“Biarkan aku bicara!” Shinta memotong perkataan Brian.
Alena memegang tangan Brian kembali seraya memberikan tanda pada sang suami agar memberikan kesempatan bagi sang kakak ipar untuk bicara. Dia tersenyum saat melihat Brian menganggukkan kepalanya. Lalu dia kembali fokus dengan kakak ipar yang ada di depannya.
"Erica, mengapa kamu semakin menggila seperti ini?” Alena kembali bertanya pada sang kakak. “Kamu yang membuatku seperti ini.”Alena menggelengkan kepalanya dia masih tetap saja mendengar sang kakak menyalahkan dirinya. Namun, dia terus
"Apa yang terjadi? Katakan padaku?!” tukas Alena pada Caca dan juga Carla.“Ikutlah denganku! Nanti akan aku jelaskan,” jawab Caca.Alena pun mengangguk dan dia berjalan ke luar dari kafe bersama Caca dan juga Carla. Meski di dalam benaknya begitu banyak p
“Nenek ...,” Caca menyebut nama sang nenek. “Caca, kamu tetap di rumah sakit dan temani tante kecilmu. Sedangkan kamu Theo dan Shinta kalian berdua ikut denganku!” “Baik, Bu,” jawab Shinta yang langsung memegang tangan
Alena terus melihat ke arah orang yang dikenalinya. Dia berniat untuk keluar dan menghampiri orang itu. Namun, orang itu sudah pergi. Sehingga dia memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke rumahnya. Tidak berselang lama dia pun tiba di rumahnya. Dia melihat Carla yang sudah ada di sana. Dia pun mendekat ke arah wanita itu dan melihat ada gaun yang tergantung di dekat Carla.
Alena melihat ke arah orang yang baru saja bicara. Betapa terkejutnya dia melihat seorang pria yang sangat dirindukannya. Tanpa basa-basi lagi dia memeluk pria itu. “Sayang, aku merindukanmu,” ucap Alena sembari terus memeluk pria itu.Semua o
Alena sedikit kesal setelah mendengar jawaban orang yang ada di ujung telepon. Namun, dia terus mendengarkan yang dikatakan orang itu karena dia ingin tahu apakah orang itu memang tahu tentang sang suami atau hanya membohonginya saja.“Apa kamu ingin bertemu denganku secara langsung?” tanya Alena yang sedikit terkejut dengan keinginan orang itu.Dia menolak untuk bertemu dengan orang itu karena baginya itu tidak perlu. Sebab dengan bicara melalui saluran telepon sudah cukup. Akan tetapi, orang itu memaksa ingin bertemu secara langsung.
"Kamu tahu namaku rupanya,” ucap pria itu sembari tersenyum dan melepaskan cengkeramannya.Alena terpaku mendengar jika pria itu juga bernama Brian. Dia terus menatap pria yang ada di hadapannya dengan saksama. Aura yang terpncar dari pria itu sama dengan yang aura sang suami.“Mengapa diam? Apakah hatimu sudah mulai bergetar saat aku ada di depanmu?” tanya Brian pada Alena yang terus memandanginya.“Namamu memang sama dengan nama suamiku. Namun, sifatmu sama seper
Alena mengernyit saat melihat orang yang masuk ke ruangannya sembari merah-marah. Orang itu terus saja menggerutu dan menyalahkan dirinya.“Ayolah, Mika ... apa yang sudah aku lakukan padamu? Apakah aku mencuri kekasihmu? Sama seperti yang kamu lakukan padaku?” Alena bertanya pada wanita yang ada di depannya.