"Wah, pacar baru nih!" goda seorang pria yang kini menahan pintu mobil David agar sang pemilik tidak menutupnya.
"Minggir, Joe!" usir David kesal dengan bahasa Inggris.Ia tahu benar kalau sahabatnya itu juga datang ke kampus karena mengantar kekasihnya juga yang kuliah di sana. Hanya saja, David tak yakin sahabatnya yang playboy itu bisa setia pada satu wanita.Alih-alih, menuruti ucapan David. Joe justru menatap ke arah Laura yang saat ini sedang tersenyum ramah menyapanya–mengira pria itu adalah teman David.Bukankah sesama teman terkadang suka menjahili satu sama lain?"Siapa namamu, Nona manis?" tanya Joe sembari mengulurkan tangan pada Laura."Laura," jawabnya sambil membalas uluran tangan pria itu.David langsung menghentikan jabatan tangan keduanya. “Enyahlah!”"Apaan sih? Belum juga kenalan," jawab Joe kesal, "Oh, iya. Namaku Joe, sahabat baik calon suamimu ini."Mendengar Joe mengiranya sebagai calon istri David, mata Laura seketika membulat penuh.“Hah?” ucapnya tanpa sadar.Joe sontak tertawa. "Bercanda, kok! Tapi, kalau beneran nikah dengan si David ini, juga tidak apa-apa," ucap pria itu, “kasihan sahabatku ini … senjatanya sudah karatan!”David pun tak tinggal diam setelah mendengar candaan Joe.Dia benar-benar sekuat tenaga mendorong tubuh temannya itu sampai Joe oleng ke belakang.Dengan cepat, David memastikan mobil tertutup, lalu melajukan mobilnya menjauhi area kampus.David melirik dari spion dan melihat Joe yang tampak berteriak kesal, lalu tersenyum pada Laura.Pria itu tak menyadari tindakannya telah membuat keponakannya itu membeku beberapa saat."Kita makan langsung ke Mall dulu ya," ucap David membelah keheningan."Baik, Om," jawab Laura."Oh, iya! Jangan dipikirin omongannya si Joe. Dia memang seperti itu, tapi pada dasarnya dia baik banget. Dia yang selalu menemaniku saat mulai berjuang membangun perusahaanku." Tanpa sadar, David bercerita tentang sahabatnya itu.Laura hanya membalas dengan senyuman.Tak lama, mereka pun berhenti di salah satu Mall terbaik dan terlengkap di New Capitol.David membelikan kebutuhan Laura.Saking baiknya pria itu, Laura rasanya tidak akan pernah tega memberitahu David bagaimana kelakuan Monica kepadanya bila dirinya tidak ada di rumah.Anggap saja kesabarannya menghadapi wanita paruh baya itu adalah balasan atas kebaikan David terhadapnya.Toh, dia harusnya fokus untuk kuliah agar bisa lulus menjadi sarjana. Dengan begitu, kedua orang tuanya pasti ikut merasakan kebahagiaan yang Laura rasakan di dunia ini.Untungnya, begitu keduanya kembali ke rumah, Monica sedang ada kegiatan di luar.Andai sang nyonya rumah melihat barang-barang yang dibelikan David untuknya, sudah pasti Monica akan semakin menyiksa Laura nanti.Dengan cepat, David memerintahkan para pengawal untuk memasukkan semua barang-barang milik Laura.Dalam diam, Laura memperhatikan ponsel dan laptop barunya."Apa kamu menyukai semuanya?" tanya David tiba-tiba."Sangat suka," jawab Laura penuh semangat.David pun tersenyum. "Beristirahatlah! Aku akan kembali ke kantor," ucapnya."Baik Om. Terima kasih atas semuanya.""Sama-sama," balas David, “semangat untuk pendidikanmu.”Setelahnya, pria itu segera keluar dari rumahnya untuk menuju ke kantor.Hampir setengah hari ini, dirinya bolos demi mengantarkan Laura menuju masa depannya. Tapi, tak mengapa, asalkan gadis itu bisa memiliki masa depan lebih baik.Tak terasa, dua bulan telah berlalu.Selama ada David, Monica hanya mengabaikan Laura tanpa menyiksa gadis itu.Intensitas marahnya juga berkurang.Diam-diam, Laura tersenyum lega, terlebih kala sang nyonya rumah berpamitan pada sang David untuk melakukan liburan bersama teman prianya.Uncle Edward, begitu David biasa memanggilnya, adalah manajer sang mama di butik.David tahu pria itu adalah calon Ayahnya dan pria itu sama sekali tidak keberatan dengan pilihan sang mama asalkan ia bahagia."Apa hanya ini perlengkapan yang Mama bawa?" tanya David memastikan.Mereka sedang ada di ruang tamu. Edward baru saja menjemput Monica ke rumahnya."Iya, Sayang. Hanya ini yang Mama bawa. Buat apa punya banyak uang kalau tiap liburan harus banyak bawaan? Toh, nanti Mama bisa membelinya di sana," ucap Monica santai.David mengangguk."Benar juga. Kalau begitu, selamat menikmati liburannya, Ma," ucapnya sembari memeluk Monica."Baik, Sayang. Mama pergi dulu ya nak.""Uncle jalan dulu ya David," timpal Edward–pamit pada calon anak tirinya.David pun mengangguk. "Iya Uncle. Titip Mama, ya," jawabnya yang dibalas acungan jempol oleh kekasih sang mama.Pasangan itu tampak bucin dan David menyukainya."Semoga Mama dan Uncle Edward selalu bahagia dan segera menikah," gumamnya sambil menatap punggung pasangan itu yang semakin menjauh.Setelah itu, David menuju ke ruang kerjanya.Seketika, ia teringat bahwa ada hal yang perlu dikerjakan di ruangan itu.Sementara itu, Laura pun keluar dari dalam kamarnya setelah merasa keadaan rumah sudah sepi. Ia pun menuju ke dapur."Non," sapa pelayan lain yang usianya lebih muda dari sang kepala pelayan.Ia tersenyum dan mendekati Laura. “Nyonya udah pergi liburan. Anda aman selama satu minggu tak mendengar ocehannya," bisiknya.Tanpa sadar, mereka tergelak bersama."Pasti lagi ngomongin bibik?" tuduh sang kepala pelayan yang baru saja tiba di dapur.Melihat wanita tua itu, Laura langsung memeluk sang kepala pelayan."Kata mbak, telinga Laura akan hening selama satu minggu ke depan," jawab Laura.Sang kepala pelayan pun ikut tersenyum.Jujur, dia kasihan dengan Laura yang hampir tiap hari dibentak oleh Monica.Tapi, para pelayan di rumah itu tetap memilih bungkam sesuai permintaan Monica dan juga Laura."Manfaatkan momen langka ini dengan baik, ya."Laura pun mengangguk. “Baik.”"Baiklah, Bibi mau membuat teh dulu untuk Tuan David. Kalian lanjutkan saja ngobrolnya."Mendengar itu, Laura tiba-tiba mendapat ide. Selama ini, David sudah baik padanya. Tidak ada salahnya dia membuatkan teh untuk omnya itu bukan?"Bi, Laura saja yang membuatkannya. Kalau boleh tahu, Om David di mana, ya?"“Baiklah kalau begitu.” Sang kepala pelayan tersenyum. "Beliau ada di ruang kerjanya."Laura tersenyum.Ia pun segera membuatkan minuman untuk David. Setelahnya, gadis itu menuju ke ruang kerja David.Tok tok tok!Laura mengetuk pintu ruang kerja mewah itu.“Masuk!” Suara bariton dari dalam terdengar mengizinkan.Mendengar itu, Laura bergegas masuk lebih jauh ke dalam ruang kerja tersebut.David pun tersenyum kala menyadari anak kakak angkatnya itu yang mengantar teh ke ruangannya.Entah kenapa, ada perasaan asing menyelinap di dalam hati setiap kali melihat Laura.Bahkan, setelah 3 bulan kebersamaan mereka, semakin hari David semakin sulit menghilangkan Laura dari pikirannya. Terkadang, pria itu ingin pulang cepat ke rumah demi melihatnya.David belum pernah merasakan hal seperti ini terhadap wanita lain.Hanya saja, pria itu tak yakin kalau ini cinta. David lebih yakin ini perasaan kasihan padan sang keponakan angkat."Om ini minumannya," ucap Laura menyadarkan pria itu dari lamunannya.Mendadak, David teringat sesuatu yang direncanakannya."Terima kasih, Laura. Duduklah dulu. Ada yang mau Om bicarakan padamu."Laura pun duduk di depan meja kerja David. "Ada apa Om?" tanyanya."Laura apa kamu mau pergi liburan denganku?" tanya David."Liburan?" Laura membeo."Benar, mumpung satu minggu ke depan hari libur musim panas, bagaimana kalau kita berlibur sejenak.""Mau-mau Om," jawab Laura antusias.David tersenyum. "Kamu mau liburan ke mana? Ada negara yang ingin kamu kunjungi Laura?""Victoire…” jawab gadis itu ragu, “Laura ingin sekali liburan di sana, Om. Tapi, ke mana pun Om mengajak liburan, Laura mau kok."Senyuman tercetak jelas di wajah Laura membuat David ingin sekali memeluk gemas keponakannya itu."Baiklah! Kalau begitu, kamu harus segera siap-siap. Besok pagi, kita berangkat ke London.”“Oh iya, jangan membawa banyak barang! Nanti, kita bisa shopping di sana,” tambah pria tampan itu.Laura kaget. " Secepat itu? Om tidak sedang bercanda, kan?""Tidak. Kapan aku pernah bercanda," sahut David.Laura pun berdiri lalu berjingkrang girang karena kota itu mereupakan impiannya sejak lama.Laura mengecup punggung tangan David. "Terima kasih, Om. Kalau begitu, Laura siap-siap dulu," pamitnya.Sementara itu, David begitu terkejut dengan gerakan mendadak gadis itu.Namun, ia mencoba tersenyum menatap Laura yang berlalu dari hadapannya.Setelah pintu tertutup, David menyugar rambutnya kasar. Entah mengapa, ia mulai ragu akan perasaannya."Sadarkan dirimu," gumamnya, “Laura itu anak kakakmu!”Sayangnya, sisi hati lain pria itu seolah dipengaruhi iblis. “Hanya anak kakak angkat. Tidak ada yang salah dengan itu.”Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 9 jam, kini Laura dan David sudah tiba di Bandara Internasional yang ada di Victoire.Keduanya hanya membawa dua koper berukuran kecil–sesuai dengan perintah David.Dalam diam, Laura sedang mengucap syukur. Mengunjungi kota ini adalah impian terbesar Laura sejak dulu. Dia ingin sekali mengunjungi Victoire. Dulu, ketika dia masih berada di kampung, impian ini seakan tidak akan pernah terwujud."Kita langsung ke hotel dulu, ya. Sebaiknya, istirahat dulu sekarang. Jalan-jalannya, nanti saja," ajak David–menyadarkan Laura dari lamunannya.Gadis itu pun mengangguk.Tak lama, keduanya tiba di hotel. David segera melakukan check in–lalu menuju ke dalam kamar.Klik!Pintu kamar presidential suite terpampang jelas di hadapan Laura.Gadis itu seketika membeku ketika tersadar sesuatu."Ayo masuk, kenapa kamu diam di depan pintu?" tanya David."Apa kita akan tidur satu kamar Om?" tanya Laura menatap curiga. Biar bagaimanapun, dirinya sudah masuk
Hari berganti minggu.Minggu berganti bulan. Hubungan Laura dan David semakin baik. Pria itu memperlakukan Laura bak permaisurinya.Segala hal tentang Laura adalah prioritasnya. Laura pun sudah mengubah panggilannya menjadi sayang–bila mereka hanya berdua saja.Bahkan, mereka punya cincin yang sama yang sengaja ditaruh di dalam dompet masing-masing. David juga membeli kalung emas putih yang liontin itu bila disatukan akan membentuk tanda jantung dan di dalamnya terukir nama mereka berdua. Liontin itu pasangannya dan tidak bisa dipasangkan dengan liontin lain yang sejenis. Tepat pukul 22.00 waktu New Capitol, David tiba di kediamannya. Ia langsung mencari Laura. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Laura ada di dapur sedang mengambil air minum."Sayaaaaaang," panggil David pelan sambil memeluk Laura dari belakang. Sontak Laura kaget dan menjauhkan tubuhnya dari David."Kalau ada yang lihat bagaimana?" tanya Laura berbisik."Mama pasti sudah di dalam kamar sayang, pelayan juga sudah isti
"Mama juga akan segera mengurus pernikahan kalian. Linda sudah terlalu lama menunggu untuk kamu nikahi David. Kalau bukan Linda yang menjadi kekasihmu, mungkin kamu sudah ditinggal pergi. Tapi, lihatlah dia masih setia."Lagi, kalimat itu terdengar. Kehamilan membuat Laura semakin sensitif. Hatinya begitu sakit seperti ada tangan tak kasat mata yang meremasnya dengan kencang saat mendengar kenyataan pahit bahwa David sudah memiliki kekasih. Tanpa bisa dicegah, air mata gadis itu luruh. Disandarkan tubuhnya di dinding agar kakinya tetap berpijak. "Tega sekali dia membodohiku begini," lirihnya pedih.Berusaha kuat, Laura berjalan menuju keluar rumah. "Nona, Anda kenapa menangis?" tanya pengawal David yang melihat Laura hendak keluar rumah.Laura menghapus jejak air mata yang membasahi wajahnya. "Tidak apa Pak, saya lupa mau mengerjakan tugas kelompok. Saya pergi dulu," pamitnya. Ia berjalan sambil meratapi nasibnya, sampai akhirnya dia melihat ada taman di seberang jalan, dan Laura
"Di mana Laura?" tanya David pada sang kepala pelayan, saat baru menginjakan kaki di rumahnya."Apa-apaan sih kamu, Sayang? Masih ada aku, kamu sudah menanyakan wanita lain," sungut Linda kesal. Mendengar perdebatan keduanya, Monica mendekati anak dan calon menantu pilihannya. "Jangan khawatir, Linda. Laura itu cuma anak dari kakak angkatnya David dulu. Mana mungkin dia menyukai wanita lain. Percaya deh sama tante, David hanya mencintaimu sayang," ucap Monica. Linda hanya mengangguk. Sebenarnya, ia berpura-pura tidak mengetahui soal Laura. Padahal, ide pertunangan dadakan ini terjadi karena Monica sudah menceritakan pada Linda kalau David ada hubungan dengan anak ingusan itu.Ck! Membayangkannya saja, ia sudah kesal.Hanya saja, David terus berlalu--meninggalkan Linda."David! Mau kemana kamu, Nak?" teriak Monica seketika."Mandi," jawabnya ketus.Melihat itu, Monica menghela napas panjang."David jadi dingin banget, Tante," adu Linda tiba-tiba begitu mereka duduk di ruang keluarga.
"Jangan bercanda Laura, itu tidak akan pernah terjadi!" ucap David menahan emosi."Om, kita hanya pantas sebagai kerabat bukan pasangan. Laura mohon mengertilah, Om," pinta Laura."Mengerti katamu? Apa Kamu lupa malam panas yang selalu kita lewati bersama huh?" tanya David.Pria itu mendekati Laura lalu mencengkram keras kedu bahu Laura. "Apa kamu menganggap kebersamaan kita hanyalah angin lalu, huh?" Laura hanya menunduk. Ia begitu sakit hati dengan apa yang terjadi saat ini dalam hidupnya. Kenapa Tuhan harus mempertemukannya dengan David kalau akhirnya akan seperti ini?Bahkan sekarang, sudah ada dua benih di dalam rahimnya. Tapi, benih ini tidak akan pernah terlahir ke dunia apabila Laura mengatakan mengenai kehamilannya pada David.Laura tak ingin menambah dosanya lebih dalam lagi. Lebih baik kehilangan David daripada kehilangan anak tak berdosa ini karena dia Monica tidak main-main. Terlebih, wanita itu sejak awal sudah membencinya. Mungkin, mereka tak bisa bersama meski saling
"Saya tidak akan pernah menggugurkan anak ini, Tuan. Kalau kalian terus nekat mengancam saya, maka saya pun terpaksa memberi tahu Om David tentang semua ini." Laura akhirnya mengancam balik. Sebenarnya, dia lelah hidup dalam tekanan seperti ini. Jujur, Laura ingin pergi dengan calon anak-anaknya. Tapi, ke mana? Dia tak punya uang dan tak tahu siapa-siapa di negeri orang."Lancang kamu ya mau mengancam kami?" bentak Edward tiba-tiba. "Satu setengah miliar itu bukan jumlah yang sedikit! Kamu bisa pulang dan membangun duniamu di negara asalmu. Kamu bisa hidup mewah asal menggugurkan bayi itu!" ucapnya sekali lagi.Laura menatap tajam Edward. "Anda benar. Tapi, bayi dalam kandungan saya lebih berharga dari itu semua." "Brengsek!" maki Edward dengan rasa kesal. Tahu bahwa ia tak bisa menekan Laura, kekasih Monica itu lantas bergegas pergi dari sana. Diam-diam, Laura bernapas lega. "Tenang saja, Nak. Meski tak ada yang mengiginkanmu, tapi Mama akan mempertahankanmu, Sayang," janji ga
"Tuan, ini tidak seperti yang Anda lihat. Saya dan Alex hanya-"Belum selesai bicara, David sudah pergi.Alex ingin mengejar pria itu, tapi Laura berhasil mencegahnya."Aku mohon biarkan seperti ini. Aku ingin keluar dari rumah itu. Mungkin ini, sudah jalan Tuhan kami berpisah dengan cara seperti ini," ucap gadis itu pasrah.Hanya saja, matanya sudah kembali basah kala mengingat dua kata yang disematkan David untuknya sangat menyakiti Laura. Wanita murahan? Apa benar dirinya seperti itu sampai mau berhubungan badan tanpa ada ikatan pernikahan?Melihat keadaan Laura, Alex pun memeluk gadis itu. Dia sangat tulus menyayangi Laura yang begitu menyedihkan."Kamu harus kuat demi si kembar. Besok aku akan mencarikan rumah untuk mu di dekat kampus, agar kamu tak jauh juga bekerja. Kemarin aku melihat ada rumah yang disewakan di sana," ucap Alex, setelah mengurai pelukannya. "Terima kasih ya Alex, kamu sangat baik padaku. Aku janji kalau sudah gajian aku akan mengembalikan uangmu," sahut Lau
"Hanya ini satu-satunya cara aku pergi dari rumah itu. Sakit ini tak sebanding dengan ancaman Tante Monica yang akan menghilangkan nyawa cucunya sendiri. Aku harus kuat melewati ini," ucapnya menguatkan diri sendiri. Laura terdiam. Ia kembali mengingat kedua orang tuanya. Takdir begitu kejam mempermainkan hidupnya. Laura dibawa ke luar negeri hanya untuk disakiti. Tapi, Laura janji bahwa akan menjaga si kembar dengan baik,Ceklek!Pintu tiba-tiba terbuka. Alex yang baru tiba dirumah dibuat terkejut kala melihat Laura menangis. Matanya juga menangkap ke arah koper besar yang masih ada di dekat pintu.Seketika, pria itu tahu alasannya.Alec pun menghela napas panjang. Ditaruhnya makanan yang dibelinya tadi di atas meja tamu, lalu duduk di samping Laura. "Apa kamu ingin kembali ke rumah itu?" tanyanya.Laura menggeleng lemah. "Aku hanya belum terbiasa. Ke depannya, semua akan baik-baik saja," jawabnya."Kamu tak boleh egois hanya memikirkan keadaanmu saja, tapi kamu harus tetap memikirk
“Alex,” sapa Laura.Laura dan si kembar terkejut melihat Alex di rumahnya tanpa memberitahu kalau pria itu akan datang.“Papa Alex.”Si kembar berlari dan memeluk Alex yang sudah berjongkok sambil merentangkan tangannya. “Kangen Papa tauuuk,” Dita mulai memanyunkan bibirnya.Sudah lama rasanya Alex tak pernah mengunjungi keduanya membuat Dita dan Dika sangat merindukan pria tersebut.Mereka bercengkrama sebentar sembari menunggu Laura berganti pakaian. Setelah sang mama kembali dengan pakaian rumahan Laura meminta Dita dan Dika untuk tidur siang.“Janji ya Papa Alex jangan pulang dulu,” pinta Dika.“Iya janji. Papa Alex mau nginep kok di sini,” sahut Alex.“Benarkah Papa?”Dita sangat bahagia, mereka benar-benar merindukan pria tersebut.“Benar dong sayang.”Laura pun meminta kedua anaknya naik ke lantai atas, karena jam tidur siang sudah lewat.Laura mengajak Alex menuju ruang keluarga setelah meminta pelayan untuk menyiapkan minuman untuk mereka.“Kamu kenapa Lex?” tanya Laura.Ale
“Bi, saya titip mereka berdua ya.”Laura berujar pada sang kepala pelayan, dia memutuskan untuk menjemput kedua anaknya dan membawa mereka makan di restoran bersama sang papa seperti yang barusan David bilang melalui pesan singkat.David sudah membatalkan semua kegiatannya hari ini karena biar bagaimanapun dia kepikiran atas masalah Joe, pria yang selama ini selalu pasang badan untuk David.David merasa sangat bersalah karena secara tidak langsung kembali melukai perasaan Joe dengan mengingat pria itu tentang anak tak berdosa yang ada di rahim Riana.“Baik Nyonya. Anda membawa mobil sendiri?” tanya sang pelayan.“Tidak Bi, nanti dijemput sopirnya anak-anak. Oh iya kami makan siang di luar ya Bi.”Laura tidak ingin pelayan di rumahnya sibuk menyiapkan makanan sedang dirinya akan memilih untuk makan di restoran langganan Dita dan Dika.“Baik Nyonya,” jawabnya Lagi.Laura pun berpamitan untuk segera bersiap-siap. hatinya lelah dengan masalah yang ada belum lagi dia harus bicara banyak de
Laura mendekati Riana dan duduk di sampingnya. Dia memeluk Riana sambil ikut menangis mengabaikan Joe yang darahnya masih bercucuran.Mental Riana lebih penting dari pada luka di dahi Joe terlebih Riana dalam keadaan hamil yang moodnya sudah pasti naik turun.Laura tahu Riana sangat terkejut mengetahui rahasia besar ini tapi sekali lagi Laura sangat mendukung pola pikir Joe yang tak peduli anak siapa dalam rahim Riana karena dia tulus mencintai wanita ini sejak mereka masih kuliah dulu.“Maafkan Papanya anak-anak sudah melukaimu,” ucap Laura tulus setelah mengurai pelukannya.Riana masih menangis karena tak tahu aibnya ternyata sudah diketahui oleh Joe dan David, tapi tetap saja dia tak rela berbagi suami dengan wanita lain.Lalu pelayan masuk ke dalam kamar itu untuk meminta Joe ke ruang tamu karena dokter sudah datang. Sebagian pelayan datang membersihkan pecahan kaca, laura memberikan susu ibu hamil untuk Riana yang barusan kembali dibawakan sang kepala pelayan.Setelah ruangan it
“Sayang, di mana Natali dan Riana?” tanya David.Saat ini waktu sudah menunjukan pukul 07.00 waktu setempat David bersama kedua anak kembarnya sedang bersiap untuk sarapan.“Natali sudah pulang sayang, dia ada interview di kampusnya kalau Riana masih di kamar nanti biar aku bawakan sarapan ke kamarnya sambil mau ngobrol sebentar dengan dia.”Laura sangat mengerti situasi saat ini, siapapun di posisi Riana pasti sangat terpukul terlebih dia dalam keadaan hamil. Berbeda halnya dengan Margareth yang sudah melewati rasa sakit itu dan mulai berdamai dengan keadaan.“Jadi si kembar diantar siapa ke sekolah?” tanya Dita.Kemarin sebelum sang mama pergi sempat berjanji kalau hari ini mengantarkan kedua anak menggemaskan versi Dita dan Dika itu ke sekolah.Laura yang menyadarinya pun tersenyum, “kalian berangkat sama sopir dulu ya. Nanti Mama usahain jemput sepulang sekolah,” jawab Laura.“Hmmmmmm.” Dita hanya berdehem sambil mencebik. Sudah diduga pasti akan begini jadinya.“Nanti Papa yang
“Kamu tanggung jawab sayang aku takut lihat Joe marah.”David berbisik sembari memilih berdiri di belakang tubuh istrinya. Bernia untuk sembunyi tapi tingginya menjulang akan tampak jelas saat berdiri di belakang tubuh Laura yang mungil.“Ih, kamu apaan sih sayang aku juga takutlah kalau begini. Mereka mode galak. Ya ampun mimpi apa aku semalam harus terbongkar cepat seperti ini?”David enggan menimpali ucapan istrinya, ketika Laura yang memilih berdiri di belakangnya, David pun mengulang hal yang sama sampai membuat Joe makin kesal.“Berhentiiiiiii!” teriak Joe.Wajahnya memerah ditambah pengaruh minuman keras membuatnya kehilangan setengah kesadarannya.“Dan kamu!” Riana membentak suaminya dan berjalan mendekati suaminya.Plak PlakDua kali tamparan mendarat di wajah tampan Joe. Cukup keras hingga David yang mendengar tamparan itu sampai meringis.“Sejak kapan kamu mulai menyimpan rahasia dariku huh? Apa kamu bisa bayangkan hancurnya perasaanku hu, aaaarrrrggggggh!”Riana menjambak
“Jangan pernah menyebar berita yang tidak benar!” seru Natali kesal.Menyesal rasanya mengajak Riana pergi ke salon yang berujung bertemu dengan wanita sialan ini. Sejak dulu Ryan sempat meminta atali untuk akrab dengan Angel demi menghormati Laura, tapi kata hatinya tak pernah salah jika wanita ini tak layak disebut teman.Angel tertawa kecil, “coba saja minta klarifikasi dari Pak Joe. Saya sih dapat infonya begitu, pasalnya dulu sebelum Nona datang si kembar gencar menjodohkan Margareth dengan Pa Joe dan keduanya sangat dekat.”Tangan Riana mengepal di kedua sisi tubuhnya dia tak terima mendengar cerita yang bahkan Joe tak pernah menceritakan padanya soal hubungannya dulu dengan Margareth. Akan tetapi tak baik bila dia membuat kegaduhan dan meluapkan emosinya di tempat umum seperti ini. Natali yang menyadari itu pun berusaha untuk membuat Angel terlihat membual.“Kamu ada masalah apa ya dengan kami? Kami tak sekalipun pernah mengusik hidupmu apalagi sebenarnya kami tahu niatmu bek
“Permisiiiiiiiiiii.” teriak Joe.Setelah mendapat informasi dari sang kepala pelayan kalau Laura dan David pergi Joe berniat bertemu dengan si kembar yang katanya sedang belajar di perpustakaan mini yang baru dibuatkan sang papa.Dita berlari kecil untuk membukakan pintu perpustakaan agar rasa penasarannya hilang terhadap suara di depan ruang perpustakaannya.Ceklek“Papa di mana?” tanya Joe saat menyadari si cantik yang super aktif membukakan pintu.“Masa tidak tahu?”Bukannya menjawab pertanyaan Joe, Dita justru memberikan pertanyaan lain pada sang paman.“Tahu sih katanya lagi keluar,” jawab Joe datar.Dika mendekati ambang pintu setelah mendapatkan izin dari guru lesnya.“Papa sama Mama katanya nganterin suster Margareth ke rumah kami yang lama. Katanya Mama Angel ganggu suster.”PlakDita memukul kencang bibir sang adik kembar yang ternyata sangat ember. Bisa kacau kalau sampai Mama dan Papanya tahu kalau keduanya sempat menguping pembicaraan sang mama dengan sang kepala pelayan
Satu minggu berikut Dita dan Dika sudah mulai mengikuti les privat di rumahnya sendiri.Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di perpustakaan kecil yang berada di lantai 2 dekat dengan ruang bermain keduanya.Tetapi meskipun mereka kembar nyatanya Dita jauh lebih malas untuk belajar ketimbang adik kembarnya sendiri.Bahkan setiap kali mengikuti pelajaran maka rasa kantuk menyerang hebat padanya.Gadis kecil itu berbanding terbalik dengan sang adik kembar yang setiap kali belajar maka dia memiliki semangat berkali-kali lipat lebih banyak dari sebelumnya.Seperti saat ini tepat pukul 16.00 waktu setempat guru privat khusus untuk matematika akan datang ke rumah mereka. Ini pertama kali si kembar melakukan privat dengan guru muda yang sengaja dicarikan oleh Laura agar mampu membuat gadis kecilnya memiliki semangat yang sama seperti jagoannya.Dika sudah mandi dan rapi sejak 1 jam yang lalu, bahkan dia sangat siap untuk menerima pelajaran hari ini.Namun berbeda dengan Dita yang masih be
“Anda bicara apa Nona? Memangnya saya pernah ada hubungan apa dengan Pak Joe?” tanya Margareth tanpa menoleh ke arah Angel.Angel tertawa kecil, “semua orang juga sudah tahu kalian dekat tanpa hubungan jelas. Makanya nanti dia berencana akan mencari tahu fakta sebenarnya. Yang penting aku sudah kasih info ke kamu ya kalau Joe akan mengejarmu sampai ke ujung dunia untuk melakukan tes DNA.”Angel tak peduli apakah wanita di depannya ini terluka dengan ucapannya atau tidak. Yang jelas dia harus menemukan cara agar bisa mengambil keuntungan dari masalah yang ada.Tanpa meladeni ucapan Angel mantan pengasuh si kembar itu memilih pergi dari Mall itu dan membatalkan niatnya untuk berbelanja. Tanpa dia sadari di dalam saku Cardigan yang digunakan sudah ada alat penyadap. Angel pun bergegas pergi dan membuntuti Margareth, sebab alat itu akan bekerja di jarak tertentu saja.Wanita itu akan menghalalkan segala cara demi bisa mencari celah untuk dekat dengan David. Terlebih kehadiran Bonita meng