Hujan turun semakin deras diiringi suara guntur yang bergemuruh serta kilat yang saling menyambar. Terlihat dua sosok makhluk supranatural yang sedang melayang, tengah memasang sikap waspada terhadap sosok yang baru aja muncul di hadapan mereka.
"Huahaha, lama tak berjumpa saudaraku!" ucap sesosok makhluk yang baru saja keluar dari pusaran angin berwarna kehijauan itu. Sosok itu terlihat seperti campuran beberapa hewan yang bergabung menjadi satu. Berwajah dan bertanduk banteng, bersurai seperti singa, berbadan harimau loreng, berkaki elang, memiliki sepasang sayap kelelawar, serta berekor seperti sengat kalajengking. "Bisa saja kau berkelakar, Lembu Swana! Sejak kapan aku menjadi saudaramu? Hahaha!" Naga Besukih memicingkan mata seraya menyeringai penuh aura intimidasi. "Haha, tak perlu memasang wajah serius seperti itu Besukih, aku hanya menyapa teman lamaku, Sidhimantra," ucapnya sambil terus mengapakkan sayap kelelawarnya bertahan melayang di udara. "Haha, lama tak bertemu, mukamu semakin jelek saja, Lembu Swana!" sahut Sidhimantra sedikit mengejek. "Kau juga terlihat seperti pengemis hina Sidhi! Hahaha," balas Lembu Swana tak mau kalah. "Besukih, apa kita hancurkan saya dia sebelum mengacaukan alam manusia ini?" bisiknya kepada Besukih. "Tunggu Sidhi, kita belum tahu pasti apa tujuannya datang kemari, jangan gegabah! Lembu Swana bukanlah makhluk sembarangan!" ucap Naga Besukih sedikit membentak. "Kalian berdua tak perlu bisik-bisik segala, aku tau pertemuan kalian ada hubungannya dengan pemuda itu, iya kan?" ucap Lembu Swana sedikit melirik penuh maksud tersembunyi. "Bagaimana kau tahu?" Naga Besukih terlihat keheranan. "Apa kau lupa siapa aku, Besukih? Hahaha rupanya kau sudah mulai pikun dimakan usia, haha!" sahut Lembu Swana kembali dengan nada sedikit mengejek. "Jangan sekali-kali kau menyentuh pemuda itu beserta keturunannya, Lembu Swana! Aku tak akan berbelas kasih kepadamu jika hal itu sampai terjadi! Camkan itu!" ancam Naga Besukih dengan sorot mata tajam dan terlihat semakin geram. Hal itu membuat Naga Besukih merubah wujud naganya menjadi sesosok lelaki yang gagah perkasa. Sosok Besukih saat ini nampak seperti lelaki matang yang berpakaian seperti pendekar yang bertelanjang dada. Tubuh atletis dan dada bidangnya menambah kesan kuat pada dirinya. Di kepalanya tersemat sebuah ikat kepala yang berbentuk seperti mahkota. Naga Besukih yang telah merubah wujudnya, memancarkan aura membunuh yang kuat, terlihat sorot mata tajam dan gigi yang gemeretak sembari fokus memandang ke arah Lembu Swana yang juga telah berubah wujud menjadi sesosok lelaki tua yang berjenggot panjang dan berpakaian serba hitam. "Hmm, kau mau mengancamku Besukih? Hahaha kau perlu berlatih 1000 tahun lagi agar kau bisa menyentuhku, Naga lemah!" ucap Lembu Swana tenang sambil membelai jenggotnya yang panjang sampai ke dada. "Jaga mulutmu, Lembu Swana!" teriak Sidhimantra sembari menunjuk ke arah Lembu Swana. Dengan wajah yang tak menunjukkan keseriusan, lembu Swana melesat mendekat ke arah Sidhimantra, "Kau mau ikut campur, Sidhi? Apa kau tak malu mengintimidasiku yang seorang diri ini? Hahaha lantas dimana kewibawaanmu, Sidhi? Hahaha." Mendengar provokasi darinya, Sidhimantra lantas mengepalkan tangannya yang tiba-tiba mengeluarkan cahaya kemerahan, "Jangan banyak mulut kau, Lembu Swana!" Sidhimantra menyerang Lembu Swana tanpa aba-aba, serangan energi berwarna merah itu langsung mengenai dada Lembu Swana yang tanpa perlindungan. "Arghhhh kurang ajar kau, Sidhi!" Lembu Swana mengerang kesakitan seraya memegang dadanya yang sedang terluka. "Rasakan ini, Lembu Swana!"******"Rasakan ini, Lembu Swana!" Naga Besukih juga melancarkan serangan tiba-tiba dari arah berlawanan, menyebabkan tubuh Lembu Swana terhuyung ke depan. "Bangs*t! Berani-beraninya kalian mengeroyokku!" umpat Lembu Swana seraya memberikan serangan balasan kepada mereka berdua. Sinar berwarna warni yang berasal dari energi magis terlihat menghiasi langit kelabu malam itu, manifestasi kekuatan dari tiga sosok yang tengah bertarung sengit di atas langit itu, malah seolah seperti sebuah perayaan tahun baru yang penuh ledakan kembang api. Serangan demi serangan saling mereka lontarkan, energi yang berbenturan membuat beberapa awan menghilang sehingga membuat beberapa lubang di langit. Hingga akhirnya salah satu serangan dahsyat dari Naga Besukih mengenai Lembu Swana dengan telak. "Arghhhhh! Baj*ngan kalian! Hiyaaa!" teriak Lembu Swana penuh amarah karena merasa terpojok oleh dua sosok ini. Terlihat Lembu Swana sedang dalam posisi kuda-kuda ajian andalannya. "Gawat! jangan sampai ia menge
Ada suatu tempat disisi lain alam manusia, yaitu dimensi ghaib alam jin. Dunia lain yang masih menjadi misteri bagi sebagian umat manusia di dunia. Selain bagaimana bentuk spesifiknya, manusia juga tak banyak mengetahui tentang makhluk apa saja yang mendiami alam tak kasat mata itu. Sementara itu di sudut padang rumput yang hijau disertai pepohonan yang tinggi dan berdaun lebat, terlihat seorang wanita cantik dengan pakaian khas kerajaan Jawa kuno tengah berlatih ilmu kanuragan. Ia berlatih menggunakan pedang tipis perak bersarung emas. "Sekarang aku akan mencoba ajian yang baru saja aku dapat dari Begawan Jolosutho!" gumam wanita cantik itu seraya mengambil kuda-kuda. "Shaaaaah! Hiyaaaaa!" Wanita itu meliuk-liuk sembari menyabetkan pedang tipisnya kesana kemari, bak sedang menari tarian indah pembawa maut. Rambutnya yang panjang hitam serta bermahkota, mengibas-ngibas mengikuti ayunan pedangnya. Swingggg swingggggg "Hiyaaaa!" teriak wanita itu saat melayang di udara. Jedharr
Suasana di belahan lain alam manusia begitu terlihat berbeda, mulai dari bentuk tumbuhan, sampai makhluk yang menempatinya. Di sebuah tanah lapang di alam jin ini, terlihat dua sosok berbeda tengah bercengkrama dengan serius. "Apa itu guru?" tanya Sekar penasaran. "Apakah Arya tidak pernah mengunjungimu? Dan bagaimana kabarnya?" tanya Resi Arthasena seraya duduk bersila di hadapan Sekar. Mendengar itu, Sekar tiba-tiba tertunduk lesu, "Hmm, sudah lama sekali guru dia tak datang kemari, sejak dia menikahi gadis manusia bernama Dilla," sahutnya lirih. "Hmm, maafkan aku Sekar, aku tidak tahu masalah itu," ucap Resi Arthasena dengan raut wajah prihatin. Sekar menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa guru, aku juga tahu diri, bahwa kita berdua tak akan pernah bisa bersatu, karena terpisah oleh tembok penghalang yang kokoh." "Hmm, aku paham maksudmu Sekar, jodoh memang ada di tangan Sang Hyang, kita tidak bisa memaksakannya," ujar Resi Arthasena sembari menepuk pundak muridnya itu. "
Sementara itu di waktu yang sama, Malam itu hujan turun semakin lama semakin deras disertai petir yang menyambar bersahut-sahutan. Beberapa wilayah sudah terendam banjir disertai pemutusan arus listrik oleh pihak penyedia jasa untuk mengurangi resiko korsleting. Disebuah rumah kavling di daerah pinggiran kota, tinggallah sepasang suami istri yang baru saja merayakan ulang tahun pernikahannya yang pertama. Pasangan berbahagia itu sedang menunggu kehadiran buah hati mereka yang sebentar lagi akan lahir. Terlihat seorang lelaki yang tengah menyibakkan gorden jendela ruang tamu untuk melihat keadaan di luar rumah, "Duh hujannya gak reda-reda lagi! Mana rokok udah habis!" gerutunya sembari beranjak menuju ke ruang keluarga untuk menyalakan televisinya. Titttt [Kami himbau kepada seluruh warga Malang Raya agar tidak bepergian keluar rumah, karena curah hujan yang cukup intens telah menyebabkan banjir hampir di seluruh wilayah Malang Selatan dan sekitarnya.] Tittttt "Hmm gak ada acara
Jam dinding menunjukkan pukul 1.13 dini hari, udara terasa semakin dingin menusuk tulang. Tetapi beda halnya dengan Dilla yang sedang berkeringat dan terlihat tidurnya sedikit terganggu, serta beberapa kali ia terdengar mengigau tak jelas, seperti sedang bermimpi buruk. Dalam mimpi Dilla, "Wahai manusia, kau telah ditakdirkan untuk memiliki anak yang istimewa, kau telah diberkati oleh langit, kelak anak yang akan lahir dari rahimmu, akan membawa perubahan besar di alam jin dan alam manusia!" Lalu, dari kegelapan yang pekat, muncul cahaya keemasan melayang mendekati Dilla yang sedang terduduk ketakutan, cahaya itu berasal dari sebuah kitab yang berpendar, lalu dengan secepat kilat, kitab itu terbang melesat masuk menembus perut Dilla yang tengah hamil tua. "Arghhhh!" tiba-tiba Dilla bangkit dari tidurnya dan berteriak. Teriakan Dilla menggema di penjuru kamar, sampai membuat Arya terkejut dan bangun. "Dilla! Sayang! Kamu kenapa? Mimpi buruk?" Arya yang seketika bangun, langsung m
Di penghujung malam yang sudah merangkak mendekati pagi, udara dingin semakin menusuk tulang. Kesunyian semakin merebak tak pandang tempat. Bulan pun enggan mengintip dari balik awan mendung yang bergulung. Kala itu, terdengar suara jangkrik dan kodok yang saling bersahutan, mengumandangkan irama indah seperti sebuah nyanyian, nyanyian pengantar tidur makhluk yang bernyawa. Tetapi lagu pengantar tidur itu tak berlaku bagi mereka bertiga yang masih terjaga, Ketika Prameswari menyentuh perut Dilla, ia pun terkejut, "Astaga!" "Kenapa, Kak?" sahut Dilla juga ikut terkejut. Arya yang sedang duduk di sebelah Dilla juga ikut penasaran. "Hmm, pantas saja aku merasakan ada energi yang sangat besar muncul beberapa saat yang lalu, ternyata ini penyebabnya," ucap Prameswari sembari menganggukkan kepalanya seperti memahami sesuatu. "Emang kenapa perut Dilla, Mbak? Apa terjadi sesuatu dengan calon bayi kita? Apa ada hubungannya dengan mimpinya tadi?" Arya memberondong Prameswari dengan beber
Nyai Pitaloka seketika membelalakkan kedua matanya lalu tersenyum, seolah mengetahui sesuatu yang luar biasa, "Astaga! Puji Bethari!Wah, tak salah lagi, anakmu telah dikaruniai berkah para Bethara, ia kelak akan mempunyai kekuatan besar untuk merubah dunia," ucapnya penuh semangat. Mata Arya melotot karena terkejut dengan pernyataan gurunya itu, "Hah? Merubah dunia? Gak terlalu lebay tuh, Nek? Emang di kira Naruto apa?" celetuknya asal nyeplos. "Naruto? Apa itu?" sahut Prameswari penuh kepolosan. Arya menjawab dengan asal, "Tetangganya Bambang kang parkir," dengusnya. "Kekuatan apa nek maksudnya?" Dilla memotong obrolan Arya dan kakak iparnya dengan menimpali sebuah pertanyaan. "Dilla, apa kau bermimpi atau mengalami sesuatu yang aneh sebelumnya?" tanya Nyai Pitaloka dengan raut wajah serius. "Nahh itu dia guru yang mau aku jelaskan," tutur Prameswari sambil menepukkan kepalan tangan kanan ke telapak tangan kirinya, "Biar Dilla saja yang menceritakan semuanya guru," imbuh Prame
"Arrrghhhhh!" Keceriaan yang semula terpancar dari wajah mereka berempat, seketika berubah menjadi kekhawatiran yang sangat mendalam pada kondisi Dilla yang sedang memegang perutnya sembari menjerit kesakitan. "Dilla! kamu kenapa!" teriak Arya terkejut dengan kondisi istrinya itu. Dilla bergerak tak menentu di atas kasur, sembari terus memegangi perutnya, "Perutku sakit sekali Arya, tolong! Aku gak kuat!" Dilla merintih dalam kesakitannya. "Apa dia sedang kontraksi Guru?" tanya Prameswari. Nyai Pitaloka mencoba memeriksa perut Dilla, "Sepertinya begitu, Arya! kalau kau hendak ke rumah sakit, aku akan memindahkanmu dan Dilla dengan teleportasi saat ini juga, ia butuh penanganan medis segera, sebenarnya aku bisa saja menolong Dilla untuk melakukan persalinan, tetapi alangkah baiknya ia mendapatkan persalinan secara normal sebagai manusia," ujarnya memberi jalan keluar. "Iya guru, aku mengerti, tolong antar aku ke rumah sakit segera guru!" ucap Arya sedikit memohon. Nyai Pitaloka
Kehadiran sosok Resi Wisesa membuat mereka sejenak bisa bernafas lega, kebuntuan yang terjadi beberapa saat yang lalu kini telah menemukan titik terang. Arya yang sebelumnya sedang dalam kondisi kritis, kini sudah mulai kembali normal. "Urghhhh!" tiba-tiba Arya merintih sembari berusaha menggerakkan anggota tubuhnya. "Arya!" teriak Prameswari dengan raut wajah bahagia karena adiknya telah sadar dari pingsannya. "Kau sudah sadar, Le?" tanya Nyai Pitaloka. Arya berusaha bangkit kembali dari posisinya. Seakan merasakan dejavu, kini ia kembali dikerubungi oleh banyak orang seperti beberapa saat yang lalu. Namun kali ini ia melihat sosok asing berada di tengah-tengah mereka. "Kenapa kau menatapku seperti itu, Nak? Aku bukanlah orang jahat! ahahaha," gelak tawa resi Wisesa pecah saat melihat wajah lucu Arya yang sedang kebingungan. Arya mengernyitkan dahi, "Emang aku bocah kek? Yah aku penasaran aja siapa kakek yang tiba-tiba ikut nimbrung ini," celetuknya sembari meregangkan otot-otot
Arya sedang berusaha menahan tekanan energi yang disalurkan oleh kedua gurunya, namun kondisi tubuhnya kembali mengalami suatu masalah. Aliran energi spiritual di dalam tubuhnya mendadak berubah arus. "Arghhhhh! Hueekkkkk!" teriak Arya saat memuntahkan gumpalan darah yang telah membeku. Ia dalam kondisi memejamkan mata tetap fokus menerima energi spiritual yang bergejolak di sekujur tubuhnya. "Dhanu, gawat! aliran arus Cakra milik Arya berubah arah!" pekik Nyai Pitaloka ketika tersadar dengan alirann energi di tubuh muridnya itu. Argadhanu menjingkat terkejut setelah mendengar perkataan Nyai Pitaloka, "Astaga Nyai, hentikan dulu penyaluran energinya!" teriaknya cemas. "Tak bisa Dhanu, kalau kita hentikan, tubuh Arya akan mengalami kerusakan yang parah!" sahut nyai Pitaloka berusaha menstabilkan energinya. "Lantas bagaimana ini, Nyai!" Raut muka kebingungan tersirat di wajah Argadhanu. Saat mereka dalam kondisi krusial, tiba-tiba sekelabat bayangan putih melintas di tengah-tenga
Suasana dalam gua telah porak poranda akibat serangan membabi buta dari Arya yang sedang dikuasai Iblis. Batu-batu besar berserakan, dinding gua yang berlubang, serta dua sosok jin yang tengah pasrah menjemput ajalnya. Namun secercah harapan muncul di tengah peristiwa yang pelik ini. Argadhanu telah berhasil memunculkan ajian kuno penyegel iblis milik leluhurnya. Ajian itu bertujuan untuk menyegel kekuatan iblis yang sudah menguasai tubuh dan kesadaran Arya, muridnya itu. "Uwarghhhh! Kekuatan apa ini! Tubuhku rasanya mau hancur!" pekik Arya terus meronta ketika terpapar energi berwarna putih yang berasal dari lingkaran magis yang berpendar di bawah tubuhnya. Sejenak Argadhanu memejamkan mata, "Bethara Brahmadewa, tolong kami," gumamnya mengharap sebuah keajaiban terjadi saat ia berusaha menyegel kekuatan iblis pada diri muridnya itu. Swushhhhh... Dalam sekejap mata cahaya putih itu menutupi seluruh bagian tubuh Arya, sekilas terlihat beberapa rantai ghaib muncul dari balik cahaya
"Huahaha! Hahaha!" Dari dalam pusaran angin yang berputar disertai energi listrik yang terus saling menyambar, muncul sosok Arya yang sekarang benar-benar telah berubah dari bentuk fisik maupun kepribadian. Sosoknya kini terasa penuh dengan aura membunuh yang kuat. Arya telah berubah menjadi sosok setengah iblis, akibat dari penyatuan secara paksa dua jenis pusaka yang bereda. Tekanan kekuatan kedua pusaka itu mungkin saling menolak di dalam tubuhnya. Membuat tubuh fisik Arya mengalami ketidakseimbangan yang spontan. "Arya! Sadarlah!" teriak Prameswari sembari bangkit setelah tersungkur karena tekanan energi yang begitu besar dari sosok Arya yang telah berubah menjadi iblis. Tubuh Arya membesar dua kali lipat, menjadi lebih berisi dan berotot bak seorang binaragawan. Kulitnya berubah warna menjadi keunguan dihiasi dengan corak tribal yang menyebar di seluruh permukaannya. Di atas kepalanya tumbuh sepasang tanduk runcing yang sedikit melengkung ke belakang. Sayap bak kele
Swirlllllll blurbbb blubbbb Brajatirta mengayunkan tongkat kecil di tangannya dengan membuat gerakan memutar, dengan ajaib sebuah gumpalan air yang melayang, muncul dan mulai terkumpul semakin lama semakin membesar. Dengan hentakan dari tongkat kecil itu, Brajatirta melemparkan bola air besar itu tepat ke tubuh mereka. Cplashhhhhh! "Urghhhh!" kedua makhluk itu terhuyung kebelakang, namun belum tumbang. Keduanya langsung berlari dan hendak membalas serangan dari Brajatirta. Pukulan demi pukulan palu mereka layangkan ke arah Brajatirta. Dengan gesit makhluk peliharaan Arya itu menghindar. Terlihat Brajatirta lebih unggul dalam hal penghindaran berkat badannya yang kecil. Setelah beberapa kali menghindar, Brajatirta menggumamkan sebuah mantra singkat. Setelah mantra itu selesai ia rapalkan, muncullah beberapa tombak es yang melayang di hadapannya. Dengan hentikan jari kecilnya yang bersisik, Brajatirta menghujam kedua makhluk itu dengan ajian yang baru saja ia gunakan. "Hah! Rasaka
Dari balik dimensi gelap yang sunyi, tiba-tiba terdengar sebuah suara menggelegar yang membuat Arya terkejut, "Apakah kau manusia yang telah ditakdirkan untuk menjadi tuanku yang baru?" suara khas lelaki dewasa yang berat menggema di penjuru dimensi ini. "Siapa itu!" bentak Arya kepada sosok di balik suara yang berat itu. "Aku adalah kesadaran perisai pusaka peninggalan Yang Mulia Dharma Wisesa, namaku Ki Dewandaru! Wahai anak manusia, coba buktikan kelayakanmu untuk menjadi tuanku!" Sejurus kemudian, ruangan gelap itu berubah menjadi terang seperti siang hari. Terhampar di depan Arya sebuah tanah lapang berumput hijau yang di kelilingi oleh pohon yang rindang. Lengkap dengan pemandangan gunung yang menjulan tinggi di ujung panorama dimensi ghaib itu. Tiba-tiba dari udara kosong, beberapa sosok makhluk seperti siluman kadal muncul di hadapan Arya yang tengah berdiri seorang diri, "Huwaa, apaan tuh! Kok bentuknya kayak lizardmen di game RPG sih!" celetuk Arya tak menunjukkan
"Loh? Kenapa cincinku bergetar seperti ini?" gumam Arya dengan suara yang hampir tak bisa didengar. Argadhanu yang mengetahui gelagat aneh Arya lantas bertanya, "Kau kenapa Arya?" Tiba-tiba terbesit suatu dorongan di benak Arya untuk mendekati perisai yang tengah melayang berputar itu. Aryapun secara naluri melangkah mendekatinya dan mengangkat tangannya untuk sekedar menyentuhnya. Argadhanu sempat kaget saat melihat tingkah Arya yang sebelumnya menolak, kini malah mencoba mendekati perisai itu. "Arya!" Argadhanu sempat berteriak ke arah Arya untuk menghentikannya karena takut sesuatu hal yang buruk terjadi padanya. Namun nihil, Arya sama sekali tak mendengar teriakan gurunya itu, seperti sedang terhipnotis. Ketika tangan Arya menyentuh perisai itu, tiba-tiba... Siyuuuutttttt! Arya tiba-tiba terhisap masuk ke dalam perisai merah emas yang kini telah berhenti berputar. Perisai itu mendadak tak bercahaya lagi semenjak Arya menyentuhnya. Argadhanu yang kebingungan, mendadak
Di ujung dunia jin yang terpencil, mereka sedang mengantarkan Argadhanu dan juga Arya untuk pergi ke dalam gua yang asing. Tak tahu sebenarnya apa tujuan Argadhanu mengajak Arya ke tempat antah berantah ini. Di tengah ruang terbuka yang ada di ujung gua terdalam, kedua makhluk beda alam yang berstatus guru dan murid sedang menatap sesuatu yang menakjubkan di hadapan mereka. "Guru, apa ini?" tanya Arya kepada Argadhanu ketika pertama kali melihat benda berbentuk perisai berwarna merah dan emas yang sedang berputar melayang itu. "Ini adalah salah satu benda pusaka kerajaan Agniamartha yang sudah aku miliki lebih dari 600 tahun, sengaja aku sembunyikan di gua ini sampai benda itu menemukan sendiri tuannya yang baru," ucap Argadhanu sedikit menjelaskan. "Tuannya yang baru?" tanya Arya mengulangi kalimat gurunya itu. Argadhanu mengangguk pelan, "Iya Le, pusaka Perisai Dewandaru ini mempunyai kesadarannya sendiri. Ketika aku menilik lebih dalam tentang perisai ini dengan mengaja
Ruangan semi VIP yang sebagian besar di penuhi warna biru dan putih itu mendadak sedikit gempar karena kehadiran sesosok makhluk tak kasat mata berwujud bapak-bapak berjubah putih. Sosok familiar itu berdiri di samping ranjang pasien sedang bercengkrama dengan Dilla. Ketika mereka bertiga memasuki ruangan, sosok jin itu langsung menoleh dan tersenyum santai ke arah mereka seakan tak terjadi apa-apa. "Loh? Kenapa kau tiba-tiba ada di sini?" teriak Nyai Prameswari kepada sosok tua itu. "Haha, jangan kaget begitu Nyai, aku hanya menjenguk istri dari muridku, sekaligus melihat anaknya, iya kan Nduk?" ucap santai sosok berkumis itu sambil mengerling ke arah Dilla. "Ahh i-iya kek," sahut Dilla sedikit terbata-bata. "Argadhanu! Seharusnya kau mengabari dulu kalau mau ke sini," ucap Nyai Prameswari seraya berjalan menghampirinya. Argadhanu menghela nafas panjang, "Ah, buat apa, wong ya nantinya juga bakal ketemu, lagian aku bosan sendirian di alam jin, Chandranala pergi tak tahu