Beranda / Pernikahan / Paman Mafia, Mari Kita Bercerai / Bab_39 (Bunuh aku jika kamu membenciku!)

Share

Bab_39 (Bunuh aku jika kamu membenciku!)

Penulis: Kuldesak
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Aku datang untuk mengunjungi Berlian. Dan tentu saja, aku sama sekali tidak mempunyai urusan dengan pria sampah sepertimu, Luke," jawab Andrew dengan nada keras, mencoba menutupi kegelisahan.

Luke melangkah maju, berdiri di antara David dan Andrew. "Aku tegaskan, Berlian tidak bisa menerima tamu saat ini. Silakan pergi!"

Andrew menggertakkan gigi. "Hei, Luke, belum puas kamu menghinaku di pesta ulang tahun Bibi Vania? Dan sekarang, anak pungut sepertimu mau berlagak sok berkuasa di depanku, hah? Aku ini sepupunya Berlian! Wajar saja jika aku datang mengunjunginya!" cetus Andrew tidak terima.

Luke menatap Andrew dengan tajam, amarah pria itu tampak jelas di mata cokelat Luke. "Andrew, ini bukan tentang pesta ulang tahun atau siapa yang lebih berkuasa. Ini tentang menjaga Berlian dari orang-orang yang hanya ingin memanfaatkan istriku. Berhenti mencari kesalahan orang lain, dan mencari pembelaan. Apa kamu pura-pura hilang ingatan saat kamu sendiri yang membuat istriku hampir celak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_40 (Rencana Jahat)

    "Aaaa...!" Suara jeritan dan tembakan bertumpang tindih menggema di ruang latihan. Tubuh Berlian merosot jatuh ke lantai sambil menutup mata erat-erat. Tapi, ada hal yang aneh. Berlian tidak merasakan sakit, hanya shock disertai degup jantung yang memompa cepat. "Aku... aku masih hidup?" Berlian membuka mata perlahan dan dengan gerakan lambat, Berlian menoleh ke samping. Berlian pun melihat permukaan lantai itu masih menyisakan asap, bekas dari tembakan yang Luke lakukan. Sambil menelan ludah, Berlian menengadahkan wajah ke atas. Wanita itu dapat melihat wajah betapa dingin wajah suaminya itu. "Kamu masih tidak memiliki nyali, Berlian." Luke melempar pistol yang ia rebut tadi kembali kepada Berlian yang masih terduduk dengan gemetar. Luke melihat wajah istrinya yang pucat pasi. Berlian menangkap pistol tersebut dengan tangan yang terasa lemas. Luke memandang dingin. "Jika kau membenci seseorang, jangan ragu untuk menarik pelatuknya!" Luke menggerakkan tangan, jarinya memp

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_41 (Wanita dengan gangguan mental)

    "Tuan, ada masalah," kata Julius dengan suara cemas, mata asisten itu memicing menembus kabut tebal yang menyelimuti jalan sepi di depan mobil yang ia kendarai. "Siapa mereka?" tanya Luke, mencoba melihat lebih jelas di tengah kabut malam yang pekat. Di tengah jalan yang sepi, kabut perlahan menghilang, sorot lampu mobil Julius memperlihatkan enam orang dengan senjata tajam berupa kapak dan pedang. Mereka berdiri diam, seperti bayangan menakutkan yang siap menerkam. "Sepertinya, kita punya mainan, Tuan," ujar Julius dengan senyum miring yang terlukis di bibir. David tersenyum menakutkan, seakan merasa ada hal yang seru yang akan ia dapatkan. "Aku sudah lama tidak membuat hidung seseorang patah. Apakah malam ini akan lebih dari sekedar hidung yang patah?" David, mengeluarkan dua belati kembar yang selalu ia bawa di balik tuxedo yang ia kenakan. Tanpa peringatan, segerombolan itu berlari ke arah mobil Julius, mereka menghantam kaca mobil dengan brutal. "Crash! Bang!" Suara k

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_42 (Apa kau mau aku kirim ke RSJ?)

    Tiga hari kemudian.... "Tuan, saya mendapatkan kabar jika Nyonya sudah mengurung diri di dalam kamar sejak kemarin," lapor Julius. "Apakah fase depresi Berlian kambuh lagi?" tanya Luke. "Saya tidak tahu, Tuan. Fiona hanya mengabari seperti yang dia kabarkan." Luke terdiam, setelah tiga hari yang penuh ketegangan, Geral akhirnya diciduk oleh tim eksekusi dan dibawa ke pengadilan bawah tanah. Hukuman dijatuhkan sesuai aturan keras dunia bawah, memastikan bahwa pelanggaran tersebut tidak terulang lagi. Terlalu sibuk mengurus masalah demi masalah seperti pembibitan tanaman opium, heroin yang dibajak, dan dermaga yang meminta pungli, membuat Luke melupakan perhatian yang seharusnya ia berikan pada Berlian. "Kita langsung kembali ke kediaman orang tua Berlian," perintah Luke. --- "Pa, kita harus menengok Berlian. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya, Pa?!" ujar Vania kepada suaminya, raut wajah wanita tua itu jelas khawatir. Ethan yang tengah bermain golf itu pun mengali

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_43 (Buket bunga untuk Berlian)

    "Tuan sudah menunggu, Nyonya. Ana sedang membuat makan malam untukmu. Mari kita temui tuan di bawah," kata Fiona. Kini Berlian sudah rapi. Saat ini, ia ingin mencoba berdamai dengan keadaannya. Mengikuti permainan Luke. Sejak ia berdiam diri di dalam kamar, banyak keputusan yang harus dipikirkan dengan baik. Dan Berlian memutuskan untuk mengikuti arus permainan yang sudah dibuat oleh Luke dan Kakeknya. "Iya, kita tidak boleh membuat tuan perebut kekuasaan keluargaku itu menunggu terlalu lama," kata Berlian, ia berdiri dan beranjak dari meja rias yang diikuti oleh Fiona. Di meja makan besar, bergaya elegan dengan desain mewah sudah tersaji berbagai makanan yang terdiri dari makanan pembuka dan makanan penutup. Berlian memasuki ruang makan dengan wajah yang dingin dan mengambil tempat duduk paling ujung, berjauhan dengan Luke. Luke melirik, wajah Luke sama dinginnya dengan Berlian. "Kamu terlambat 10 menit," kata Luke, sudah menggenggam garpu dan pisau pemotong steak di tanga

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_44 (Berdua ke Perusahaan pertama kali)

    "Eva, anakmu yang pemalas itu apakah belum bangun juga saat matahari sudah melewati bokongnya, hah?" kesal Thomas siang ini. Eva yang sedang melihat tren perhiasan terbaru di ponselnya pun membuang pandangan ke arah Thomas. "Kamu kenapa, sih? Datang-datang, Wajahmu mirip uang kertas dua ribuan dalam saku. Lecek!" kesal Eva. Thomas menjatuhkan bokongnya di sofa, melonggarkan dasi dengan wajah yang sungguh tidak enak di pandang. "Bangunkan Andrew sekarang! Mau sampai kapan dia berdiam diri dan bermalas-malasan? Tugasnya dia itu mengambil perhatian Berlian. Sekarang lihat, situasi semakin parah, Andrew harus lebih aktif sekarang," kata Thomas. Sebelum perkumpulan organisasi akan diselenggarakan, Thomas tampak bergembira dengan rencana yang sudah ia siapkan bersama Juju. Tapi apa? Tambang nikel milik keluarganya mengalami penurunan penjualan. Entah apa yang terjadi, para trader satu-satu mulai menarik diri dari kesepakatan. Thomas merasa ada yang tidak beres dan berusaha menca

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_45 Berlian yang mulai bersinar

    "Fiona, apakah tadi Luke datang ke kampus Berlian?" tanya sang nyonya besar dari seberang telepon. Fiona yang sedang duduk bersantai itu menjawab, "Iya, Nyonya. Tadi tuan Luke datang menjemput nyonya muda Berlian." "Langkah yang baik. Tolong pantau kesehatan Berlian. Jika dia melakukan hal nekad atau hal yang aneh-aneh, tolong laporkan padaku." "Siap, Nyonya! Nyonya muda sekarang sudah mau makan dan beraktivitas. Jika ada sesuatu, nanti saya laporkan." Setelah panggilan terputus, Fiona menatap layar ponselnya sejenak sebelum memasukkannya ke dalam saku. Kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. --- "Lama sekali. Apa Berlian belum selesai kuliah?" gerutu Andrew, ia menghembuskan asap rokoknya tinggi-tinggi. Di bawah pohon, di samping trotoar depan sebuah universitas bergengsi, Andrew menunggu dengan perasaan jenuh. Perintah dari ibunya untuk memanfaatkan Berlian membuat ia semakin bernapsu untuk memiliki sepupunya itu. Andrew meremas rokok yang tinggal separuh k

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_46 Hanya ingin berdua

    "Kita mau kemana?" tanya Berlian. Setelah menolak bekerja sama dengan keluarga pratama, Ethan meminta Luke untuk mengajak Berlian jalan-jalan. Ya ... Sekedar memberikan Berlian sedikit hiburan atas kerja kerasnya. "Nanti juga kamu akan tahu," jawab Luke, pandangan pria dingin itu tetap fokus ke jalan ketika ia sedang menyetir. Mobil kembali hening. Hanya pikiran dua manusia itu yang saling berbicara. Dalam benak Berlian, masih terbesit curiga kepada kakeknya dan Luke. 'Apakah Kakek menyembunyikan sesuatu? Bagaimana caranya aku menguak kematian orangtuaku? Apa ini ada sangkut pautnya dengan Kakek?' pikir Berlian. Waktu itu, bukti kecelakaan tidak ditemukan. CCTV jalanan yang berada di lokasi kecelakaan tidak terjangkau. Sebab malam itu, orang tua Berlian melewati hutan cemara dan di sepanjang jalan tersebut, hanyalah pohon cemara yang tumbuh di atas tebing, jalur jalanan tersebut pun berkelok-kelok. 'Tapi, setidaknya di bagian tertentu pasti ada CCTV, kan? Apalagi itu ad

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_47 Melatihmu tentu tidak gratis

    "Halo, dengan siapa aku berbicara?" tanya Sarah ketika ia mengangkat telepon. Marcel yang tidur di atas perut Sarah itu memainkan tangannya di benda kenyal Sarah ketika kekasihnya itu sedang menerima telepon. "Sarah, apakah Berlian sedang bersamamu?" tanya pria dari seberang telepon. "Ini Andrew?" "Ya. Ini aku. Emm ... Jadi begini, aku khawatir dengan Berlian. Sudah lumayan lama aku tidak mendengar kabar maupun bertemu dengan Berlian. Apakah dia baik-baik saja?" Sarah mengeram, menahan desahan agar tidak lolos dari mulutnya ketika sang kekasih Marcel memainkan pucuk dada wanita itu. Membuat ia tidak begitu fokus pada pertanyaan Andrew. Beruntung, ia masih mengerti kenapa Andrew sampai menelpon dirinya. "Andrew, aku sedang mengambil cuti kuliah. Jadi beberapa hari ini, aku tidak masuk kampus. Aku akan memberikan nomor Berlian yang baru. Aku juga mau minta tolong padamu," ucap Sarah dengan nada memohon. "Minta tolong?" "Iya. Tolong selamatkan Berlian dari Luke. Ak

Bab terbaru

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_112

    Setelah kelahiran anak mereka yang sehat dan cantik, Luke dan Berlian menatap masa depan dengan penuh harapan dan kebahagiaan. Mereka menyadari bahwa perjalanan yang telah mereka lalui bukanlah hal yang mudah, tetapi setiap tantangan yang dihadapi telah membentuk mereka menjadi pasangan yang lebih kuat dan penuh cinta.Suatu sore, mereka duduk di teras rumah mereka yang menghadap ke taman, sambil menggendong bayi mereka yang diberi nama "Jingga". Matahari terbenam memancarkan sinar keemasan, menciptakan suasana hangat dan damai.Berlian menatap wajah kecil bayi mereka, lalu beralih memandang Luke. "Paman, pernahkah kamu berpikir sejauh ini kita telah berjalan?" tanyanya dengan suara lembut.Luke tersenyum, matanya juga tertuju pada bayi mereka. "Sering sekali, Lian. Dari pertama kali kita bertemu, hingga sekarang, rasanya seperti perjalanan panjang yang penuh dengan pelajaran berharga."Berlian mengangguk pelan. "Kita telah melewati banyak hal. Kesulitan, kebahagiaan, tantangan, dan

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_111

    Malam itu terasa begitu tenang, tidak ada yang mengira bahwa hari ini akan menjadi awal dari sebuah kehidupan baru. Luke tengah bekerja di ruang kerjanya ketika tiba-tiba terdengar suara panik dari lantai atas.“Paman! Paman! Aku rasa... aku rasa aku kontraksi!” suara Berlian terdengar tergesa dari kamar tidur mereka.Luke langsung melompat dari kursinya, tanpa berpikir dua kali ia berlari ke kamar. Ia melihat Berlian duduk di tepi tempat tidur, memegang perutnya dengan ekspresi kesakitan.“Lian! Apakah ini sudah waktunya?!” Luke berusaha tetap tenang, meskipun jelas raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan kepanikan yang mulai merayap.Berlian mengangguk lemah, menggenggam erat tangan Luke. "Ya, Paman... aku rasa ini sudah waktunya. Rasa sakitnya... semakin parah!"Dalam hitungan detik, Luke sudah mengambil ponselnya dan menelepon rumah sakit. “Ya, istri saya mulai kontraksi. Tolong siapkan ruang persalinan, kami akan segera ke sana.”Sementara itu, Vania dan Ethan yang berada di ruan

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_110

    Pagi yang tenang di rumah mewah Luke dan Berlian tiba-tiba diwarnai oleh suara keluhan kecil dari kamar utama. Berlian, yang perutnya sudah semakin membesar, duduk di tepi ranjang sambil memegang perutnya yang buncit. Luke, yang sedang bersiap-siap di kamar mandi, mendengar keluhan manja dari istrinya itu."Paman...," panggil Berlian dengan nada manja.Luke keluar dari kamar mandi, mengusap wajahnya dengan handuk. "Ya, Sayang? Ada apa?" tanyanya, sambil berjalan ke arah tempat tidur.Berlian memutar tubuhnya, menghadap Luke dengan wajah cemberut. "Perutku sakit, kakiku pegal, dan aku nggak bisa menemukan posisi yang nyaman. Hhh... Paman, ini bayi atau bola basket sih?" keluhnya sambil mengusap perutnya.Luke tertawa kecil, lalu duduk di samping Berlian. "Hei, bola basket yang satu ini bakal jadi anak kita, Lian. Sabar ya, beberapa bulan lagi dia keluar," goda Luke sambil memeluk Berlian dengan lembut.Berlian mendengus, tapi tak bisa menahan senyum kecilnya. "Tapi Paman, aku bener-ben

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_109

    Malam telah tiba setelah peluncuran besar morfin. Luke dan Berlian kembali ke rumah mereka, kelelahan namun dipenuhi rasa bangga. Berlian duduk di sofa dengan tangan mengelus perutnya yang semakin membesar, sementara Luke berjalan ke dapur untuk mengambil dua cangkir teh hangat."Bagaimana rasanya sekarang setelah peluncuran, Paman?" Berlian membuka percakapan dengan senyum tipis, meskipun kelelahan tampak jelas di wajahnya.Luke menghampiri Berlian, memberikan cangkir teh hangat kepadanya sebelum duduk di sampingnya. "Rasanya... luar biasa, Lian. Aku bangga pada kita. Tapi lebih dari itu, aku bangga padamu. Kamu yang menggerakkan semua ini. Aku hanya mendukung dari belakang."Berlian tertawa kecil sambil menyeruput tehnya. "Ah, Paman selalu rendah hati. Kalau nggak ada kamu, proyek ini mungkin sudah kacau berantakan. Kamu tahu betapa gugupnya aku selama ini.""Tapi kamu berhasil melewati semuanya. Kamu kuat," jawab Luke sambil menatapnya dengan penuh kebanggaan. Ia mengusap lembut ta

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_108

    Empat bulan telah berlalu sejak kehamilan Berlian diumumkan, dan setiap harinya Luke semakin terbiasa dengan peran barunya sebagai suami sekaligus calon ayah. Ngidam aneh yang dialami Berlian perlahan-lahan mulai berkurang, meskipun sesekali ia masih meminta kombinasi makanan yang tak terduga. Namun, hari-hari mereka kini diisi dengan persiapan peluncuran produk baru dari penelitian morfin yang dilakukan Berlian bersama timnya. Di tengah sibuknya pekerjaan, Luke tidak pernah absen menemani istrinya.Pagi itu, Luke sedang duduk di ruang kerja, meneliti beberapa dokumen terkait peluncuran morfin. Berlian, yang perutnya sudah mulai membesar, berjalan perlahan masuk ke ruang kerja sambil mengusap perutnya yang semakin membuncit."Paman," panggil Berlian manja sambil berdiri di ambang pintu. "Paman sedang sibuk?"Luke mendongak dari tumpukan dokumen, senyumnya langsung mengembang melihat wajah manis Berlian. "Tidak pernah terlalu sibuk untukmu, Lian. Ada apa? Mau minta camilan lagi?" goda

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_107

    Sudah beberapa minggu berlalu sejak Berlian dinyatakan hamil, dan kehidupan mereka berdua kini dipenuhi dengan suka cita dan kejutan-kejutan kecil, salah satunya adalah ngidam Berlian yang tak terduga. Seperti pagi itu, ketika Luke sedang menikmati secangkir kopi di ruang makan, Berlian muncul dari kamar dengan wajah cemberut."Paman," panggil Berlian dengan nada manja, berjalan mendekati Luke dengan tangan memegang perutnya yang masih belum terlalu terlihat membuncit.Luke menurunkan cangkirnya dan menatap Berlian dengan senyum lembut. "Ada apa, Lian? Kenapa wajahmu cemberut begitu pagi ini?"Berlian duduk di samping Luke, menyandarkan kepala di bahu suaminya. "Aku lapar. Tapi... aku nggak mau makanan biasa."Luke tertawa kecil, membelai rambut Berlian. "Kalau begitu, apa yang kamu mau? Aku bisa minta koki buatkan sesuatu yang spesial."Berlian mengerutkan hidungnya, lalu menatap Luke dengan mata berbinar. "Aku mau pisang goreng... tapi ditaburi keju... dan dimakan dengan saus cokela

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_106

    Sudah dua bulan sejak Berlian memulai proyek ambisiusnya: mengembangkan opium menjadi morfin yang lebih stabil dan efektif untuk tujuan medis. Berlian bekerja bersama tim peneliti terbaik di laboratorium yang didesain khusus untuk riset ini. Proses yang mereka jalani bukanlah sesuatu yang sederhana; ini melibatkan langkah-langkah kompleks dari ekstraksi hingga isolasi dan pemurnian, dengan tujuan menghasilkan morfin yang berkualitas tinggi.Pagi itu di laboratorium, Berlian berdiri di depan alat ekstraksi besar yang mengeluarkan suara dengung rendah. Dia memperhatikan layar monitor yang menampilkan grafik suhu dan tekanan. Di sebelahnya, Lina, salah satu peneliti senior, sedang mengatur parameter reaksi untuk meningkatkan efisiensi proses ekstraksi."Berlian, kita sudah pada tahap ekstraksi alkaloid utama. Opium yang kita gunakan memiliki kadar alkaloid yang sangat tinggi, jadi kita harus memastikan suhu dan tekanan tetap stabil di bawah 50°C untuk mendapatkan morfin yang optimal,"

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_105

    Dua bulan berlalu sejak liburan romantis Luke dan Berlian di Maldives. Kini, hari yang sangat dinantikan tiba—hari wisuda Berlian. Di rumah, suasana sibuk menguasai seluruh ruangan. Luke, Vania, dan Ethan tampak sibuk sendiri, memastikan semua persiapan wisuda Berlian sempurna. “Luke, sudah pastikan gaunnya sudah disetrika, kan?” tanya Vania, sambil merapikan lipatan mantel wisuda Berlian. Luke menoleh, tampak bingung sesaat. “Ya, aku sudah cek semuanya tadi pagi. Kamu sudah cek sepatunya, Nek?”Ethan yang sedang memeriksa tas tangan Berlian menghela napas. “Apa tidak bisa kalian tenang sebentar? Ini hanya wisuda, bukan persiapan peluncuran roket.”Vania melotot ke arah suaminya. “Hanya wisuda? Ini momen yang sangat penting, Ethan. Cucu kita akan menjadi lulusan terbaik, dan kau mengatakan ini hanya wisuda?”Luke tertawa kecil, mendekati Berlian yang sedang berdiri di depan cermin, mencoba menenangkan dirinya. “Sayang, kamu terlihat sangat cantik dan anggun. Siap untuk hari besar in

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_104

    Luke dan Berlian berdiri di buritan yacht mewah, menyaksikan ombak memecah dengan tenang di kejauan. Angin laut meniup lembut, membawa aroma asin yang segar. Berlian, mengenakan bikini dengan blazer tipis, berdiri dengan satu tangan memegang gelas anggur, sementara matahari terbenam menyinari wajahnya dengan cahaya emas. Rambutnya yang panjang terurai indah, tertiup angin sepoi-sepoi, seakan menari mengikuti irama ombak.Luke, hanya mengenakan boxer, merangkul Berlian dari belakang, menghela nafas dalam-dalam, menikmati kebersamaan tanpa kata. Ia mengecup lembut ceruk leher Berlian, membuat telapak tangan Berlian terulur mengusap pipi Luke dengan penuh kasih."Indah sekali, bukan?" bisik Berlian, suaranya hampir tenggelam oleh suara ombak."Selalu indah, selama aku bersamamu," balas Luke, matanya terpejam, menikmati kehangatan tubuh Berlian.Berlian mendongak, menatap langit yang mulai dihiasi bintang. "Paman, bagaimana kabar Eliona dan Juju? Semua sudah beres?"Luke mengangguk, suara

DMCA.com Protection Status