“Tetap di dekatku, yah Shev!” Juna tidak bisa memberikan kalimat penghiburan selain itu pada Shevia yang makin ketakutan di sebelahnya.Sementara itu, Juna belum bisa mengembalikan kondisi Anika yang masih terlihat bagaikan orang terserang hipotermia.Padahal, Pos Tiga bukanlah kawasan yang berhawa sangat dingin. Mereka baru setengah jalan menuju puncak. Maka dari itu, sangat aneh apabila Anika terserang hipotermia. Sungguh kondisi yang tidak wajar dan Juna memahami alasannya.‘Ini Nyai Mirah ke mana, sih? Kenapa di kondisi segawat ini malah masih belum balik?’ Juna bertanya di hatinya dengan panik.‘Nyai Mirah! Nyai! Nyai di mana?’ Juna menggunakan teriakan supernaturalnya untuk menjangkau keberadaan Nyai Mirah.Tak ada jawaban. Ini semakin membuat Juna cemas. Namun, lamat-lamat dia menangkap suara Nyai Mirah.‘Aku sedang mengurus jin-jin sialan di sini!’ Suara lirih Nyai Mirah akhirnya sampai
“Ternyata kamu di sini.” Ipung berjalan mendekat ke Cindy.Segera saja, Cindy mendongak dan melihat kehadiran Ipung. “Untuk apa kamu ke sini? Mana kak Bagas?”Ucapan ketus Cindy meniadakan niat baik di hati Ipung. “Aku sudah susah payah cari kamu begini dan kamu malah judes begitu?”Ujung mulut Cindy melengkung ke bawah karena kesal dengan ucapan Ipung. Dari awal, mereka kerap bertengkar sehingga dia tak suka kemunculan Ipung, sama sekali.Darrr!“Arrhhh!” Gemuruh bunyi guntur di langit mengagetkan Cindy hingga dia berteriak. “K—Kak Bagas! Aku mau kak Bagas!” Dia berdiri linglung dan ingin segera menemukan Bagas.Tadi, dia lari karena panik ketika di tendanya ada sosok mengerikan yang terus mendekat ke dia hingga dia kalap dan lari keluar tenda tanpa ingat apa pun.Saat itu, Cindy terus berlari karena dia seakan dikejar tanpa henti oleh makhluk menyeramkan itu sampai masuk ke hutan dan akhirnya bingung sendiri karena tersesat.Ketika dia hendak kembali ke tenda, hujan deras turun dan
“Ipung jatuh ke jurang?” Juna membeo dengan nada tanya. Dia bingung, apa sebenarnya yang terjadi dengan mereka?“Ayo! Tolong aku mengevakuasi Ipung! Dia masih di jurang, kasihan!” Bagas terlihat panik.Ketika Juna masuk ke dalam untuk memakai jaket bulang dan mengenakan head lamp di topi kupluk dia, Shevia dan Anika baru saja dari toilet Pos Tiga.“Ada apa?” tanya Anika pada tunangannya yang terlihat cemas.“Cindy hilang dan Ipung jatuh ke jurang. Ini aku sedang mencarinya.” Bagas menceritakan secara singkat mengenai apa yang terjadi. “Oh, Dek Anik ternyata sudah sadar, syukurlah.”Barulah Bagas menyadari bahwa Anika sudah pulih dari hipotermia-nya.“Iya, Mas.” jawab Anika sambil menganggukkan kepala. “Ini berkat pertolongan mas Juna dan Shevia.” Anika melirik ke Shevia di sampingnya.“Oh, syukurlah. Terima kasih Shevia dan Juna.” Bagas ber
“Oh, syukurlah kalau Cindy sudah kembali ke tenda.” Juna melirik ke Bagas di dekatnya.Bagas segera mengetahui mengenai Cindy dan mengambil walkie talkie di tangan Juna.“Shevia! Shevia! Benarkah Cindy sudah kembali ke tenda?” tanya Bagas dengan nada antara senang, bahagia, lega, tapi masih cemas karena tidak melihat sendiri.Shevia tersenyum getir. Sebegitu khawatirnya Bagas akan Cindy. Bagaimana bila pria itu diberitahu bencana yang melanda sepupu kesayangannya?“A—ah! Iya, Pak Bagas! Cindy … sudah kembali, ini dia sedang dibantu mbak Anika untuk bersih-bersih badan di kamar mandi.” Lidah Shevia masih belum sanggup mengungkapkan kenyataan mengenai kondisi sebenarnya dari Cindy.“Tolong urus Cindy di sana untukku, yah, Shevia. Aku mohon!” Bagas mengiba sepenuh hati.Mendengar itu, Shevia semakin merasa kecut di hatinya. Dia menimbang-nimbang baik dan buruknya apabila menceritakan
“Nik dan para wanita lainnya ada di tenda!” Wajah Juna terkesiap ketika dia teringat akan itu.Sementara, saat ini, banjir tanah berlumpur masih saja terus deras datang ke jurang tempat Juna bergelantungan pada seutas tali.Apabila Juna tidak memiliki kekuatan kanuragan, jangan harap dia bisa bertahan meski hanya satu menit.“Sial! Aku terjebak di sini!” geram Juna di bawah guyuran terjangan tanah berlumpur.“Juna! Ipung!” Bagas berteriak dari atas pohon besar tempat dia berlindung bersama Yuda.Juna benar-benar tidak berdaya. Untuk membagi jiwa demi ke tenda tempat Anika dan dua lainnya saja dia tak bisa karena seakan ada energi yang menahannya.‘Sialan! Jin-jin yang melakukan ini sangat kuat! Ini setara dengan Nyai Mirah!’ umpat Juna dalam hati. ‘Nyai Mirah! Hei, Nyai Mirah! Kau di mana? Kenapa kau malah menghilang di saat krusial begini?’Namun, sekeras apa pun Juna memang
Di saat Juna sedang berjuang di tengah guyuran banjir lumpur di atas kepalanya, dia tak tahu apa yang tengah terjadi pada Anika dan yang lainnya.Shevia sedang diserang oleh dilema parah, mendapat pergulatan di nuraninya. Pilihan apa yang akan dia ambil? Keegoisannya atau moralitasnya?“S—Shev?” Anika memanggil dengan suara bergetar karena merasakan pegangan tangan Shevia semakin mengendur.Apalagi, saat ini raut wajah Shevia seperti orang linglung yang melamun jauh entah ke mana.“Shev? Shevia!” panggil Anika karena longsoran di bawah sudah hampir mencapai kakinya.Apakah ini akhir dari hidupnya? Setelah dia berjuang agar tetap ada di dunia ini meski berpindah era? Setelah dia mati-matian ingin mengikuti Juna?Segera, kilasan demi kilasan masa lalu saat dia menjadi tuan putri hingga menjadi seorang janda di era kini, cintanya pada Juna ternyata tak luntur oleh waktu.“Mas Janu …,” bisi
Cindy hendak berbuat macam-macam pada Anika?Juna mendengar itu, seketika saja emosinya menggelegak. Pecahan jiwanya menatap bengis ke Cindy, ingin meremukkan wanita muda nan jahat itu jika tak ingat akan rasa kemanusiaannya.“Tidak mungkin Cindy berbuat begitu!” Bagas memecah kesunyian mereka.“Dia menyuruhku melepas peganganku ke Mbak Anik ketika Mbak Anik hampir jatuh ke longsoran yang sedang mengalir deras!” Shevia tak mau kalah dan membeberkannya.Meski Shevia sebenarnya merasa malu karena dia sendiri pun sempat memikirkan untuk membiarkan Anika jatuh ke aliran longsoran.“Ti—tidak mungkin ….” Bagas sampai tak yakin akan apa yang didengar hingga suaranya bergetar membayangkan Cindy berbuat seperti yang dikatakan Shevia.“Shev ….” Anika menyentuh pundak Shevia dan memberi kode dengan gelengan kepalanya, meminta secara isyarat agar hal tersebut tak usah disebutkan ke Baga
“Iya! Iya! Oke aku berikan ke dia! Dasar brengsek!” Cindy mengumpat sebelum akhirnya memberikan handy talkie ke Shevia sesuai kemauan Juna. Shevia yang sudah mendengar perdebatan Juna dengan Cindy, langsung merebut alat komunikasi itu dan mendelik untuk membuat Cindy tahu diri. “Ya, Jun?” balas Shevia. “Kalian ada di mana sekarang?” tanya Juna. Meski sebenarnya dia sudah tahu di mana lokasi tepatnya ketiga wanita itu berada, tapi dia sengaja bertanya agar Bagas dan Yuda tahu. “Ada di sebuah tower yang sepertinya untuk pengamatan konservasi satwa liar.” Shevia sudah memperkirakan kegunaan dari menara sederhana yang dia tempati saat ini. “Oke, tetap di sana, dan kalau b