Jam dinding menunjukkan pukul 1.13 dini hari, udara terasa semakin dingin menusuk tulang. Tetapi beda halnya dengan Dilla yang sedang berkeringat dan terlihat tidurnya sedikit terganggu, serta beberapa kali ia terdengar mengigau tak jelas, seperti sedang bermimpi buruk.
Dalam mimpi Dilla, "Wahai manusia, kau telah ditakdirkan untuk memiliki anak yang istimewa, kau telah diberkati oleh langit, kelak anak yang akan lahir dari rahimmu, akan membawa perubahan besar di alam jin dan alam manusia!" Lalu, dari kegelapan yang pekat, muncul cahaya keemasan melayang mendekati Dilla yang sedang terduduk ketakutan, cahaya itu berasal dari sebuah kitab yang berpendar, lalu dengan secepat kilat, kitab itu terbang melesat masuk menembus perut Dilla yang tengah hamil tua. "Arghhhh!" tiba-tiba Dilla bangkit dari tidurnya dan berteriak. Teriakan Dilla menggema di penjuru kamar, sampai membuat Arya terkejut dan bangun. "Dilla! Sayang! Kamu kenapa? Mimpi buruk?" Arya yang seketika bangun, langsung memegang pundak Dilla. "Hhhah, i-iya sayang, aku mimpi aneh sekaligus menyeramkan," sahutnya seraya menyandarkan kepalanya di dada suaminya itu. Sambil membelai kepala Dilla, Arya bertanya, "Mimpi apa emangnya kamu?" "Aku mimpi bertemu dengan seekor naga raksasa berwarna emas, dia berkata kepadaku, kelak aku akan mempunyai anak yang spesial," sahutnya dengan suara sedikit bergetar. "Kalau gitu sih diaminin aja ya kan, siapa orang tua yang gak mau punya anak spesial ya kan?" celetuk Arya menganggap enteng perkataan Dilla. Plakkkkkkk Arya menjingkat terkejut, "Aduh! sakit yaaaang!" teriak Arya seraya menggosok bahunya yang baru saja terkena pukulan maut dari sang istri. "Orang lagi serius malah dibecandain!" gerutu Dilla sembari melipat tangan di depan dadanya karena kesal. "Heeheh iya maap-maap sayang, udah ahh jangan ngambek dong," rayu Arya sambil mengelus kepala Dilla. "Aku belom selesai cerita tauuuu!" "Iya iya aku dengerin," "Hmm, yang anehnya lagi, setelah naga emas itu berpesan kepadaku, tiba-tiba ada sebuah buku atau kitab gitu agak lupa aku, masuk ke dalam perutku! Aku kaget terus aku teriak, sampe kebangun kayak tadi," ucap Dilla dengan raut wajah serius. "Hmm, aku gak paham arti-arti mimpi kayak gitu, namanya aja bunga tidur ya kan, anggep yang baik, buang yang buruk, gitu aja sih," sahut Arya sembari mengangkat kedua bahunya. "Yah semoga aja emang pertanda baik," sahutnya lirih. Siyuutttt clapppp! Tiba-tiba dari udara kosong muncullah sesosok wanita cantik berkebaya biru muda dan bermahkota emas, menyapa Dilla dan Arya yang tengah bercengkrama. "Arya, Dilla," sosok itu menyapa dengan suara lembut. "Mbak Prameswari?" ucap Arya sedikit terkejut. "Kakak ipar?" Dilla juga menyahut heran, kenapa kakaknya Arya tiba-tiba muncul sekarang. "Maaf menganggu kalian, beberapa saat yang lalu aku merasakan sebuah energi dahsyat yang bersumber dari sini, apa kau menggunakan cincinmu lagi dek?" ucap Prameswari seraya memandang tajam ke arah Arya. "Hmm nggak tuh mbak, ini masih anteng aja di tanganku," sahutnya seraya menunjukkan sebuah cincin bermata biru safir dengan motif aksara kuno kepada Prameswari. "Hmm, apa mungkin maksud kak Prameswari itu ada hubungannya dengan mimpiku barusan?" ujar Dilla seakan penuh tanya. "Hmm, mulai ketularan nih," celetuk Arya. "Mimpi apa Dilla?" tanya Prameswari sembari duduk di samping Dilla. Dilla pun menceritakan tentang mimpinya kepada Prameswari, dan nampak sorot matanya berubah menjadi serius seraya memandang tajam ke arah perut Dilla yang membuncit itu. "Sebentar aku periksa dulu Dilla, tolong kamu rebahkan badanmu," perintah Prameswari kepada Dilla lalu memegang perutnya seraya memejamkan mata untuk menerawang. Tiba-tiba Prameswari membuka mata dengan sangat lebar seakan bola matanya akan melompat keluar karena terkejut, "Astaga!" *******Di penghujung malam yang sudah merangkak mendekati pagi, udara dingin semakin menusuk tulang. Kesunyian semakin merebak tak pandang tempat. Bulan pun enggan mengintip dari balik awan mendung yang bergulung. Kala itu, terdengar suara jangkrik dan kodok yang saling bersahutan, mengumandangkan irama indah seperti sebuah nyanyian, nyanyian pengantar tidur makhluk yang bernyawa. Tetapi lagu pengantar tidur itu tak berlaku bagi mereka bertiga yang masih terjaga, Ketika Prameswari menyentuh perut Dilla, ia pun terkejut, "Astaga!" "Kenapa, Kak?" sahut Dilla juga ikut terkejut. Arya yang sedang duduk di sebelah Dilla juga ikut penasaran. "Hmm, pantas saja aku merasakan ada energi yang sangat besar muncul beberapa saat yang lalu, ternyata ini penyebabnya," ucap Prameswari sembari menganggukkan kepalanya seperti memahami sesuatu. "Emang kenapa perut Dilla, Mbak? Apa terjadi sesuatu dengan calon bayi kita? Apa ada hubungannya dengan mimpinya tadi?" Arya memberondong Prameswari dengan beber
Nyai Pitaloka seketika membelalakkan kedua matanya lalu tersenyum, seolah mengetahui sesuatu yang luar biasa, "Astaga! Puji Bethari!Wah, tak salah lagi, anakmu telah dikaruniai berkah para Bethara, ia kelak akan mempunyai kekuatan besar untuk merubah dunia," ucapnya penuh semangat. Mata Arya melotot karena terkejut dengan pernyataan gurunya itu, "Hah? Merubah dunia? Gak terlalu lebay tuh, Nek? Emang di kira Naruto apa?" celetuknya asal nyeplos. "Naruto? Apa itu?" sahut Prameswari penuh kepolosan. Arya menjawab dengan asal, "Tetangganya Bambang kang parkir," dengusnya. "Kekuatan apa nek maksudnya?" Dilla memotong obrolan Arya dan kakak iparnya dengan menimpali sebuah pertanyaan. "Dilla, apa kau bermimpi atau mengalami sesuatu yang aneh sebelumnya?" tanya Nyai Pitaloka dengan raut wajah serius. "Nahh itu dia guru yang mau aku jelaskan," tutur Prameswari sambil menepukkan kepalan tangan kanan ke telapak tangan kirinya, "Biar Dilla saja yang menceritakan semuanya guru," imbuh Prame
"Arrrghhhhh!" Keceriaan yang semula terpancar dari wajah mereka berempat, seketika berubah menjadi kekhawatiran yang sangat mendalam pada kondisi Dilla yang sedang memegang perutnya sembari menjerit kesakitan. "Dilla! kamu kenapa!" teriak Arya terkejut dengan kondisi istrinya itu. Dilla bergerak tak menentu di atas kasur, sembari terus memegangi perutnya, "Perutku sakit sekali Arya, tolong! Aku gak kuat!" Dilla merintih dalam kesakitannya. "Apa dia sedang kontraksi Guru?" tanya Prameswari. Nyai Pitaloka mencoba memeriksa perut Dilla, "Sepertinya begitu, Arya! kalau kau hendak ke rumah sakit, aku akan memindahkanmu dan Dilla dengan teleportasi saat ini juga, ia butuh penanganan medis segera, sebenarnya aku bisa saja menolong Dilla untuk melakukan persalinan, tetapi alangkah baiknya ia mendapatkan persalinan secara normal sebagai manusia," ujarnya memberi jalan keluar. "Iya guru, aku mengerti, tolong antar aku ke rumah sakit segera guru!" ucap Arya sedikit memohon. Nyai Pitaloka
Di sebuah ruangan bersalin yang bernuansa putih dan biru di penjuru ruangan, terlihat seorang wanita tengah berjuang antara hidup dan mati berusaha untuk menjalani proses persalinan yang disaksikan oleh makhluk yang berbeda alam. Setelah lebih dari dua puluh menit melakoni proses yang mendebarkan itu, akhirnya tibalah saat ketika terdengar suara tangisan seorang bayi mungil memecah kesunyian di dalam ruangan itu. "Oeeeekkk, oekkkkk!" terdengar suara tangisan malaikat kecil yang akhirnya terlahir di dunia ini. Perawat tadi langsung memotong tali pusar yang terhubung pada ari-ari si jabang bayi. Dokter wanita itu kemudian mengangkat bayi yang masih berlumuran air ketuban dan juga sedikit dar*h, "Alhamdulillah bayinya sehat dan juga tampan Mas, mbak," ucap dokter itu lalu meletakkannya di atas perut Dilla yang masih bermandikan keringat. "Mas, mbak maaf saya permisi dulu, saya masih harus menangani pasien lain yang sudah menunggu," ucap dokter wanita itu seraya menyunggingkan senyum
Fajar mulai menyingsing di ufuk timur memancarkan cahaya jingga kebiruan, yang menyeruak memenuhi hamparan langit pagi itu. Hawa sedikit dingin disertai hembusan angin lirih menyibak kalbu, membawa kedamaian hati tiap insan yang bernyawa. Ayam jantan berkokok sahut menyahut di kejauhan, di iringi suara kendaraan yang mulai berlalu lalang di jalan raya yang sebelumnya hening. Terlihat beberapa orang mulai sibuk dengan aktifitas pagi harinya, termasuk beberapa pegawai rumah sakit tempat Dilla melahirkan buah hatinya beberapa saat yang lalu. "Arghhhhhh!" terdengar teriakan dari dalam kamar pasien. Ketika Arya dan Prameswari sedang bercengkrama di ruang terbuka rumah sakit, mereka tiba-tiba mendengar suara teriakan dari dalam kamar Dilla yang tengah beristirahat untuk memulihkan kondisinya pasca persalinan. "Dilla!" teriak Arya sambil beranjak dan berlari menuju sumber suara teriakan yang baru saja ia dengar bersama Prameswari, kakaknya. Ketika mereka berdua sampai di ruangan
Suasana genting di dalam kamar pasien,"Udah mbak gak perlu tanya, yang jelas sekarang mbak pergi menjauh dulu ya mbak, bisa kan ndorong sendiri?" Arya tersenyum lalu meninggalkan wanita yang beberapa saat lalu mengangguk mengiyakan pertanyaan Arya. Dhuarrrr! Gubragggg! Makhluk besar itu terpental dan menabrak meja kotak yang ada di samping ranjang pasien, "Uwarghhhhh!" geram Reksakarna setelah terkena sabetan pedang Prameswari di dada kirinya. "Mbak, kau tak apa-apa?" teriak Arya ketika baru saja kembali ke dalam ruang pasien yang sudah porak poranda itu. "Iya dek, mbak gak apa-apa, tolong kamu diam saja di situ, tunggu aba-aba dari aku!" perintah Prameswari kepada adiknya yang sudah dalam mode waspada itu. "Oke kak siap!" Arya langsung mengeluarkan cincin yang sebelumnya ia kantongi, lalu mengenakannya pada jari tengah tangan kanannya. "Huh huh, lumayan kuat juga makhluk ini!" gumam Prameswari sembari kembali merapalkan sebuah mantra untuk melancarkan serangan selanjutn
Suasana yang sebelumnya tenang dan jauh dari keramaian tiba-tiba menjadi heboh karena kejadian abnormal di ruangan Cempaka 2 tepat di sebelah ruangan istri Arya yang sedang dirawat. Terlihat 2 jin wanita, 1 manusia, dan 1 siluman tengah berada di dalam ruang yang telah hancur akibat pertarungan sengit dua sosok tak kasat mata beberapa saat yang lalu. Beberapa barang yang ada di tempat itu pun tak luput dari mereka, menyebabkannya hancur dan berantakan. Di tengah ruangan telah berdiri sesosok makhluk tinggi besar yang menyeramkan. Makhluk yang bernama Reksakarna itu tengah di amati oleh Nyai Prameswari, guru spiritual Arya dari alam jin. "Loh? Apa ini!" matanya terbuka lebar ketika melihat tanda aneh di punggung Reksakarna. "Guru lihat apa?" tanya Prameswari dengan nada sedikit penasaran. Ia lantas beranjak dan menghampiri gurunya yang tengah menunduk memperhatikan tanda itu. "Ini, rasanya aku pernah melihat tanda ini, tapi di mana ya, aku lupa! Nduk, apa kau tau tanda ini?" ucap
Suasana terasa begitu hening tatkala beberapa pasang dari mereka tengah menatap makhluk yang sedang berdiri tegap itu. Mata Prameswari sekarang menatap gurunya itu, "Kutukan? Apa maksud guru?" Nyai Pitaloka beranjak dari tempatnya lalu duduk di atas meja yang sedikit rusak, "Iya, tanda ini mengandung sebuah mantra kutukan yang membuat pemiliknya bersumpah untuk selalu setia kepada kelompok pemberontak itu," ujarnya dengan sorot mata serius. "Hmm, terus kalau gak setia gimana nek?" celetuk Arya yang terkesan asal nyeplos. "Yah konsekuensi umum yang sudah pasti kalian ketahui, yakni kematian. Apabila salah satu anggotanya berkhianat atau membocorkan rahasia perkumpulan itu, tanda ini akan secara otomatis menyebarkan racun mematikan di tubuh pemiliknya." jawab Nyai Pitaloka dengan wajah tanpa mimik, sengaja di buat sedemikian rupa untuk menakuti kedua muridnya. Arya yang tak begitu memperhatikan wajah gurunya hanya bisa menjawab seadanya tanpa keseriusan, "Waduh, udah kayak di pile