Alena terkejut saat dia mendengar suara tembakan. Dia langsung beranjak dan berlari ke arah suara tersebut. Dia melihat ada beberapa pengawal yang sedang mengelilingi seorang pria. “Apa yang terjadi?” tanya Alena pada seorang pria yang ada di sampingnya. “Nona, sebaiknya Anda masuk ke dalam rumah!” jawab pria itu dengan nada memerintah. Alena pun menuruti yang dikatakan oleh pria itu. Dia pun teringat dengan Brian. Dia berlari ke dalam rumah dan langsung menuju ke kamar. Dia membuka pintu kamar dan masuk ke dalamnya. Dia berdiri mematung saat melihat yang ada di depannya. Dia melihat pelayan wanita itu tergeletak di atas lantai. Dia terus melihat ke arah pelayan itu yang tidak terlihat bergerak. “Apa kamu menghabisinya?” “Mengapa kamu kembali ke sini?” “Brian ...,” teriak Alena. Secara refleks juga dia berlari dan menarik tangan Brian. Dia menjadikan tubuhnya sebagai perisai. Sebuah peluru melesat ke arah Alena. Dan peluru itu berhasil mengenai lengannya. Brian yang terke
"Aku tidak akan mengatakannya jika kamu tetap ingin berpisah denganku,” Alena kembali berkata. “Ada apa denganmu? Bukankah selama ini kamu ingin lepas dariku? Dan kamu juga sangat membenci keluarga Oliver?” Brian melayangkan beberapa pertanyaan pada Alena. “Itu terserah padamu. Jika kamu masih mau berpisah denganku maka aku tidak akan memberitahukan semuanya.” Alena bersikeras dengan keputusannya. Meski jauh di dalam benaknya menyangsikan keputusannya itu. Namun, dia berpikir jika semua ini memang sudah menjadi takdirnya dan sang kakek pun percaya pada pria yang ada di sampingnya. Dia pun membalikkan tubuhnya. Sehingga membelakangi Brian karena pria itu tidak menimpali perkataannya. Dia memejamkan matanya karena obat yang diberikan oleh Juan mulai menunjukkan efeknya. Hingga dia pun terbangun di pagi hari. “Mengapa aku bisa mengambil keputusan yang bisa membuatku masuk ke dalam dunianya semakin dalam?” gumam Alena sembari menatap Brian yang masih tertidur di sampingnya. Dia t
"Jangan angkat!” Alena kembali melarang Brian. “Ternyata masa lalumu.” “Itu sebabnya aku tidak ingin mengangkatnya. Aku tidak ingin jika hari ini dihancurkan olehnya.” Alena menghela napasnya karena Brian tidak menurutinya dan mengangkat telepon dari Theo. Dia melihat dan mendengarkan yang mereka berdua bicarakan. Sebab Brian menekan tombol pengeras suara sehingga dia bisa mendengarnya dengan jelas. Dia merasa kesal juga dengan yang dikatakan oleh Theo. Dia berpikir jika pria itu masih tidak menyerah untuk menghancurkan hubungannya dengan Brian. “Kamu bisa mengatakan apa saja tentang istriku. Namun, yang pasti kamu tidak akan bisa mendapatkannya kembali,” Brian berkata pada sang keponakan yang ada di ujung telepon. Alena memegang tangan Brian seraya ingin mengatakan padanya agar tidak terpancing oleh perkataan Theo. Dia melihat Brian tersenyum dan itu sedikit memberikannya rasa tenang. Dia kembali mendengarkan Theo yang mulai mengancam Brian jika tidak bisa mendapatkannya
"Jangan pernah percaya dengan yang dia katakan!” ucap seseorang yang berdiri di belakang Alena. Alena mengenali dengan baik suara orang itu. Dia tidak membalikkan tubuhnya. Tidak begitu lama dia pun melihat orang itu berdiri di samping Mika. Sehingga dia bisa melihat dengan jelas wajah orang itu. “Mengejutkan sekali. Apakah kalian memang membuat janji bertemu di kafeku?” tanya Alena pada orang itu. “Sayang, jangan bicara seperti itu! Aku datang ke sini memang untuk bertemu denganmu.” “Theo ... Theo ... apakah kamu hilang ingatan? Aku bukan lagi kekasihmu tetapi aku adalah istri pamanmu!” tegas Alena. “Tidak! Aku tidak percaya! Kamu masih mencintai aku dan aku yakin kamu hanya bisa bahagia bersamaku.” Alena menggelengkan kepalanya. Dia tersenyum tipis lalu menekankan kembali pada pria yang ada di depannya. Bahwa dia selamanya akan menjadi istri dari Brian Oliver hingga tua. "Theo, mengapa kamu masih bersikeras ingin Alena kembali ke sisimu?” tanya Mika pada Theo. “Karena ak
"Kamu ... bagaimana kamu bisa tahu aku ada di sini?” tanya Carla pada seorang pria yang masuk tanpa izin ke ruang kerja Alena. “Aku pasti tahu di mana kamu berada. Meski kamu bersembunyi di bawah tanah sekalipun.” Alena memperhatikan pria itu. Dia mengenali pria itu karena pernah bertemu dengannya beberapa kali saat berada di Jakarta. Namun, yang membuatnya penasaran pria itu mengenal Carla dan sepertinya mereka berdua sedang dalam masalah. Terjadilah perdebatan antara pria itu dan Carla. Mereka berdua tetap berpegang dengan pendapat mereka masing-masing. Sehingga membuat Alena semakin ingin tahu masalah yang terjadi di antara mereka berdua. “Gery,” panggil Alena pada pria itu. Seraya ingin menghentikan perdebatan antara Carla dan pria itu. “Alena, kamu kenal dengannya?” tanya Carla yang sedikit terkejut karena Alena menyebut nama pria itu. “Iya. Namun, aku tidak tahu jika kalian berdua ada masalah,” jawab Alena sembari melihat ke arah Gery. “Sebaiknya kamu jangan terlalu de
Alena terlelap setelah pergulatannya dengan Brian. Dia pun terbangun saat perutnya terasa lapar. Dia melihat Brian yang ada di sampingnya dan pria itu juga masih tertidur. Dia terus memandangi Brian dan menjulurkan jarinya. Dia menyentuh lembut hidung Brian. Dia tersenyum saat melihat Brian tersenyum padanya setelah membuka kedua matanya. “Jam berapa ini?” tanya Brian. “Jam sebelas malam. Namun, aku lapar.” “Aku akan menyuruh pelayan untuk membawakannya ke sini.” Alena menggelengkan kepalanya. Dia mengatakan mungkin para pelayan sudah beristirahat. Sehingga dia meminta Brian untuk mengantarnya ke pantri. “Apa kamu mau memasak?” Brian kembali bertanya. “Aku tidak bisa masak.” Brian tersenyum lalu berkata, “Kamu memiliki kafe tapi tidak bisa memasak. Aneh sekali.” “Apakah wajib pemilik kafe bisa memasak?” “Tidak juga.” Alena sedikit kesal dengan jawaban Brian dan juga pria itu masih menertawakannya. Dia mengambil ponselnya dan membuka layanan antar makanan. “Baiklah janga
"Dia adalah kakaknya, Ethan.” “Apa?” Alena terkejut dengan jawaban Carla. Alena tidak tahu jika Gery adalah kakaknya Ethan. Meski dia mengenal pria itu tetapi tidak mengenalnya lebih jauh lagi. Sebab dia juga memang merasakan sesuatu yang membuatnya berpikir untuk tidak terlalu dekat dengan Gery. “Lantas mengapa kalian berdua sepertinya tidak ingin berurusan dengannya. Bukankah dia adalah saudara, Ethan?” “Akan aku jelaskan padamu.” Alena mengangguk dan dia mendengarkan yang dijelaskan oleh Carla. Dia benar-benar tidak mengira jika Gery akan melakukan hal seperti itu. Perbuatan pria itu bisa saja menewaskan Ethan atau Carla. Hatinya juga ikut merasa geram setelah mendengar semuanya. Dia pun merutuki pria itu dan berharap Gery tidak membuat masalah lagi. Terlebih lagi sebentar lagi Carla dan Ethan akan menikah. “Sekarang dia ada di mana?” tanya Alena pada Carla. “Ethan, sudah menyuruhnya pergi dan memberikan yang diinginkan oleh pria itu.” “Apa kamu atau Ethan yakin jika
"Apa hanya ada kata berpisah di kamusmu, Brian? Jika ada yang tidak kamu suka makan kamu akan mengatakan berpisah,” geram Alena yang sudah merasa kesal dengan sang suami. Alena terus menyerang Brian dengan kalimat-kalimat marahnya. Dia benar-benar kesal pada pria itu. Dia juga mengabaikan panggilan teleponnya yang terus saja berdering. “Pergilah! Jika kamu mau sendiri! Aku tidak peduli!” Alena kembali berkata pada Brian dengan nada mengusir. “Alena,” panggil Brian. Namun, Alena mengabaikannya. Dia membalikkan tubuhnya lalu berjalan menuju balkon. Dia berdiri di sana untuk menenangkan dirinya karena Brian yang sudah membuatnya kesal. ‘Pisah dan pisah hanya itu yang ada di hatinya jika sedang kesal,’ gerutu Alena di dalam hatinya. “Maafkan aku,” ucap Brian sembari memeluk Alena dari belakang. Alena hanya diam mendengar permintaan maaf Brian padanya. Dia juga terus mendengarkan yang dikatakan oleh suaminya yang mulai menjelaskan tentang Gery. “Itulah sebabnya Gery mengatakan