Ekspresi Jerico menegang, amarah bergejolak dalam hatinya, karena dia tahu Sizur adalah tipe orang yang bisa melakukan apa yang dia katakan. Bagaimanapun juga, pria itu tidak pernah peduli padanya.Pada akhirnya, dia menghubungi Yurik dan berkata dengan dingin, "Yurik, untuk sementara waktu ini, nggak perlu sentuh Zuis dulu."Setelah memutuskan panggilan teleponnya, dia menatap Sizur dengan sorot mata dingin."Kamu sudah boleh pergi sekarang juga."Sorot mata Sizur berubah menjadi muram. "Suatu hari nanti, kamu akan tahu aku melakukan semua ini untukmu."Jerico tidak menanggapi ucapan pria itu. Dia langsung mengambil sebuah dokumennya dan mulai melihat-lihat dokumen tersebut, seolah-olah tidak mendengar ucapan pria itu.Melihat ekspresi dinginnya, kilatan dingin melintas di mata Sizur. Dia segera berbalik dan pergi.Awalnya Yurik memang sudah dalam perjalanan menuju anak perusahaan itu. Setelah menerima panggilan telepon dari Jerico, dia merasa keheranan, tetapi dia hanya bisa berbalik
Saat Jerico tiba di rumah sakit, Rhea baru sadar belum lama.Karena mengalami guncangan otak ringan, begitu dia membuka matanya, dia merasa segala sesuatu di hadapannya seperti berputar-putar, sampai-sampai membuatnya merasa mual dan ingin muntah. Jadi, dia terpaksa memejamkan matanya dan berbaring.Merasakan ada orang yang duduk di samping ranjang bangsalnya, dia mengira Weni yang tadinya pergi untuk menebus obat sudah kembali."Weni, aku merasa sangat mual, ingin muntah ...."Melihat keningnya berkerut, wajahnya pucat pasi, serta keringat dingin yang bercucuran di keningnya, Jerico merasa sangat sedih. Dia buru-buru mengambil tisu di samping untuk menyeka keringat di kening wanita itu.Saat Jerico makin mendekat dengannya, dia bisa menghirup aroma tubuh pria itu dengan jelas. Saat itu juga, dia langsung membuka matanya.Begitu melihat orang yang berada di hadapannya benar-benar adalah Jerico, Rhea langsung memalingkan wajahnya dan berkata dengan nada jijik, "Jangan menyentuhku."Soro
"Paman, terima kasih karena telah datang menjenguk Rhea. Tapi, biasanya kamu sangat sibuk, ke depannya kamu nggak perlu datang lagi."Nada bicara Jerico tidak sungkan-sungkan, sorot matanya terhadap Arieson juga penuh dengan permusuhan, seolah-olah hampir saja menuliskan kata "menjauhlah dari Rhea" di wajahnya.Arieson menatap keponakannya itu dengan ekspresi tenang, tidak menunjukkan tanda-tanda marah karena diprovokasi seperti itu.Jerico menggertakkan giginya, hatinya diliputi oleh amarah. Sikap Arieson membuatnya merasakan seperti sedang meninju udara.Tanpa menanggapi ucapan Jerico, Arieson mengalihkan pandangannya ke arah Weni dan berkata, "Nona Weni, sebentar lagi aku masih ada rapat, aku pergi dulu."Weni menganggukkan kepalanya dan berkata, "Baik, Paman. Aku akan mengantarmu keluar.""Nggak perlu."Melihat Arieson berbalik dan pergi begitu saja, Jerico segera mengejarnya.Jerico segera menghentikan Arieson saat pamannya sudah sampai di depan lift. Kemudian, dia berkata dengan
"Pak Jerico, kalau kamu nggak mencintai Rhea lagi, dengan mempertimbangkan hubungan yang terjalin antara kalian berdua selama delapan tahun, tolong lepaskan dia.""Jangan bersikap di satu sisi nggak bersedia bercerai, sedangkan di sisi lainnya kamu malah sibuk menjalin hubungan nggak jelas dengan wanita simpananmu di luar sana. Tindakanmu itu hanya akan menghancurkan hubungan kalian sepenuhnya."Selesai berbicara, tanpa memedulikan seberapa buruk ekspresi Jerico, Weni langsung berbalik dan pergi.Samar-samar, jari-jari Jerico yang sedang mencengkeram ponselnya sudah memutih. Sorot matanya tampak sangat gelap, seperti tinta yang tidak bisa diencerkan.Ponselnya masih terus berdering. Dengan memasang ekspresi muram, dia berjalan ke arah belokan tangga."Ada apa?"Di ujung telepon, terdengar suara serius Stella. "Pak Jerico, ada hal penting yang perlu kubicarakan denganmu.""Sekarang aku sedang sibuk."Saat dia hendak memutuskan sambungan teleponnya, tidak tahu apa yang dikatakan oleh wan
"Aku nggak akan bercerai dengannya! Biarpun aku bercerai dengannya, aku juga nggak akan menikahimu! Kamu hanya perlu melahirkan anak itu, nggak perlu ikut campur dalam urusan lain!"Selesai berbicara, Jerico langsung pergi dengan membawa laporan pemeriksaan kesehatan itu.Setelah pintu ditutup dengan dibanting, Stella menyeka air mata di sudut matanya. Perlahan-lahan, sudut bibirnya terangkat ke atas.Sepanjang malam, Jerico tidak kembali ke rumah sakit lagi.Rhea sudah menduga hal seperti itu akan terjadi, jadi dia juga tidak kecewa.Setelah menjalani perawatan dan beristirahat di rumah sakit selama beberapa hari, tubuh Rhea sudah hampir pulih total. Selain terkadang masih bisa merasa pusing, tubuhnya tidak bermasalah lagi. Dokter mengatakan sore hari ini dia sudah boleh keluar dari rumah sakit."Rhea, sore hari ini aku ada urusan, aku akan meminta sopir keluargaku untuk mengantarmu pulang, ya?""Nggak perlu. Lagi pula, barangku nggak banyak. Aku naik taksi pulang saja."Selama dia di
Rhea benar-benar merasakan dirinya seperti baru saja mendengar sebuah lelucon. Dia tidak pernah menemui seorang suami yang memeluk selingkuhannya dan memerintahkan istrinya untuk meminta maaf pada selingkuhannya."Apa kamu pikir dia layak?"Mata Stella langsung berkaca-kaca. Dia menarik lengan baju Jerico dan berkata dengan terisak, "Pak Jerico, jangan mempersulit Nona Rhea lagi .... Semua ini memang salahku. Selama bisa membuat amarah Nona Rhea mereda, dia boleh melakukan apa pun padaku ...."Jerico menundukkan kepalanya dan meliriknya dengan sorot mata dingin. "Diam!"Merasakan amarah Jerico, tubuh Stella pun gemetaran. Dia mengalihkan pandangannya ke bawah tanpa berani mengucapkan sepatah kata pun lagi.Melihat dua orang itu berpelukan seperti itu, Rhea hanya merasa konyol.Ini yang Jerico katakan padanya sebelumnya bahwa dia sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi dengan wanita itu?Apakah pria itu ... menganggapnya bodoh?Tidak ingin menyaksikan pemandangan menjijikkan itu lebih l
Bagaimanapun juga, sebelum Stella tahu Rhea mandul, biarpun dia sedang hamil, dia juga tidak akan menemui Rhea untuk memprovokasi Rhea secara terang-terangan.Tadi, dia tidak mengekspos aktingnya di hadapan Rhea hanya karena mempertimbangkan anak dalam kandungnya, tidak ingin mempermalukannya seperti itu.Namun, bukan berarti dia bodoh.Jari-jari tangan Stella bergetar. Dia menggigit bibirnya sejenak, lalu menatap pria di hadapannya itu dengan ekspresi sedih."Pak Jerico, aku nggak bermaksud seperti itu ...."Kilatan tidak sabar melintas di mata Jerico. "Sebaiknya kamu benar-benar nggak punya maksud seperti itu."Stella menggigit bibirnya, lalu berkata dengan nada bicara kecewa, "Apakah tadi kamu sedang ... memanfaatkanku untuk melihat reaksi Nona Rhea?"Jelas-jelas Jerico tahu dia sedang menjebak Rhea, tetapi pria itu tidak langsung mengekspos aktingnya. Awalnya dia berpikir pria itu juga menaruh perasaan padanya. Ternyata dia sendiri sudah berpikir banyak.Jerico mencengkeram dagu St
Begitu mendengar ucapan Janice, sorot mata serakah tampak jelas di mata Gozeus. "Lebih dari cukup aku gunakan seumur hidupku? Bukankah jumlahnya sudah mencapai miliaran?"Kilatan mengejek melintas di mata Janice. 'Ckckck, dasar kampungan. Hanya miliaran saja batas imajinasinya.'"Kalau berhasil, jangankan miliaran, puluhan miliar juga nggak masalah.""Benarkah?"Saking senang dan bersemangatnya, wajah Gozeus sampai memerah. Dia seolah-olah sudah bisa membayangkan uang puluhan miliar itu melambaikan tangan ke arahnya."Tentu saja. Paman Gozeus, mendekatlah sedikit, aku akan mengatakannya secara detail padamu."Janice menurunkan volume suaranya. Sementara itu, sambil mendengar ucapan Janice, Gozeus menganggukkan kepalanya. Dia tampak bersemangat.Pada akhirnya, dia menatap Janice dengan ekspresi serius dan berkata, "Nona Janice, aku akan mendengarkanmu. Selama aku bisa mendapatkan uang, aku akan melakukan apa pun yang kamu instruksikan."Setelah Gozeus pergi, Janice tertawa dingin.Tidak
Arieson mengusap-usap kepalanya, berkata dengan suara rendah, "Nggak bisa membuatmu memercayaiku sepenuhnya, itu artinya aku masih kurang baik."Rhea mendongak, menatap pria itu. Saat dia hendak berbicara, tiba-tiba ponsel Arieson berdering."Kamu sudah mengubah nada deringmu?"Dulu Rhea sudah pernah mendengar nada dering ponsel Arieson, sepertinya berbeda dengan nada dering hari ini.Arieson tidak berbicara, dia mengambil ponselnya dan berjalan ke samping sebelum menjawab panggilan telepon tersebut.Tidak tahu mengapa, hati Rhea diliputi oleh kegelisahan, keningnya juga berkerut.Tak lama kemudian, Arieson sudah mengakhiri panggilan telepon itu, lalu berbalik dan berjalan menghampirinya."Aku ada sedikit urusan, perlu keluar sebentar, kamu tidur saja dulu."Selesai berbicara, dia berbalik, hendak pergi. Secara naluriah, Rhea menarik tangannya."Apa urusan itu sangat penting? Bisakah kamu tetap di sini untuk menemaniku ... aku ...."Rhea juga tidak tahu harus menggunakan alasan seperti
Setelah berjalan memasuki ruang tamu, Arieson yang sedari tadi hanya diam saja akhirnya buka suara. "Mengapa kamu mau menerima uang dua miliar darinya, bukannya bersikeras menuntut permintaan maaf terbuka dari mereka?""Biarpun dia meminta maaf, juga nggak akan tulus. Lagi pula, Jerico bisa membujuk wanita itu kemari untuk meminta maaf, pasti karena nggak ingin hal ini diekspos. Kalau aku terus bersikeras menuntut permintaan maaf, hanya akan merugikan diriku sendiri."Arieson menatap Rhea dan berkata, "Jadi, sejak awal yang kamu inginkan itu adalah uang?"Rhea mengangguk dan berkata, "Ya. Hanya saja, kalau aku menyebutkan uang, kemungkinan besar Jerico akan meminta pengacara untuk menuntutku atas tuduhan pemerasan."Mendengar ucapan ini, Arieson terdiam. Dia mengalihkan pandangannya ke bawah, tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya.Melihat pria itu tidak berencana untuk berbicara lagi, Rhea berbalik, hendak kembali ke kamar tidurnya.Rhea baru saja melangkah beberapa langkah ketika m
Rhea mengalihkan pandangannya ke arah wanita itu. Melihat ekspresi wanita itu yang jelas-jelas sedang menahan emosi, tetapi harus meminta maaf padanya itu, dia hanya merasa agak konyol."Nyonya Siska, saat kamu menyebarkan rumor aku main tangan terhadapmu, seharusnya kamu nggak pernah membayangkan sekarang kamu akan datang menemuimu, meminta maaf padaku, memohon padaku untuk mencabut tuntutan, 'kan?"Ekspresi Siska sempat berubah sesaat. Dia menusuk telapak tangannya dengan kuat, menekan api amarah yang bergejolak dalam hatinya secara paksa."Rhea, aku bersalah sudah melakukan hal seperti ini. Aku minta maaf padamu. Jangan mempermasalahkannya lagi, oke?""Oke." Rhea mengangguk, lalu berkata, "Kamu keluarkan sebuah pernyataan yang menyatakan aku nggak main tangan terhadapmu, kamu sendiri yang ingin merusak reputasiku. Dengan begitu, aku akan meminta pengacara untuk mencabut tuntutan."Ekspresi Siska langsung membeku. Dia dan Jerico sengaja datang menemui Rhea, justru karena ingin menyel
"Kamu sudah selesai mengobrol dengan ayahku?"Arieson menundukkan kepalanya, menatap Rhea. Kemudian, dia berkata dengan suara dalam, "Hmm.""Aku akan masuk untuk bicara sebentar dengannya, lalu kita pulang.""Oke."Rhea berjalan memasuki bangsal. Hal yang mengejutkannya adalah, raut wajah Bagas tidak semuram sebelumnya lagi. Walaupun raut wajah ayahnya masih tampak muram, tetapi jelas sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya."Ayah, mengenai menerima perawatan di luar negeri, Ayah bisa mempertimbangkannya lagi. Kalau Ayah benar-benar nggak ingin pergi ke luar negeri, aku juga nggak akan memaksa Ayah lagi."Bagas mendongak menatap putrinya, lalu berkata dengan dingin, "Nggak perlu dipertimbangkan lagi, aku sudah mempertimbangkannya dengan matang. Kamu dan Arieson ... sebaiknya kamu pertimbangkan dengan baik. Bagaimanapun juga, dia adalah paman Jerico. Kalau kamu bersamanya, kelak kamu nggak hanya akan menghadapi opini publik, orang-orang Keluarga Thamnin juga nggak akan setuju. Jal
Melihat Rhea tetap bergeming, Vani berkata dengan suara rendah, "Biarpun kamu tetap di sini, juga nggak ada gunanya, hanya akan membuat ayahmu makin marah saja."Arieson juga menatapnya dan berkata sambil tersenyum, "Nggak perlu khawatir, aku bisa menanganinya dengan baik."Setelah ragu selama beberapa detik, akhirnya Rhea mengangguk dan berkata, "Baiklah."Setelah keluar dari bangsal bersama Vani, mereka berdua duduk di bangku di koridor. Untuk sesaat, tidak ada seorang pun yang berbicara.Setelah terdiam sesaat, Vani baru menoleh ke arah Rhea dan berkata, "Rhea, sebenarnya tetap berada di dalam negeri juga cukup baik, peralatan dan keterampilan medis rumah sakit ini juga lumayan bagus, aku ...."Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Rhea menyelanya dengan ekspresi dingin, "Bibi Vani, kamu tiba-tiba nggak ingin pergi ke luar negeri karena Kak Gerald berencana untuk mengembangkan kariernya di dalam negeri?"Vani tertegun sejenak, kilatan rasa bersalah berkedip di matanya. "Bagaima
Rhea mengerutkan keningnya dan berkata, "Bibi Vani, kemarin jelas-jelas kita sudah sepakat, mengapa kamu tiba-tiba berubah pikiran?"Lagi pula, dia mengirim mereka ke luar negeri, juga demi keselamatan mereka.Dia tidak akan melepaskan Sizur. Selain itu, setelah Arieson tahu dia hanya dimanfaatkan, pria itu juga tidak akan melindunginya lagi. Saat itu tiba, dia tidak mungkin bisa membagikan tenaga dan pikirannya untuk mengatur mereka dengan baik lagi.Vani berkata dengan ekspresi tidak berdaya, "Bukannya aku nggak ingin ke luar negeri, ayahmu benar-benar nggak tenang meninggalkanmu sendirian. Apa pun yang kukatakan, dia tetap nggak setuju untuk pergi ke luar kota."Setelah berpikir sejenak, Rhea berkata dengan suara dalam, "Nanti malam aku akan pergi ke rumah sakit untuk membujuknya sendiri."Sorot mata Vani berkedip, dia berkata, "Sekarang ayahmu masih marah padamu, beberapa hari lagi saja baru kamu kunjungi. Aku takut kalau malam ini kamu pergi mengunjunginya, kalian akan bertengkar
Siska menoleh, menatap putranya dengan tatapan tidak percaya. Sekujur tubuhnya bahkan gemetaran. "Kamu bilang aku memalukan?""Memangnya nggak memalukan? Lihatlah hal-hal yang telah kamu lakukan belakangan ini, apa ada yang berhasil? Karena kamu nggak berkemampuan, jangan menambah-nambah masalah lagi!"Ekspresi amarah tampak jelas di wajah Jerico, dia juga berbicara blak-blakan saja.Bulir-bulir air mata Siska terus mengalir, dia berkata dengan terisak, "Kalau bukan karena suamiku dan putraku nggak berguna, apa aku perlu melakukan hal-hal ini? Sekarang kamu malah mengataiku menambah-nambah masalah? Mengapa kamu nggak punya kemampuan untuk mengeluarkan ayahmu dari penjara? Jerico, kamu benar-benar membuatku kecewa!"Selesai berbicara, dia langsung membuka pintu mobil dan pergi begitu saja.Jerico tidak mengejar ibunya, raut wajahnya tampak sangat muram.Mengapa Siska tidak bisa memahaminya? Dengan kemampuan yang dimilikinya sekarang ini, dia sama sekali tidak punya cara untuk menyelamat
Selesai berbicara, dia langsung berbalik dan pergi dengan tergesa-gesa.Sorot mata Rhea sedikit berkedip, perasaannya juga agak rumit.Jelas-jelas pria itu takut menyinggung Arieson, tetapi pria itu tetap saja membuat alasan untuk diri sendiri. Dia benar-benar tidak tahu mengapa sebelumnya dia bisa jatuh cinta pada seorang pria pecundang seperti itu.Setelah Jerico pergi, Rhea lanjut memakan steik sapinya dengan tenang seolah-olah tidak terjadi apa-apa.Baru makan tidak lama, dia menyadari pandangan Arieson terus tertuju padanya.Dia mendongak, mengalihkan pandangannya ke arah pria itu, lalu bertanya dengan ekspresi kebingungan, "Apa ada sesuatu di wajahku? Mengapa kamu terus menatapku seperti itu?""Nggak apa-apa, aku kira suasana hatimu akan terpengaruh olehnya.""Bagiku, dia sudah lama seperti orang asing, nggak layak membiarkannya memengaruhi suasana hatiku.""Baguslah kalau begitu."Selesai makan malam, mereka berdua langsung kembali ke vila.Di kantor polisi, saat Jerico membawa
Gerald yang sedang bicara di ujung telepon saja terdiam sejenak, lalu berkata dengan suara rendah, "Ada orang di sampingmu?""Hmm.""Nggak ada urusan lain lagi, sampai di sini dulu."Setelah panggilan telepon berakhir, Rhea baru menoleh ke arah Arieson dan berkata, "Tadi kenapa kamu tiba-tiba menanyakan padaku mau makan malam apa?"Arieson berkata dengan ekspresi tenang, "Aku kebetulan melihatnya, jadi aku tanyakan padamu. Apa aku mengganggu pembicaraanmu?""Nggak."Dia hanya merasa agak aneh pria itu berbicara di saat dia masih belum mengakhiri panggilan teleponnya.Seolah-olah tidak melihat ekspresi kebingungan di wajah Rhea, Arieson berkata dengan suara dalam, "Siapa yang meneleponmu tadi?""Putra Bibi Vani. Saat kuliah, dia sudah pergi ke luar negeri. Biasanya kami juga jarang berhubungan, jadi aku nggak menyebutkannya padamu."Arieson menyipitkan matanya, tetapi dia tidak bertanya lebih jauh lagi.Mereka berdua makan malam di restoran makanan barat yang disebutkan oleh Arieson. Sa