Suasana yang sebelumnya tenang dan jauh dari keramaian tiba-tiba menjadi heboh karena kejadian abnormal di ruangan Cempaka 2 tepat di sebelah ruangan istri Arya yang sedang dirawat. Terlihat 2 jin wanita, 1 manusia, dan 1 siluman tengah berada di dalam ruang yang telah hancur akibat pertarungan sengit dua sosok tak kasat mata beberapa saat yang lalu. Beberapa barang yang ada di tempat itu pun tak luput dari mereka, menyebabkannya hancur dan berantakan. Di tengah ruangan telah berdiri sesosok makhluk tinggi besar yang menyeramkan. Makhluk yang bernama Reksakarna itu tengah di amati oleh Nyai Prameswari, guru spiritual Arya dari alam jin. "Loh? Apa ini!" matanya terbuka lebar ketika melihat tanda aneh di punggung Reksakarna. "Guru lihat apa?" tanya Prameswari dengan nada sedikit penasaran. Ia lantas beranjak dan menghampiri gurunya yang tengah menunduk memperhatikan tanda itu. "Ini, rasanya aku pernah melihat tanda ini, tapi di mana ya, aku lupa! Nduk, apa kau tau tanda ini?" ucap
Suasana terasa begitu hening tatkala beberapa pasang dari mereka tengah menatap makhluk yang sedang berdiri tegap itu. Mata Prameswari sekarang menatap gurunya itu, "Kutukan? Apa maksud guru?" Nyai Pitaloka beranjak dari tempatnya lalu duduk di atas meja yang sedikit rusak, "Iya, tanda ini mengandung sebuah mantra kutukan yang membuat pemiliknya bersumpah untuk selalu setia kepada kelompok pemberontak itu," ujarnya dengan sorot mata serius. "Hmm, terus kalau gak setia gimana nek?" celetuk Arya yang terkesan asal nyeplos. "Yah konsekuensi umum yang sudah pasti kalian ketahui, yakni kematian. Apabila salah satu anggotanya berkhianat atau membocorkan rahasia perkumpulan itu, tanda ini akan secara otomatis menyebarkan racun mematikan di tubuh pemiliknya." jawab Nyai Pitaloka dengan wajah tanpa mimik, sengaja di buat sedemikian rupa untuk menakuti kedua muridnya. Arya yang tak begitu memperhatikan wajah gurunya hanya bisa menjawab seadanya tanpa keseriusan, "Waduh, udah kayak di pile
Ruangan semi VIP yang sebagian besar di penuhi warna biru dan putih itu mendadak sedikit gempar karena kehadiran sesosok makhluk tak kasat mata berwujud bapak-bapak berjubah putih. Sosok familiar itu berdiri di samping ranjang pasien sedang bercengkrama dengan Dilla. Ketika mereka bertiga memasuki ruangan, sosok jin itu langsung menoleh dan tersenyum santai ke arah mereka seakan tak terjadi apa-apa. "Loh? Kenapa kau tiba-tiba ada di sini?" teriak Nyai Prameswari kepada sosok tua itu. "Haha, jangan kaget begitu Nyai, aku hanya menjenguk istri dari muridku, sekaligus melihat anaknya, iya kan Nduk?" ucap santai sosok berkumis itu sambil mengerling ke arah Dilla. "Ahh i-iya kek," sahut Dilla sedikit terbata-bata. "Argadhanu! Seharusnya kau mengabari dulu kalau mau ke sini," ucap Nyai Prameswari seraya berjalan menghampirinya. Argadhanu menghela nafas panjang, "Ah, buat apa, wong ya nantinya juga bakal ketemu, lagian aku bosan sendirian di alam jin, Chandranala pergi tak tahu
Di ujung dunia jin yang terpencil, mereka sedang mengantarkan Argadhanu dan juga Arya untuk pergi ke dalam gua yang asing. Tak tahu sebenarnya apa tujuan Argadhanu mengajak Arya ke tempat antah berantah ini. Di tengah ruang terbuka yang ada di ujung gua terdalam, kedua makhluk beda alam yang berstatus guru dan murid sedang menatap sesuatu yang menakjubkan di hadapan mereka. "Guru, apa ini?" tanya Arya kepada Argadhanu ketika pertama kali melihat benda berbentuk perisai berwarna merah dan emas yang sedang berputar melayang itu. "Ini adalah salah satu benda pusaka kerajaan Agniamartha yang sudah aku miliki lebih dari 600 tahun, sengaja aku sembunyikan di gua ini sampai benda itu menemukan sendiri tuannya yang baru," ucap Argadhanu sedikit menjelaskan. "Tuannya yang baru?" tanya Arya mengulangi kalimat gurunya itu. Argadhanu mengangguk pelan, "Iya Le, pusaka Perisai Dewandaru ini mempunyai kesadarannya sendiri. Ketika aku menilik lebih dalam tentang perisai ini dengan mengaja
"Loh? Kenapa cincinku bergetar seperti ini?" gumam Arya dengan suara yang hampir tak bisa didengar. Argadhanu yang mengetahui gelagat aneh Arya lantas bertanya, "Kau kenapa Arya?" Tiba-tiba terbesit suatu dorongan di benak Arya untuk mendekati perisai yang tengah melayang berputar itu. Aryapun secara naluri melangkah mendekatinya dan mengangkat tangannya untuk sekedar menyentuhnya. Argadhanu sempat kaget saat melihat tingkah Arya yang sebelumnya menolak, kini malah mencoba mendekati perisai itu. "Arya!" Argadhanu sempat berteriak ke arah Arya untuk menghentikannya karena takut sesuatu hal yang buruk terjadi padanya. Namun nihil, Arya sama sekali tak mendengar teriakan gurunya itu, seperti sedang terhipnotis. Ketika tangan Arya menyentuh perisai itu, tiba-tiba... Siyuuuutttttt! Arya tiba-tiba terhisap masuk ke dalam perisai merah emas yang kini telah berhenti berputar. Perisai itu mendadak tak bercahaya lagi semenjak Arya menyentuhnya. Argadhanu yang kebingungan, mendadak
Dari balik dimensi gelap yang sunyi, tiba-tiba terdengar sebuah suara menggelegar yang membuat Arya terkejut, "Apakah kau manusia yang telah ditakdirkan untuk menjadi tuanku yang baru?" suara khas lelaki dewasa yang berat menggema di penjuru dimensi ini. "Siapa itu!" bentak Arya kepada sosok di balik suara yang berat itu. "Aku adalah kesadaran perisai pusaka peninggalan Yang Mulia Dharma Wisesa, namaku Ki Dewandaru! Wahai anak manusia, coba buktikan kelayakanmu untuk menjadi tuanku!" Sejurus kemudian, ruangan gelap itu berubah menjadi terang seperti siang hari. Terhampar di depan Arya sebuah tanah lapang berumput hijau yang di kelilingi oleh pohon yang rindang. Lengkap dengan pemandangan gunung yang menjulan tinggi di ujung panorama dimensi ghaib itu. Tiba-tiba dari udara kosong, beberapa sosok makhluk seperti siluman kadal muncul di hadapan Arya yang tengah berdiri seorang diri, "Huwaa, apaan tuh! Kok bentuknya kayak lizardmen di game RPG sih!" celetuk Arya tak menunjukkan
Swirlllllll blurbbb blubbbb Brajatirta mengayunkan tongkat kecil di tangannya dengan membuat gerakan memutar, dengan ajaib sebuah gumpalan air yang melayang, muncul dan mulai terkumpul semakin lama semakin membesar. Dengan hentakan dari tongkat kecil itu, Brajatirta melemparkan bola air besar itu tepat ke tubuh mereka. Cplashhhhhh! "Urghhhh!" kedua makhluk itu terhuyung kebelakang, namun belum tumbang. Keduanya langsung berlari dan hendak membalas serangan dari Brajatirta. Pukulan demi pukulan palu mereka layangkan ke arah Brajatirta. Dengan gesit makhluk peliharaan Arya itu menghindar. Terlihat Brajatirta lebih unggul dalam hal penghindaran berkat badannya yang kecil. Setelah beberapa kali menghindar, Brajatirta menggumamkan sebuah mantra singkat. Setelah mantra itu selesai ia rapalkan, muncullah beberapa tombak es yang melayang di hadapannya. Dengan hentikan jari kecilnya yang bersisik, Brajatirta menghujam kedua makhluk itu dengan ajian yang baru saja ia gunakan. "Hah! Rasaka
"Huahaha! Hahaha!" Dari dalam pusaran angin yang berputar disertai energi listrik yang terus saling menyambar, muncul sosok Arya yang sekarang benar-benar telah berubah dari bentuk fisik maupun kepribadian. Sosoknya kini terasa penuh dengan aura membunuh yang kuat. Arya telah berubah menjadi sosok setengah iblis, akibat dari penyatuan secara paksa dua jenis pusaka yang bereda. Tekanan kekuatan kedua pusaka itu mungkin saling menolak di dalam tubuhnya. Membuat tubuh fisik Arya mengalami ketidakseimbangan yang spontan. "Arya! Sadarlah!" teriak Prameswari sembari bangkit setelah tersungkur karena tekanan energi yang begitu besar dari sosok Arya yang telah berubah menjadi iblis. Tubuh Arya membesar dua kali lipat, menjadi lebih berisi dan berotot bak seorang binaragawan. Kulitnya berubah warna menjadi keunguan dihiasi dengan corak tribal yang menyebar di seluruh permukaannya. Di atas kepalanya tumbuh sepasang tanduk runcing yang sedikit melengkung ke belakang. Sayap bak kele