"Dia adalah kakaknya, Ethan.” “Apa?” Alena terkejut dengan jawaban Carla. Alena tidak tahu jika Gery adalah kakaknya Ethan. Meski dia mengenal pria itu tetapi tidak mengenalnya lebih jauh lagi. Sebab dia juga memang merasakan sesuatu yang membuatnya berpikir untuk tidak terlalu dekat dengan Gery. “Lantas mengapa kalian berdua sepertinya tidak ingin berurusan dengannya. Bukankah dia adalah saudara, Ethan?” “Akan aku jelaskan padamu.” Alena mengangguk dan dia mendengarkan yang dijelaskan oleh Carla. Dia benar-benar tidak mengira jika Gery akan melakukan hal seperti itu. Perbuatan pria itu bisa saja menewaskan Ethan atau Carla. Hatinya juga ikut merasa geram setelah mendengar semuanya. Dia pun merutuki pria itu dan berharap Gery tidak membuat masalah lagi. Terlebih lagi sebentar lagi Carla dan Ethan akan menikah. “Sekarang dia ada di mana?” tanya Alena pada Carla. “Ethan, sudah menyuruhnya pergi dan memberikan yang diinginkan oleh pria itu.” “Apa kamu atau Ethan yakin jika
"Apa hanya ada kata berpisah di kamusmu, Brian? Jika ada yang tidak kamu suka makan kamu akan mengatakan berpisah,” geram Alena yang sudah merasa kesal dengan sang suami. Alena terus menyerang Brian dengan kalimat-kalimat marahnya. Dia benar-benar kesal pada pria itu. Dia juga mengabaikan panggilan teleponnya yang terus saja berdering. “Pergilah! Jika kamu mau sendiri! Aku tidak peduli!” Alena kembali berkata pada Brian dengan nada mengusir. “Alena,” panggil Brian. Namun, Alena mengabaikannya. Dia membalikkan tubuhnya lalu berjalan menuju balkon. Dia berdiri di sana untuk menenangkan dirinya karena Brian yang sudah membuatnya kesal. ‘Pisah dan pisah hanya itu yang ada di hatinya jika sedang kesal,’ gerutu Alena di dalam hatinya. “Maafkan aku,” ucap Brian sembari memeluk Alena dari belakang. Alena hanya diam mendengar permintaan maaf Brian padanya. Dia juga terus mendengarkan yang dikatakan oleh suaminya yang mulai menjelaskan tentang Gery. “Itulah sebabnya Gery mengatakan
Perlahan Alena membuka matanya. Dia langsung melihat Brian yang masih terlelap di sampingnya. Dia terus saja memandanginya karena tidak merasa bosan. “Jangan terus menatapku jika tidak aku bisa memakanmu saat ini juga,” ucap Brian sembari tersenyum lalu dia membuka kedua matanya. Alena tertawa kecil lalu berkata, “Jangan menakuti aku. Kita tidak tahu siapa yang akan memakan siapa.” Alena sedikit terkejut karena Brian secara mendadak mengubah posisi tubuhnya. Sehingga saat ini tubuhnya ada di bawah tubuh Brian. Dia melihat Brian yang sedang menatapnya dengan lekat. “Jangan menantangku, Sayang,” Brian kembali berkata dengan nada sedikit menggoda lalu dia mencium bibir Alena. Alena menerima ciuman di pagi hari dari Brian yang begitu lembut. Dia memejamkan matanya sembari mengalungkan tangannya ke leher Brian. Perlahan ciuman Brian semakin agresif tetapi dia menghentikan sejenak ciumannya. Lalu dia kembali menatap wanita yang bisa membuatnya belajar lagi percaya dengan yang nama
Alena tersenyum tipis saat mendengar yang dikatakan oleh Brian. Rupanya sang kakak masih belum menyerah dan tetap ingin merebut posisinya sebagai istri dari Brian Oliver. “Apa kamu mau bersama dengannya? Bahkan dia sudah bersama dengan keponakanmu?” Alena bertanya pada sang suami yang ada di smapingnya. Alena menatap Brian yang sama sekali tidak menimpalinya. Pria itu malah terus memandanginya. Tidak begitu lama dia melihat brian tersenyum sembari mendekatkan tubuhnya. “Ada apa?” tanya Alena sembari bergeser. “Sayang, apakah kamu cemburu?” “Cemburu? Untuk apa juga aku cemburu padanya. Membuang energi saja.” Alena memicingkan matanya saat melihat Brian terkekeh-kekeh. Dia semakin kesal saja dengan pria yang sedang menertawakannya itu. Padahal memang benar dia sama sekali tidak peduli dengan sang kakak yang terus saja mengejar Brian. “Hentikan tawamu!” tukas Alena. Akan tetapi, Brian tidak menuruti yang diperintahkan olehnya. Pria itu maslah semakin menjadi menertawakannya.
"Apa aku tidak boleh menemui adikku?” tanya orang itu yang tidak lain adalah Erica. “Tidak perlu basa-basi lagi. Apa yang kamu inginkan?” Alena langsung bertanya pada sang kakak yang sekarang sudah duduk di seberangnya. Alena melihat sang kakak yang tersenyum padanya. Namun, dia merasa jika wanita yang ada di depannya itu sedang merencanakan sesuatu. Dia terus saja memperhatikan kakaknya hingga menjawab pertanyaan yang barusan dilayangkan olehnya. “Aku beri kamu sekali lagi kesempatan. Lepaskan, Brian dan pergilah sejauh mungkin agar aku tidak bisa melihatmu.” Alena mengernyit saat mendengar yang dikatakan sang kakak. Dia merasa aneh saja dengan sang kakak yang begitu keras kepala ingin menggantikan posisinya sebagai istri Brian. “Kak, apakah aku tidak salah dengar? Apa kamu sudah lupa jika aku adalah istri sah, Brian? Apa kamu juga sadar jika suamiku sama sekali tidak memiliki perasaan padamu? Mengapa kamu begitu keras ingin memiliki seseorang yang sama sekali tidak menganggapm
"Apa kamu takut jika aku menyebarkan semua ini pada saingan bisnismu?” tanya Erica sembari tersenyum. Alena melihat ke arah layar ponsel sang kakak. Dia pun hanya bisa tertawa kecil. Dia pun melihat wajah Erica yang kesal karena dirinya tidak memperlihatkan rasa terkejut atau takut dengan yang dimiliki olehnya. “Apa kamu tidak takut, Brian?” Erica kembali bertanya pada Brian. Sebab dia juga melihat Brian yang terkekeh. “Tentu saja. Aku sama sekali tidak takut dengan yang ada di ponselmu itu.” “Apa?” “Iya. Jika kamu mau menyebarkannya. Lakukan saja! Aku tidak peduli.” Alena hanya diam memperhatikan sang suami dan kakaknya. Dia sama sekali tidak perlu turun tangan karena Brian bisa mengatasinya. Tidak begitu lama Erica pun pergi meninggalkan ruangan dengan rasa kesal yang semakin besar. “Sayang, apakah kamu yakin tidak takut dengan yang dimiliki oleh kakakku?” tanya Alena pada sang suami yang ada di sampingnya. “Tentu saja aku tidak takut. Apakah kamu takut?” jawab Brian la
Alena melihat ke arah orang itu yang dengan wajah tidak bersalahnya muncul di hadapannya. Dia sama sekali tidak memberikan senyumannya karena dia memang tidak mengharapkan kedatangannya. “Jangan memasang wajah seperti itu, Alena,” Orang itu kembali berkata dengan tenangnya. “Untuk apa kamu datang ke sini? Apakah kamu ingin mengacau lagi?” “Sejak kapan aku mengacau? Yang ada aku akan merebutmu kembali dari tangan pamanku.” Alena tersenyum kecut mendengar jawaban orang itu yang tidak lain adalah Theo. Entah mengapa dia tidak bisa hidup tenang bersama Brian. Tadi sang kakak yang datang padanya untuk melepaskan Brian. Sekarang Theo yang ingin merebutnya dari Brian. “Emily, kamu pergilah! Aku akan berusaha membantu kamu dan suamimu,” ucap Brian pada Emily karena dia tidak mau Theo mengacaukan pikiran wanita itu. “Baiklah,” jawab Emily lalu dia pergi meninggalkan ruangan. “Theo, apa yang kalian rencanakan?” tanya Alena setelah melihat Emily sudah tidak ada di ruangan. “Apa ma
"Jangan lakukan itu, Brian!” pinta Alena sembari memegang tangan Brian. Alena tidak ingin jika sang suami kehilangan kontrol dan bisa saja menghabisi Theo dengan tangannya. Dia tidak ingin jika Brian mendapatkan masalah baru dan harus berhadapan dengan saudarinya sendiri. “Pukul! Pukul saja aku, Paman! Aku tidak takut denganmu! Aku tahu jika kamu sudah tidak bisa mempertahankan kekasihku untuk selalu ada di sisimu, kan?!” tantang Theo. Alena langsung menampar pipi kanan Theo. Dia benar-benar sudah merasa muak dengan pria yang ada di depannya. Setiap kali Theo mau bicara maka dia akan menamparnya lagi dan lagi. “Pergi! Apa aku harus mengatakan semua kebencianku padamu!” teriak Alena pada Theo. “Baik! Aku akan pergi! Tapi perlu kamu ingat aku tidak akan pernah menyerah. Aku akan terus berusaha merebutmu kembali dari tangan pamanku. Sebab aku tahu kamu hanya bisa bahagia bersama denganku!” timpal Theo. Lalu pria pergi meninggalkan ruangan. Alena menghela napasnya setelah meliha