Setelah melakukan cukup banyak persiapan, Wina masuk ke sebuah mobil Maybach. Dia dijemput oleh asisten Emil yang bernama Jovin.Wina mengira Jovin akan langsung mengantarnya ke rumah Emil. Dia tidak menyangka Jovin membawanya ke mal dan masuk ke salon.Rambut Wina yang sepanjang pinggang itu ditata ke atas. Sanggul modern. Wajahnya dirias dengan tipis, tetapi sangat indah. Tubuhnya mengenakan gaun malam mahal yang seakan disiapkan khusus untuknya. Sangat sempurna. Selain itu, lehernya mengenakan kalung berlian seharga puluhan miliar. Semua ini membuat sosok Wina tampak elegan.Ketika becermin, Wina merasa sangat aneh. Yang dipantulkan cermin itu seperti bukan dirinya, melainkan seperti Winata.Jika Jihan melihat dirinya seperti ini, Jihan mungkin akan mengira dia sengaja meniru Winata.Memikirkan hal itu, Wina hanya bisa mentertawakan dirinya sendiri.Setelah transformasi selesai, Jovin segera mengantar Wina ke sebuah bar.Bar yang didatangi Wina ini merupakan bar termahal di Kota Ast
"Pak Jihan, perkenalkan ini pacarku, Wina Septa."Wina tertegun sejenak ketika Emil langsung memperkenalkan dirinya kepada Jihan.Wina tidak menyangka status yang selama ini dia harapkan justru diberikan oleh pria mesum ini. Sedangkan pria yang dia rindukan hanya menggoyangkan gelas anggur tanpa melihat ke arahnya.Sikap Jihan seperti semua yang terjadi di tempat itu tidak ada hubungan dengan dirinya. Sikap yang sungguh dingin dan tak berperasaan.Melihat Jihan tidak tertarik sama sekali, Emil segera mengangkat dagu Wina sambil berkata, "Pak Jihan, lihatlah, dia mirip dengan Winata, 'kan?"Hari ini Emil pergi ke Grup Nizari untuk mendiskusikan sebuah proyek. Di sana, dia bertemu dengan Winata yang terlihat sangat mirip dengan Wina.Setelah mencari informasi, Emil mengetahui Winata baru saja pulang dari luar negeri dan merupakan wanita yang dekat dengan Jihan.Kemudian, Emil buru-buru pergi ke Grup Lionel. Dengan menggunakan wajah Wina yang mirip dengan Winata, Emil pun berhasil mengund
Wina mengira Emil dan Jihan sudah saling akrab. Dia tidak menyangka bahwa Jefri Lionel yang memperkenalkan mereka berdua.Wina menyadari tujuan Emil membawanya ke perkumpulan ini tidak hanya untuk bertemu dengan beberapa teman, tetapi juga untuk mendapatkan proyek dari Jihan.Situasi ini sedikit menguntungkan bagi Wina karena pasti butuh waktu untuk membicarakan proyek bisnis. Dengan begitu, dia masih punya waktu memikirkan cara untuk melepaskan diri dari tangan Emil.Menyadari hal tersebut, Wina yang dari tadi tegang berubah menjadi sedikit santai.Tepat ketika dia menghela napas lega, Emil di samping tiba-tiba mengangkat dagunya sambil berkata, "Habiskan."Wina tidak bisa pura-pura bodoh lagi, jadi dia pun mengambil gelas anggur itu dan langsung meneguk habis semua isinya.Wina jarang minum karena Jihan tidak suka bau alkohol.Langsung meneguk habis segelas anggur dengan kadar alkohol tinggi membuat Wina tersedak sampai mengeluarkan air mata.Melihat ini, Emil segera memeluknya sambi
"Sekarang kita ambil undian. Yang satu tim pindah tempat duduk, nggak boleh bersebelahan, ya."Yeni meletakkan undian kertas tersebut di atas meja. Orang yang dengan nomor sama akan menjadi satu tim.Permainan pertama ada empat orang, sisanya menunggu giliran. Oleh karena itu, orang yang mendapat angka satu dan dua akan bermain dahulu.Wina tidak begitu beruntung, dia mendapat angka dua.Matanya melirik ke seberang dan melihat Jihan mendapat angka satu yang merupakan tim lawannya.Ketika Yeni juga mendapat angka satu, dia pun melirik Wina dan berpikir akan menyusahkan Wina nanti."Angka dua yang satu lagi siapa yang dapat?"Jefri ragu sejenak, lalu membuka kertas di tangannya.Dia tersenyum pada Wina dan berkata, "Aku nggak begitu pandai main, jadi aku akan mengandalkanmu."Wina hanya meresponsnya dengan senyuman yang sangat canggung.Wina sebenarnya adalah gadis baik-baik, dia jarang memainkan permainan kartu semacam ini.Sebelumnya, Yeni menjelaskan aturan permainan dengan sangat cep
Mendengar itu, raut wajah Wina terlihat tidak berseri.Jefri yang melepaskan jas masih ada kemeja putih. Jika Wina melepaskan gaun, dia akan langsung telanjang.Wina melihat pandang semua orang seperti sedang menunggu dirinya melepaskan gaunnya. Tidak ada satu pun yang menyelamatkannya, bahkan Emil terlihat sangat menantikan sambil menatap tubuhnya.Wina sekarang seperti mangsa yang diawasi sekelompok anak-anak berkuasa ini.Jika patuh, mereka mungkin akan melepaskannya. Jika melawan, mereka pasti tidak akan membiarkan dia keluar dari ruangan ini dengan mudah.Menyadari hal itu, Wina pun mengendurkan kepalan tangannya.Wina berpikir, hidupnya juga tidak akan lama lagi, jadi untuk apa memikirkan harga diri.Ketika tangannya ke belakang hendak membuka ritsleting gaun, Jefri tiba-tiba berkata, "Karena aku nggak bisa main, jadi nyusahin Nona Wina. Ronde ini, aku gantikan dia melepaskan pakaian."Selesai berbicara, Jefri melepaskan kemeja putihnya. Otot-otot perutnya pun terlihat jelas.Mel
Wina tidak menyangka Emil akan berbohong. Kebohongan itu membuat Wina tiba-tiba menjadi canggung.Wina tahu Jihan sangat menjaga kebersihan diri. Jihan pernah mengatakan Wina tidak boleh berhubungan intim dengan siapa pun.Wina ingin menjelaskan hal ini kepada Jihan, tetapi menyadari hubungan mereka sudah berakhir, jadi merasa tidak perlu menjelaskannya.Ketika Wina masih dalam kebimbangan, Jihan tiba-tiba mengangguk ke arahnya sambil berkata, "Kalau begitu murni, biarkan dia yang tuangkan."Melihat Jihan bersedia memberi Wina kesempatan, Emil segera menyerahkan botol anggur itu kembali kepada Wina dan berkata, "Cepat ke sana."Wina mengira Jihan akan marah. Dia tidak menyangka suasana hati Jihan tidak berubah, malah berubah pikiran dan memintanya untuk menuangkan anggur.Hal ini membuat Wina sedikit bingung, tetapi karena desakan Emil, Wina pun mengambil botol itu lagi dan membungkuk untuk menuangkan anggur untuk Jihan.Sebelum anggur itu keluar, Jihan menutup mulut gelas anggurnya la
"Kak Jihan ...."Tersadar dari keterkejutan, Jefri segera memanggil Jihan, tetapi Jihan sama sekali tidak menoleh.Sambil melihat Jihan yang berjalan pergi itu, Emil bertanya terheran-heran pada Jefri, "Ada apa dengan sepupumu?"Jefri hanya tersenyum dan berkata, "Dia adalah satu-satunya pewaris Keluarga Lionel. Karena beban yang dipikulnya besar, kadang-kadang temperamennya sedikit aneh. Jadi, kamu dan Nona Wina jangan memasukkan perbuatannya ke dalam hati."Setelah menjelaskan, Jefri mengambil gelas anggur sambil minta maaf kepada Emil dan Wina, "Sebagai hukuman, aku menggantikannya minum sampai habis."Setelah menghabiskan dalam sekali teguk, Jefri meletakkan gelas ke meja dan berkata dengan ramah, "Kalian lanjut main dulu, aku pergi cek Jihan."Kesopanan Jefri membuat Emil tidak punya alasan untuk tidak melepaskannya, "Kalau begitu, kita buat janji lagi lain waktu."Jefri mengangguk, lalu mengenakan kemeja, mengambil jas dan bergegas pergi.Yeni masih ingin bermain, tetapi melihat
Emil tiba-tiba menjadi tertarik ketika mendengar Wina berkata bisa membantu mendapatkan proyek tersebut.Penawaran harga untuk proyek di Kota Sinoa akan dimulai bulan depan. Emil dijanjikan bisa mendapatkan posisi alih waris jika bisa mendapatkan proyek tersebut.Namun, kali ini pesaingnya adalah Grup Gerad dari Kota Ostia yang merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dalam negeri. Sangat sulit bagi Emil mengalahkan Grup Gerad secara profesional, jadi dia ingin memenangkan proyek ini dengan berusaha menyenangkan Jihan.Namun, sangat sulit untuk menyanjung Jihan.Kali ini, kalau bukan karena bantuan Jefri, Emil bahkan tidak akan bisa bertemu Jihan.Oleh karena itu, Emil mulai berpikir sepertinya mustahil mendapatkan proyek itu dengan berusaha menyenangkan Jihan.Merupakan hal bagus jika Wina bisa membantunya mendapat proyek itu. Namun, Emil masih sedikit ragu pada Wina dan bertanya, "Kalau kamu bisa mengancam Jihan, kenapa nggak kamu gunakan untuk mendapatkan posisi?"Wina langsung
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak
"Apa sekarang kamu sudah tahu bedanya garam dan gula?"Jihan menatap Wina yang bertanya seperti itu kepadanya, lalu menggelengkan kepalanya.Alis Delwyn sontak mengernyit. Kenapa ... firasatnya mendadak jadi buruk?Firasat buruknya akhirnya terbukti setelah Delwyn mencicipi steik buatan ayahnya. Sekeras apa pun dia mengunyah, steik itu tetap tidak bisa dikunyah.Delwyn sontak merasa tertipu, terlebih setelah melihat Daris dan Alta menutup mulut masing-masing untuk menahan tawa. Kedua pria itu ternyata jahil sekali.Delwyn menahan rasa mualnya, lalu melirik ke arah Ethel dan Edna yang mengenakan seragam SMA. "Kalian mau cobain nggak?"Ethel dan Edna yang sedang menatap makanan di piring mereka dengan bersemangat pun langsung menggelengkan kepala masing-masing. "Nggak mau. Ayah bilang anjing saja nggak bisa makan masakan Paman Jihan ...."Delwyn sontak terdiam.Ethel dan Edna diam-diam merasa begitu senang karena jarang sekali bisa melihat ekspresi Delwyn setertekan ini. Mereka langsung
Jihan bukanlah orang baik, tetapi dia juga bukan orang yang sangat jahat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tega melakukan apa pun demi kekuasaan. Tangannya bahkan sudah berlumuran darah banyak orang. Bagi orang-orang seperti ini, umur mereka memang biasanya hanya beberapa puluh tahun.Jihan juga bukannya mengeluh, hanya saja .... Dia pun menoleh memandang ke arah vila, lebih tepatnya ke arah Wina yang berdiri di depan jendela yang terbentang dari langit-langit. Sorot tatapan Jihan tampak berbinar sekaligus tidak rela. "Ayah terpaksa ingkar janji, jadi kamu harus gantikan Ayah untuk menjaga ibumu baik-baik selamanya."Delwyn tahu betapa dalamnya perasaan kedua orang tuanya terhadap satu sama lain, tidak ada yang bisa menggantikan mereka. Mana mungkin Delwyn akan menyanggupi permintaan ayahnya? "Ayah, harusnya Ayah tepati janji Ayah dan bukannya memintaku menggantikan Ayah."Jihan tahu bahwa putranya sebenarnya berhati lembut. Jika Jihan benar-benar pergi, bukan tanggung jawab putr
Pohon mati yang tumbang dan malang-melintang di Gunung Kiron membuat suasana sendu di daratan pegunungan. Jihan ingin terus melangkah, tetapi entah kenapa dia perlahan duduk di sepanjang pohon mati itu.Delwyn yang mengikuti di belakang pun berjalan menghampiri ayahnya sambil membawa payung.Beberapa butir salju menempel di tepi payung. Bulu mata lentik Jihan bergetar sesaat, tetapi dia tidak menoleh ke belakang."Duduklah."Delwyn takut ayahnya basah karena salju yang berjatuhan. Dia pun duduk di sebelahnya, menekuk lutut dan menyandarkan siku di pahanya, ujung payungnya dimiringkan ke sisi ayahnya.Ayahnya kini berbeda dengan dulu. Saat ini ayahnya mengenakan jas hitam, lehernya dibalut syal putih. Meski gayanya masih seperti dulu, ekspresinya terkesan menyiapkan perpisahan."Ayah."Delwyn memanggilnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada yang harus dikatakan, tetapi entah apa yang harus dikatakan. Intinya, rasanya selalu ada rasa penyesalan yang akan datang ....
Di Gunung Kiron, hujan salju turun dengan lebat di hari pesta ulang tahun Delwyn, mirip seperti hujan deras di mana Wina bangun dari komanya. Wina yang masih setengah sadar hanya berdiri diam, melamun di depan jendela bahkan sampai lupa turun ke lantai bawah.Setelah Jihan ganti baju, dia keluar dari kamar ganti dan melihat Wina yang berdiri diam di depan jendela. Jihan pun ikut berdiri bersama Wina.Jihan menatap punggung Wina, sosok wanita yang sudah mendarah daging dalam jiwanya. Jihan teringat ke masa mereka masih muda, saat Wina yang disinari cahaya berlari menghampirinya, dengan rambut panjang berkibar dan mata cerah. Sosok Wina saat itu membuat gelora membara dalam hati Jihan.Dalam hidup ini, hal yang paling tak terlupakan, hal yang paling menakutkan bagi Jihan jika sampai terlupakan adalah sosok Wina. Kenapa semua orang di dunia ini bisa berumur panjang, hanya dirinya yang akan kehilangan segalanya sebelum menyentuh usia 50 tahun ....Jihan tidak menyalahkan takdir karena tida