Berlian: [Aku bertengkar lagi dengan suamiku. Dia merobek surat perceraian yang aku berikan.] balas Berlian kepada Zee. Berlian membuang napas berulang kali. Mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan yang masih belum terjawab hingga kini. Alasan Luke yang tidak ingin bercerai, tetapi suaminya itu malah semakin semena-mena. Seharusnya, Berlian yang marah karena pria yang ia cintai itu telah membuat dirinya menjadi yatim-piatu. Sementara Kakek dan neneknya malah mendukung Luke dan tidak percaya dengan ucapan Berlian. Jika bukan Luke pelakunya, mengapa suaminya itu begitu kejam kepadanya? Segala kemelut di dalam pikiran Berlian membuatnya semakin bingung dan frustasi. Ia mencoba menenangkan diri dengan mengambil napas dalam-dalam sambil menghembuskannya dengan pelan, tetapi bayangan Luke dan perilaku Suaminya yang begitu tega terus saja bergentayangan dalam benak Berlian. 'Apakah aku harus mati? Agar mereka tahu bagaimana tersiksanya aku?' pikir Berlian yang hanya mendapati jalan bun
"Apa yang kamu lakukan, Luke Kendrick? Aku memintamu agar membuat Berlian membencimu. Bukan mengajak cucuku melayanimu di hotel! Kamu mau membuat Berlian di cap sebagai wanita murahan, hah?! Jika ada media yang mengetahui itu, mau aku taruh di mana wajahku? Di bawah kerak bumi, hah?!" pekik Ethan murka, menatap wajah cucu angkatnya itu dengan pias kemarahan. Luke terhuyung ke belakang akibat tamparan yang keras dari tangan kekar kakeknya, tetapi dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Luke hanya menatap Ethan dengan mata yang masih menunjukkan rasa hormat meskipun ada rasa sakit yang membakar di pipi sebelah kanan pria bermata coklat itu. Entah, darimana dan dari siapa orang tua ini tahu jika ia memakai identitas palsu untuk bertemu dengan Istrinya sendiri di hotel. "Luke, jangan kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di luar sana! Jika Berlian pergi ke tempat yang aneh, kamu hanya perlu mencegahnya. Bukan berarti kamu memanfaat cucuku untuk kamu tiduri!" geram Ethan
"Aku datang untuk mengunjungi Berlian. Dan tentu saja, aku sama sekali tidak mempunyai urusan dengan pria sampah sepertimu, Luke," jawab Andrew dengan nada keras, mencoba menutupi kegelisahan. Luke melangkah maju, berdiri di antara David dan Andrew. "Aku tegaskan, Berlian tidak bisa menerima tamu saat ini. Silakan pergi!" Andrew menggertakkan gigi. "Hei, Luke, belum puas kamu menghinaku di pesta ulang tahun Bibi Vania? Dan sekarang, anak pungut sepertimu mau berlagak sok berkuasa di depanku, hah? Aku ini sepupunya Berlian! Wajar saja jika aku datang mengunjunginya!" cetus Andrew tidak terima. Luke menatap Andrew dengan tajam, amarah pria itu tampak jelas di mata cokelat Luke. "Andrew, ini bukan tentang pesta ulang tahun atau siapa yang lebih berkuasa. Ini tentang menjaga Berlian dari orang-orang yang hanya ingin memanfaatkan istriku. Berhenti mencari kesalahan orang lain, dan mencari pembelaan. Apa kamu pura-pura hilang ingatan saat kamu sendiri yang membuat istriku hampir celak
"Aaaa...!" Suara jeritan dan tembakan bertumpang tindih menggema di ruang latihan. Tubuh Berlian merosot jatuh ke lantai sambil menutup mata erat-erat. Tapi, ada hal yang aneh. Berlian tidak merasakan sakit, hanya shock disertai degup jantung yang memompa cepat. "Aku... aku masih hidup?" Berlian membuka mata perlahan dan dengan gerakan lambat, Berlian menoleh ke samping. Berlian pun melihat permukaan lantai itu masih menyisakan asap, bekas dari tembakan yang Luke lakukan. Sambil menelan ludah, Berlian menengadahkan wajah ke atas. Wanita itu dapat melihat wajah betapa dingin wajah suaminya itu. "Kamu masih tidak memiliki nyali, Berlian." Luke melempar pistol yang ia rebut tadi kembali kepada Berlian yang masih terduduk dengan gemetar. Luke melihat wajah istrinya yang pucat pasi. Berlian menangkap pistol tersebut dengan tangan yang terasa lemas. Luke memandang dingin. "Jika kau membenci seseorang, jangan ragu untuk menarik pelatuknya!" Luke menggerakkan tangan, jarinya memp
"Tuan, ada masalah," kata Julius dengan suara cemas, mata asisten itu memicing menembus kabut tebal yang menyelimuti jalan sepi di depan mobil yang ia kendarai. "Siapa mereka?" tanya Luke, mencoba melihat lebih jelas di tengah kabut malam yang pekat. Di tengah jalan yang sepi, kabut perlahan menghilang, sorot lampu mobil Julius memperlihatkan enam orang dengan senjata tajam berupa kapak dan pedang. Mereka berdiri diam, seperti bayangan menakutkan yang siap menerkam. "Sepertinya, kita punya mainan, Tuan," ujar Julius dengan senyum miring yang terlukis di bibir. David tersenyum menakutkan, seakan merasa ada hal yang seru yang akan ia dapatkan. "Aku sudah lama tidak membuat hidung seseorang patah. Apakah malam ini akan lebih dari sekedar hidung yang patah?" David, mengeluarkan dua belati kembar yang selalu ia bawa di balik tuxedo yang ia kenakan. Tanpa peringatan, segerombolan itu berlari ke arah mobil Julius, mereka menghantam kaca mobil dengan brutal. "Crash! Bang!" Suara k
Tiga hari kemudian.... "Tuan, saya mendapatkan kabar jika Nyonya sudah mengurung diri di dalam kamar sejak kemarin," lapor Julius. "Apakah fase depresi Berlian kambuh lagi?" tanya Luke. "Saya tidak tahu, Tuan. Fiona hanya mengabari seperti yang dia kabarkan." Luke terdiam, setelah tiga hari yang penuh ketegangan, Geral akhirnya diciduk oleh tim eksekusi dan dibawa ke pengadilan bawah tanah. Hukuman dijatuhkan sesuai aturan keras dunia bawah, memastikan bahwa pelanggaran tersebut tidak terulang lagi. Terlalu sibuk mengurus masalah demi masalah seperti pembibitan tanaman opium, heroin yang dibajak, dan dermaga yang meminta pungli, membuat Luke melupakan perhatian yang seharusnya ia berikan pada Berlian. "Kita langsung kembali ke kediaman orang tua Berlian," perintah Luke. --- "Pa, kita harus menengok Berlian. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya, Pa?!" ujar Vania kepada suaminya, raut wajah wanita tua itu jelas khawatir. Ethan yang tengah bermain golf itu pun mengali
"Tuan sudah menunggu, Nyonya. Ana sedang membuat makan malam untukmu. Mari kita temui tuan di bawah," kata Fiona. Kini Berlian sudah rapi. Saat ini, ia ingin mencoba berdamai dengan keadaannya. Mengikuti permainan Luke. Sejak ia berdiam diri di dalam kamar, banyak keputusan yang harus dipikirkan dengan baik. Dan Berlian memutuskan untuk mengikuti arus permainan yang sudah dibuat oleh Luke dan Kakeknya. "Iya, kita tidak boleh membuat tuan perebut kekuasaan keluargaku itu menunggu terlalu lama," kata Berlian, ia berdiri dan beranjak dari meja rias yang diikuti oleh Fiona. Di meja makan besar, bergaya elegan dengan desain mewah sudah tersaji berbagai makanan yang terdiri dari makanan pembuka dan makanan penutup. Berlian memasuki ruang makan dengan wajah yang dingin dan mengambil tempat duduk paling ujung, berjauhan dengan Luke. Luke melirik, wajah Luke sama dinginnya dengan Berlian. "Kamu terlambat 10 menit," kata Luke, sudah menggenggam garpu dan pisau pemotong steak di tanga
"Eva, anakmu yang pemalas itu apakah belum bangun juga saat matahari sudah melewati bokongnya, hah?" kesal Thomas siang ini. Eva yang sedang melihat tren perhiasan terbaru di ponselnya pun membuang pandangan ke arah Thomas. "Kamu kenapa, sih? Datang-datang, Wajahmu mirip uang kertas dua ribuan dalam saku. Lecek!" kesal Eva. Thomas menjatuhkan bokongnya di sofa, melonggarkan dasi dengan wajah yang sungguh tidak enak di pandang. "Bangunkan Andrew sekarang! Mau sampai kapan dia berdiam diri dan bermalas-malasan? Tugasnya dia itu mengambil perhatian Berlian. Sekarang lihat, situasi semakin parah, Andrew harus lebih aktif sekarang," kata Thomas. Sebelum perkumpulan organisasi akan diselenggarakan, Thomas tampak bergembira dengan rencana yang sudah ia siapkan bersama Juju. Tapi apa? Tambang nikel milik keluarganya mengalami penurunan penjualan. Entah apa yang terjadi, para trader satu-satu mulai menarik diri dari kesepakatan. Thomas merasa ada yang tidak beres dan berusaha menca