Betapa inginnya Juna bisa merekam apa yang pecahan jiwanya saksikan saat ini di apartemen Bagas.‘Akhirnya dia makan juga adik sepupunya, khe khe khe!’ Juna terkekeh melihat seberapa beringas kedua orang di depannya beraksi di atas ranjang.Juna di tempat Anika saat ini tentu saja mengetahui apa yang terjadi di tempat Bagas.“Nik.” Dia ingin sekali mengabarkan ke Anika agar pujaannya tahu seperti apa kelakuan tunangan yang kerap dibela itu.“Ya, Mas?” Anika menaikkan wajahnya, menatap Juna.Beribu perasaan menyergap masing-masing dari mereka. Kebanyakan adalah perasaan saling merindu dan mendamba.“Apakah aku masih memiliki kesempatan bersamamu lagi?” Juna bertanya.Tatapan matanya lurus ke Anika, tapi itu bukan tatapan tajam, justru sebaliknya, sehingga membuat Anika tak berdaya dan menundukkan wajahnya lagi.Mengumpulkan keteguhan hati, Anika berkata, “Mas, bukankah Mas sudah tahu—““Kalau kau sudah punya tunangan, begitu?” potong Juna. “Bagaimana jika tunanganmu tidak setia?”Usai
Bagas terdiam beberapa detik. Tak hanya Juna yang penasaran dengan jawaban yang akan dilontarkan, Cindy pun demikian.“Dik, Sayang ….” Kini dia sudah mengganti panggilannya ke Cindy. “Tolong mengerti Kakak, yah! Ini semua permintaan dari pakde Roni. Kakak harus melanjutkannya karena Kakak banyak hutang budi ke dia.”Pecahan jiwa Juna lemas seketika mendengar itu.‘Buaya kampret!’ rutuk pecahan jiwa Juna. ‘Kupikir dia akan memilih Cindy setelah diberi hal enak-enak begitu. Tapi ternyata masih juga ingin menyambar Anikaku!’Tak hanya Juna yang geram.“Kakak kok begitu, sih? Kenapa malah mementingkan pakde tolol itu?” Cindy mana mungkin tidak meraung marah?“C—Cin … dengar dulu ….” Bagas jadi gugup.Cindy mendecak kesal terlebih dulu sebelum dia turun dari ranjang Bagas sambil bersungut-sungut.“Kakak jahat sekali! Sudah melaku
“Bagas … kecelakaan?” Juna sampai mengulang kalimat dari Anika.Karena mendengar berita mengejutkan itu, maka Juna bergegas kembali ke mobilnya.“Iya, iya, oke, aku akan ke sana.” Juna kemudian menutup telepon usai mengatakan itu. Kemudian, dia memandangi ibu mertua dan istrinya. “Ma, Len, aku pergi dulu menjenguk temanku.”Juna melirik Lenita yang ingin memberikan bantahan dengan kalimatnya, tapi dia tak mau ambil pusing. Terserah Lenita hendak mengomel apa.“Hati-hati di jalan, Jun! Jangan lupa makan!” Wenti tidak bisa mencegah karena tahu Juna sedang menghadapi situasi penting jika ekspresinya menerima telepon seperti tadi.Sementara itu, Lenita memberikan beberapa kalimat pedas meski tanpa berbicara keras dan masuk ke kamar karena diabaikan Juna yang sudah berlari masuk lagi ke mobil yang sudah masuk ke carport.“Ya ampun, baru juga tadi pecahan jiwaku meninggalkan dia, kok sud
“Apa?” Anika terkejut luar biasa. Bukan atas tudingan Cindy, melainkan karena berita duka yang disampaikan padanya meski diucapkan dalam kemarahan.“Mas Bagas … meninggal?” Suara Anika bergetar ketika air mata mulai memenuhi pelupuk matanya. Padahal baru tadi mereka saling bicara di telepon, tapi kenapa sekarang ….Sementara itu, Juna tetap bersikap tenang. Dia sudah mengetahui perihal tidak selamatnya Bagas di meja operasi karena luka di kepala yang terlalu parah dan fatal.‘Itulah kenapa tadi aku ingin memeluk Nik, karena aku sudah tahu tentang kematian Bagas,’ batinnya.“Kamu pembunuh kak Bagas! Kamu pembunuhnya! Hu hu hu ….” Cindy berteriak kencang sampai orang-orang di sekitar sana menoleh ke arahnya.Kalau Juna bisa mengabaikan moralitas, sudah dia tampar mulut lancang Cindy yang seenaknya berucap.“Cin, jangan lemparkan kesalahan ke Anika!” Juna bergerak ke depan Anika untuk menghalangi Cindy yang hendak meraih Anika dengan bengis.Meski tidak bisa menampar, bukan berarti Juna
“Aku pamit dulu dengan tuan rumah.” Anika tidak melupakan tata kramanya.Juna dan Shevia mengangguk lalu mengantarkan Anika untuk berpamitan dengan saudara dan kerabat Bagas sebelum mereka keluar dari rumah duka.“Anika, maafkan Bagas, yah!” ucap salah satu saudara Bagas yang dulu ikut menjodohkan Anika dengan Bagas.“Tidak mengapa, Budhe Rahma.” Anika tersenyum.Ketika mereka berjalan melewati Cindy yang tertunduk lesu usai mengakui semuanya berkat mantra kejujuran Juna, Anika hendak menyapa, tapi urung.‘Ya, lebih baik memang abaikan saja dia yang sedang kacau begitu, Nik!’ batin Juna.Usai mengantarkan Shevia pulang meski menggunakan mobil berbeda, Juna melanjutkan perjalanan dengan Anika di bawah tatapan sedih Shevia.“Nik.” Juna menoleh ke Anika di sampingnya sambil dia menyetir.“Aku tak apa, kok Mas!” Anika menoleh diiringi senyumannya.Dalam
Anika termangu sejenak usai mendengar ucapan penuh semangat Juna. Kemudian, dia terkikik kecil sambil menutup mulut dengan punggung telapak tangannya.Melihat tingkah Anika, mana mungkin Juna tidak merasa gemas. Ingin dia renggut tubuh Anika untuk dia ciumi wajahnya.“Mas ini … kenapa masih saja memiliki keinginan itu?” Anika seperti bertanya sekaligus juga heran.“Untuk urusan cinta aku ke kamu, Nik, tak perlu diragukan lagi.” Juna tegas menatap lurus wajah cantik Anika.Sebagai pria, terlebih seorang panglima di era dulunya, Juna tentu tak perlu ragu-ragu menyatakan keinginannya.“Aku ingin menikahi kamu lagi, Nik. Aku sejak dulu sangat mendambakan kamu. Dulu aku akui, aku tak punya nyali karena kamu seorang tuan putri. Namun, sekarang berbeda.” Juna terus menatap lekat Anika.Mendapatkan tatapan seperti itu, Anika menundukkan kepala.“Nik!” Juna meraih tangan Anika dan menggeng
Karena malam ini masih belum cukup larut dan kebetulan Lenita tidak berada di rumah, maka Juna bisa leluasa melacak benang aura milik dua pria yang dia lihat di restoran bersama istrinya tadi siang.Wuss! Wuss!Benang aura terus melaju ke dua arah berbeda.“Hm?” Kening Juna berkerut.Saat ini dia sudah berada di rumah salah satu pria yang dia lacak auranya.“Bukan dia!” Juna menggumam tegas.Ternyata pria yang pertama berhasil dia lacak sedang bersama dengan wanita lain, entah siapa, bukan urusan Juna.Pelacakan berpindah ke pria satunya dan itu semakin terang benderang bahwa pria terakhir adalah selingkuhan Lenita.“Harus kena! Harus!” Juna gregetan sendiri.Sudah sejak lama dia ingin mengetahui yang mana selingkuhan istrinya, tapi entah kenapa, dia tak bisa melakukan pelacakan menggunakan pecahan jiwa, selalu saja ada energi yang menolaknya.Ketika benang aura pria terakhir su
“Hah? Bagaimana, Ma?” Hartono sampai kaget mendengarnya.Juna mengerutkan keningnya sambil dia mengeluarkan ponsel dari saku celana dan mencari ada berita apa di media sosial.“Apakah dia klienmu, Jun?” Hartono menyerahkan ponsel Wenti ke depan Juna.Mata Juna menelisik ke postingan tersebut. Dia mendapati ada orang yang mengunggah video mengenai pengalaman seram dia selama menempati apartemen baru yang dibangun Juna.Juna menarik napas panjang. Belum juga genap satu bulan, sudah ada serangan dari pihak yang tak suka padanya.‘Ya, aku yakin itu serangan dari manusia dengan bantuan dari praktisi supernatural jahat.’ Juna sudah memiliki dugaan demikian.Maka, malam itu juga, mengurungkan niat untuk mengunjungi Anika, dia menggunakan waktunya untuk melacak gedungnya. Atau ….Dia mendatangi gedung itu sendirian saja dengan fisik solidnya. Ketika dia menginjakkan kakinya di sana, dia sama sekali tidak merasakan adanya energi astral apa pun, entah itu energi baik atau jahat, tak ada sama se
Juna dan ketiga istrinya mengangguk. “Kami akan berusaha untuk itu, Ma. Terus doakan kami agar selalu memiliki hal baik.” Juna menanggapi Wenti. Kemudian, keningnya berkerut, “Ma, apakah Mama akhir-akhir ini sering cepat lelah dan mual?” “Eh, kok tahu?” Wenti terhenyak kaget. Namun, kemudian dia sadar bahwa putra angkatnya ini bukan manusia sembarangan. “Selamat, Ma!” Juna maju untuk memberikan pelukan tulus ke Wenti. Anika dan Shevia paham makna ucapan Juna dan mereka bergantian mengucapkan selamat pula sambil memeluk Wenti. “Eh? Mama kenapa?” Rinjani belum paham. “Mama sudah hamil lagi, Kak.” Shevia menjelaskan. Di antara mereka, Rinjani memang yang paling hebat jika itu mengenai intuisi bisnis, tapi dia payah dalam aspek lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Wenti menanggapinya dengan senyum simpul dan sedikit malu-malu. *** “Ya ampun, lihat mereka! Sungguh keluarga besar yang ramai.” Seseorang menahan pekikannya ketika melihat Juna dan keluarga kecil dia tu
“Ya ampun, lucu sekali dia! Cantiknya ….” Rinjani sambil menggendong bayinya, dia menoleh ke bayi Shevia.“Dedek bayinya Kak Rin juga ganteng, tuh!” Shevia menunjuk bayi di gendongan Rinjani dengan dagunya.Mereka saling memuji bayi milik madu masing-masing.“Mbak Anika masih menyusui anaknya, yah?” tanya Shevia setelah dia berhasil menidurkan bayinya.“Iya. Masih di kamar. Semua anaknya tenang sekali, jarang menangis. Benar-benar bayi kalem seperti ibunya.” Rinjani mengomentari anak kembar Anika.Kemudian, pintu depan terbuka dan masuklah Juna yang baru pulang dari kantornya.“Mana jagoan-jagoanku?” tanya Juna sambil mendekat ke mereka dan mulai mencium bayi-bayinya di gendongan ibunya masing-masing. “BIntang … umcchh! Wulan … umchh! Sudah wangi semua!”“Lah ini anakku masa sih dipanggil jagoan?” Shevia sambil mengangkat sedikit bayi perempuan di gendongannya.“Lho, dia ini nantinya seorang jagoan wanita! Menjadi perempuan kuat yang akan melindungi orang tertindas dan menebar kebajik
“Wah, gedungmu begitu wow sekali, Jun!” Rinjani menatap gedung baru Juna. Matanya berkeliling menelisik semua interior di sana.“Ini juga berkat bantuanmu.” Juna berkata di dekat telinga Rinjani.“Kok aku?” tanya Rinjani sambil menjauhkan kepalanya dari Juna untuk menatap suaminya dari jarak yang tepat.“Kamu kira aku tidak tahu kalau kau mengirim investor gadungan untuk membantu pendanaan untuk gedung ini, hm?” Juna sambil mencubit lembut pinggang Rinjani.Karena sudah ketahuan begitu, Rinjani hanya bisa tertawa. Shevia dan Anika di sebelahnya tersenyum.Siang ini, mereka baru saja mengadakan peresmian gedung baru apartemen Juna yang besar dan spektakuler. Meski bukan merupakan apartemen paling wah dan nomor satu di Samanggi, namun tetap mencuri perhatian publik karena dimiliki oleh pengusaha muda dengan berbagai gonjang-ganjing isu di belakangnya.Isu paling sering dibicarakan publik mengenai Juna belakangan ini tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah mengenai ketiga istrinya yan
“Hah? Om Fer yakin dengan berita yang Om terima?” tanya Juna saat dia berbicara dengan pengacaranya, Ferdinand, di telepon. “Sangat yakin, Jun! Periksa saja ke rutan kejaksaan. Oh, atau untuk lebih akuratnya, datang saja ke rumahnya, pasti sedang ramai di sana.” Ferdinand menyahut dari seberang. Juna tak bisa berkata-kata. Dia segera mengakhiri teleponnya dengan si pengacara. “Ada apa, Jun?” tanya Rinjani dengan wajah ingin tahu. “Berita apa? Ada berita apa dari Om Fer?” Dia semakin mendekat ke Juna di sofa ruang tengah. Anika datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir wedang cokelat jahe dan camilan buatannya seperti kue pukis dan bakwan jagung. “Bobby meninggal tadi sore.” Juna berkata sambil menatap Anika dan Rinjani secara bergantian. “Hah?!” pekik Rinjani karena terlalu kaget dengan berita yang diucapkan suaminya. Juna mengangguk ke istrinya. “Ada apa? Siapa yang meninggal?” Shevia keluar dari kamarnya karena suara pekikan Rinjani terdengar hingga ke telinganya.
“Ti—Tidak begitu! Ular sialan!” geram Nyai Mirah dan dia mulai mengejar Nyai Wungu yang melarikan diri sambil tertawa melengking meledek permaisuri Ki Amok itu.Kemudian, Ki Amok memanggil Nyai Mirah untuk pulang bersamanya ke istana mereka. Nyai Mirah segera berdiri melayang di sebelah Ki Amok dengan wajah merona menyebabkan kulitnya semakin memerah.“Kami pulang dulu. Nanti jika Mirah dibutuhkan lagi oleh istrimu, panggil saja, tak apa, tapi itu harus benar-benar gawat. Kalian pasti mengerti maksudku, ‘kan?” Ki Amok berkata ke Juna yang masih membopong Anika.‘Ya, ya, ya, aku paham. Intinya kami tidak boleh mengganggu kemesraan kalian berdua kecuali sangat gawat darurat.’ Juna membatin menanggapi Ki Amok.“Ya, kami paham, Ki. Terima kasih, sekali lagi untuk Anda dan pasukan, juga terima kasih pada Nyai Mirah atas bantuannya.” Juna mengangguk sebagai tanda dia menghargai mereka.Kemudian, kereta kencana Ki Amok pun pergi dari sana.Juna menoleh ke Nyai Wungu dan bertanya, “Apakah Nya
‘Apakah Dewi Salwapadmi menyaksikan aku dan Nik … bercinta selama ini?’ Juna memiliki pemikiran demikian. Ya ampun, Juna mendadak saja super malu jika mengingat seperti apa dia memesumi Anika selama ini. Belum lagi tingkah dia saat menggauli Anika. Dia bertanya-tanya, apakah itu disaksikan dan juga dirasakan sang dewi? Mendadak saja senyum lebar dan menahan geli dari Dewi Salwapadmi muncul saat dia bertutur ke Juna, “Jangan khawatir mengenai itu, Tuan Panglima. Aku selama ini tertidur di raga Anika dan mulai terbangkitkan ketika bertarung melawan mantan istrimu.” Mendengar ucapan Dewi Salwapadmi melalui mulut Anika, Juna merasa sangat lega sekaligus malu karena pikirannya ternyata bisa dibaca sang dewi. “A—Ah, iya, baiklah, Ndoro Dewi. Terima kasih penjelasannya.” Juna sedikit merona karena malu. Kemudian, Dewi Salwapadmi menoleh ke Nyai Mirah, dia berkata, “Nyai Mirah, aku sungguh tersentuh dengan pengabdianmu yang luar biasa pada ndoro putrimu ini. Tingkah lakumu sejak dulu jug
“Semua sudah usai?” Juna terengah-engah sambil menanyakan itu pada dirinya sendiri meski itu sebuah gumaman rendah. Anika bergegas terbang ke suaminya dan menyebelahinya di angkasa. Sedangkan Juna mulai merasakan armor yang melingkupi tubuhnya mulai memudar hilang secara perlahan. “Mas … semua sudah selesai. Pertarungan telah Mas menangkan.” Anika tersenyum lembut. Benar, semua sudah usai. Segala ancaman bahaya dan mimpi buruk yang pernah ditakutkan Anika, yang telah menjadi momok baginya selama beberapa minggu ini sekarang lenyap. Seakan batu besar yang mengimpit dada Anika, kini telah terangkat dengan kematian Lexus. Juna menengok ke istrinya sembari dia ikut tersenyum. “Kita yang memenangkan ini, Nik. Kita. Bukan aku saja. Kau, dan semua yang lainnya.” Tentu saja dia tidak boleh mengambil semua kredit yang ada. Bergegas, tangan Juna meraih Anika untuk memeluk wanita itu sembari hatinya berucap syukur pada semesta dan penciptanya yang telah memberikan restu sehingga dia bisa m
“Hm?” Juna mendadak saja merasakan dirinya menjadi lebih bertenaga, energi murninya melonjak tinggi.Setelah dia berpikir cepat, dia merasakan adanya energi dari Shevia dan Rinjani.‘Ternyata mereka.’ Juna tersenyum setelah memahami dari mana energi tambahan untuknya datang secara tak terduga.Saat ini, pedang di tangan Juna menebas tegas ke depan sehingga dengan cepat menyebabkan udara mengalir berputar mengakibatkan munculnya pusaran udara hanya dari ayunan pedang tersebut.Wusshh!Kibasan pedang Juna memicu beberapa ledakan bunyi memekakkan telinga ketika gelombang udara yang tadinya hanya memunculkan pusaran angin, kini berubah menjadi badai, menyapu udara di sekitar Lexus.Energi petir beserta angin badai dari kibasan pedang Juna menyerbu ke Lexus, bagaikan ular raksasa membuka mulutnya hendak menelan Lexus untuk mengunyahnya menjadi ketiadaaan.“Jangan harap semudah itu!” seru Lexus ketika dia juga mengibaskan pedang api hitam di tangannya sehingga energi api miliknya bertabraka
“Jangan sombong dulu, manusia bangs4t!” teriak Lexus pada Juna. “Jangan kau kira karena kau memiliki zirah itu maka kau bisa sekuat aku!”Lexus merobek udara hampa dan mengempaskan angin panas yang bisa membakar kulit manusia biasa dengan segera meski hanya dari hempasan anginnya saja.Juna tidak gentar meski fisik Lexus sudah semirip iblis. Dia memiliki banyak dendam terhadap sosok di depannya. “Kau yang akan berakhir mengenaskan, Lexus!”Zirah di tangan Juna mengumpulkan energi murni yang kini bermuatan energi keilahian.Dhuaarr!Ketika pukulan Juna bertabrakan dengan tinju iblis Lexus, mereka berdua sama-sama terdorong ke belakang. Tapi Juna lekas menerjang maju lagi, tak memberi kesempatan Lexus untuk menarik napas berikutnya.“Kau sudah tak sabar mati, hah?” teriak Lexus sambil mendorongkan energi iblisnya ke arah Juna.Tangan berzirah Juna menangkap kepalan tangan Lexus dan mendorongnya ke samping agar dia bisa menyarangkan tinju di tangan lain ke tubuh Lexus.Dhaakk!Betapa kag