"Apa aku tidak boleh menemui adikku?” tanya orang itu yang tidak lain adalah Erica. “Tidak perlu basa-basi lagi. Apa yang kamu inginkan?” Alena langsung bertanya pada sang kakak yang sekarang sudah duduk di seberangnya. Alena melihat sang kakak yang tersenyum padanya. Namun, dia merasa jika wanita yang ada di depannya itu sedang merencanakan sesuatu. Dia terus saja memperhatikan kakaknya hingga menjawab pertanyaan yang barusan dilayangkan olehnya. “Aku beri kamu sekali lagi kesempatan. Lepaskan, Brian dan pergilah sejauh mungkin agar aku tidak bisa melihatmu.” Alena mengernyit saat mendengar yang dikatakan sang kakak. Dia merasa aneh saja dengan sang kakak yang begitu keras kepala ingin menggantikan posisinya sebagai istri Brian. “Kak, apakah aku tidak salah dengar? Apa kamu sudah lupa jika aku adalah istri sah, Brian? Apa kamu juga sadar jika suamiku sama sekali tidak memiliki perasaan padamu? Mengapa kamu begitu keras ingin memiliki seseorang yang sama sekali tidak menganggapm
"Apa kamu takut jika aku menyebarkan semua ini pada saingan bisnismu?” tanya Erica sembari tersenyum. Alena melihat ke arah layar ponsel sang kakak. Dia pun hanya bisa tertawa kecil. Dia pun melihat wajah Erica yang kesal karena dirinya tidak memperlihatkan rasa terkejut atau takut dengan yang dimiliki olehnya. “Apa kamu tidak takut, Brian?” Erica kembali bertanya pada Brian. Sebab dia juga melihat Brian yang terkekeh. “Tentu saja. Aku sama sekali tidak takut dengan yang ada di ponselmu itu.” “Apa?” “Iya. Jika kamu mau menyebarkannya. Lakukan saja! Aku tidak peduli.” Alena hanya diam memperhatikan sang suami dan kakaknya. Dia sama sekali tidak perlu turun tangan karena Brian bisa mengatasinya. Tidak begitu lama Erica pun pergi meninggalkan ruangan dengan rasa kesal yang semakin besar. “Sayang, apakah kamu yakin tidak takut dengan yang dimiliki oleh kakakku?” tanya Alena pada sang suami yang ada di sampingnya. “Tentu saja aku tidak takut. Apakah kamu takut?” jawab Brian la
Alena melihat ke arah orang itu yang dengan wajah tidak bersalahnya muncul di hadapannya. Dia sama sekali tidak memberikan senyumannya karena dia memang tidak mengharapkan kedatangannya. “Jangan memasang wajah seperti itu, Alena,” Orang itu kembali berkata dengan tenangnya. “Untuk apa kamu datang ke sini? Apakah kamu ingin mengacau lagi?” “Sejak kapan aku mengacau? Yang ada aku akan merebutmu kembali dari tangan pamanku.” Alena tersenyum kecut mendengar jawaban orang itu yang tidak lain adalah Theo. Entah mengapa dia tidak bisa hidup tenang bersama Brian. Tadi sang kakak yang datang padanya untuk melepaskan Brian. Sekarang Theo yang ingin merebutnya dari Brian. “Emily, kamu pergilah! Aku akan berusaha membantu kamu dan suamimu,” ucap Brian pada Emily karena dia tidak mau Theo mengacaukan pikiran wanita itu. “Baiklah,” jawab Emily lalu dia pergi meninggalkan ruangan. “Theo, apa yang kalian rencanakan?” tanya Alena setelah melihat Emily sudah tidak ada di ruangan. “Apa ma
"Jangan lakukan itu, Brian!” pinta Alena sembari memegang tangan Brian. Alena tidak ingin jika sang suami kehilangan kontrol dan bisa saja menghabisi Theo dengan tangannya. Dia tidak ingin jika Brian mendapatkan masalah baru dan harus berhadapan dengan saudarinya sendiri. “Pukul! Pukul saja aku, Paman! Aku tidak takut denganmu! Aku tahu jika kamu sudah tidak bisa mempertahankan kekasihku untuk selalu ada di sisimu, kan?!” tantang Theo. Alena langsung menampar pipi kanan Theo. Dia benar-benar sudah merasa muak dengan pria yang ada di depannya. Setiap kali Theo mau bicara maka dia akan menamparnya lagi dan lagi. “Pergi! Apa aku harus mengatakan semua kebencianku padamu!” teriak Alena pada Theo. “Baik! Aku akan pergi! Tapi perlu kamu ingat aku tidak akan pernah menyerah. Aku akan terus berusaha merebutmu kembali dari tangan pamanku. Sebab aku tahu kamu hanya bisa bahagia bersama denganku!” timpal Theo. Lalu pria pergi meninggalkan ruangan. Alena menghela napasnya setelah meliha
Alena berniat mengabaikan panggilan telepon sang ibu. Akan tetapi, ibunya terus saja menghubunginya. Sehingga rasa ingin tahunya semakin besar dengan yang akan disampaikan oleh sang ibu padanya. “Halo,” sapa Alena setelah dia mengangkat teleponnya.
"Bu, jangan lakukan itu!” teriak Caca yang langsung berlari ke arah sang ibu.Alena merasa terkejut saat mendengar teriakan sang suami serta Caca. Dia pun melihat ke arah sang kakak ipar yang sudah mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Rupanya kakak iparnya mengeluarkan sebuah botol obat.
“Semuanya sudah jelas. Kamu tidak perlu lagi menjawab pertanyaanku,” Brian kembali berkata pada Alena yang begitu lama menjawab pertanyaan yang dilayangkan olehnya barusan.Alena menghela napasnya saat mendengar yang dikatakan oleh Brian. Dia melihat sang suami berjalan menuju balkon. Alena pun beranjak dan dia mengikuti suaminya.
“Biarkan aku bicara!” Shinta memotong perkataan Brian.Alena memegang tangan Brian kembali seraya memberikan tanda pada sang suami agar memberikan kesempatan bagi sang kakak ipar untuk bicara. Dia tersenyum saat melihat Brian menganggukkan kepalanya. Lalu dia kembali fokus dengan kakak ipar yang ada di depannya.