Saat Jerico tiba di rumah sakit, Rhea baru sadar belum lama.Karena mengalami guncangan otak ringan, begitu dia membuka matanya, dia merasa segala sesuatu di hadapannya seperti berputar-putar, sampai-sampai membuatnya merasa mual dan ingin muntah. Jadi, dia terpaksa memejamkan matanya dan berbaring.Merasakan ada orang yang duduk di samping ranjang bangsalnya, dia mengira Weni yang tadinya pergi untuk menebus obat sudah kembali."Weni, aku merasa sangat mual, ingin muntah ...."Melihat keningnya berkerut, wajahnya pucat pasi, serta keringat dingin yang bercucuran di keningnya, Jerico merasa sangat sedih. Dia buru-buru mengambil tisu di samping untuk menyeka keringat di kening wanita itu.Saat Jerico makin mendekat dengannya, dia bisa menghirup aroma tubuh pria itu dengan jelas. Saat itu juga, dia langsung membuka matanya.Begitu melihat orang yang berada di hadapannya benar-benar adalah Jerico, Rhea langsung memalingkan wajahnya dan berkata dengan nada jijik, "Jangan menyentuhku."Soro
"Paman, terima kasih karena telah datang menjenguk Rhea. Tapi, biasanya kamu sangat sibuk, ke depannya kamu nggak perlu datang lagi."Nada bicara Jerico tidak sungkan-sungkan, sorot matanya terhadap Arieson juga penuh dengan permusuhan, seolah-olah hampir saja menuliskan kata "menjauhlah dari Rhea" di wajahnya.Arieson menatap keponakannya itu dengan ekspresi tenang, tidak menunjukkan tanda-tanda marah karena diprovokasi seperti itu.Jerico menggertakkan giginya, hatinya diliputi oleh amarah. Sikap Arieson membuatnya merasakan seperti sedang meninju udara.Tanpa menanggapi ucapan Jerico, Arieson mengalihkan pandangannya ke arah Weni dan berkata, "Nona Weni, sebentar lagi aku masih ada rapat, aku pergi dulu."Weni menganggukkan kepalanya dan berkata, "Baik, Paman. Aku akan mengantarmu keluar.""Nggak perlu."Melihat Arieson berbalik dan pergi begitu saja, Jerico segera mengejarnya.Jerico segera menghentikan Arieson saat pamannya sudah sampai di depan lift. Kemudian, dia berkata dengan
"Pak Jerico, kalau kamu nggak mencintai Rhea lagi, dengan mempertimbangkan hubungan yang terjalin antara kalian berdua selama delapan tahun, tolong lepaskan dia.""Jangan bersikap di satu sisi nggak bersedia bercerai, sedangkan di sisi lainnya kamu malah sibuk menjalin hubungan nggak jelas dengan wanita simpananmu di luar sana. Tindakanmu itu hanya akan menghancurkan hubungan kalian sepenuhnya."Selesai berbicara, tanpa memedulikan seberapa buruk ekspresi Jerico, Weni langsung berbalik dan pergi.Samar-samar, jari-jari Jerico yang sedang mencengkeram ponselnya sudah memutih. Sorot matanya tampak sangat gelap, seperti tinta yang tidak bisa diencerkan.Ponselnya masih terus berdering. Dengan memasang ekspresi muram, dia berjalan ke arah belokan tangga."Ada apa?"Di ujung telepon, terdengar suara serius Stella. "Pak Jerico, ada hal penting yang perlu kubicarakan denganmu.""Sekarang aku sedang sibuk."Saat dia hendak memutuskan sambungan teleponnya, tidak tahu apa yang dikatakan oleh wan
"Aku nggak akan bercerai dengannya! Biarpun aku bercerai dengannya, aku juga nggak akan menikahimu! Kamu hanya perlu melahirkan anak itu, nggak perlu ikut campur dalam urusan lain!"Selesai berbicara, Jerico langsung pergi dengan membawa laporan pemeriksaan kesehatan itu.Setelah pintu ditutup dengan dibanting, Stella menyeka air mata di sudut matanya. Perlahan-lahan, sudut bibirnya terangkat ke atas.Sepanjang malam, Jerico tidak kembali ke rumah sakit lagi.Rhea sudah menduga hal seperti itu akan terjadi, jadi dia juga tidak kecewa.Setelah menjalani perawatan dan beristirahat di rumah sakit selama beberapa hari, tubuh Rhea sudah hampir pulih total. Selain terkadang masih bisa merasa pusing, tubuhnya tidak bermasalah lagi. Dokter mengatakan sore hari ini dia sudah boleh keluar dari rumah sakit."Rhea, sore hari ini aku ada urusan, aku akan meminta sopir keluargaku untuk mengantarmu pulang, ya?""Nggak perlu. Lagi pula, barangku nggak banyak. Aku naik taksi pulang saja."Selama dia di
Rhea benar-benar merasakan dirinya seperti baru saja mendengar sebuah lelucon. Dia tidak pernah menemui seorang suami yang memeluk selingkuhannya dan memerintahkan istrinya untuk meminta maaf pada selingkuhannya."Apa kamu pikir dia layak?"Mata Stella langsung berkaca-kaca. Dia menarik lengan baju Jerico dan berkata dengan terisak, "Pak Jerico, jangan mempersulit Nona Rhea lagi .... Semua ini memang salahku. Selama bisa membuat amarah Nona Rhea mereda, dia boleh melakukan apa pun padaku ...."Jerico menundukkan kepalanya dan meliriknya dengan sorot mata dingin. "Diam!"Merasakan amarah Jerico, tubuh Stella pun gemetaran. Dia mengalihkan pandangannya ke bawah tanpa berani mengucapkan sepatah kata pun lagi.Melihat dua orang itu berpelukan seperti itu, Rhea hanya merasa konyol.Ini yang Jerico katakan padanya sebelumnya bahwa dia sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi dengan wanita itu?Apakah pria itu ... menganggapnya bodoh?Tidak ingin menyaksikan pemandangan menjijikkan itu lebih l
Bagaimanapun juga, sebelum Stella tahu Rhea mandul, biarpun dia sedang hamil, dia juga tidak akan menemui Rhea untuk memprovokasi Rhea secara terang-terangan.Tadi, dia tidak mengekspos aktingnya di hadapan Rhea hanya karena mempertimbangkan anak dalam kandungnya, tidak ingin mempermalukannya seperti itu.Namun, bukan berarti dia bodoh.Jari-jari tangan Stella bergetar. Dia menggigit bibirnya sejenak, lalu menatap pria di hadapannya itu dengan ekspresi sedih."Pak Jerico, aku nggak bermaksud seperti itu ...."Kilatan tidak sabar melintas di mata Jerico. "Sebaiknya kamu benar-benar nggak punya maksud seperti itu."Stella menggigit bibirnya, lalu berkata dengan nada bicara kecewa, "Apakah tadi kamu sedang ... memanfaatkanku untuk melihat reaksi Nona Rhea?"Jelas-jelas Jerico tahu dia sedang menjebak Rhea, tetapi pria itu tidak langsung mengekspos aktingnya. Awalnya dia berpikir pria itu juga menaruh perasaan padanya. Ternyata dia sendiri sudah berpikir banyak.Jerico mencengkeram dagu St
Begitu mendengar ucapan Janice, sorot mata serakah tampak jelas di mata Gozeus. "Lebih dari cukup aku gunakan seumur hidupku? Bukankah jumlahnya sudah mencapai miliaran?"Kilatan mengejek melintas di mata Janice. 'Ckckck, dasar kampungan. Hanya miliaran saja batas imajinasinya.'"Kalau berhasil, jangankan miliaran, puluhan miliar juga nggak masalah.""Benarkah?"Saking senang dan bersemangatnya, wajah Gozeus sampai memerah. Dia seolah-olah sudah bisa membayangkan uang puluhan miliar itu melambaikan tangan ke arahnya."Tentu saja. Paman Gozeus, mendekatlah sedikit, aku akan mengatakannya secara detail padamu."Janice menurunkan volume suaranya. Sementara itu, sambil mendengar ucapan Janice, Gozeus menganggukkan kepalanya. Dia tampak bersemangat.Pada akhirnya, dia menatap Janice dengan ekspresi serius dan berkata, "Nona Janice, aku akan mendengarkanmu. Selama aku bisa mendapatkan uang, aku akan melakukan apa pun yang kamu instruksikan."Setelah Gozeus pergi, Janice tertawa dingin.Tidak
Mendengar ucapan pengacaranya, ekspresi Jerico langsung berubah menjadi muram, suhu di sekelilingnya seperti menurun secara signifikan.Setelah terdiam selama beberapa menit, Jerico berkata, "Ke perusahaan."Beberapa hari berikutnya, Jerico tidak datang mengganggunya lagi, Rhea pun merasa senang dan rileks.Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Weni langsung pergi menemui Rhea, meminta Rhea untuk ikut bersamanya ke rumah sakit."Eh? Untuk apa kita pergi ke rumah sakit? Belum sampai jadwal pemeriksaan ulang."Melihat ekspresi kebingungan sahabatnya itu, Weni memutar matanya."Apakah kamu sudah lupa siapa yang menyebabkanmu terjatuh dari tangga?""Tentu saja aku ingat. Kenapa?""Kalau kamu ingat, ayo ikut denganku. Kita pergi ke rumah sakit untuk menuntut kompensasi biaya pengobatan dan kerugian mental yang kamu alami."Saat mereka tiba di rumah sakit, Janice sedang makan siang, Tuan dan Nyonya Keluarga Tiyur juga berada di sisi putri mereka.Melihat kedatangan Rhea, Zuis tertegun sejenak,