Share

15. Penasaran

Penulis: Ocean Na Vinli
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-09 17:37:58

Tak ada sahutan, lelaki berperawakan tinggi itu malah tersenyum jahil. Saat ini, Michael berdiri di dekat ranjang tanpa menggunakan baju dan hanya memakai celana jeans saja. Keringat yang mengalir di otot-otot perutnya membuat Moon semakin ketar-ketir sekarang.

"Cepat jawab! Apa yang kau lakukan padaku?!" teriak Moon kembali dengan napas memburu dan mata melotot keluar, sehingga Jessica dan Jason yang sedang makan di dapur berlari cepat menuju kamar.

Sesampainya di kamar, Jessica dan Jason mengerutkan dahi lalu melirik Michael dan Moon secara bergantian. Mereka menerka-nerka apa yang terjadi di antara kedua orang dewasa tersebut.

Michael menyeringai. "Menurutmu apa yang aku lakukan?"

Membuat mata Moon semakin melebar. Wajah wanita bertubuh kurus itu berubah pias. Dia mengira lelaki asing ini telah menyetubuhinya. Padahal tidak sama sekali.

Semalam, Michael memang sempat ingin menggauli Moon. Namun, baru saja selesai membuka seluruh pakaian Moon. Tiba-tiba seorang wanita muncul di b
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   16. Ketar-Ketir

    Penduduk desa itu langsung menyipitkan mata, memandang foto tersebut. Di mana Michael tengah bersama seorang anak kecil. "Bagaimana, apa Bapak pernah melihatnya?" tanyanya, penuh harap. Berharap sosok di depannya ini mengenali Michael. Dari hasil pencarian orang suruhannya. Michael belum mati dan berkeliaran di sekitar Juana Diaz. "Pak?" panggilnya sangat tak sabaran. Sebab yang ditanya hanya diam saja dengan mata bergerak ke sana kemari sesekali. "Aku tidak tahu, permisi aku harus pergi sekarang, bus sudah datang." Sosok itu tiba-tiba berdiri cepat dan tanpa sengaja menabrak pundak pria berambut blonde tersebut. Pupil mata lelaki rambut blonde itu lantas melebar cepat, hendak mengumpat. Namun, si penabrak telah berhasil menaiki bus yang baru saja berhenti tepat di depan halte."Ck sial!" umpatnya kesal, dengan rahang mengeras. Dia hanya bisa memandang tajam si penabrak melalui jendela bus.Kendaraan besar itu perlahan mulai bergerak dan dari dalam si penabrak tiba-tiba menjulurk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   17. Amnesia

    Mendengar Michael meraung kesakitan. Dengan cepat dokter mendekati Michael."Tenangkan dirimu, tarik napas dan hembuskan pelan-pelan," kata sang dokter sambil memegangi pundak kanan Michael. Michael pun mulai mengikuti intruksi dokter, menghirup dan membuang napas perlahan-lahan. Tak lama, Michael sudah tampak tenang. Saat ini, lelaki itu duduk di hadapan dokter dan sudah selesai pemeriksaan pada bagian tubuhnya. "Ketika sadarkan diri, Anda ingat berada di mana?" tanya dokter seketika. "Saat pertama kali aku membuka mata, aku terbaring di tepi pantai, kepalaku sangat sakit dan banyak sekali luka tembakan di tubuhku, aku berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi tapi kepalaku malah semakin sakit." Michael berusaha menyampaikan apa yang terjadi padanya sebelum akhirnya bertemu Jessica dan Jason di pasar, kebetulan pasar berdekatan dengan pantai Juana Diaz. Sang dokter mengangguk-angguk sejenak. "Untuk saat ini diagnosa awal Anda mengalami hilang ingatan sementara, tapi aku harus me

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   18. Siapa Pria Itu?

    Di balik topeng, pria yang wajahnya tak terlihat itu membelalakan mata seketika. Dengan tergesa-gesa dia menggerakkan kaki hendak melarikan lari. Akan tetapi, gerakannya kalah cepat. Michael telah berhasil menangkap pergelangan tangannya lalu melayangkan pukulan ke perutnya seketika. "Siapa kau?!" teriak Michael. Pria itu tak menyahut hanya merintih kesakitan sambil sesekali melirik ke arah Moon. Yang saat ini juga ikut terkejut dengan pergerakkan Michael. Dalam hitungan detik, pria itu membalas serangan Michael. Sampai pada akhirnya keributan pun tak dapat terhindarkan. Menjadikan para tetangga yang baru saja pulang berkerja dan sudah sampai di rumah tampak amat penasaran, kemudian mengintip melalui jendela rumah, ingin mengetahui apa yang terjadi di luar sana.Jessica dan Jason ketakutan saat menyaksikan perkelahian di depan mata mereka. Moon segera menyembunyikan kedua anaknya di belakang tubuhnya. Sekarang, dia dapat merasakan tubuh kedua anaknya gemetar kuat, tengah menahan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-10
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   19. Pergi!

    Plak! Michael tersentak kala baru saja mendapatkan tamparan di pipi kanannya tiba-tiba. Secepat kilat dia menoleh ke depan. Melihat wajah Moon tampak merah padam sekarang. "Jangan asal bicara kau! Aku bukan wanita malam! Dan pria itu bukanlah ayah anak-anakku! Pria itu suruhan orang yang sangat aku benci!" Dengan dada naik dan turun Moon pun berseru. Hatinya terasa remuk redam, aneh sekali perkataan pria asing ini telah membuat dadanya terasa sangat perih sekarang. Padahal, jika Erna atau tetangganya yang mengatakannya wanita malam. Moon tampak biasa saja. Kemarin Moon juga baru sadar jika gosip liar yang berhembus karena sosok tersebut. Sosok yang selama ini kerap kali datang ke rumahnya. Michael terdiam, matanya yang semula menyala-nyala langsung redup. Dia pun heran sendiri kenapa tidak bisa mengontrol emosinya barusan. "Aku sendiri pun tidak tahu siapa ayah mereka!" sambung Moon, dengan mata tampak berkaca-kaca. Kejadian beberapa tahun silam menari-nari di benaknya s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   20. Risih

    Ralat guys, namanya Clara ya bukan Laura ^^Selamat membaca ~●●●Raut wajah Clara berubah jadi ketakutan kala melihat sosok itu semakin mendekatinya sekarang. "Clara? Aku pikir siapa," kata David sambil perlahan menghentikan pergerakkan kaki.Letak taman bunga memang berdekatan dengan kamar David jadi tidak heran jika David akan melalui jalan ini. Namun, Clara sedikit heran kala David sudah berada di kediaman Woods, karena Maximus mengatakan David masih lama melakukan perjalanan bisnis. Clara beranjak dari kursi dengan cepat. "Iya Paman David, ini aku," ucapnya lalu menundukkan kepala. "Sudah lama kita tidak berjumpa." Selagi Clara menunduk, pria dewasa itu memperhatikan istri keponakannya itu dari atas hingga ke bawah. "I—ya Paman." Clara tak berani memandang ke depan, sejak tadi matanya bergerak ke sana kemari. "Sedang apa kau di kediamaan Woods? Apa benar Michael menghilang?" David membuka suara lagi meski sang lawan bicara sedang menampilkan gelagat seolah-olah tak mau diaj

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   21. Pulanglah ....

    Tak ada tanda-tanda laki-laki itu akan melepaskannya. Maximus justru melototkan mata dengan sangat tajam hingga urat-urat di sekitar matanya pun muncul ke permukaan. Rasa takut semakin menjalar di seluruh tubuh Clara. Hingga pada akhirnya cairan bening turun perlahan dari sudut matanya. Sekarang, napas wanita itu mulai tampak tersendat-sendat."Bisakah kau bersabar sedikit, waktuku bukan hanya untuk mengurus Michael, kalau Michael belum ada kabar, berarti Julian belum ada kabar juga." Maximus tiba-tiba membuka suara sambil mencengkram kuat leher Clara. Clara dapat menangkap kebencian yang tertanam di bola mata Maximus sekarang. Clara makin ketakutan dibuatnya. Apakah ini ajalnya?Saat menyadari Kenny berada di pelukannya sekarang, Clara tidak boleh mati. Dia harus melihat anaknya tumbuh besar bersama Michael."Max, tolong lepaskan aku ...." Dengan sekuat tenaga Clara pun berkata sambil melirik Kenny sekilas di gendongannya, mulai terusik. Bocah itu tiba-tiba mengeluarkan lengguhan s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   22. Melamun

    Begitu kulitnya bersentuhan dengan kulit Michael. Dada Moon mulai berdebar-debar tak karuan. Bagaimana tidak, Michael dalam keadaan setengah basah saat ini. Beberapa detik sebelumnya, Michael baru keluar dari kamar mandi. Pria itu tiba-tiba melamun di tempat dengan ekspresi seolah-olah menahan perih dan Moon tak sadar bila di hadapannya ada Michael.Moon tiba-tiba terpeleset karena bekas makan si kembar berserakan di lantai. Dia pun reflek menarik tangan Michael, hingga pada akhirnya pria bertubuh atletis itu pun menimpanya. Di rumah, hanya dia dan Michael saja. Sementara Jessica dan Jason bermain di luar saat ini."Michael, minggirlah tubuhmu berat!" Dengan sekuat tenaga Moon mendorong dada Michael. Yang saat ini baru saja tersadar kemudian menggeleng-gelengkan kepala sejenak. Michael pun beranjak sambil membantu Moon untuk bangkit berdiri. "Maaf, Moon. Apa ada yang terluka?" Michael jadi tidak enak hati kepada Moon. Dia pun mulai memperhatikan tubuh Moon dari atas sampai ke bawah

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Paman, Jadi Papaku Ya!   23. Bersumpah

    Perlahan, pria itu mendekat sambil melempar senyum hangat."Apa ada Michael?" tanyanya, membuat kerutan di Moon semakin bertambah. Aneh saja, Michael belum lama menumpang di rumahnya. Lalu mengapa ada seseorang tak di kenal tiba-tiba mendatangi rumahnya.Belum sempat Moon menggerakkan lidah. Dari belakang, Michael mendekati mereka tiba-tiba. Moon sedikit terkejut dengan kedatangan Michael."Tuan Baron?" ucap Michael membuat Moon bertambah bingung, karena Michael ternyata mengenali sosok ini. "Hai Michael, aku pikir aku salah rumah, apa ini istrimu?" tanya pria bernama Baron tersebut lalu menatap Moon dan Michael secara bergantian. Mendengar hal itu, tentu saja Moon tersenyum meringis. "Bukan Tuan Baron, wanita inilah yang memberikan aku tumpangan di rumah ini," balas Michael singkat. Baron mengangguk-angguk sejenak dengan senyumnya tak memudar sejak tadi. "Maaf, aku pikir istrimu.""Michael ini siapa?" Moon pun membuka suara melirik Baron sekilas juga. "Maaf aku bertanya karena

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14

Bab terbaru

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   43. Kabar Buruk

    "Tidak mungkin ...." Mata Clara langsung terbelalak, dadanya terasa diremas oleh benda tak kasat mata sekarang. Dengan mata mulai berkaca-kaca Clara lantas bangkit berdiri. "Kau berbohong kan?!' teriak Clara. Pria yang sangat dia cintai tidak mungkin pergi begitu cepat. Clara tak mau hal itu sampai terjadi dan berharap apa yang dikatakan Maximus barusan hanyalah lelucon belaka. Maximus menggeleng cepat. Sorot matanya tampak sangat sendu, seolah-olah menangisi kepergian Michael. Namun, di dalam hatinya lelaki itu merasa senang atas kematian Michael. "Tidak Clara, untuk apa aku berbohong, kau tahu sendiri aku tidak suka bercanda." "Tidak mungkin! Michael!" Detik itu pula Clara seketika ambruk di tempat. "Clara!" Emi yang baru saja tiba di ruangan, langsung menjerit histeris saat melihat menantunya jatuh pingsan. Secepat kilat Emi menghampiri Clara seraya melirik Maximus. "Apa yang kau lakukan pada Clara?!" tanya Emi setengah berteriak. Sorot matanya memancarkan kemarahan.

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   42. Tidak Harmonis

    Dalam hitungan detik, Maximus tiba-tiba melesatkan timah panas ke arah Julian. Namun, beruntung sekali Julian berhasil menghindar dan hanya mengenai kakinya saja.Julian menahan perih, kemudian dengan cepat melirik Maximus. Rahangnya masih mengetat, menahan amarah kala Maximus tidak menepati janjinya dan telah membunuh Sienna. "Cih, jangan salahkan aku, adik dan keponakanmu meninggal semua itu karena kau sendiri yang telah lalai menjalankan tugas!" Di ujung sana, Maximus menyeringai tajam sambil memasukkan kembali senjata pendek ke saku celana. Julian mendengus kesal hendak melayangkan pukulan di wajah Maximus sekarang juga, tapi kakinya terasa amat sakit. Julian tak mampu berdiri. Darah pun mulai mengalir dari kulit Julian dan membuat lantai marmer putih tersebut berwarna merah. Julian hanya bisa merintih kesakitan dengan posisi badan memangku Sienna. "Seharusnya kau berterima kasih padaku karena aku tidak membunuhmu," kata Maximus kembali. Nada suaranya terdengar sangat angkuh.

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   41. Lepaskan

    Maximus tak menjawab atau pun menatap Julian, melainkan beranjak dari kursi tanpa mengalihkan pandangan dari kantong yang diyakini berisi kepala Michael. Sangat cepat langkah kakinya hingga Julian dapat mendengar bunyi sepatu menggema di ruangan besar tersebut. "Tuan, sudah berjanji untuk melepaskan adikku kan, jika aku sudah berhasil membawa kepala Tuan Michael? Di mana mereka sekarang? Aku ingin bertemu dengan mereka," kata Julian lagi, sangat tak sabaran. Sebab sedari malam, perasaan tak nyaman menghantuinya. Bagaimana tidak, beberapa hari yang lalu, dia bermimpi bertemu dengan Sienna dan Ciara. Dalam mimpinya, adik dan keponakannya menangis tersedu sedan dengan pakaian bersimbah darah. Mereka tak mengajaknya berbicara, atau pun menatapnya, tertunduk dalam sambil mengeluarkan tangisan. Hal itu tentu saja menganggu pikiran Julian. Maximus tak kunjung juga bersuara. Lelaki bermata hijau itu justru berjongkok di depan kantong kemudian membuka cepat kantong tersebut. Begitu benda te

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   40. Ikut Denganku!

    Moon tak segera menjawab, bibirnya terkatup rapat dengan kening berkerut samar. Michael ingin mengajaknya ke suatu tempat, sangat amat jauh dan tak terpikirkan Moon sebelumnya. Apakah Michael berasal dari Rusia? Pikir Moon sesaat. "Moon, kau dengar aku, 'kan?" tanya Michael kembali, tatkala Moon tak bersuara sedari tadi. "Untuk apa kau membawaku ke sana? Apa ingatanmu sudah pulih?" Tentu saja Moon akan bertanya, apa alasan Michael membawanya, terlebih pagi-pagi sekali pria bermata hijau sudah menemuinya. Tarikan napas berat, lantas keluar dari indera penciuman Michael. "Ikut saja Moon, di sini kalian tidak aman. Ingatanku belum pulih sepenuhnya, tapi aku sudah mulai mengingat meski samar-samar, ternyata benar aku mempunyai istri dan seorang anak."Begitu mendengar jawaban Michael, dada Moon bak ditikam sebilah pedang. Moon sudah tahu bila lelaki di hadapannya ini sudah memberitahuinya jika sudah berkeluarga. Namun, jauh di lubuk hatinya Michael belum menikah dan hanya menebak-neba

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   39. Remuk Redam

    Mendengar hal itu, Michael mematung di tempat dengan pupil mata melebar. Bayangan dia dibunuh Julian dalam perjalanan bisnis langsung berputar-putar di benaknya seketika. Kendati demikian, memori-memorinya bersama Clara dan Kenny belum sepenuhnya kembali, hanya sepenggal saja. Michael belum bisa mengingat semua anggota keluarganya. Selain Julian, Clara dan Kenny. Hening menerpa, kesunyian malam membuat Michael dan Julian berdiri berhadapan dengan ekspresi yang berbeda. Julian tampak ketakutan dan sedari tadi meneguk ludahnya berkali-kali. Sementara Michael tampak syok. "Lalu kenapa kau ke sini?!" Wajah Michael mendadak merah padam. Dia dekati Julian dengan cepat sambil melototkan mata, menahan amarah karena Julian menembaknya tiba-tiba pada malam kejadian. Julian langsung membeku. Lidahnya mendadak kelu. Dia sulit berkata-kata lagi sekarang, aura Michael kini telah kembali. Aura mematikan yang dimiliki Michael selama ini. "Cepat jawab?!" Michael telah habis kesabaran. Dia ta

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   38. Meminta Maaf

    Julian tak kunjung menggerakkan pisau. Dia baru saja berhalusinasi membunuh Michael. Saat ini, tangan Julian menggantung di udara. Dia tilik seksama wajah Michael yang tengah tertidur pulas. Julian nampak sangat bimbang. Kemarin, ada kesenangan yang tertanam di dadanya kala mengetahui Michael belum meninggal. Selama ini Michael adalah orang yang paling berjasa di hidupnya. Saat menuruti permintaan Maximus, Julian merasa sangat bersalah. "Maafkan aku Tuan," gumam Julian pelan. Julian tak sanggup membunuh Michael. Detik itu pula cairan bening membasahi pipinya hingga air matanya mengenai pipi Michael. Julian memandangi Michael, yang saat ini tengah mengerutkan dahi kala merasa ada air yang menetes di pipinya. Michael melengguh sejenak lalu perlahan-lahan membuka mata. Matanya langsung melebar saat melihat Julian memegang pisau saat ini. "Lian!" Michael spontan duduk sambil menyambar pisau dari tangan Julian lalu melempar benda tajam tersebut ke sudut ruangan. "Apa yang kau lak

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   37. Gelisah

    Mendengar hal itu pupil mata Lionel semakin melebar. "Apa kau sudah gila?! Membalas pesan atau mengangkat panggilan kita saja dia tidak mau! Apa lagi kalau kita pergi ke sana, mungkin saja kita akan di usirnya!" bentak Lionel seketika. Sudah berbulan-bulan pria yang membeli Moon sulit sekali untuk dihubungi. Bahkan nomor yang dituju tidak aktif dan pesannya pun tidak terkirim. Lionel makin frustrasi sebab para rentenir dan pegawai bank acap kali datang ke rumahnya akhir-akhir ini. "Lalu bagaimana kau membayar hutang-hutang kau itu hah?!" teriak Liana dengan mata melotot keluar. Dia tak terima dibentak suaminya barusan. "Hutang-hutangku katamu?! Hei, apa kau amnesia hutang itu berasal dari kau yang boros! Kau suka membeli tas-tas dan pakaian-pakaian aneh! Jangan hanya salahkan aku saja! Semua itu hutang kita! Seharusnya kau bisa lebih berhemat sekarang!" balas Lionel, napasnya terdengar mulai memburu. Menahan amarah yang sudah sampai ke ubun-ubun sekarang. Lelaki itu tak terima den

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   36. Penasaran

    Julian spontan membuka mata tatkala mendengar Michael memanggil namanya tiba-tiba. Namun, baru saja membuka mata sebuah pukulan mendarat di mukanya. Mata Julian langsung melebar, melihat ada seorang pria memakai topeng dan setelan jas berwarna hitam, di hadapannya sekarang. Sementara pria lainnya tengah mencekik Michael dan Michael melawan balik. Julian tak diam, ikut menyerang pria yang wajahnya tak terlihat itu. Suara pukulan terdengar di ruangan tersebut. Keempat pria dewasa itu saling menyerang satu sama lain. Perkelahian nampak seimbang. Kedua pra yang memakai topeng tenaganya sama kuat dengan Michael dan Julian.Julian mulai bertanya-tanya, siapa kedua pria ini? Apakah suruhan Maximus? Bagaimana Maximus bisa tahu keberadaan Michael. Sementara dia tidak memberitahu Maximus. Entahlah, rasanya aneh bila suruhan Maximus? Tapi, mengingat ada Nathan kemarin di Juana Diaz. Julian tampak panik. Dia menebak bila Maximus kesabarannya sudah habis lalu menyuruh orang membunuh Michael dan

  • Paman, Jadi Papaku Ya!   35. Meluruskan

    Moon terperangah ketika baru saja disiram air comberan oleh seseorang. Perlahan, aroma tak sedap menjalar di seluruh tubuh Moon.Dengan cepat Moon mengangkat kepala. Melihat para tetangga berkumpul di pekarangan rumahnya sambil melayangkan tatapan penuh hina padanya sekarang. Entah siapa yang menyiramnya barusan, tapi dapat dipastikan sang pelaku berada di barisan paling depan. "Apa kalian sudah gila? Apa yang kalian lakukan?!" tanya Moon dengan napas mulai memburu. Sebab para tetangga mulai membuat masalah lagi dengannya. Padahal akhir-akhir ini mereka tak pernah membulinya dan anak-anaknya. Moon menebak, semua itu berkat Michael. Namun, mengapa hari ini para tetangganya mulai berani dan menunjukkan taringnya kembali. "Kau masih bertanya?! Tentu saja kami membuat jejak di tubuhmu kalau kau itu perempuan kotor! Dan memang pantas disiram dengan air comberan itu!" Di antara kumpulan para tetangga, Erna tiba-tiba melangkah maju sambil mengangkat dagu dengan sangat angkuh. Secepat kil

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status