Jodie pun berujar memperingatkan Jordan,"Jangan anggap putri wanita jahat itu sebagai kakakmu. Kalau nggak, kamu pasti akan berujung kecewa."Setelah berkata seperti itu, Jodie menutup telepon.Jordan menurunkan ponselnya dan menatap Wina yang berjalan ke dalam vila sambil berpikir.Benar juga, dia hampir saja melupakan moto hidup Keluarga Dinsa. Bahwa putri Veransa tidak boleh dianggap sebagai kerabat.Namun, dia merasa Wina seribu kali lebih baik daripada Cessa. Jordan ingin sekali memiliki seorang kakak seperti Wina.Jordan jadi merasa agak berkecamuk, jadi dia mengalihkan pandangannya. Dia menyalakan kembali sepeda motornya dan melaju meninggalkan Bundaran Blue Bay ....Mobil Jihan kebetulan melewati sepeda motor Jordan dan keduanya saling memandang ....Jika Jordan masih ada di sini selarut ini, itu berarti dia mengantar Wina pulang ....Pemuda satu ini peduli juga dengan Wina.Jihan melihat melalui kaca spion ke arah sepeda motor yang melaju di jalan pegunungan. Yang ada di piki
Begitu mengangkat telepon itu, Zeno langsung mendahului Jihan bicara, "Halo, Ayah? Ini aku, Zeno! Gimana?Apa penyakit Alzheimer Ayah sudah baikan?"Jihan pun terdiam.Kenapa dia merasa Zeno makin bodoh setelah menyusup ke Keluarga Naula? Alasan yang dibuat Zeno benar-benar buruk, tak ada bedanya dengan Jodie.Jihan menduga ada seseorang di sekitar Zeno, jadi dia bersikap kooperatif dan mengubah suaranya menjadi semirip mungkin dengan suara lelaki tua. "Sudah baikan, tapi masih perlu diperiksa dokter ...."Begitu mendengar suara rendah dari ujung telepon sana, barulah tangan Cessa yang memegang pistol sedikit menjadi lebih rileks. Dia pun mengisyaratkan Zeno untuk terus berbicara.Karena Cessa tidak curiga, Zeno terus berpura-pura bertanya pada Jihan dengan santai. "Kapan Ayah mau ketemu dokter? Sudah bikin janji?"Jihan mengetukkan jemarinya di atas meja kaca sambil menjawab dengan dingin, "Besok ibumu akan membawaku ke Britton untuk menemui dokter. Kalau ada waktu, ajak calon istrimu
Jihan menutup telepon, lalu memandang lampu jalanan di kejauhan sana ....Setelah pergi ke Britton besok, Jodie pasti akan memasang jebakan untuknya.Jika Jihan ingin kabur dengan selamat, itu berarti adik tersayang Jodie adalah kunci pentingnya.Jihan memalingkan pandangannya dan menelepon Lilia lagi, lalu meminta Lilia untuk menyelesaikan tes DNA dari rambut Wina dan Jordan malam ini juga.Lilia awalnya berencana pergi ke klub malam Sara untuk bersantai, tetapi setelah menerima telepon dari Jihan, dia langsung mengurungkan niatnya ....Ketika Reo melihat Lilia menerima dua sampel yang dikirim oleh pengawal, lalu berbalik badan dan memasuki ruang tes, Reo pun berpikir sejenak dan memutuskan untuk mengikuti Lilia.Ketika Lilia mengenakan sarung tangannya, dia mendongak dan melihat Reo yang berdiri di luar pintu karena tidak berani masuk. Lilia merasa sedikit terkejut.Setelah menjelaskan apa yang terjadi hari itu kepada Reo, Lilia terus menghindari Reo. Lilia bersikap dengan sangat teg
Tepat pukul 20.00, Jihan membawa Wina ke bandara. Setelah bertemu dengan Jodie dan Jordan, mereka masing-masing naik pesawat pribadi ke Britton.Zeno memanfaatkan waktu itu. Sekitar pukul 18.00, dia memasukkan obat bius ke dalam sarang burung Cessa dan memberikannya kepada Cessa ....Zeno mengernyit memperhatikan Cessa yang terburu-buru meminum sarang burung itu. Sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing, dia meminta penata rias untuk merias wajahnya dengan cantik.Cessa berdandan dengan saksama demi bertemu dengan "orang tua" Zeno. Jangan-jangan dia memang benar-benar tertarik pada Zeno?Namun, kenapa Cessa selalu memukuli Zeno dan bersikap agresif? Itu jelas membuktikan bahwa Cessa hanya tertarik pada fisik Zeno.Sebelum Cessa jatuh pingsan, dia mengulurkan tangannya ke Zeno. "Zeno, apa yang kamu masukkan ke dalam sarang burungku? Kenapa kamu melakukan ini ...."Belum sempat Cessa mengatakan "kepadaku", dia sudah jatuh tidak sadarkan diri.Zeno menangkap tubuh Cessa yang lemas da
Jordan yang mengikuti di belakang juga ikut dikunci di luar.Dia mengernyit menatap tirai yang diturunkan dari dalam.Dia bisa paham apabila Jodie tidak mengizinkan pengawal Jihan ikut masuk, tetapi kenapa dia juga tidak boleh?Jodie menutup pintu dari dalam dan memasukkan tangannya ke dalam saku, lalu berjalan menghampiri Wina dan Jihan. Sorot tatapannya yang tajam hanya tertuju pada Wina."Adik Sepupu, ayo ikut aku."Senyuman Jodie tidak terlihat jahat, tetapi sorot tatapannya justru tampak mengancam dan berbahaya.Wina jadi merasa gugup, tetapi Jihan yang berada di sampingnya meremas telapak tangannya sebagai isyarat menenangkan.Meskipun para anggota Organisasi Shallon yang menyamar sebagai pengawal itu tidak mengikuti mereka, Wina tetap merasa aman selama Jihan ada di sini bersamanya.Setelah perasaannya tenang kembali, Wina pun menggandeng tangan Jihan dan berjalan mengikuti Jodie melewati sebuah pintu putih menuju kamar rawat yang terletak di paling dalam ....Jodie mendorong bu
Wina pun mengangguk mengerti. Dia juga tidak bisa terus-terusan mempermasalahkan ucapan yang sebenarnya masuk akal itu.Karena Wina mengalah, begitu pula dengan Wanda. Dia tidak menyuruh Jihan pergi lagi, melainkan mengangkat tangannya dengan susah payah dan melambaikannya ke arah Wina."Mendekatlah, Verina, Bibi mau lihat wajahmu dengan lebih jelas."Terlepas dari Jodie yang mengunci para pengawal Jihan di luar kamar dan upaya Wanda untuk mengusir Jihan, tetapi gagal itu, Wina masih aman sampai sejauh ini.Wina dan Jihan menjadi agak kebingungan dengan apa yang hendak Wanda lakukan.Mereka saling berpandangan, lalu berjalan ke pinggir ranjang rumah sakit Wanda sambil berpegangan tangan dan duduk di sana.Wanda tidak memedulikan kehadiran Jihan. Tangannya yang terasa kasar dan gemetaran itu mengelus wajah Wina dengan perlahan."Menurutku Vera sudah mirip dengan ibumu, ternyata kamu lebih mirip lagi ...."Wina refleks menoleh saat ujung jari Wanda yang kasar mengelus wajahnya, dia meras
Wanda langsung menyibakkan selimutnya dan memperlihatkan kakinya yang terkulai lemah kepada Wina. "Sebelum ajal menjemput, Bibi ingin bisa berjalan-jalan di bawah sinar matahari, tapi Bibi nggak bisa bergerak karena saat ini kekurangan pasokan darah ...."Wanda terdiam sesaat, lalu melanjutkan sambil menatap Wina dengan ekspresi bersalah, "Waktu ibumu datang meminjam uang kepada Bibi, ibumu bilang kalau golongan darah Vera dan kamu sama-sama AB seperti Bibi. Ibumu bilang selama Bibi meminjamkannya uang, dia akan membantu Bibi apabila suatu hari nanti Bibi membutuhkan donor darah ....""Bibi minta maaf sekali waktu itu Bibi nggak bisa berpikir dengan jernih dan menolak meminjamkan uang kepada ibumu," kata Wanda dengan tulus. Sepertinya, dia tahu permintaannya ini tidak masuk akal, tetapi mau tidak mau dia harus tetap memohon kepada Wina. "Tapi, kalau kamu bersedia, tolong donorkan satu kantong saja buat Bibi, 400 cc juga sudah cukup. Yang penting Bibi bisa berdiri ...."Mungkin ucapan W
"Aku sudah bertemu dengan Jeana, dia bilang kamu juga yang mendukungnya untuk merusak wajah ibuku ..." ujar Wina memancing Wanda.Wajah Wanda langsung menjadi pucat, jantungnya terasa berhenti berdetak selama sepersekian detik. Meskipun begitu, dia menolak mengakuinya. "Nggak, itu nggak benar! Aku cuma bilang kepadanya kalau ibumu lebih cantik dari dia, tapi dia menjadi sangat cemburu hingga kehilangan akal sehat dan berbuat sekeji itu! Dia sendiri yang menyakiti Veransa, tapi berani-beraninya dia mengkambinghitamkan aku!"Wina tidak menyangka kebenarannya akan terungkap dengan semudah ini. "Kalau bukan karena kamu yang bilang begitu kepada Jeana, mana mungkin dia akan cemburu sampai menyiram wajah ibuku dengan air keras?""Bukan begitu! Aku nggak terlibat dalam masalah itu!" bantah Wanda dengan sedikit emosional."Kalau gitu, apa kamu juga nggak bersalah saat kamu menggunakan cara kotor untuk bisa menikahi Reynaldi?" desak Wina lagi."Aku cuma menemaninya di saat dia nggak bisa meneri