Arya sedang berusaha menahan tekanan energi yang disalurkan oleh kedua gurunya, namun kondisi tubuhnya kembali mengalami suatu masalah. Aliran energi spiritual di dalam tubuhnya mendadak berubah arus. "Arghhhhh! Hueekkkkk!" teriak Arya saat memuntahkan gumpalan darah yang telah membeku. Ia dalam kondisi memejamkan mata tetap fokus menerima energi spiritual yang bergejolak di sekujur tubuhnya. "Dhanu, gawat! aliran arus Cakra milik Arya berubah arah!" pekik Nyai Pitaloka ketika tersadar dengan alirann energi di tubuh muridnya itu. Argadhanu menjingkat terkejut setelah mendengar perkataan Nyai Pitaloka, "Astaga Nyai, hentikan dulu penyaluran energinya!" teriaknya cemas. "Tak bisa Dhanu, kalau kita hentikan, tubuh Arya akan mengalami kerusakan yang parah!" sahut nyai Pitaloka berusaha menstabilkan energinya. "Lantas bagaimana ini, Nyai!" Raut muka kebingungan tersirat di wajah Argadhanu. Saat mereka dalam kondisi krusial, tiba-tiba sekelabat bayangan putih melintas di tengah-tenga
Kehadiran sosok Resi Wisesa membuat mereka sejenak bisa bernafas lega, kebuntuan yang terjadi beberapa saat yang lalu kini telah menemukan titik terang. Arya yang sebelumnya sedang dalam kondisi kritis, kini sudah mulai kembali normal. "Urghhhh!" tiba-tiba Arya merintih sembari berusaha menggerakkan anggota tubuhnya. "Arya!" teriak Prameswari dengan raut wajah bahagia karena adiknya telah sadar dari pingsannya. "Kau sudah sadar, Le?" tanya Nyai Pitaloka. Arya berusaha bangkit kembali dari posisinya. Seakan merasakan dejavu, kini ia kembali dikerubungi oleh banyak orang seperti beberapa saat yang lalu. Namun kali ini ia melihat sosok asing berada di tengah-tengah mereka. "Kenapa kau menatapku seperti itu, Nak? Aku bukanlah orang jahat! ahahaha," gelak tawa resi Wisesa pecah saat melihat wajah lucu Arya yang sedang kebingungan. Arya mengernyitkan dahi, "Emang aku bocah kek? Yah aku penasaran aja siapa kakek yang tiba-tiba ikut nimbrung ini," celetuknya sembari meregangkan otot-otot
"Ahh, setelah belasan tahun lamanya, akhirnya ia muncul juga," ucap seorang kakek-kakek dengan penampilan lusuh seperti seorang pengemis yang sedang duduk di atap sebuah gedung berlantai 7. Suara kilat menyambar sahut menyahut dari balik awan hitam yang berarak dan bergelombang di hamparan langit malam. Hujan deras disertai badai menerjang daerah pinggiran kota, yang kini telah terendam air setinggi mata kaki orang dewasa. Dari balik awan yang bergulung, sekonyong-konyong muncullah makhluk besar seperti ular yang sedang meliuk-liuk diantara kilatan cahaya halilintar. Makhluk itu berwujud seekor naga dengan warna keemasan di sekujur tubuhnya. "Grawrrr, haahaha!" geraman sosok Naga emas itu membahana di penjuru langit. Sosok naga emas itu adalah sosok tak kasat mata yang entah datang dari mana, pasalnya tak ada seorang pun yang menyadari kehadirannya. Padahal secara logika, ukurannya sangat besar dan bercahaya begitu menyilaukan. Kiranya sangat tidak mungkin bila makhluk itu sa
Hujan turun semakin deras diiringi suara guntur yang bergemuruh serta kilat yang saling menyambar. Terlihat dua sosok makhluk supranatural yang sedang melayang, tengah memasang sikap waspada terhadap sosok yang baru aja muncul di hadapan mereka. "Huahaha, lama tak berjumpa saudaraku!" ucap sesosok makhluk yang baru saja keluar dari pusaran angin berwarna kehijauan itu. Sosok itu terlihat seperti campuran beberapa hewan yang bergabung menjadi satu. Berwajah dan bertanduk banteng, bersurai seperti singa, berbadan harimau loreng, berkaki elang, memiliki sepasang sayap kelelawar, serta berekor seperti sengat kalajengking. "Bisa saja kau berkelakar, Lembu Swana! Sejak kapan aku menjadi saudaramu? Hahaha!" Naga Besukih memicingkan mata seraya menyeringai penuh aura intimidasi. "Haha, tak perlu memasang wajah serius seperti itu Besukih, aku hanya menyapa teman lamaku, Sidhimantra," ucapnya sambil terus mengapakkan sayap kelelawarnya bertahan melayang di udara. "Haha, lama tak bertemu,
"Rasakan ini, Lembu Swana!" Naga Besukih juga melancarkan serangan tiba-tiba dari arah berlawanan, menyebabkan tubuh Lembu Swana terhuyung ke depan. "Bangs*t! Berani-beraninya kalian mengeroyokku!" umpat Lembu Swana seraya memberikan serangan balasan kepada mereka berdua. Sinar berwarna warni yang berasal dari energi magis terlihat menghiasi langit kelabu malam itu, manifestasi kekuatan dari tiga sosok yang tengah bertarung sengit di atas langit itu, malah seolah seperti sebuah perayaan tahun baru yang penuh ledakan kembang api. Serangan demi serangan saling mereka lontarkan, energi yang berbenturan membuat beberapa awan menghilang sehingga membuat beberapa lubang di langit. Hingga akhirnya salah satu serangan dahsyat dari Naga Besukih mengenai Lembu Swana dengan telak. "Arghhhhh! Baj*ngan kalian! Hiyaaa!" teriak Lembu Swana penuh amarah karena merasa terpojok oleh dua sosok ini. Terlihat Lembu Swana sedang dalam posisi kuda-kuda ajian andalannya. "Gawat! jangan sampai ia menge
Ada suatu tempat disisi lain alam manusia, yaitu dimensi ghaib alam jin. Dunia lain yang masih menjadi misteri bagi sebagian umat manusia di dunia. Selain bagaimana bentuk spesifiknya, manusia juga tak banyak mengetahui tentang makhluk apa saja yang mendiami alam tak kasat mata itu. Sementara itu di sudut padang rumput yang hijau disertai pepohonan yang tinggi dan berdaun lebat, terlihat seorang wanita cantik dengan pakaian khas kerajaan Jawa kuno tengah berlatih ilmu kanuragan. Ia berlatih menggunakan pedang tipis perak bersarung emas. "Sekarang aku akan mencoba ajian yang baru saja aku dapat dari Begawan Jolosutho!" gumam wanita cantik itu seraya mengambil kuda-kuda. "Shaaaaah! Hiyaaaaa!" Wanita itu meliuk-liuk sembari menyabetkan pedang tipisnya kesana kemari, bak sedang menari tarian indah pembawa maut. Rambutnya yang panjang hitam serta bermahkota, mengibas-ngibas mengikuti ayunan pedangnya. Swingggg swingggggg "Hiyaaaa!" teriak wanita itu saat melayang di udara. Jedharr
Suasana di belahan lain alam manusia begitu terlihat berbeda, mulai dari bentuk tumbuhan, sampai makhluk yang menempatinya. Di sebuah tanah lapang di alam jin ini, terlihat dua sosok berbeda tengah bercengkrama dengan serius. "Apa itu guru?" tanya Sekar penasaran. "Apakah Arya tidak pernah mengunjungimu? Dan bagaimana kabarnya?" tanya Resi Arthasena seraya duduk bersila di hadapan Sekar. Mendengar itu, Sekar tiba-tiba tertunduk lesu, "Hmm, sudah lama sekali guru dia tak datang kemari, sejak dia menikahi gadis manusia bernama Dilla," sahutnya lirih. "Hmm, maafkan aku Sekar, aku tidak tahu masalah itu," ucap Resi Arthasena dengan raut wajah prihatin. Sekar menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa guru, aku juga tahu diri, bahwa kita berdua tak akan pernah bisa bersatu, karena terpisah oleh tembok penghalang yang kokoh." "Hmm, aku paham maksudmu Sekar, jodoh memang ada di tangan Sang Hyang, kita tidak bisa memaksakannya," ujar Resi Arthasena sembari menepuk pundak muridnya itu. "
Sementara itu di waktu yang sama, Malam itu hujan turun semakin lama semakin deras disertai petir yang menyambar bersahut-sahutan. Beberapa wilayah sudah terendam banjir disertai pemutusan arus listrik oleh pihak penyedia jasa untuk mengurangi resiko korsleting. Disebuah rumah kavling di daerah pinggiran kota, tinggallah sepasang suami istri yang baru saja merayakan ulang tahun pernikahannya yang pertama. Pasangan berbahagia itu sedang menunggu kehadiran buah hati mereka yang sebentar lagi akan lahir. Terlihat seorang lelaki yang tengah menyibakkan gorden jendela ruang tamu untuk melihat keadaan di luar rumah, "Duh hujannya gak reda-reda lagi! Mana rokok udah habis!" gerutunya sembari beranjak menuju ke ruang keluarga untuk menyalakan televisinya. Titttt [Kami himbau kepada seluruh warga Malang Raya agar tidak bepergian keluar rumah, karena curah hujan yang cukup intens telah menyebabkan banjir hampir di seluruh wilayah Malang Selatan dan sekitarnya.] Tittttt "Hmm gak ada acara