Setelah masuk ke dalam mobil, Kayla masih membicarakan soal pertunjukan kembang api itu. "Kenapa kamu nggak mengukir nama kita?"Taman hiburan sudah mulai ditutup sehingga pintu keluar parkiran sangat macet. Theo melihat lampu rem di depan sambil berkata, "Kukira kamu nggak suka lamaran seheboh itu.""Kamu bisa menulis inisial kita, nggak akan ada yang tahu."Theo terdiam.Awalnya, dia memang berencana seperti itu. Hanya saja, dia menuliskan inisial Kayla di depan, sedangkan inisialnya di belakang. Namun, setelah melihat sekilas, dia langsung menyingkirkan niatnya.Dia tidak menceritakan hal memalukan ini, tetapi dia tampak sangat gelisah. "Maaf, aku kurang pertimbangan"Sebenarnya Kayla tidak peduli apakah Theo mengukir nama mereka, dia hanya ingin mengobrol saja.Sesampai di rumah, Kayla melemparkan tasnya ke atas meja kopi, lalu terbaring lemas di atas sofa. Hari ini mereka bangun pagi-pagi sekali. Setelah bermain seharian di taman hiburan, dia sangat lelah dan tidak ingin bergerak.
Theo mengulurkan tangan dari belakang untuk mengambil ponsel Kayla. "Aku akan membantumu meminta izin, tidurlah."Begitu alarm Kayla berbunyi, dia langsung bangun dan melihat Kayla sedang mengirim pesan pada Susanto sambil menahan rasa kantuk."Nggak usah." Setelah diinterupsi oleh Theo, rasa kantuknya pun menghilang, apalagi saat menyadari tangan Theo mulai beraksi. Kayla seperti bola meriam yang melesat ke langit, dia langsung bangkit dan turun dari kasur. "Aku nggak ngantuk lagi, kusimpan cutinya buat bulan madu saja."Sebelum Theo mengerahkan tenaga pada tangannya yang berada di pinggang Kayla, Kayla sudah pergi. Melihat Kayla pergi ke kamar mandi dengan panik, dia pun terkekeh. "Kulihat pinggangmu sakit, jadi aku ingin memijatnya. Kamu mau pergi ke mana?"Kayla tertegun.Saat Kayla keluar dari kamar mandi, Theo sudah mengganti pakaian dan sedang mengancingkan manset di depan cermin. Pria tampan bertubuh kekar tampak sangat memukau saat melakukan tindakan ini.Keduanya turun bersam
Kayla tidak membohongi Theo soal tempat duduk mereka berada di pojok. Di sepanjang jalan, mereka sudah berulang kali mengatakan "permisi, tolong beri jalan" untuk sampai di tempat duduk mereka.Bella melihat ke panggung yang berada di depan, staf sedang melakukan pemeriksaan akhir. Dari jarak sejauh itu, dia hanya tahu bahwa ada seseorang di sana. Selain kepala, badan dan anggota tubuh orang tersebut, dia tidak dapat melihat lebih rinci.Dia menghela napas panjang, seolah-olah kehilangan separuh nyawanya. "Kelak aku nggak akan ikut meramaikan konser seperti ini lagi. Idolaku lebih keren saat berada di layar TV, dapat dilihat dari dekat maupun jauh. Resolusi gambar juga sudah HD, bahkan kerutannya pun terlihat jelas."Kayla tertegun sejenak. "Bukannya kamu bilang lebih menarik melihat ototnya secara langsung?""Apanya yang menarik? Dari jarak sejauh ini, aku hanya bisa melihat segumpal daging, bahkan nggak bisa membedakan antara otot perut dan dada. Sekalipun dia buncit, aku juga nggak
Alhasil, sebelum dia meninggalkan restoran, Darius sudah menghentikannya. "Kenapa buru-buru sekali? Mau pergi ke mana?"Seolah-olah ada yang menerkam bagian belakang leher Bella. Dia berdiri tegak di tempat. Setelah beberapa saat, dia berbalik dan tersenyum datar pada Darius. "Aku sudah selesai makan, mau pulang dulu. Kalian lanjut saja."Darius berkata, "Aku juga sudah selesai makan, ayo pergi bersama."Bella bertanya, "Nggak etis pergi begitu saja, kamu nggak pamitan dengan mereka?"Meskipun sekarang dia berhadap-hadapan dengan Darius, kakinya mulai bergerak mundur dan tampak siap untuk melarikan diri kapan saja.Darius bertanya, "Coba kamu tebak, apa dia berharap aku pergi berpamitan dengannya?"Bella melirik kedua orang yang sedang mengobrol di kejauhan. Tanpa perlu ditebak pun, dia tahu bahwa Theo tidak ingin diganggu oleh mereka.Dia menunjuk ke mobilnya yang diparkir di depan pintu. "Mobilku diparkir di dekat pintu, kita hanya searah sampai depan pintu."Bella mengira dirinya su
Keesokan harinya.Theo pergi ke alamat yang disebutkan Hannah. Begitu mengetuk pintu, pintu langsung terbuka, seolah-olah ada yang sedang menantikan kedatangannya. Hannah yang berdiri di balik pintu menyerahkan sebuah surat padanya dengan terburu-buru, lalu menutup pintu.Saat ini sudah memasuki musim kemarau, tetapi Hannah masih mengenakan pakaian berlengan panjang. Meskipun hanya sekilas, Theo dapat melihat bekas luka di balik lengannya. Area yang terluka sangat luas, merah, bengkak dan melepuh, seperti bekas terbakar.Setelah masuk ke dalam mobil, Theo tidak langsung memerintahkan sopir pergi. Dia membuka surat yang ditinggalkan Giselle untuknya.Pria misterius yang memaksa Giselle bunuh diri di kediaman Keluarga Klinton sudah tertangkap dan kasus penculikan pun sudah terpecahkan. Dialah orang yang menghasut mereka. Polisi juga menemukan beberapa kasus kriminal terkait pria tersebut. Meskipun Adam belum terlibat, Adam akan segera muncul.Polisi menemukan bahwa keduanya saling kenal
Theo ingin menolak, dia sudah berobat ke beberapa dokter dan sudah ada dokter yang mengusulkan metode pengobatan, hanya saja dia belum bisa membuat keputusan.Karena dia tidak setuju dengan metode pengobatan itu ....Setelah melalui berbagai macam cobaan, hubungannya dengan Kayla baru membuahkan hasil. Apa pun alasannya, Theo tidak ingin hal ini memengaruhi hubungan mereka.Namun, menghadapi tatapan khawatir Kayla, Theo pun mengangguk. "Oke, ayo pergi berobat."Kayla pun puas. "Apa masih sakit?"Theo menggelengkan kepala. "Nggak."Dia mengamati Theo dengan hati-hati. Meskipun Theo masih agak pucat, Theo tidak tampak kesakitan. "Dokter mana yang pernah kamu temui?"Theo menyebutkan nama beberapa dokter yang masih dia ingat dan sengaja melewatkan nama dokter yang mengusulkan metode pengobatan itu.Kayla bukanlah staf medis, dia tidak pernah mendengar nama-nama itu. Namun, dokter yang ditemui Theo pasti adalah dokter hebat di industri ini. "Dari begitu banyaknya dokter yang kamu temui, ng
Melihat sikapnya melembut dan tidak semarah sebelumnya lagi, Theo buru-buru meyakinkannya. "Aku akan berkonsultasi dengan dokter lain lagi untuk menanyakan apakah ada metode pengobatan lain, aku nggak akan kesakitan seumur hidup."Bukannya Kayla tidak marah, dia sedang memikirkan sesuatu dan agak tidak fokus. Kalau sesederhana yang dikatakan Theo, Davin tidak akan datang kemari."Davin, kalau dia terus menunda pengobatan, apa yang akan terjadi?"Davin menjawab, "Kamu mungkin harus mengikatnya dengan tali. Kalau nggak, dia nggak tahu jalan pulang, ingatannya melemah, nggak pandai menghitung, bicara tergagap-gagap dan jalan terhuyung-huyung, seperti yang dialami pasien Alzheimer. Kemungkinan besar dia akan menjadi seperti itu."Kayla tertegun.Theo mengerutkan kening. "Jangan asal ngomong."Dia mengatakan bahwa dirinya mengidap penyakit Alzheimer karena malas berbasa-basi dengan Davin. "Kay, nggak separah itu, jangan dengarkan omong kosongnya."Davin bertanya, "Bukannya kamu sendiri yang
Dua detik setelah pesan terkirim, panggilan video dari Ferry masuk. Kayla mengangkat panggilan. "Ayah ...."Pria berusia lima puluhan tahun yang berada di ujung lain telepon bertanya dengan penuh semangat, "Kayla, ada apa? Kenapa tiba-tiba menanyakan soal dokter? Kamu nggak enak badan? Sebenarnya kamu mau mencari dokter neurologi atau psikiater? Meskipun kedua departemen ini berhubungan, mereka menangani penyakit yang berbeda."Dia berbicara dengan sangat cepat. Akhirnya, Kayla menemukan kesempatan untuk menyela. "Bukan aku, tapi Theo.""Oh." Ferry merasa lega, perkataan "baguslah kalau begitu" hampir terukir di wajahnya. "Apa yang terjadi padanya? Sampai perlu mencari dua jenis dokter? Karena dia terlalu kaya, penyakit yang diidapnya juga berbeda dengan penyakit orang awam?"Kayla menjelaskan kondisi Theo secara singkat. Setelah mendengar penjelasan Kayla, Ferry pun tertegun. "Kutanyakan terlebih dahulu.""Terima kasih, Ayah."Kayla menanyakan kabar Ferry dengan perhatian. Sebelum men