Cindy hendak berbuat macam-macam pada Anika?
Juna mendengar itu, seketika saja emosinya menggelegak. Pecahan jiwanya menatap bengis ke Cindy, ingin meremukkan wanita muda nan jahat itu jika tak ingat akan rasa kemanusiaannya.
“Tidak mungkin Cindy berbuat begitu!” Bagas memecah kesunyian mereka.
“Dia menyuruhku melepas peganganku ke Mbak Anik ketika Mbak Anik hampir jatuh ke longsoran yang sedang mengalir deras!” Shevia tak mau kalah dan membeberkannya.
Meski Shevia sebenarnya merasa malu karena dia sendiri pun sempat memikirkan untuk membiarkan Anika jatuh ke aliran longsoran.
“Ti—tidak mungkin ….” Bagas sampai tak yakin akan apa yang didengar hingga suaranya bergetar membayangkan Cindy berbuat seperti yang dikatakan Shevia.
“Shev ….” Anika menyentuh pundak Shevia dan memberi kode dengan gelengan kepalanya, meminta secara isyarat agar hal tersebut tak usah disebutkan ke Baga
“Iya! Iya! Oke aku berikan ke dia! Dasar brengsek!” Cindy mengumpat sebelum akhirnya memberikan handy talkie ke Shevia sesuai kemauan Juna. Shevia yang sudah mendengar perdebatan Juna dengan Cindy, langsung merebut alat komunikasi itu dan mendelik untuk membuat Cindy tahu diri. “Ya, Jun?” balas Shevia. “Kalian ada di mana sekarang?” tanya Juna. Meski sebenarnya dia sudah tahu di mana lokasi tepatnya ketiga wanita itu berada, tapi dia sengaja bertanya agar Bagas dan Yuda tahu. “Ada di sebuah tower yang sepertinya untuk pengamatan konservasi satwa liar.” Shevia sudah memperkirakan kegunaan dari menara sederhana yang dia tempati saat ini. “Oke, tetap di sana, dan kalau b
“Ya, kami di sini, roger!” sahut Yuda dengan cepat.“Apakah kalian baik-baik saja di sana? Roger!” tanya petugas simaksi itu.Karena Juna sedang sibuk memulihkan Bagas, Yuda yang telah pulih dan hangat sepenuhnya yang akan berkomunikasi dengan petugas tadi.“Kami baik-baik saja, tapi ada satu teman kami yang terkena dingin di sini. Dan ada juga satu teman lainnya yang sama-sama terkena dingin di tower konservasi, roger.” Yuda menjawab secara jelas.Juna diam dan terus memberikan energi hangatnya ke Bagas. Ini sudah 50 persen berhasil dan tergolong cepat. Dia sekaligus mengeringkan celana basah Bagas agar tidak ada serangan dingin berikutnya.“Ya, ya, benar, baiklah, Pak! Terima kasih, ditunggu, roger!” Yuda menyudahi pembicaraannya dengan petugas jaga dan beralih ke Juna. “Mereka sudah mengirimkan para ranger dan juga petugas SAR setengah jam lalu.”Yuda memberi tahu Juna sesuai yan
“Nona, sebaiknya tidak mengatakan hal seperti itu pada orang yang sudah tiada.” Salah satu anggota tim SAR berusaha menasehati Cindy.Mereka yakin yang dibicarakan oleh Cindy adalah orang yang tidak selamat dalam bencana semalam.“Untuk apa berbaik-baik pada orang jahat?” Cindy melotot ke bapak tim SAR itu.Melihat adik sepupunya kurang bisa menjaga emosinya, Bagas segera memegang lengan Cindy.“Cin, sudah, jangan begitu.” Bagas menggelengkan kepala, memberi kode kepada Cindy untuk tidak sembarangan bicara.Cindy melihat kode Bagas dan patuh. Dia diam.“Apakah kalian memiliki cidera? Atau ada yang terasa sakit? Tak nyaman?” tanya petugas tim SAR lainnya pada rombongan bagas.Secara bergantian, mereka menyahut tidak pada pertanyaan itu. Mereka sudah baik-baik saja dan hanya sedikit merasa kedinginan.“Duh! Ponselku!” Mendadak, Cindy teringat akan ponselnya yang masih tertinggal di dalam tas ranselnya di timbunan longsoran.Juna, Shevia, dan Yuda hanya bisa menahan geram atas ucapan Cin
Betapa inginnya Juna bisa merekam apa yang pecahan jiwanya saksikan saat ini di apartemen Bagas.‘Akhirnya dia makan juga adik sepupunya, khe khe khe!’ Juna terkekeh melihat seberapa beringas kedua orang di depannya beraksi di atas ranjang.Juna di tempat Anika saat ini tentu saja mengetahui apa yang terjadi di tempat Bagas.“Nik.” Dia ingin sekali mengabarkan ke Anika agar pujaannya tahu seperti apa kelakuan tunangan yang kerap dibela itu.“Ya, Mas?” Anika menaikkan wajahnya, menatap Juna.Beribu perasaan menyergap masing-masing dari mereka. Kebanyakan adalah perasaan saling merindu dan mendamba.“Apakah aku masih memiliki kesempatan bersamamu lagi?” Juna bertanya.Tatapan matanya lurus ke Anika, tapi itu bukan tatapan tajam, justru sebaliknya, sehingga membuat Anika tak berdaya dan menundukkan wajahnya lagi.Mengumpulkan keteguhan hati, Anika berkata, “Mas, bukankah Mas sudah tahu—““Kalau kau sudah punya tunangan, begitu?” potong Juna. “Bagaimana jika tunanganmu tidak setia?”Usai
Bagas terdiam beberapa detik. Tak hanya Juna yang penasaran dengan jawaban yang akan dilontarkan, Cindy pun demikian.“Dik, Sayang ….” Kini dia sudah mengganti panggilannya ke Cindy. “Tolong mengerti Kakak, yah! Ini semua permintaan dari pakde Roni. Kakak harus melanjutkannya karena Kakak banyak hutang budi ke dia.”Pecahan jiwa Juna lemas seketika mendengar itu.‘Buaya kampret!’ rutuk pecahan jiwa Juna. ‘Kupikir dia akan memilih Cindy setelah diberi hal enak-enak begitu. Tapi ternyata masih juga ingin menyambar Anikaku!’Tak hanya Juna yang geram.“Kakak kok begitu, sih? Kenapa malah mementingkan pakde tolol itu?” Cindy mana mungkin tidak meraung marah?“C—Cin … dengar dulu ….” Bagas jadi gugup.Cindy mendecak kesal terlebih dulu sebelum dia turun dari ranjang Bagas sambil bersungut-sungut.“Kakak jahat sekali! Sudah melaku
“Bagas … kecelakaan?” Juna sampai mengulang kalimat dari Anika.Karena mendengar berita mengejutkan itu, maka Juna bergegas kembali ke mobilnya.“Iya, iya, oke, aku akan ke sana.” Juna kemudian menutup telepon usai mengatakan itu. Kemudian, dia memandangi ibu mertua dan istrinya. “Ma, Len, aku pergi dulu menjenguk temanku.”Juna melirik Lenita yang ingin memberikan bantahan dengan kalimatnya, tapi dia tak mau ambil pusing. Terserah Lenita hendak mengomel apa.“Hati-hati di jalan, Jun! Jangan lupa makan!” Wenti tidak bisa mencegah karena tahu Juna sedang menghadapi situasi penting jika ekspresinya menerima telepon seperti tadi.Sementara itu, Lenita memberikan beberapa kalimat pedas meski tanpa berbicara keras dan masuk ke kamar karena diabaikan Juna yang sudah berlari masuk lagi ke mobil yang sudah masuk ke carport.“Ya ampun, baru juga tadi pecahan jiwaku meninggalkan dia, kok sud
“Apa?” Anika terkejut luar biasa. Bukan atas tudingan Cindy, melainkan karena berita duka yang disampaikan padanya meski diucapkan dalam kemarahan.“Mas Bagas … meninggal?” Suara Anika bergetar ketika air mata mulai memenuhi pelupuk matanya. Padahal baru tadi mereka saling bicara di telepon, tapi kenapa sekarang ….Sementara itu, Juna tetap bersikap tenang. Dia sudah mengetahui perihal tidak selamatnya Bagas di meja operasi karena luka di kepala yang terlalu parah dan fatal.‘Itulah kenapa tadi aku ingin memeluk Nik, karena aku sudah tahu tentang kematian Bagas,’ batinnya.“Kamu pembunuh kak Bagas! Kamu pembunuhnya! Hu hu hu ….” Cindy berteriak kencang sampai orang-orang di sekitar sana menoleh ke arahnya.Kalau Juna bisa mengabaikan moralitas, sudah dia tampar mulut lancang Cindy yang seenaknya berucap.“Cin, jangan lemparkan kesalahan ke Anika!” Juna bergerak ke depan Anika untuk menghalangi Cindy yang hendak meraih Anika dengan bengis.Meski tidak bisa menampar, bukan berarti Juna
“Aku pamit dulu dengan tuan rumah.” Anika tidak melupakan tata kramanya.Juna dan Shevia mengangguk lalu mengantarkan Anika untuk berpamitan dengan saudara dan kerabat Bagas sebelum mereka keluar dari rumah duka.“Anika, maafkan Bagas, yah!” ucap salah satu saudara Bagas yang dulu ikut menjodohkan Anika dengan Bagas.“Tidak mengapa, Budhe Rahma.” Anika tersenyum.Ketika mereka berjalan melewati Cindy yang tertunduk lesu usai mengakui semuanya berkat mantra kejujuran Juna, Anika hendak menyapa, tapi urung.‘Ya, lebih baik memang abaikan saja dia yang sedang kacau begitu, Nik!’ batin Juna.Usai mengantarkan Shevia pulang meski menggunakan mobil berbeda, Juna melanjutkan perjalanan dengan Anika di bawah tatapan sedih Shevia.“Nik.” Juna menoleh ke Anika di sampingnya sambil dia menyetir.“Aku tak apa, kok Mas!” Anika menoleh diiringi senyumannya.Dalam