Di kantor direktur rumah sakit, Wina dan Jihan sedang duduk di sofa menunggu hasil tes DNA.Jihan terus menggenggam tangan Wina. Tangan Jihan sendiri terasa begitu panas.Walaupun ekspresi Jihan terlihat biasa saja, Wina tahu pria itu merasa sangat gugup."Nggak apa-apa, jangan takut."Wina menenangkan Jihan dengan mengusap-usap telapak tangan Jihan, sementara Jihan menunduk dan melirik ke arah Wina."Kalau Wanda adalah anak yang diadopsi oleh Keluarga Dinsa, itu berarti kita tetap sepupuan. Apa ... yang akan kamu lakukan?"Jordan bilang salah satu dari ketiga saudara perempuan itu bukan anak Keluarga Dinsa, Jadi selain Veransa dan Yuri, ada juga 30% kemungkinan bahwa Wanda yang merupakan ibu Jodie adalah anak adopsi.Sekalipun Wina mencurigai ibunya bukan anak Keluarga Dinsa, semuanya tidak pasti tanpa bukti tes DNA. Wajar saja Jihan jadi khawatir.Wina juga memikirkan pertanyaan ini dalam perjalanan ke rumah sakit. Bisakah dia mengabaikan etika dan moralnya demi Jihan?Dia menjawab d
"Masuk," kata Jihan. Lilia pun berjalan masuk.Wina mengepalkan tangannya dan menatap laporan di tangan Lilia dengan gugup.Walaupun dia sudah mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan, tetap saja dia merasa tegang menunggu jawaban Lilia.Lilia menatap Jihan dengan jahil, lalu membuka dokumen berisi hasil tes DNA di depan mereka berdua."Apa hasilnya?"Dibandingkan dengan Jihan yang tenang, Wina justru jauh lebih gelisah. Wina bahkan langsung bertanya tanpa menunggu Lilia bicara.Lilia mengeluarkan laporan itu dan menyerahkannya kepada Wina. "Kamu dan Pak Jihan nggak memiliki hubungan darah ...."Wina menatap angka yang tertera, lalu berkata dengan lega, "Kayaknya Jordan nggak membohongiku ...."Setelah itu, Wina pun berbalik badan dan berjalan menghampiri Jihan. Dia menunjuk sederet angka yang tertera di atas kertas, lalu berkata dengan penuh semangat, "Lihat, Sayang! Kita sama sekali nggak punya hubungan darah! Kamu lega, 'kan?"Jihan tidak tahu dia harus merasa lega atau tidak, di
Setelah laporan tes DNA keluar, Jihan membawa Wina kembali ke kediaman Keluarga Lionel.Killian sedang duduk di ruang tamu, membuat teh. Ketika dia melihat dua orang datang sambil berpegangan tangan, wajahnya menjadi gelap dan cangkir teh di tangannya terlempar ke atas meja."Berani juga kamu."Killian sedang berbicara tentang Wina. Dia menatap orang tua itu dan tidak berkata apa-apa. Jihan membawanya langsung ke orang tua itu dan melemparkan laporan itu kepadanya."Lihat sendiri."Sikap Jihan terhadap Killian selalu dingin dan acuh tak acuh dan Killian sudah terbiasa dengan hal itu. Dia berpaling dari Wina dengan jijik dan mengambil laporan itu.Ketika dia melihat hasil yang ditampilkan di atas, ekspresi muram Killian jelas sedikit melunak, tetapi itu hanya sesaat sebelum dia diambil alih oleh kecurigaan.Mungkinkah itu laporan palsu?Setelah membaliknya beberapa kali, Killian melemparkannya kembali ke atas meja dan menatap Jihan, "Rumah sakit itu milikmu, jadi tidak sulit membiarkan
Senang?Ekspresi Jihan langsung tampak begitu suram. "Jangan kasih tahu siapa-siapa soal identitasku."Membayangkan Jodie sebagai adik sepupunya saja sudah membuat Jihan bergidik!Wina memiringkan kepalanya menatap Jihan yang terlihat tidak rela itu, lalu sengaja menjahilinya, "Oke, Kakak Sepupu, aku rahasiakan."Jihan, yang sedang mengemudikan mobil, tidak bereaksi sejenak, berbelok di tikungan, lalu menoleh untuk melihat ke arah Wina, "Kamu baru saja memanggilku apa?"Wina meletakkan satu tangannya di tepi jendela mobil dan berkata sambil setengah tersenyum, "Kakak Sepupu. Kenapa?""Kenapa kamu memanggilku begitu?" tanya Jihan kebingungan.Wina tersenyum dan berkata, "Sebelum kita melakukan tes DNA, bukannya kamu mengira aku adalah adik sepupumu? 'Kan nggak salah kalau aku memanggilmu kakak sepupu ...."Jihan pun terdiam.Wina pun mendekat dengan ekspresi yang terkesan agak sombong. "Kakak Sepupu, kayaknya standar etikamu jelek banget deh. Gimana kalau kuajari?"Melihat paras wanita
Di Kafe Ursanus. Mobil Jodie tersembunyi dalam kegelapan.Jordan tiba di kafe lebih awal dan duduk di dekat jendela sambil menyeruput kopi dan menunggu Wina.Sekitar pukul 20.00, Wina melangkah turun dari mobil. Jodie mengangkat alisnya menatap Wina yang mengenakan gaun berwarna kuning.Padahal dia baru bertemu sekali dengan Wina, tetapi kenapa dia ingat betul rupa Wina? Apa jangan-jangan penyakit tidak bisa mengenali wajah orang yang dia derita perlahan-lahan sembuh sendiri?Dia memalingkan pandangannya dan menatap pengawal yang duduk di sebelahnya. Wajah pengawal itu tampak buram. "Kamu siapa?"Pengawal yang sudah tiga tahun bersama Jodie itu pun menoleh dengan pasrah. "Namaku Desta, Tuan Muda ...."Jodie memelototinya. "Aku nggak bisa mengenali mukamu, aku bahkan nggak ingat mukamu kayak gimana ...."Desta yang jelas-jelas memiliki hidung dan mata itu pun terdiam.Jodie menengadah menatap mobil mewah yang besar itu. Setelah Wina keluar, sesosok tubuh yang tinggi dan tegak juga kelua
Jihan yang "mengesalkan" itu sedikit memiringkan kepalanya, sorot tatapannya tampak dingin sekaligus penuh dengan amarah.Jordan menatap Jihan dan refleks menelan ludah. Aneh. Sebelum ini, dia sama sekali tidak merasa takut saat melihat Jihan.Kenapa sekarang dia mendadak merasa takut? Rasa takutnya sama seperti saat Jodie sedang tidak bisa mengendalikan amarahnya ....Jordan yang tidak mengerti pun menggaruk bagian belakang kepalanya dan mengganti topik pembicaraan, "Uhm .... Kak, waktu Kakak memintaku untuk bertemu, apa itu karena Kakak setuju kembali ke Britton bersamaku demi bertemu terakhir kalinya dengan bibi pertamaku?"Wina menggelengkan kepalanya dan menjelaskan tujuannya, "Aku mengajakmu bertemu karena mau minta sehelai rambutmu ...."Jordan sontak kebingungan. "Kalau Kakak pinjam uang, aku pasti akan mikir pernikahan Kakak nggak bahagia. Tapi, kenapa Kakak malah meminta rambutku?"Kalimat sebelumnya merupakan sindiran terhadap Jihan. Wina merasa Jordan berani sekali memperta
Jihan menatap Jodie yang tampak terburu-buru itu dengan tenang. "Buat apa juga kamu memintaku keluar?"Jodie benci sekali dengan pembawaan Jihan yang arogan dan sombong, tetapi dia menggertakkan gigi dan menahan diri. "Ya tentu saja karena ada hubungannya denganmu! Kalau nggak, ngapain juga aku ke sini!"Jihan mendengus, "Tuan Muda Jodie, seingatku, hubungan kita nggak akur. Kalau memang urusan mendesakmu itu ada hubungannya denganku, masa kamu akan menemuiku dan nggak membiarkanku kenapa-kenapa saja?"Benar juga. Jika sampai Jihan kenapa-kenapa, Jodie pasti akan menjadi orang pertama yang bertepuk tangan. Masalahnya, dia tidak boleh bersikap seperti itu sekarang. "Ya, ya, nggak usah keluar. Pokoknya nanti Jeana akan membawa istrimu dan keponakannya pergi. Aku sudah memperingatkanmu, jadi jangan salahkan aku, ya."Jeana baru-baru ini menemukan seorang pengacara internasional terkenal. Dia baru saja kembali ke Alvinna bersama para bawahannya dan berencana untuk menuntut Wina dalam beber
Firasat Jodie langsung berubah menjadi buruk, jadi dia mengernyit sambil bertanya, "Mau ke mana?"Jihan mengedikkan dagunya ke arah si sopir yang langsung mengunci mobil, lalu mobil Jihan melesat pergi.Desta tidak mungkin bisa mengejarnya, jadi dia menuliskan nomor pelat mobil Jihan. Setelah itu, Desta menghubungi semua pengawal Keluarga Naula untuk sesegera mungkin menemukan Jodie.Desta merasa inilah kesempatannya, jadi dia menyamar sebagai penculik dan bergegas masuk ke kafe bersama sekelompok orang sambil membawa dua buah karung.Dia pikir lebih baik menculik Wina dulu, baru nanti menyelamatkan Jodie. Namun ....Desta pikir dia bisa menculik Wina dan Jordan dengan mudah, tetapi ternyata Jihan sudah menugaskan seseorang yang sangat ahli di sini.Alta adalah anggota Organisasi Shallon yang paling terampil. Bahkan Zeno tidak bisa mengalahkannya. Itu sebabnya dia bisa melumpuhkan pengawal seperti Desta dengan mudahnya.Desta menatap rekan-rekannya yang terkapar di atas lantai sambil m
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je