"Di mana anak miskin itu?" tanya Monica pada sang kepala pelayan.
Semenjak David dinas ke luar kota, wanita itu benar-benar memperlakukan Laura sewenang-wenang.Bahkan, beberapa pelayan menaruh simpati pada gadis muda tersebut."Baru saja saya suruh istirahat Nyonya, sepertinya Nona Laura sedang tak enak badan. Biarlah saya yang melanjutkan tugas ini Nyonya," jawab bawahannya itu."Jangan panggil dia dengan sebutan Nona! Panggil namanya saja, dia tak pantas diperlakukan baik di rumah ini! Panggil dia sekarang, dan suruh bersihkan guciku!" perintahnya lagi."Baik Nyonya."Sang kepala pelayan pun langsung ke kamar yang ditempati oleh Laura.Dia mengetuk pintu sebanyak tiga kali, tapi tak ada jawaban dari Laura.Wanita paruh baya itu pun akhirnya membuka pintu kamar Laura dan mendapati gadis malang itu sedang terlelap.Hatinya sangat terenyuh kala melihat Laura yang masih menyesuaikan diri di West Country–harus dipaksa untuk langsung melakukan pekerjaan pelayan.Andai saja Tuan David mengetahui semua ini, dia yakin pria itu akan membela Laura."Kasihan sekali Nona Laura," gumamnya.Kepala pelayan itu pun berjalan mendekati Laura dan menggoyangkan tubuh Laura beberapa kali, sampai membuat gadis itu kaget.“Siap!” Laura seketika menegakkan tubuhnya panik. Tampak sekali, ia takut bila sang Nyonya Rumah yang datang ke kamarnya. Kala melihat sang kepala pelayan, ia tampak lebih tenang, “eh, bibi. Ada apa?”"Maafkan Bibi, Non. Nyonya memanggil Anda," ucapnya penuh rasa kasihan.Laura meneguk habis air mineral yang masih berada dalam genggamannya, lalu mengangguk. "Baik Bi, di mana Nyonya?" tanyanya."Beliau ada di ruang tengah. Yang sabar ya, Non." ucapnya sambil mengusap lembut lengan Laura.Gadis itu tersenyum sambil mengangguk, lalu berjalan keluar mendahului sang kepala pelayan untuk segera menemui sang Nyonya rumah."Permisi Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya setelah berada di samping Monica."Bersihkan semua guci di rumah ini! Cepat kerjakan sebelum David pulang kantor!" serunya lagi."Baik Nyonya. Saya permisi dulu," pamitnya.Laura pun menemui sang kepala pelayan, lalu menyampaikan apa yang diperintahkan oleh sang Nyonya rumah.Sang kepala pelayan memberikan alat untuk membersihkan guci-guci berharga fantastis milik Monica."Anda bersihkan dulu dari yang ujung sana, sampai ke ruang tengah ya Non, sini biar Bibi contohkan cara membersihkannya," ucap wanita tua itu.Laura pun mendengar dengan seksama karena dirinya memang belum pernah sama sekali membersihkan guci berukuran besar ini.Untungnya, kepala pelayan membantu Laura dengan telaten, hingga gadis itu benar-benar bisa mengerjakannya.Tampak senyum terbit di wajah Laura setelah berhasil menyelesaikan tugasnya membersihkan satu guci berukuran besar."Terima kasih, Bi sudah mengajarkanku. Sekarang, biarkan aku yang melanjutkannya," ucapnya. Jujur, Laura tidak ingin sang kepala pelayan kena marah oleh Monica."Baik Non, tolong berhati-hati ya. Jangan sampai ada yang lecet karena harganya sangat mahal. Gaji bibi satu tahun saja, tidak bisa membeli 1 guci ini," ucapnya berpesan pada Laura.Gadis itu pun mengacungkan kedua jempolnya kepada sang kepala pelayan.Setelahnya, Laura dengan cekatan membersihkannya.Sang kepala pelayan bahkan berkali-kali memuji cara Laura membersihkan guci tersebut, sampai akhirnya Laura pun tiba di ruang tengah untuk membersihkan guci terakhir yang kebetulan berada persis di samping Monica.“Permisi, Nyonya,” sapanya.Namun, wanita glamor itu hanya tertawa sinis melihatnya lalu kembali menonton televisi sambil sesekali memainkan ponselnya.Laura menahan sakit hati dan fokus pada pekerjaannya.Hanya saja, saat sedang membersihkan bagian akhir, matanya mulai berkunang-kunang."Kenapa kepalaku sakit sekali ya?" batinnya bingung kala badannya pun ikut limbung.Prang!Suara pecahan guci terdengar nyaring.Bahkan, dalam waktu singkat, guci itu sudah hancur berkeping-keping. Bersamaan dengan itu, Laura juga terjatuh."Lauraaaaaaaaaaaaa!" bentak Monica. Wanita itu seketika murka.Menyadari kesalahannya, jantung Laura berdetak dengan kencang. Ia bahkan melihat sang kepala pelayan juga berjalan mendekatinya dengan wajah panik."Apa yang kamu lakukan ini, hah?!""Ma–maafkan saya Nyonya," sahutnya gugup."Kamu tahu berapa harga guci ini?" tanyanya dalam keadaan marah.Laura menggeleng lemah.Wajah Ibu dari David itu semakin merah. "Dengar, ya! Tubuhmu pun kau jual, tak akan mampu mengganti biaya guci ini! Dasar pembawa sial! Ikut aku sekarang!" teriaknya kencang.Monica pun menyeret Laura dan membawanya ke sebuah gudang kosong di belakang rumahnya.Tanpa perasaan, wanita itu mengunci Laura di sana."Nyonya, maafkan saya. Saya mohon jangan kunci saya di sini."Laura memohon pengampunan sambil menangis.Ia sungguh takut gelap.Namun, Monica mengabaikan tangisan gadis itu dan pergi begitu saja.Sementara itu, para pelayan di rumah itu tak ada yang bisa mencegah keinginan sang Nyonya rumah untuk menghukum Laura.Mereka hanya bisa diam-diam mendoakan gadis itu bertahan.Tak terasa, penderitaan Laura sebagai “pelayan yang paling dibenci Nyonya Monica” berlangsung satu bulan lamanya.Namun, David tak pernah tahu itu.Pria itu mengira sang mama yang memang tidak suka dengan Laura, hanya menganggap gadis itu tak ada.Jadi, ketika David kembali, pria itu dengan tenang mengajak Laura ke salah satu kampus terbaik di New Capitol."Apa kamu sudah siap untuk menjadi mahasiswa di kampus itu?" tanyanya di hari yang sudah mereka tentukan."Iya, Om," jawab gadis itu cepat. Ia memasang senyum palsu agar David tak curiga.Tak lama, keduanya pun berada dalam salah satu mobil sport keluaran terbaru milik David.Hari ini, pria itu memang sengaja tak ingin menggunakan sopir.Dia lebih memilih untuk menyetir mobilnya sendiri agar bisa lebih dekat dengan anak dari kakak angkatnya itu. Lagipula, David juga berencana mengajak Laura makan siang bersama setelahnya. Dengan demikian, Laura bisa bersenang-senang meski di negara yang asing baginya.Begitu tiba di kampus, David segera mendaftarkan Laura sebagai calon mahasiswa.Untungnya, proses pendaftarannya sungguh cepat karena ternyata dosen dan staf kampus sudah mengetahui kalau David adalah salah satu donatur utama di kampus mereka.Bahkan, dalam waktu 2 jam, David sudah membayar lunas biaya kuliah Laura sampai gadis itu tamat sarjana.Laura tersenyum bahagia lalu mendekat ke arah David yang saat ini sedang menunggunya di parkiran. Pria itu bersandar di badan mobil, tersenyum ke arah Laura."Om David, terima kasih ya sudah membuat Laura bisa mewujudkan keinginan Ayah," ucapnya tulus.David mengangguk. "Belajarlah yang rajin agar cepat jadi sarjana, Ayah dan Ibumu pasti bangga.""Laura janji akan jadi mahasiswa yang baik agar Ayah dan Ibu bangga pada Laura.""Baiklah. Bagaimana kalau hari ini kita rayakan dengan makan siang di salah satu restoran di Mall? Sekalian, aku mau membelikan perlengkapan kuliahmu," ucap David.Laura mengangguk sambil tersenyum.Namun, dalam hati, ia membatin, "Kenapa Om David berhati malaikat, sedangkan Mamanya berhati iblis?"Sementara itu, David mengusap lembut kepala anak sang kakak angkat.Hanya saja, diam-diam, ia bingung mengapa senyum Laura membuat jantungnya berdegup kencang.David pun memilih melangkah cepat untuk mengenyahkan perasaannya.Ketika di parkiran, dibukakannya pintu mobil untuk Laura sebelum ia duduk di balik kemudi.Namun, baru saja David hendak menutup pintu mobil, suara seseorang memanggilnya."David!""Wah, pacar baru nih!" goda seorang pria yang kini menahan pintu mobil David agar sang pemilik tidak menutupnya."Minggir, Joe!" usir David kesal dengan bahasa Inggris. Ia tahu benar kalau sahabatnya itu juga datang ke kampus karena mengantar kekasihnya juga yang kuliah di sana. Hanya saja, David tak yakin sahabatnya yang playboy itu bisa setia pada satu wanita.Alih-alih, menuruti ucapan David. Joe justru menatap ke arah Laura yang saat ini sedang tersenyum ramah menyapanya–mengira pria itu adalah teman David.Bukankah sesama teman terkadang suka menjahili satu sama lain?"Siapa namamu, Nona manis?" tanya Joe sembari mengulurkan tangan pada Laura."Laura," jawabnya sambil membalas uluran tangan pria itu.David langsung menghentikan jabatan tangan keduanya. “Enyahlah!”"Apaan sih? Belum juga kenalan," jawab Joe kesal, "Oh, iya. Namaku Joe, sahabat baik calon suamimu ini." Mendengar Joe mengiranya sebagai calon istri David, mata Laura seketika membulat penuh. “Hah?” ucapnya tanpa sad
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 9 jam, kini Laura dan David sudah tiba di Bandara Internasional yang ada di Victoire.Keduanya hanya membawa dua koper berukuran kecil–sesuai dengan perintah David.Dalam diam, Laura sedang mengucap syukur. Mengunjungi kota ini adalah impian terbesar Laura sejak dulu. Dia ingin sekali mengunjungi Victoire. Dulu, ketika dia masih berada di kampung, impian ini seakan tidak akan pernah terwujud."Kita langsung ke hotel dulu, ya. Sebaiknya, istirahat dulu sekarang. Jalan-jalannya, nanti saja," ajak David–menyadarkan Laura dari lamunannya.Gadis itu pun mengangguk.Tak lama, keduanya tiba di hotel. David segera melakukan check in–lalu menuju ke dalam kamar.Klik!Pintu kamar presidential suite terpampang jelas di hadapan Laura.Gadis itu seketika membeku ketika tersadar sesuatu."Ayo masuk, kenapa kamu diam di depan pintu?" tanya David."Apa kita akan tidur satu kamar Om?" tanya Laura menatap curiga. Biar bagaimanapun, dirinya sudah masuk
Hari berganti minggu.Minggu berganti bulan. Hubungan Laura dan David semakin baik. Pria itu memperlakukan Laura bak permaisurinya.Segala hal tentang Laura adalah prioritasnya. Laura pun sudah mengubah panggilannya menjadi sayang–bila mereka hanya berdua saja.Bahkan, mereka punya cincin yang sama yang sengaja ditaruh di dalam dompet masing-masing. David juga membeli kalung emas putih yang liontin itu bila disatukan akan membentuk tanda jantung dan di dalamnya terukir nama mereka berdua. Liontin itu pasangannya dan tidak bisa dipasangkan dengan liontin lain yang sejenis. Tepat pukul 22.00 waktu New Capitol, David tiba di kediamannya. Ia langsung mencari Laura. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Laura ada di dapur sedang mengambil air minum."Sayaaaaaang," panggil David pelan sambil memeluk Laura dari belakang. Sontak Laura kaget dan menjauhkan tubuhnya dari David."Kalau ada yang lihat bagaimana?" tanya Laura berbisik."Mama pasti sudah di dalam kamar sayang, pelayan juga sudah isti
"Mama juga akan segera mengurus pernikahan kalian. Linda sudah terlalu lama menunggu untuk kamu nikahi David. Kalau bukan Linda yang menjadi kekasihmu, mungkin kamu sudah ditinggal pergi. Tapi, lihatlah dia masih setia."Lagi, kalimat itu terdengar. Kehamilan membuat Laura semakin sensitif. Hatinya begitu sakit seperti ada tangan tak kasat mata yang meremasnya dengan kencang saat mendengar kenyataan pahit bahwa David sudah memiliki kekasih. Tanpa bisa dicegah, air mata gadis itu luruh. Disandarkan tubuhnya di dinding agar kakinya tetap berpijak. "Tega sekali dia membodohiku begini," lirihnya pedih.Berusaha kuat, Laura berjalan menuju keluar rumah. "Nona, Anda kenapa menangis?" tanya pengawal David yang melihat Laura hendak keluar rumah.Laura menghapus jejak air mata yang membasahi wajahnya. "Tidak apa Pak, saya lupa mau mengerjakan tugas kelompok. Saya pergi dulu," pamitnya. Ia berjalan sambil meratapi nasibnya, sampai akhirnya dia melihat ada taman di seberang jalan, dan Laura
"Di mana Laura?" tanya David pada sang kepala pelayan, saat baru menginjakan kaki di rumahnya."Apa-apaan sih kamu, Sayang? Masih ada aku, kamu sudah menanyakan wanita lain," sungut Linda kesal. Mendengar perdebatan keduanya, Monica mendekati anak dan calon menantu pilihannya. "Jangan khawatir, Linda. Laura itu cuma anak dari kakak angkatnya David dulu. Mana mungkin dia menyukai wanita lain. Percaya deh sama tante, David hanya mencintaimu sayang," ucap Monica. Linda hanya mengangguk. Sebenarnya, ia berpura-pura tidak mengetahui soal Laura. Padahal, ide pertunangan dadakan ini terjadi karena Monica sudah menceritakan pada Linda kalau David ada hubungan dengan anak ingusan itu.Ck! Membayangkannya saja, ia sudah kesal.Hanya saja, David terus berlalu--meninggalkan Linda."David! Mau kemana kamu, Nak?" teriak Monica seketika."Mandi," jawabnya ketus.Melihat itu, Monica menghela napas panjang."David jadi dingin banget, Tante," adu Linda tiba-tiba begitu mereka duduk di ruang keluarga.
"Jangan bercanda Laura, itu tidak akan pernah terjadi!" ucap David menahan emosi."Om, kita hanya pantas sebagai kerabat bukan pasangan. Laura mohon mengertilah, Om," pinta Laura."Mengerti katamu? Apa Kamu lupa malam panas yang selalu kita lewati bersama huh?" tanya David.Pria itu mendekati Laura lalu mencengkram keras kedu bahu Laura. "Apa kamu menganggap kebersamaan kita hanyalah angin lalu, huh?" Laura hanya menunduk. Ia begitu sakit hati dengan apa yang terjadi saat ini dalam hidupnya. Kenapa Tuhan harus mempertemukannya dengan David kalau akhirnya akan seperti ini?Bahkan sekarang, sudah ada dua benih di dalam rahimnya. Tapi, benih ini tidak akan pernah terlahir ke dunia apabila Laura mengatakan mengenai kehamilannya pada David.Laura tak ingin menambah dosanya lebih dalam lagi. Lebih baik kehilangan David daripada kehilangan anak tak berdosa ini karena dia Monica tidak main-main. Terlebih, wanita itu sejak awal sudah membencinya. Mungkin, mereka tak bisa bersama meski saling
"Saya tidak akan pernah menggugurkan anak ini, Tuan. Kalau kalian terus nekat mengancam saya, maka saya pun terpaksa memberi tahu Om David tentang semua ini." Laura akhirnya mengancam balik. Sebenarnya, dia lelah hidup dalam tekanan seperti ini. Jujur, Laura ingin pergi dengan calon anak-anaknya. Tapi, ke mana? Dia tak punya uang dan tak tahu siapa-siapa di negeri orang."Lancang kamu ya mau mengancam kami?" bentak Edward tiba-tiba. "Satu setengah miliar itu bukan jumlah yang sedikit! Kamu bisa pulang dan membangun duniamu di negara asalmu. Kamu bisa hidup mewah asal menggugurkan bayi itu!" ucapnya sekali lagi.Laura menatap tajam Edward. "Anda benar. Tapi, bayi dalam kandungan saya lebih berharga dari itu semua." "Brengsek!" maki Edward dengan rasa kesal. Tahu bahwa ia tak bisa menekan Laura, kekasih Monica itu lantas bergegas pergi dari sana. Diam-diam, Laura bernapas lega. "Tenang saja, Nak. Meski tak ada yang mengiginkanmu, tapi Mama akan mempertahankanmu, Sayang," janji ga
"Tuan, ini tidak seperti yang Anda lihat. Saya dan Alex hanya-"Belum selesai bicara, David sudah pergi.Alex ingin mengejar pria itu, tapi Laura berhasil mencegahnya."Aku mohon biarkan seperti ini. Aku ingin keluar dari rumah itu. Mungkin ini, sudah jalan Tuhan kami berpisah dengan cara seperti ini," ucap gadis itu pasrah.Hanya saja, matanya sudah kembali basah kala mengingat dua kata yang disematkan David untuknya sangat menyakiti Laura. Wanita murahan? Apa benar dirinya seperti itu sampai mau berhubungan badan tanpa ada ikatan pernikahan?Melihat keadaan Laura, Alex pun memeluk gadis itu. Dia sangat tulus menyayangi Laura yang begitu menyedihkan."Kamu harus kuat demi si kembar. Besok aku akan mencarikan rumah untuk mu di dekat kampus, agar kamu tak jauh juga bekerja. Kemarin aku melihat ada rumah yang disewakan di sana," ucap Alex, setelah mengurai pelukannya. "Terima kasih ya Alex, kamu sangat baik padaku. Aku janji kalau sudah gajian aku akan mengembalikan uangmu," sahut Lau
“Alex,” sapa Laura.Laura dan si kembar terkejut melihat Alex di rumahnya tanpa memberitahu kalau pria itu akan datang.“Papa Alex.”Si kembar berlari dan memeluk Alex yang sudah berjongkok sambil merentangkan tangannya. “Kangen Papa tauuuk,” Dita mulai memanyunkan bibirnya.Sudah lama rasanya Alex tak pernah mengunjungi keduanya membuat Dita dan Dika sangat merindukan pria tersebut.Mereka bercengkrama sebentar sembari menunggu Laura berganti pakaian. Setelah sang mama kembali dengan pakaian rumahan Laura meminta Dita dan Dika untuk tidur siang.“Janji ya Papa Alex jangan pulang dulu,” pinta Dika.“Iya janji. Papa Alex mau nginep kok di sini,” sahut Alex.“Benarkah Papa?”Dita sangat bahagia, mereka benar-benar merindukan pria tersebut.“Benar dong sayang.”Laura pun meminta kedua anaknya naik ke lantai atas, karena jam tidur siang sudah lewat.Laura mengajak Alex menuju ruang keluarga setelah meminta pelayan untuk menyiapkan minuman untuk mereka.“Kamu kenapa Lex?” tanya Laura.Ale
“Bi, saya titip mereka berdua ya.”Laura berujar pada sang kepala pelayan, dia memutuskan untuk menjemput kedua anaknya dan membawa mereka makan di restoran bersama sang papa seperti yang barusan David bilang melalui pesan singkat.David sudah membatalkan semua kegiatannya hari ini karena biar bagaimanapun dia kepikiran atas masalah Joe, pria yang selama ini selalu pasang badan untuk David.David merasa sangat bersalah karena secara tidak langsung kembali melukai perasaan Joe dengan mengingat pria itu tentang anak tak berdosa yang ada di rahim Riana.“Baik Nyonya. Anda membawa mobil sendiri?” tanya sang pelayan.“Tidak Bi, nanti dijemput sopirnya anak-anak. Oh iya kami makan siang di luar ya Bi.”Laura tidak ingin pelayan di rumahnya sibuk menyiapkan makanan sedang dirinya akan memilih untuk makan di restoran langganan Dita dan Dika.“Baik Nyonya,” jawabnya Lagi.Laura pun berpamitan untuk segera bersiap-siap. hatinya lelah dengan masalah yang ada belum lagi dia harus bicara banyak de
Laura mendekati Riana dan duduk di sampingnya. Dia memeluk Riana sambil ikut menangis mengabaikan Joe yang darahnya masih bercucuran.Mental Riana lebih penting dari pada luka di dahi Joe terlebih Riana dalam keadaan hamil yang moodnya sudah pasti naik turun.Laura tahu Riana sangat terkejut mengetahui rahasia besar ini tapi sekali lagi Laura sangat mendukung pola pikir Joe yang tak peduli anak siapa dalam rahim Riana karena dia tulus mencintai wanita ini sejak mereka masih kuliah dulu.“Maafkan Papanya anak-anak sudah melukaimu,” ucap Laura tulus setelah mengurai pelukannya.Riana masih menangis karena tak tahu aibnya ternyata sudah diketahui oleh Joe dan David, tapi tetap saja dia tak rela berbagi suami dengan wanita lain.Lalu pelayan masuk ke dalam kamar itu untuk meminta Joe ke ruang tamu karena dokter sudah datang. Sebagian pelayan datang membersihkan pecahan kaca, laura memberikan susu ibu hamil untuk Riana yang barusan kembali dibawakan sang kepala pelayan.Setelah ruangan it
“Sayang, di mana Natali dan Riana?” tanya David.Saat ini waktu sudah menunjukan pukul 07.00 waktu setempat David bersama kedua anak kembarnya sedang bersiap untuk sarapan.“Natali sudah pulang sayang, dia ada interview di kampusnya kalau Riana masih di kamar nanti biar aku bawakan sarapan ke kamarnya sambil mau ngobrol sebentar dengan dia.”Laura sangat mengerti situasi saat ini, siapapun di posisi Riana pasti sangat terpukul terlebih dia dalam keadaan hamil. Berbeda halnya dengan Margareth yang sudah melewati rasa sakit itu dan mulai berdamai dengan keadaan.“Jadi si kembar diantar siapa ke sekolah?” tanya Dita.Kemarin sebelum sang mama pergi sempat berjanji kalau hari ini mengantarkan kedua anak menggemaskan versi Dita dan Dika itu ke sekolah.Laura yang menyadarinya pun tersenyum, “kalian berangkat sama sopir dulu ya. Nanti Mama usahain jemput sepulang sekolah,” jawab Laura.“Hmmmmmm.” Dita hanya berdehem sambil mencebik. Sudah diduga pasti akan begini jadinya.“Nanti Papa yang
“Kamu tanggung jawab sayang aku takut lihat Joe marah.”David berbisik sembari memilih berdiri di belakang tubuh istrinya. Bernia untuk sembunyi tapi tingginya menjulang akan tampak jelas saat berdiri di belakang tubuh Laura yang mungil.“Ih, kamu apaan sih sayang aku juga takutlah kalau begini. Mereka mode galak. Ya ampun mimpi apa aku semalam harus terbongkar cepat seperti ini?”David enggan menimpali ucapan istrinya, ketika Laura yang memilih berdiri di belakangnya, David pun mengulang hal yang sama sampai membuat Joe makin kesal.“Berhentiiiiiii!” teriak Joe.Wajahnya memerah ditambah pengaruh minuman keras membuatnya kehilangan setengah kesadarannya.“Dan kamu!” Riana membentak suaminya dan berjalan mendekati suaminya.Plak PlakDua kali tamparan mendarat di wajah tampan Joe. Cukup keras hingga David yang mendengar tamparan itu sampai meringis.“Sejak kapan kamu mulai menyimpan rahasia dariku huh? Apa kamu bisa bayangkan hancurnya perasaanku hu, aaaarrrrggggggh!”Riana menjambak
“Jangan pernah menyebar berita yang tidak benar!” seru Natali kesal.Menyesal rasanya mengajak Riana pergi ke salon yang berujung bertemu dengan wanita sialan ini. Sejak dulu Ryan sempat meminta atali untuk akrab dengan Angel demi menghormati Laura, tapi kata hatinya tak pernah salah jika wanita ini tak layak disebut teman.Angel tertawa kecil, “coba saja minta klarifikasi dari Pak Joe. Saya sih dapat infonya begitu, pasalnya dulu sebelum Nona datang si kembar gencar menjodohkan Margareth dengan Pa Joe dan keduanya sangat dekat.”Tangan Riana mengepal di kedua sisi tubuhnya dia tak terima mendengar cerita yang bahkan Joe tak pernah menceritakan padanya soal hubungannya dulu dengan Margareth. Akan tetapi tak baik bila dia membuat kegaduhan dan meluapkan emosinya di tempat umum seperti ini. Natali yang menyadari itu pun berusaha untuk membuat Angel terlihat membual.“Kamu ada masalah apa ya dengan kami? Kami tak sekalipun pernah mengusik hidupmu apalagi sebenarnya kami tahu niatmu bek
“Permisiiiiiiiiiii.” teriak Joe.Setelah mendapat informasi dari sang kepala pelayan kalau Laura dan David pergi Joe berniat bertemu dengan si kembar yang katanya sedang belajar di perpustakaan mini yang baru dibuatkan sang papa.Dita berlari kecil untuk membukakan pintu perpustakaan agar rasa penasarannya hilang terhadap suara di depan ruang perpustakaannya.Ceklek“Papa di mana?” tanya Joe saat menyadari si cantik yang super aktif membukakan pintu.“Masa tidak tahu?”Bukannya menjawab pertanyaan Joe, Dita justru memberikan pertanyaan lain pada sang paman.“Tahu sih katanya lagi keluar,” jawab Joe datar.Dika mendekati ambang pintu setelah mendapatkan izin dari guru lesnya.“Papa sama Mama katanya nganterin suster Margareth ke rumah kami yang lama. Katanya Mama Angel ganggu suster.”PlakDita memukul kencang bibir sang adik kembar yang ternyata sangat ember. Bisa kacau kalau sampai Mama dan Papanya tahu kalau keduanya sempat menguping pembicaraan sang mama dengan sang kepala pelayan
Satu minggu berikut Dita dan Dika sudah mulai mengikuti les privat di rumahnya sendiri.Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di perpustakaan kecil yang berada di lantai 2 dekat dengan ruang bermain keduanya.Tetapi meskipun mereka kembar nyatanya Dita jauh lebih malas untuk belajar ketimbang adik kembarnya sendiri.Bahkan setiap kali mengikuti pelajaran maka rasa kantuk menyerang hebat padanya.Gadis kecil itu berbanding terbalik dengan sang adik kembar yang setiap kali belajar maka dia memiliki semangat berkali-kali lipat lebih banyak dari sebelumnya.Seperti saat ini tepat pukul 16.00 waktu setempat guru privat khusus untuk matematika akan datang ke rumah mereka. Ini pertama kali si kembar melakukan privat dengan guru muda yang sengaja dicarikan oleh Laura agar mampu membuat gadis kecilnya memiliki semangat yang sama seperti jagoannya.Dika sudah mandi dan rapi sejak 1 jam yang lalu, bahkan dia sangat siap untuk menerima pelajaran hari ini.Namun berbeda dengan Dita yang masih be
“Anda bicara apa Nona? Memangnya saya pernah ada hubungan apa dengan Pak Joe?” tanya Margareth tanpa menoleh ke arah Angel.Angel tertawa kecil, “semua orang juga sudah tahu kalian dekat tanpa hubungan jelas. Makanya nanti dia berencana akan mencari tahu fakta sebenarnya. Yang penting aku sudah kasih info ke kamu ya kalau Joe akan mengejarmu sampai ke ujung dunia untuk melakukan tes DNA.”Angel tak peduli apakah wanita di depannya ini terluka dengan ucapannya atau tidak. Yang jelas dia harus menemukan cara agar bisa mengambil keuntungan dari masalah yang ada.Tanpa meladeni ucapan Angel mantan pengasuh si kembar itu memilih pergi dari Mall itu dan membatalkan niatnya untuk berbelanja. Tanpa dia sadari di dalam saku Cardigan yang digunakan sudah ada alat penyadap. Angel pun bergegas pergi dan membuntuti Margareth, sebab alat itu akan bekerja di jarak tertentu saja.Wanita itu akan menghalalkan segala cara demi bisa mencari celah untuk dekat dengan David. Terlebih kehadiran Bonita meng