Sekitar pukul 18.15, Jihan berjalan secepat mungkin menuju rumahnya setelah mengetahui bahwa Killian memukuli Wina.Sekelompok pengawal berjalan mengikuti Jihan, satu per satu berdiri di belakang para anggota Keluarga Lionel yang duduk di sofa.Sikap para pengawal itu terkesan seperti sengaja mengintimidasi mereka. Para anggota Keluarga Lionel itu tampak agak ketakutan."Apa-apaan ini, Kak Jihan?" cibir Ayana Mantala.Jihan bahkan tidak melirik adik sepupunya itu. Dia langsung berjalan menghampiri Wina, lalu meraih lengan Wina dan memeriksa cederanya.Bekas kemerahan akibat pukulan tongkat berjalan Killian tercetak di sana. Lengan Wina bahkan sampai terasa membelesak ke dalam, menunjukkan seberapa kuatnya tenaga Killian saat tadi memukul Wina.Hati Jihan sontak terasa pedih. Begitu disentuh Jihan, Wina juga langsung menarik lengannya dengan kesakitan. Wina sama sekali tidak bersikap melebih-lebihkan, memang kenyataannya lengannya terasa sangat sakit. Sepertinya ada tulang Wina yang pat
Suara semua orang sontak menjadi lebih pelan, tetapi Ayana tetap memprotes, "Kak Jihan, Kakek memukuli Wina karena Kakek marah. Kamu tahu sendiri kalau Keluarga Dinsa sudah membunuh ibuku, ayahnya Kak Jun dan para anggota Keluarga Lionel lainnya! Kenapa kamu malah memperistri orang dari Keluarga Dinsa? Mana mungkin Kakek nggak marah? Kakek memukul sebagai bentuk pelampiasan amarahnya!"Ayana sangat pandai bersilat lidah, tetapi sayangnya Jihan tidak mudah tertipu. "Kebencian terhadap Keluarga Dinsa dan pemukulan terhadap istriku itu dua hal yang berbeda."Jihan pun mengedikkan dagunya ke arah tongkat berjalan Killian yang sudah patah di atas meja sambil berkata, "Tuan Besar, kamu sendiri yang mengajariku sejak aku kecil untuk memperlakukan orang lain sebagaimana mereka memperlakukanku. Balas dulu perbuatanmu, baru kita diskusi lebih lanjut soal Keluarga Dinsa."Itu berarti tidak peduli apa kata orang-orang ini, Jihan ingin Killian memukul tangannya terlebih dulu sebagai bentuk balas de
Tuan Besar Killian tidak menyangka bahwa orang yang akhirnya mengambil tongkat dari tangannya itu bukanlah cucunya yang duduk di sebelahnya atau Jihan yang duduk di kursi utama atau anggota Keluarga Lionel lainnya, melainkan Wina yang tadi dia pukul.Senyuman Wina yang terkesan lembut dan ramah itu membuat ekspresi Killian tampak agak terharu. Killian pun berkata, "Kamu itu berasal dari Keluarga Dinsa, jadi mau kasih penjelasan apa lagi?""Mau aku itu anggota Keluarga Dinsa atau bukan, aku tetap harus menjelaskannya."Setelah menjawab seperti itu, Wina meletakkan tongkat itu kembali ke atas meja dan menghadap semua orang. "Aku tahu bahwa Keluarga Dinsa dan Keluarga Lionel sedang berseteru. Aku juga tahu bahwa kalian semua merasa sedih karena kehilangan mereka yang kalian cintai. Tapi, nggak sedikit juga anggota Keluarga Dinsa juga kehilangan keluarga masing-masing. Sejauh yang kutahu, jumlahnya bahkan jauh lebih banyak daripada Keluarga Lionel.""Setelah kalian mengusir Keluarga Dinsa
"Masih berani kamu menyahut!" bentak Killian dengan sangat marah.Jefri takut dia akan membuat kakeknya makin marah, jadi dia tutup mulut.Namun, para anggota Keluarga Lionel lainnya saling berbisik seolah-olah sedang berdiskusi meminta Jihan memberikan penjelasan.Jihan yang sedang duduk di sofa pun memandangi sekelompok orang yang berisik itu dan kehilangan kesabarannya. "Semua yang dikatakan istriku itu benar. Urusan Keluarga Dinsa nggak ada hubungannya dengan dia. Kalau nggak percaya, selidiki saja sendiri. Kalau sudah tahu, tapi tetap memutuskan untuk membencinya, aku juga nggak akan segan-segan."Sekalipun hasil penyelidikian tidak sesuai dengan apa yang dikatakan Wina, Jihan tetap akan melindungi istrinya. Tentu saja para anggota Keluarga Lionel sudah mengetahui jalan pikiran Jihan. Apa sebuah keputusan yang bijaksana bagi orang seberkuasa Jihan melakukan semua ini demi seorang wanita?Ayana merasa cepat atau lambat Jihan akan mati di tangan Wina. Bagaimanapun juga, begitu orang
Killian bangkit berdiri dan berkata, "Ikut aku ke ruang kerja."Maksudnya, Killian tidak mau mengatakannya di depan Wina dan Jefri?Jefri dan Wina saling berpandangan, lalu akhirnya menatap Jihan.Jihan tetap duduk bergeming. "Kenapa nggak bisa mengatakannya saja sekalian di depan mereka?"Killian berbalik badan dan berkata dengan dingin, "Setelah kamu mendengarkan, kamu dapat memutuskan mau memberi tahu mereka atau nggak."Jihan sedikit mengernyit dan berpikir sejenak, lalu menatap Daris. "Apa Lilia sudah sampai?"Daris menjawab dengan hormat, "Rumah sakit agak jauh dari sini. Dia sudah dalam perjalanan dan akan segera tiba."Jihan lalu memalingkan pandangannya dan memegang lengan Wina dengan hati-hati. "Sakit, Sayang?"Wina merasa sangat terharu dengan sorot tatapan Jihan yang terlihat penuh perhatian. "Sekarang sudah lebih baik. Tenang saja. Sana bicara dulu dengan Kakek."Jihan mengelus rambut Wina dengan penuh sayang, lalu memerintahkan Daris dengan dingin, "Begitu Lilia sampai, s
Killian pun melirik Jihan dengan ekspresi yang terlihat sangat serius."Pada akhirnya, ayahmu menghamili anak haram itu. Setelah Ellen tahu, dia langsung ke luar negeri dan meminta mereka untuk menggugurkan anak tersebut. Ayahmu menolak dan menggunakan anak itu sebagai alasan untuk memaksa Ellen bercerai. Ellen sangat marah sehingga dia meneleponku dan memintaku untuk mengurusnya.""Tapi, apa yang bisa kulakukan? Aku ingin berlutut dan memohon kepada putraku, tapi di sisi lain, aku harus memihak pada menantu yang kupilih sendiri. Nggak ada satu pun pilihan yang kurasa nyaman untukku. Tapi, sejujurnya, manusia pasti akan selalu luluh dengan anaknya sendiri. Aku menasihati Ellen dengan mengatakan bahwa anak itu nggak bersalah. Ellen juga setuju bahwa anak itu nggak bersalah, tapi dia bilang ayahmu harus meninggalkan wanita itu beserta anak mereka atau Ellen akan memberi tahu seluruh Keluarga Lionel agar mereka menyerang wanita dari Keluarga Dinsa itu.""Mana mungkin aku memberi tahu selu
Jihan tidak banyak bereaksi mendengar kisah tersebut, dia memang tipe orang yang sulit berempati. Dia hanya balik bertanya dengan bingung, "Terus, anak yang lahir dari anak haram Julius itu?"Killian perlahan-lahan membuang ekspresi penyesalannya, dia memandang Jihan yang tanpa ekspresi itu dan menghela napas. "Anak itu tumbuh besar menjadi orang yang sangat berbakat dan membanggakan."Jihan tidak begitu tertarik dan bertanya lagi, "Di mana dia?"Tentu saja dia merasa agak penasaran karena tiba-tiba mengetahui bahwa dia memiliki saudara tiri.Killian menatap Jihan selama beberapa saat, lalu mengungkapkan rahasia yang sudah lama dia sembunyikan jauh di dalam hatinya, "Dia duduk di hadapanku."Ekspresi Jihan yang awalnya biasa-biasa saja tiba-tiba menegang. "Apa katamu?"Killian menurunkan kakinya dan berkata dengan wajah serius, "Ellen sama sekali nggak hamil untuk kedua kalinya. Setelah wanita dari Keluarga Dinsa itu melahirkan anaknya, Ellen mengirim anak itu ke Keluarga Levin. Saat w
Killian sontak memandang Jihan dengan kaget. "Kamu ...."Jihan memejamkan matanya dan tidak mau berbicara lebih lanjut. "Keluar."Killian duduk termangu sambil menatap cucunya. "Kalau kamu nggak setuju bercerai, aku nggak bisa menyembunyikan kenyataan bahwa kamu memiliki separuh darah Keluarga Dinsa."Waktu itu, Nenek Melisa setuju untuk merahasiakan semua ini setelah Killian mengalokasikan 10% saham keluarga kepadanya. Karena sekarang Jihan-lah yang memegang 50% saham keluarga, Nenek Melisa pasti tidak akan rela. Jika Jihan tidak mau menceraikan atau membereskan Wina, dia pasti akan membeberkan semuanya. Jika itu sampai terjadi, mana mungkin Jihan bisa tetap berada di Keluarga Lionel?Untuk mencegah Jihan mengikuti jalan yang sama seperti ayahnya, Killian bahkan rela mendengarkan nasihat Jefri dan mengesampingkan perseteruan antara Keluarga Dinsa dan Keluarga Lionel untuk sementara. Namun, Killian tidak akan mengabaikan masalah etika. Jika sampai informasi ini tersebar, bukankah itu a
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je