Alena mengernyit saat melihat orang yang masuk ke ruangannya sembari merah-marah. Orang itu terus saja menggerutu dan menyalahkan dirinya.
“Ayolah, Mika ... apa yang sudah aku lakukan padamu? Apakah aku mencuri kekasihmu? Sama seperti yang kamu lakukan padaku?” Alena bertanya pada wanita yang ada di depannya.
"Kamu ....”“Kamu memang sangat mudah masuk dalam jebakan,” sela wanita itu. Lalu ada seseorang yang memukul Alena hingga tidak sadarkan diri. “Cepat bawa dia!” perintah wanita itu. Pada pria yang barusan memukul Alena.
Alena benar-benar tidak melawan pria itu. Seraya dia sudah merelakan dirinya mati saat ini juga. Dia berpikir jika memang Brian sudah tiada makan tidak ada artinya lagi untuk dirinya tetap hidup. “Kamu sepertinya sudah tidak ingin hidup lagi,” ucap pria bertopeng itu. Sembari menambahkan kekuatannya untuk mencekik Alena.
Alena masih tetap mengikuti Carla meski dia merasakan sesuatu yang berbeda pada wanita yang ada di depannya. Akhirnya dia melihat sebuah pintu yang ada di depannya. “Mungkin kamu akan merasa sesak saat berada di dalam sana,” Carla kembali berkata pada Alena.
"Katakan apa syaratnya! Mengapa kamu hanya diam saja?” Alena kembali bertanya pada Theo yang begitu lama mengatakannya. Alena terus menatap Theo dan tidak begitu lama dia melihat pria itu tersenyum. Dia tetap memasang wajah dinginnya pada Theo yang sudah membuatnya merasa kesal.
"Theo. Dialah orangnya.”“Sudah aku duga,” sambung Alena setelah dia mendengar nama yang keluar dari mulut Carla.“Lantas apa yang akan kamu lakukan padanya?”
Alena melihat ke arah orang yang duduk di sampingnya tanpa permisi. Dia mengerutkan dahinya karena orang itu sama sekali tidak memedulikan reaksi yang diperlihatkan olehnya. “Apa kamu mengikuti aku?” tanya Alena pada orang yang duduk di sampingnya.
"Brian, apa ini kamu?” Alena kembali bertanya pada orang yang ada di ujung telepon.Namun, orang itu kembali terdiam dan tidak mengatakan sepatah kata pun. Sehingga membuat hati Alena semakin tidak menentu. Antara senang dan kesal karena orang itu tidak mengeluarkan suaranya.
Alena melihat ke arah orang yang barusan bicara yang ditujukan padanya. Dia tersenyum kecut karena orang itu tidak lain adalah Mika. Dia berpikir jika wanita itu sudah merebut kekasihnya.“Aku tidak peduli jika semua orang menganggap aku gila,” Alena kembali berkata sembari berdiri dan menatap Mika yang sudah ada di depannya.