertama. Pasangan berbahagia itu sedang menunggu kehadiran buah hati mereka yang sebentar lagi akan lahir. Terlihat seorang lelaki yang tengah menyibakkan gorden jendela ruang tamu untuk melihat keadaan di luar rumah, "Duh hujannya gak reda-reda lagi! Mana rokok udah habis!" gerutunya sembari beranjak menuju ke ruang keluarga untuk menyalakan televisinya. Titttt [Kami himbau kepada seluruh warga Malang Raya agar tidak bepergian keluar rumah, karena curah hujan yang cukup intens telah menyebabkan banjir hampir di seluruh wilayah Malang Selatan dan sekitarnya.] Tittttt "Hmm gak ada acara
Jam dinding menunjukkan pukul 1.13 dini hari, udara terasa semakin dingin menusuk tulang. Tetapi beda halnya dengan Dilla yang sedang berkeringat dan terlihat tidurnya sedikit terganggu, serta beberapa kali ia terdengar mengigau tak jelas, seperti sedang bermimpi buruk. Dalam mimpi Dilla, "Wahai manusia, kau telah ditakdirkan untuk memiliki anak yang istimewa, kau telah diberkati oleh langit, kelak anak yang akan lahir dari rahimmu, akan membawa perubahan besar di alam jin dan alam manusia!" Lalu, dari kegelapan yang pekat, muncul cahaya keemasan melayang mendekati Dilla yang sedang terduduk ketakutan, cahaya itu berasal dari sebuah kitab yang berpendar, lalu dengan secepat kilat, kitab itu terbang melesat masuk menembus perut Dilla yang tengah hamil tua. "Arghhhh!" tiba-tiba Dilla bangkit dari tidurnya dan berteriak. Teriakan Dilla menggema di penjuru kamar, sampai membuat Arya terkejut dan bangun. "Dilla! Sayang! Kamu kenapa? Mimpi buruk?" Arya yang seketika bangun, langsung m
Di penghujung malam yang sudah merangkak mendekati pagi, udara dingin semakin menusuk tulang. Kesunyian semakin merebak tak pandang tempat. Bulan pun enggan mengintip dari balik awan mendung yang bergulung. Kala itu, terdengar suara jangkrik dan kodok yang saling bersahutan, mengumandangkan irama indah seperti sebuah nyanyian, nyanyian pengantar tidur makhluk yang bernyawa. Tetapi lagu pengantar tidur itu tak berlaku bagi mereka bertiga yang masih terjaga, Ketika Prameswari menyentuh perut Dilla, ia pun terkejut, "Astaga!" "Kenapa, Kak?" sahut Dilla juga ikut terkejut. Arya yang sedang duduk di sebelah Dilla juga ikut penasaran. "Hmm, pantas saja aku merasakan ada energi yang sangat besar muncul beberapa saat yang lalu, ternyata ini penyebabnya," ucap Prameswari sembari menganggukkan kepalanya seperti memahami sesuatu. "Emang kenapa perut Dilla, Mbak? Apa terjadi sesuatu dengan calon bayi kita? Apa ada hubungannya dengan mimpinya tadi?" Arya memberondong Prameswari dengan beber
Nyai Pitaloka seketika membelalakkan kedua matanya lalu tersenyum, seolah mengetahui sesuatu yang luar biasa, "Astaga! Puji Bethari!Wah, tak salah lagi, anakmu telah dikaruniai berkah para Bethara, ia kelak akan mempunyai kekuatan besar untuk merubah dunia," ucapnya penuh semangat. Mata Arya melotot karena terkejut dengan pernyataan gurunya itu, "Hah? Merubah dunia? Gak terlalu lebay tuh, Nek? Emang di kira Naruto apa?" celetuknya asal nyeplos. "Naruto? Apa itu?" sahut Prameswari penuh kepolosan. Arya menjawab dengan asal, "Tetangganya Bambang kang parkir," dengusnya. "Kekuatan apa nek maksudnya?" Dilla memotong obrolan Arya dan kakak iparnya dengan menimpali sebuah pertanyaan. "Dilla, apa kau bermimpi atau mengalami sesuatu yang aneh sebelumnya?" tanya Nyai Pitaloka dengan raut wajah serius. "Nahh itu dia guru yang mau aku jelaskan," tutur Prameswari sambil menepukkan kepalan tangan kanan ke telapak tangan kirinya, "Biar Dilla saja yang menceritakan semuanya guru," imbuh Prame
"Arrrghhhhh!" Keceriaan yang semula terpancar dari wajah mereka berempat, seketika berubah menjadi kekhawatiran yang sangat mendalam pada kondisi Dilla yang sedang memegang perutnya sembari menjerit kesakitan. "Dilla! kamu kenapa!" teriak Arya terkejut dengan kondisi istrinya itu. Dilla bergerak tak menentu di atas kasur, sembari terus memegangi perutnya, "Perutku sakit sekali Arya, tolong! Aku gak kuat!" Dilla merintih dalam kesakitannya. "Apa dia sedang kontraksi Guru?" tanya Prameswari. Nyai Pitaloka mencoba memeriksa perut Dilla, "Sepertinya begitu, Arya! kalau kau hendak ke rumah sakit, aku akan memindahkanmu dan Dilla dengan teleportasi saat ini juga, ia butuh penanganan medis segera, sebenarnya aku bisa saja menolong Dilla untuk melakukan persalinan, tetapi alangkah baiknya ia mendapatkan persalinan secara normal sebagai manusia," ujarnya memberi jalan keluar. "Iya guru, aku mengerti, tolong antar aku ke rumah sakit segera guru!" ucap Arya sedikit memohon. Nyai Pitaloka
Di sebuah ruangan bersalin yang bernuansa putih dan biru di penjuru ruangan, terlihat seorang wanita tengah berjuang antara hidup dan mati berusaha untuk menjalani proses persalinan yang disaksikan oleh makhluk yang berbeda alam. Setelah lebih dari dua puluh menit melakoni proses yang mendebarkan itu, akhirnya tibalah saat ketika terdengar suara tangisan seorang bayi mungil memecah kesunyian di dalam ruangan itu. "Oeeeekkk, oekkkkk!" terdengar suara tangisan malaikat kecil yang akhirnya terlahir di dunia ini. Perawat tadi langsung memotong tali pusar yang terhubung pada ari-ari si jabang bayi. Dokter wanita itu kemudian mengangkat bayi yang masih berlumuran air ketuban dan juga sedikit dar*h, "Alhamdulillah bayinya sehat dan juga tampan Mas, mbak," ucap dokter itu lalu meletakkannya di atas perut Dilla yang masih bermandikan keringat. "Mas, mbak maaf saya permisi dulu, saya masih harus menangani pasien lain yang sudah menunggu," ucap dokter wanita itu seraya menyunggingkan senyum
Fajar mulai menyingsing di ufuk timur memancarkan cahaya jingga kebiruan, yang menyeruak memenuhi hamparan langit pagi itu. Hawa sedikit dingin disertai hembusan angin lirih menyibak kalbu, membawa kedamaian hati tiap insan yang bernyawa. Ayam jantan berkokok sahut menyahut di kejauhan, di iringi suara kendaraan yang mulai berlalu lalang di jalan raya yang sebelumnya hening. Terlihat beberapa orang mulai sibuk dengan aktifitas pagi harinya, termasuk beberapa pegawai rumah sakit tempat Dilla melahirkan buah hatinya beberapa saat yang lalu. "Arghhhhhh!" terdengar teriakan dari dalam kamar pasien. Ketika Arya dan Prameswari sedang bercengkrama di ruang terbuka rumah sakit, mereka tiba-tiba mendengar suara teriakan dari dalam kamar Dilla yang tengah beristirahat untuk memulihkan kondisinya pasca persalinan. "Dilla!" teriak Arya sambil beranjak dan berlari menuju sumber suara teriakan yang baru saja ia dengar bersama Prameswari, kakaknya. Ketika mereka berdua sampai di ruangan
Suasana genting di dalam kamar pasien,"Udah mbak gak perlu tanya, yang jelas sekarang mbak pergi menjauh dulu ya mbak, bisa kan ndorong sendiri?" Arya tersenyum lalu meninggalkan wanita yang beberapa saat lalu mengangguk mengiyakan pertanyaan Arya. Dhuarrrr! Gubragggg! Makhluk besar itu terpental dan menabrak meja kotak yang ada di samping ranjang pasien, "Uwarghhhhh!" geram Reksakarna setelah terkena sabetan pedang Prameswari di dada kirinya. "Mbak, kau tak apa-apa?" teriak Arya ketika baru saja kembali ke dalam ruang pasien yang sudah porak poranda itu. "Iya dek, mbak gak apa-apa, tolong kamu diam saja di situ, tunggu aba-aba dari aku!" perintah Prameswari kepada adiknya yang sudah dalam mode waspada itu. "Oke kak siap!" Arya langsung mengeluarkan cincin yang sebelumnya ia kantongi, lalu mengenakannya pada jari tengah tangan kanannya. "Huh huh, lumayan kuat juga makhluk ini!" gumam Prameswari sembari kembali merapalkan sebuah mantra untuk melancarkan serangan selanjutn