"Aku tidak akan mengatakannya jika kamu tetap ingin berpisah denganku,” Alena kembali berkata. “Ada apa denganmu? Bukankah selama ini kamu ingin lepas dariku? Dan kamu juga sangat membenci keluarga Oliver?” Brian melayangkan beberapa pertanyaan pada Alena. “Itu terserah padamu. Jika kamu masih mau berpisah denganku maka aku tidak akan memberitahukan semuanya.” Alena bersikeras dengan keputusannya. Meski jauh di dalam benaknya menyangsikan keputusannya itu. Namun, dia berpikir jika semua ini memang sudah menjadi takdirnya dan sang kakek pun percaya pada pria yang ada di sampingnya. Dia pun membalikkan tubuhnya. Sehingga membelakangi Brian karena pria itu tidak menimpali perkataannya. Dia memejamkan matanya karena obat yang diberikan oleh Juan mulai menunjukkan efeknya. Hingga dia pun terbangun di pagi hari. “Mengapa aku bisa mengambil keputusan yang bisa membuatku masuk ke dalam dunianya semakin dalam?” gumam Alena sembari menatap Brian yang masih tertidur di sampingnya. Dia t
"Jangan angkat!” Alena kembali melarang Brian. “Ternyata masa lalumu.” “Itu sebabnya aku tidak ingin mengangkatnya. Aku tidak ingin jika hari ini dihancurkan olehnya.” Alena menghela napasnya karena Brian tidak menurutinya dan mengangkat telepon dari Theo. Dia melihat dan mendengarkan yang mereka berdua bicarakan. Sebab Brian menekan tombol pengeras suara sehingga dia bisa mendengarnya dengan jelas. Dia merasa kesal juga dengan yang dikatakan oleh Theo. Dia berpikir jika pria itu masih tidak menyerah untuk menghancurkan hubungannya dengan Brian. “Kamu bisa mengatakan apa saja tentang istriku. Namun, yang pasti kamu tidak akan bisa mendapatkannya kembali,” Brian berkata pada sang keponakan yang ada di ujung telepon. Alena memegang tangan Brian seraya ingin mengatakan padanya agar tidak terpancing oleh perkataan Theo. Dia melihat Brian tersenyum dan itu sedikit memberikannya rasa tenang. Dia kembali mendengarkan Theo yang mulai mengancam Brian jika tidak bisa mendapatkannya
"Jangan pernah percaya dengan yang dia katakan!” ucap seseorang yang berdiri di belakang Alena. Alena mengenali dengan baik suara orang itu. Dia tidak membalikkan tubuhnya. Tidak begitu lama dia pun melihat orang itu berdiri di samping Mika. Sehingga dia bisa melihat dengan jelas wajah orang itu. “Mengejutkan sekali. Apakah kalian memang membuat janji bertemu di kafeku?” tanya Alena pada orang itu. “Sayang, jangan bicara seperti itu! Aku datang ke sini memang untuk bertemu denganmu.” “Theo ... Theo ... apakah kamu hilang ingatan? Aku bukan lagi kekasihmu tetapi aku adalah istri pamanmu!” tegas Alena. “Tidak! Aku tidak percaya! Kamu masih mencintai aku dan aku yakin kamu hanya bisa bahagia bersamaku.” Alena menggelengkan kepalanya. Dia tersenyum tipis lalu menekankan kembali pada pria yang ada di depannya. Bahwa dia selamanya akan menjadi istri dari Brian Oliver hingga tua. "Theo, mengapa kamu masih bersikeras ingin Alena kembali ke sisimu?” tanya Mika pada Theo. “Karena ak
"Kamu ... bagaimana kamu bisa tahu aku ada di sini?” tanya Carla pada seorang pria yang masuk tanpa izin ke ruang kerja Alena. “Aku pasti tahu di mana kamu berada. Meski kamu bersembunyi di bawah tanah sekalipun.” Alena memperhatikan pria itu. Dia mengenali pria itu karena pernah bertemu dengannya beberapa kali saat berada di Jakarta. Namun, yang membuatnya penasaran pria itu mengenal Carla dan sepertinya mereka berdua sedang dalam masalah. Terjadilah perdebatan antara pria itu dan Carla. Mereka berdua tetap berpegang dengan pendapat mereka masing-masing. Sehingga membuat Alena semakin ingin tahu masalah yang terjadi di antara mereka berdua. “Gery,” panggil Alena pada pria itu. Seraya ingin menghentikan perdebatan antara Carla dan pria itu. “Alena, kamu kenal dengannya?” tanya Carla yang sedikit terkejut karena Alena menyebut nama pria itu. “Iya. Namun, aku tidak tahu jika kalian berdua ada masalah,” jawab Alena sembari melihat ke arah Gery. “Sebaiknya kamu jangan terlalu de
Alena terlelap setelah pergulatannya dengan Brian. Dia pun terbangun saat perutnya terasa lapar. Dia melihat Brian yang ada di sampingnya dan pria itu juga masih tertidur. Dia terus memandangi Brian dan menjulurkan jarinya. Dia menyentuh lembut hidung Brian. Dia tersenyum saat melihat Brian tersenyum padanya setelah membuka kedua matanya. “Jam berapa ini?” tanya Brian. “Jam sebelas malam. Namun, aku lapar.” “Aku akan menyuruh pelayan untuk membawakannya ke sini.” Alena menggelengkan kepalanya. Dia mengatakan mungkin para pelayan sudah beristirahat. Sehingga dia meminta Brian untuk mengantarnya ke pantri. “Apa kamu mau memasak?” Brian kembali bertanya. “Aku tidak bisa masak.” Brian tersenyum lalu berkata, “Kamu memiliki kafe tapi tidak bisa memasak. Aneh sekali.” “Apakah wajib pemilik kafe bisa memasak?” “Tidak juga.” Alena sedikit kesal dengan jawaban Brian dan juga pria itu masih menertawakannya. Dia mengambil ponselnya dan membuka layanan antar makanan. “Baiklah janga
"Dia adalah kakaknya, Ethan.” “Apa?” Alena terkejut dengan jawaban Carla. Alena tidak tahu jika Gery adalah kakaknya Ethan. Meski dia mengenal pria itu tetapi tidak mengenalnya lebih jauh lagi. Sebab dia juga memang merasakan sesuatu yang membuatnya berpikir untuk tidak terlalu dekat dengan Gery. “Lantas mengapa kalian berdua sepertinya tidak ingin berurusan dengannya. Bukankah dia adalah saudara, Ethan?” “Akan aku jelaskan padamu.” Alena mengangguk dan dia mendengarkan yang dijelaskan oleh Carla. Dia benar-benar tidak mengira jika Gery akan melakukan hal seperti itu. Perbuatan pria itu bisa saja menewaskan Ethan atau Carla. Hatinya juga ikut merasa geram setelah mendengar semuanya. Dia pun merutuki pria itu dan berharap Gery tidak membuat masalah lagi. Terlebih lagi sebentar lagi Carla dan Ethan akan menikah. “Sekarang dia ada di mana?” tanya Alena pada Carla. “Ethan, sudah menyuruhnya pergi dan memberikan yang diinginkan oleh pria itu.” “Apa kamu atau Ethan yakin jika
"Apa hanya ada kata berpisah di kamusmu, Brian? Jika ada yang tidak kamu suka makan kamu akan mengatakan berpisah,” geram Alena yang sudah merasa kesal dengan sang suami. Alena terus menyerang Brian dengan kalimat-kalimat marahnya. Dia benar-benar kesal pada pria itu. Dia juga mengabaikan panggilan teleponnya yang terus saja berdering. “Pergilah! Jika kamu mau sendiri! Aku tidak peduli!” Alena kembali berkata pada Brian dengan nada mengusir. “Alena,” panggil Brian. Namun, Alena mengabaikannya. Dia membalikkan tubuhnya lalu berjalan menuju balkon. Dia berdiri di sana untuk menenangkan dirinya karena Brian yang sudah membuatnya kesal. ‘Pisah dan pisah hanya itu yang ada di hatinya jika sedang kesal,’ gerutu Alena di dalam hatinya. “Maafkan aku,” ucap Brian sembari memeluk Alena dari belakang. Alena hanya diam mendengar permintaan maaf Brian padanya. Dia juga terus mendengarkan yang dikatakan oleh suaminya yang mulai menjelaskan tentang Gery. “Itulah sebabnya Gery mengatakan
Perlahan Alena membuka matanya. Dia langsung melihat Brian yang masih terlelap di sampingnya. Dia terus saja memandanginya karena tidak merasa bosan. “Jangan terus menatapku jika tidak aku bisa memakanmu saat ini juga,” ucap Brian sembari tersenyum lalu dia membuka kedua matanya. Alena tertawa kecil lalu berkata, “Jangan menakuti aku. Kita tidak tahu siapa yang akan memakan siapa.” Alena sedikit terkejut karena Brian secara mendadak mengubah posisi tubuhnya. Sehingga saat ini tubuhnya ada di bawah tubuh Brian. Dia melihat Brian yang sedang menatapnya dengan lekat. “Jangan menantangku, Sayang,” Brian kembali berkata dengan nada sedikit menggoda lalu dia mencium bibir Alena. Alena menerima ciuman di pagi hari dari Brian yang begitu lembut. Dia memejamkan matanya sembari mengalungkan tangannya ke leher Brian. Perlahan ciuman Brian semakin agresif tetapi dia menghentikan sejenak ciumannya. Lalu dia kembali menatap wanita yang bisa membuatnya belajar lagi percaya dengan yang nama
Tanpa berpikir panjang akhirnya Alena pun pergi meninggalkan rumah. Dia melupakan dengan janjinya pada Brian yang tidak akan pergi dari rumah karena itu berbahaya. Dia sudah ada di dalam mobilnya dan memacunya ke luar dari area rumah. Tidak ada satu pun mengawal yang melarangnya pergi. Sehingga memudahkannya untuk pergi menuju tempat yang sudah dikatakan oleh Caca padanya.
"Apa yang terjadi padanya?” Alena kembali bertanya pada sang kakak ipar. “Shinta, ada yang harus aku bicarakan denganmu!” sela Martin dengan nada serius. “Bisakah kamu menunggu sebentar? Ada yang harus aku bicarakan dengan adik ip
"Aku tidak memerlukan bantuan darimu!” tukas Alena setelah melihat pria yang ada di depannya. Sebab pria itu tidak lain adalah sang suami. Namun, dia melihat Ethan yang ada di belakang Brian. Dia langsung mendekat ke arah pria itu. Alena mengatakan beberapa hal pada Ethan dan memintanya untuk mengurus pria yang sudah berani masuk ke apartemennya.
Alena begitu mengkhawatirkan Erica. Dia terus bertanya di mana yang sakit pada sang kakak. Namun, dia terkejut saat Erica yang memeluknya dengan sangat erat. “Maafkan, Brian. Dia benar-benar mencintai kamu,” ucap Erica sembari terus memeluk sang adik.
“Bu, bagaimana bisa keluarganya meminta seperti itu? Apakah kalian berdua tidak mengatakan pada mereka jika aku sudah menikah?” Alena kembali bertanya pada sang ibu.“Ayahmu sudah mengatakannya pada mereka. Namun, mereka juga rupanya sudah tahu dengan yang terjadi pada suamimu. Mereka beranggapan jika suamimu sudah tiada.”
"Katakan di mana dia, Bu?” Alena kembali bertanya pada ibu mertuanya. “Bukankah kamu sudah tahu di mana dia?” Alena mengerutkan dahinya karena tidak paham dengan yang dikatakan sang ibu mertua. Andaikan dia tahu di mana keberadaan Brian
Alena mendengarkan yang dikatakan sang kakak. Dia langsung menghubungi seseorang dan bertanya akan masalah yang sedang dihadapi oleh keluarga suaminya. “Jangan membohongi aku, Ethan! Katakan yang sebenarnya bagaimana masalah seperti itu bisa menimpa keluarga suamiku?!” tanya Alena dengan nada sedikit menekan.
"Aku tahu semua yang berkaitan denganmu,” jawab Alena. Alena melihat raut wajah terkejut sang kakak. Akan tetapi, dia masih bisa bersikap santai. Dia memang sudah tahu beberapa hal yang disembunyikan sang kakak. Meski dirinya yakin masih ada sesuatu yang belum diketahui olehnya.
"Menarik. Apa yang bisa kamu lakukan demi wanita busuk itu?” tanya Alena pada pria yang ada di depannya. “Jangan menantangku! Aku bisa melakukan apa saja jika kamu berani mengusiknya!” Alena tersenyum saat mendengar kembali pria itu bic