“Nik dan para wanita lainnya ada di tenda!” Wajah Juna terkesiap ketika dia teringat akan itu.
Sementara, saat ini, banjir tanah berlumpur masih saja terus deras datang ke jurang tempat Juna bergelantungan pada seutas tali.
Apabila Juna tidak memiliki kekuatan kanuragan, jangan harap dia bisa bertahan meski hanya satu menit.
“Sial! Aku terjebak di sini!” geram Juna di bawah guyuran terjangan tanah berlumpur.
“Juna! Ipung!” Bagas berteriak dari atas pohon besar tempat dia berlindung bersama Yuda.
Juna benar-benar tidak berdaya. Untuk membagi jiwa demi ke tenda tempat Anika dan dua lainnya saja dia tak bisa karena seakan ada energi yang menahannya.
‘Sialan! Jin-jin yang melakukan ini sangat kuat! Ini setara dengan Nyai Mirah!’ umpat Juna dalam hati. ‘Nyai Mirah! Hei, Nyai Mirah! Kau di mana? Kenapa kau malah menghilang di saat krusial begini?’
Namun, sekeras apa pun Juna memang
Di saat Juna sedang berjuang di tengah guyuran banjir lumpur di atas kepalanya, dia tak tahu apa yang tengah terjadi pada Anika dan yang lainnya.Shevia sedang diserang oleh dilema parah, mendapat pergulatan di nuraninya. Pilihan apa yang akan dia ambil? Keegoisannya atau moralitasnya?“S—Shev?” Anika memanggil dengan suara bergetar karena merasakan pegangan tangan Shevia semakin mengendur.Apalagi, saat ini raut wajah Shevia seperti orang linglung yang melamun jauh entah ke mana.“Shev? Shevia!” panggil Anika karena longsoran di bawah sudah hampir mencapai kakinya.Apakah ini akhir dari hidupnya? Setelah dia berjuang agar tetap ada di dunia ini meski berpindah era? Setelah dia mati-matian ingin mengikuti Juna?Segera, kilasan demi kilasan masa lalu saat dia menjadi tuan putri hingga menjadi seorang janda di era kini, cintanya pada Juna ternyata tak luntur oleh waktu.“Mas Janu …,” bisi
Cindy hendak berbuat macam-macam pada Anika?Juna mendengar itu, seketika saja emosinya menggelegak. Pecahan jiwanya menatap bengis ke Cindy, ingin meremukkan wanita muda nan jahat itu jika tak ingat akan rasa kemanusiaannya.“Tidak mungkin Cindy berbuat begitu!” Bagas memecah kesunyian mereka.“Dia menyuruhku melepas peganganku ke Mbak Anik ketika Mbak Anik hampir jatuh ke longsoran yang sedang mengalir deras!” Shevia tak mau kalah dan membeberkannya.Meski Shevia sebenarnya merasa malu karena dia sendiri pun sempat memikirkan untuk membiarkan Anika jatuh ke aliran longsoran.“Ti—tidak mungkin ….” Bagas sampai tak yakin akan apa yang didengar hingga suaranya bergetar membayangkan Cindy berbuat seperti yang dikatakan Shevia.“Shev ….” Anika menyentuh pundak Shevia dan memberi kode dengan gelengan kepalanya, meminta secara isyarat agar hal tersebut tak usah disebutkan ke Baga
“Iya! Iya! Oke aku berikan ke dia! Dasar brengsek!” Cindy mengumpat sebelum akhirnya memberikan handy talkie ke Shevia sesuai kemauan Juna. Shevia yang sudah mendengar perdebatan Juna dengan Cindy, langsung merebut alat komunikasi itu dan mendelik untuk membuat Cindy tahu diri. “Ya, Jun?” balas Shevia. “Kalian ada di mana sekarang?” tanya Juna. Meski sebenarnya dia sudah tahu di mana lokasi tepatnya ketiga wanita itu berada, tapi dia sengaja bertanya agar Bagas dan Yuda tahu. “Ada di sebuah tower yang sepertinya untuk pengamatan konservasi satwa liar.” Shevia sudah memperkirakan kegunaan dari menara sederhana yang dia tempati saat ini. “Oke, tetap di sana, dan kalau b
“Ya, kami di sini, roger!” sahut Yuda dengan cepat.“Apakah kalian baik-baik saja di sana? Roger!” tanya petugas simaksi itu.Karena Juna sedang sibuk memulihkan Bagas, Yuda yang telah pulih dan hangat sepenuhnya yang akan berkomunikasi dengan petugas tadi.“Kami baik-baik saja, tapi ada satu teman kami yang terkena dingin di sini. Dan ada juga satu teman lainnya yang sama-sama terkena dingin di tower konservasi, roger.” Yuda menjawab secara jelas.Juna diam dan terus memberikan energi hangatnya ke Bagas. Ini sudah 50 persen berhasil dan tergolong cepat. Dia sekaligus mengeringkan celana basah Bagas agar tidak ada serangan dingin berikutnya.“Ya, ya, benar, baiklah, Pak! Terima kasih, ditunggu, roger!” Yuda menyudahi pembicaraannya dengan petugas jaga dan beralih ke Juna. “Mereka sudah mengirimkan para ranger dan juga petugas SAR setengah jam lalu.”Yuda memberi tahu Juna sesuai yan
“Nona, sebaiknya tidak mengatakan hal seperti itu pada orang yang sudah tiada.” Salah satu anggota tim SAR berusaha menasehati Cindy.Mereka yakin yang dibicarakan oleh Cindy adalah orang yang tidak selamat dalam bencana semalam.“Untuk apa berbaik-baik pada orang jahat?” Cindy melotot ke bapak tim SAR itu.Melihat adik sepupunya kurang bisa menjaga emosinya, Bagas segera memegang lengan Cindy.“Cin, sudah, jangan begitu.” Bagas menggelengkan kepala, memberi kode kepada Cindy untuk tidak sembarangan bicara.Cindy melihat kode Bagas dan patuh. Dia diam.“Apakah kalian memiliki cidera? Atau ada yang terasa sakit? Tak nyaman?” tanya petugas tim SAR lainnya pada rombongan bagas.Secara bergantian, mereka menyahut tidak pada pertanyaan itu. Mereka sudah baik-baik saja dan hanya sedikit merasa kedinginan.“Duh! Ponselku!” Mendadak, Cindy teringat akan ponselnya yang masih tertinggal di dalam tas ranselnya di timbunan longsoran.Juna, Shevia, dan Yuda hanya bisa menahan geram atas ucapan Cin
Betapa inginnya Juna bisa merekam apa yang pecahan jiwanya saksikan saat ini di apartemen Bagas.‘Akhirnya dia makan juga adik sepupunya, khe khe khe!’ Juna terkekeh melihat seberapa beringas kedua orang di depannya beraksi di atas ranjang.Juna di tempat Anika saat ini tentu saja mengetahui apa yang terjadi di tempat Bagas.“Nik.” Dia ingin sekali mengabarkan ke Anika agar pujaannya tahu seperti apa kelakuan tunangan yang kerap dibela itu.“Ya, Mas?” Anika menaikkan wajahnya, menatap Juna.Beribu perasaan menyergap masing-masing dari mereka. Kebanyakan adalah perasaan saling merindu dan mendamba.“Apakah aku masih memiliki kesempatan bersamamu lagi?” Juna bertanya.Tatapan matanya lurus ke Anika, tapi itu bukan tatapan tajam, justru sebaliknya, sehingga membuat Anika tak berdaya dan menundukkan wajahnya lagi.Mengumpulkan keteguhan hati, Anika berkata, “Mas, bukankah Mas sudah tahu—““Kalau kau sudah punya tunangan, begitu?” potong Juna. “Bagaimana jika tunanganmu tidak setia?”Usai
Bagas terdiam beberapa detik. Tak hanya Juna yang penasaran dengan jawaban yang akan dilontarkan, Cindy pun demikian.“Dik, Sayang ….” Kini dia sudah mengganti panggilannya ke Cindy. “Tolong mengerti Kakak, yah! Ini semua permintaan dari pakde Roni. Kakak harus melanjutkannya karena Kakak banyak hutang budi ke dia.”Pecahan jiwa Juna lemas seketika mendengar itu.‘Buaya kampret!’ rutuk pecahan jiwa Juna. ‘Kupikir dia akan memilih Cindy setelah diberi hal enak-enak begitu. Tapi ternyata masih juga ingin menyambar Anikaku!’Tak hanya Juna yang geram.“Kakak kok begitu, sih? Kenapa malah mementingkan pakde tolol itu?” Cindy mana mungkin tidak meraung marah?“C—Cin … dengar dulu ….” Bagas jadi gugup.Cindy mendecak kesal terlebih dulu sebelum dia turun dari ranjang Bagas sambil bersungut-sungut.“Kakak jahat sekali! Sudah melaku
“Bagas … kecelakaan?” Juna sampai mengulang kalimat dari Anika.Karena mendengar berita mengejutkan itu, maka Juna bergegas kembali ke mobilnya.“Iya, iya, oke, aku akan ke sana.” Juna kemudian menutup telepon usai mengatakan itu. Kemudian, dia memandangi ibu mertua dan istrinya. “Ma, Len, aku pergi dulu menjenguk temanku.”Juna melirik Lenita yang ingin memberikan bantahan dengan kalimatnya, tapi dia tak mau ambil pusing. Terserah Lenita hendak mengomel apa.“Hati-hati di jalan, Jun! Jangan lupa makan!” Wenti tidak bisa mencegah karena tahu Juna sedang menghadapi situasi penting jika ekspresinya menerima telepon seperti tadi.Sementara itu, Lenita memberikan beberapa kalimat pedas meski tanpa berbicara keras dan masuk ke kamar karena diabaikan Juna yang sudah berlari masuk lagi ke mobil yang sudah masuk ke carport.“Ya ampun, baru juga tadi pecahan jiwaku meninggalkan dia, kok sud